Anda di halaman 1dari 19

PAPER NAMA : KEVIN BAREZI GIRSANG

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

PAPER

HIPERMETROPIA

Disusun oleh :
KEVIN BAREZI GIRSANG
110100309

Supervisor :
Prof. Dr. dr. Rodiah R Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PAPER NAMA : KEVIN BAREZI GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Hipermetrofi”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof.,
Dr., dr. Rodiah R Lubis, M.Ked(Oph), SpM(K) selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, Juni 2021

1
PAPER NAMA : KEVIN BAREZI GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................1

DAFTAR ISI........................................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................3

BAB 1 Pendahuluan ............................................................................................................4

BAB 2 Tinjauan Pustaka .....................................................................................................5

2.1. Media Refraksi ......................................................................................................5

2.1.1. Anatomi Media Refraksi ....................................................................................5

2.1.2. Fisiologi penglihatan ..........................................................................................7

2.1.3. Kelainan Refraksi ...............................................................................................8

2.1.4. Hipermetrofi .......................................................................................................8

KESIMPULAN ..................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................17

2
PAPER NAMA : KEVIN BAREZI GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

2.1. Patofisiologi Hipermetrofi .....................................................................................9

2.2. Alat Pemeriksaaan Visus .....................................................................................12

2.3. Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif .....................................................14

3
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

1. BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegak tidak dibentuk pada
retina (macula lutea atau bintik kuning). Pada kelaian refraksi terjadi ketidakseimbangan
system optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal,
korena dan lensa membelokkan sinar pada titik focus yang tepat pada sentral retina.
Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola
mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan tepat pada bintik kuning, tetapi dapat
dibiaskan di depan atau di belakang bintik kuning dan bahkan tidak terletak pada satu
titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopi, hipermetropi,
astigmatisma, dan presbiopi.1

Hipermetropi adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan


bayangan di belakang retina. Hipermetropi terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara
panjang bola mata, dan kekuatan pembiasan kornea, serta lensa lemah sehingga titik
focus sinar terletak dibelakang retina.

Hipermetropi juga dikenal dengan hyperopia atau rabun dekat. Pasien dengan
hipermetropi mendapat kesukaran untuk melihat dekat dan akan bertambah berat dengan
bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan
berkurangnya kekenyalan lensa.2

4
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Media Refraksi


2.1.1 Anatomi Media Refraksi
Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya yang diakibatkan oleh media
refrakta mata. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, humor aqueous
(cairan bilik mata), permukaan anterior dan posterior lensa, badan kaca (corpus vitreum).
1. Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lekuk
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-
rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan
endotel.3
Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel, endotel hanya satu lapis.
Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian
stroma yang berubah. Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari ketebalan
kornea. Bagian ini tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar
1μm yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea.
Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan
periodisitasnya secara optik menjadi jernih. Membran Descemet adalah sebuah
membran elastik yang jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopi
elektron dan merupakan membran basalis dari endotel kornea.1 Kornea mata
mempunyai kekuatan refraksi sebesar 40 dioptri.2
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan oksigen
sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
percabangan pertama dari nervus cranialis V (trigeminus).1,3

5
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

2. Humor Aqueous

Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah memasuki camera oculi
posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi anterior dan
kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior.1,3 Humor aqueous
difiltrasi dari darah, dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh badan
siliaris di camera oculi posterior.Humor aqueous diproduksi dengan kecepatan 2-3
μL/menit dan mengisi kamera okuli anterior sebanyak 250 μL serta camera oculi
posterior sebanyak 60 μL.
Humor aqueous mengalir di sekitar lensa dan melewati pupil ke ruang anterior.
Sebagian air keluar mata melalui lorong-lorong dari trabecular meshwork.
Trabecular meshwork adalah saluran seperti saringan yang mengelilingi tepi luar
dari iris dalam sudut ruang anterior, dibentuk di mana menyisipkan iris ke dalam
badan siliaris. Jumlah yang lebih sedikit masuk ke dalam badan siliaris yang
terbuka dan ke iris, di mana ia akhirnya berdifusi ke dalam pembuluh darah di
sekitar bola mata.
3. Lensa

Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa digantung di
belakang iris oleh zonula yang menghubungkannya dengan badan siliare. Di
anterior lensa terdapat humor aqueous, di sebelah posteriornya terdapat vitreus.
Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit lebih permeabel
daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air dan elektrolit masuk.1
Selapis epitel subskapular terdapat di depan. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus
diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadi lebih besar dan kurang elastik.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang panjang. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung
berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan
terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti
gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas dibagian perifer lensa
didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.1
Lensa difiksasi ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula (zonula
6
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan badan siliaris dan
menyisip kedalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air,
sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara jaringan-jaringan
tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.1 Lensa memiliki
kekuatan refraksi 15-10D.2
4. Vitreus

Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk
dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi
oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus membran hialois-
normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa posterior,
serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis
vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel
pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan
nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang.1
Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan
asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus
karena kemampuannya mengikat banyak air. 1,3

2.1.2 Fisiologi Penglihatan


Mata dapat dianggap sebagai kamera, dimana sistem refraksinya menghasilkan
bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan
kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik (N II), ke korteks serebri pusat
penglihatan. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel
pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi maka pupil akan mengecil untuk
menguranginya. Daya refraksi kornea hampir sama dengan humor aqueous, sedang daya
refraksi lensa hampir sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistem refraksi mata ini
membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23 mm. Dengan demikian, pada mata
yang emetrop dan dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar yang datang di mata
akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina. Fovea sentralis merupakan posterior
principal focus dari sistem refraksi mata ini, dimana cahaya yang datang sejajar, setelah

7
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

melalui sitem refraksi ini bertemu. Letaknya 23 mm di belakang kornea, tepat dibagian
dalam macula lutea.4,5
Mata mempunyai kemampuan untuk memfokuskan benda dekat melalui proses
yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan Purkinje, yang merupakan
pencerminan dari berbagai permukaan optis di mata, telah memperlihatkan bahwa
akomodasi terjadi akibat perubahan di lensa kristalina. Kontraksi otot siliaris
menyebabkan penebalan dan peningkatan kelengkungan lensa, mungkin akibat relaksasi
kapsul lensa.4,5

2.1.3 Kelainan Refraksi


Kelainan refraksi mata atau ametropia adalah suatu keadaan dimana bayangan
tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan
tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma.2
a. Hipermetropia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar yang sejajar yang datang dari
jarak tak terhingga, oleh mata yang dalam keadaan istirahat dibiaskan dibelakang retina
b. Miopia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat dibiaskan di depan retina
c. Astigmatisma merupakan kelainan refraksi dimana terdapat perbedaan derajat refraksi
pada meridian yang berbeda.4

2.1.4 Hipermetropia

2.1.4.1 Defenisi
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula
lutea. Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah
yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di
belakang retina.9
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan
bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara
bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar
terletak di belakang retina.6
8
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

2.1.4.2 Etiologi
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek.
Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina.
Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas :

▪ Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan re(raksi akibat bola


mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
▪ Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
▪ Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang
pada sistem optik mata.7
Pada hipermetropia aksial, fokus bayangan terletak di belakang retina.
Kecembungan kornea yang lebih kurang atau merata (flat) akan mengakibatkan
pembiasan menjadi lemah sehingga bayangan dalam mata difokuskan dibelakang
bintik kuning dan mata ini menjadi hipermetropia atau rabun dekat.7

2.1.4.3 Patofisiologi
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan bayangan terfokus
di belakang retina.8

Gambar 2.1. Patofisiologi Hipermetropi

9
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

2.1.4.4 Manifestasi Klinis


Sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa juling atau
melihat ganda, mata berair, penglihatan kabur saat melihat dekat. Sering
mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan lebih
dangkal.9
Biasanya seseorang dengan hipermetropia tidak menyukai keramaian dan
lebih senang sendiri. Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat
jauh. Melihat dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih
dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan masalah
karena dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan jauh
akan terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil
dan hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi
untuk mengatasi hipermetropia ringan berkurang. Pasien hipermetropia hingga
+ 2.00 dengan usia muda atau 26 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat
tanpa kaca mata dengan tidak mendapatkan kesulitan. Pada usia lanjut dengan
hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat
melihat dekat ataupun jauh.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh
matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk
melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar
terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif.
Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan
konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia
atau juling ke dalam.10
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan
karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda
dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan
matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan
kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa
pedas dan tertekan. Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat
melihat jelas adalah:
• Mata lelah
• Sakit kepala
10
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

• Penglihatan kabur melihat dekat


Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada di belakang retina karena
berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.7

2.1.4.5 Klasifikasi
Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti: 11,12
1 Hipermetropia manifest, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata
positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri
atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia
manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan
koreksi kacamata maksimal.
2. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak dimbangi dengan akomodasi
dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten
yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifest yang tidak
memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut,
sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah
hipermetropia manifest.
3. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan
akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang hanya mempunyai
hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca
mata positif yang memberikan pengelihatan normal makan otot akomodasinya akan
mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi
disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
4. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (alau dengan
obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
Hipermultupia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. Makin muda makin
besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi
kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif
dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari hari
diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, terutama bila pasien masih muda dan
daya akomodasinya masih kuat.
5. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia.

11
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

2.1.4.6 Diagnosis
1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan (Visus)
Subjektif Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan biasanya
pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri, kartu Snellen
diletakkan di depan pasien, pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter,
dan satu mata ditutup biasanya mulai dengan menutup mata kiri untuk menguji mata
kanan, dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris terkecil yang masih
dapat dibaca, kemudian diletakkan lensa positif + 0,50 untuk menghilangkan akomodasi
saat pemeriksaan di depan mata yang dibuka, bila penglihatan tidak tambah baik, berarti
pasien tidak hipermetropia, bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang
ditambah berlahan-lahan bertambah baik, berarti pasien menderia hipermetropia. Lensa
positif yang terkuat yang masih memberikan ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa
koreksi untuk mata tersebut, bila penglihatan tidak maksimal pada pemeriksaan
hipermetrop dan miopi dimana penglihatan tidak mencapai 6/6 atau 20/20 maka lakukan
uji pinhole.12,13
Visus atau visual acuity (VA) merupakan salah satu ukuran dari ambang
penglihatan. Kata acuity berasal dari bahasa Latin yaitu acuitas yang berarti ketajaman.
Pada prinsipnya, uji visus ini adalah upaya untuk mengetahui ketajaman penglihatan
seseorang dan menilainya dengan dibandingkan dengan penglihatan normal. Visus pasien
bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kacamata), namun mempunyai arti
yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik atau buruknya fungsi mata
keseluruhannya. Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan menggunakan
Snellen Chart. E Chart dan Cincin Landolt.14

12
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

Gambar 2.2. Alat Pemeriksaan Visus


(a) Snellen Chart; (b) E Chart; (c) Cincin Landolt

Snellen chart adalah kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang
berbeda untuk pasien yang bisa membaca; E chart adalah kartu yang bertuliskan huruf "E'
semua, namun arah kakinya berbeda-beda; dan Cincin Landolt adalah kartu dengan
tulisan berbentuk huruf 'C', namun dengan arah cincin yang berbeda-beda.15
Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih tinggi atau
sejajar dengan mata pasien. Jika jarak 6 meter, maka visus normal akan bernilai 6/6
artinya mata normal dapat melihat pada jarak 6 meter, pasien juga dapat melihat pada
jarak 6 meter. Satuan selain meter ada kaki sama dengan 20/20, ada juga log (logaritma).
Jika terdapat penurunan visus, maka diperiksa dengan menggunakan pinhole (alat untuk
memfokuskan titik pada penglihatan pasien). Jika visus menjadi lebih baik dari
sebelumnya, berarti merupakan kelainan refraksi.16
Pada pasien yang tidak dapat melihat dengan jelas pada pemeriksaan ini,
selanjutnya pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan penghitungan jari dimulai pada
jarak 6 meter. Jika tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan
pemeriksaan penglihatan dengan lambaian tangan. Lambaian tangan (ke kiri dan kanan
atau atas dan bawah) dilakukan tepat 1 meter di depan pasien. Jika pasien dapat
menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300. Jika tidak bisa melihat lambaian
tangan, maka dilakukan penyinaran. Penyinaran dapat menggunakan ‘pen light' dan visus
dikatakan 1/-, jika dapat melihat cahaya. Jika tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan
visusnya 0.17

13
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

2. Refraksi
Pemeriksaan refraksi termasuk pemeriksaan mata dasar yang banyak dilakukan
baik di pusat pelayanan kesehatan maupun di tempat umum yang menjual produk untuk
mengkoreksi kelainan refraksi seseorang. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
jenis kelainan refraksi dan mengukur besarnya kelainan tersebut yang perlu dikoreksi.
Pemeriksaan refraksi terdiri dari pemeriksaan subyektif dan obyektif. 18
Pemeriksaan refraksi subyektif sangat tergantung yang dikatakan pasien kepada
pemeriksa. Metode pemeriksaan subyektif antara lain menggunakan metode best vision
sphere, sphero-sylindrical dan near refraction dengan menggunakan phoropter atau lensa
coba (trial lens) yang dipakaikan pada pasien. Pemeriksaan refraksi obyektif dilakukan
menggunakan alat retinoscopy dan autorefractor yang hasilnya dapat dilihat atau diukur
langsung, tidak tergantung dengan yang dikatakan oleh pasien kepada pemeriksa.18

Gambar 2.3. Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif


(a) Pemeriksaan Refraksi menggunakan Trial Frame/Lens; (b) Retinoscopy

Mengingat masing-masing metode memilki kelebihan dan kekurangan maka


biasanya kedua jenis pemeriksaan tersebut dilakukan bersama-sama. Pemeriksaan dengan
retinoscopy dan autorefracter membutuhkan keahlian tingkat lanjut oleh seorang ahli
mata, dan alat phoropter termasuk alat yang berat, rentan dan mahal, maka yang akan
dilakukan pada keterampilan dasar pemeriksaan mata adalah metode pemeriksaan yang
paling umum digunakan yaitu secara subyektif menggunakan set alat trial lens.19

14
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

2.1.4.7 Tatalaksana
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk mematahkan
sinar lebih masuk kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah di berikan koreksi lensa
positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia sebaiknya
diberikan kacamata lensa positif terbesar yang masih memberi tajam penglihatan
maksimal.7,20
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah system pembiasan
dalam mata. Pada hipermetropia, mata tidak mampu mematahkan sinar terutama untuk
melihat dekat. Mata dengan hipermetropia memerlukan lensa cembung atau konveks
untuk mematah sinar lebih kuat ke dalam mata. Pengobatan hipermetropia adalah
diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran
lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal (6/6).
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan kaca mata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka
diberikan kaca mata koreksi positif kurang. Bila terlihat tanda ambliopia diberikan
koreksi hipermetropia total. Mata ambliopia tidak terdapat daya akomodasi.
Koreksi lensa positif kurang berguna untuk mengurangkan berat kaca mata dan
penyesuaian kaca mata. Biasanya resep kaca mata dikurangkan 1-2 dioptri kurang
daripada ukuran yang didapatkan dengan pemberian sikloplegik.7,20
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata sferis positif
terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Bila pasien dengan +3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6,
maka diberikan kaca mata + 3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata akibat
hipermetropia fakultatifnya diistirahatkan dengan kaca mata (+).21,22
Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya
pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot
akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan
koreksi kaca matanya dengan mata yang istirahat. Pada pasien diberikan kaca mata sferis
positif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal.21,22

15
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

BAB III
KESIMPULAN

Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Hipermetropia
merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula lutea atau retina. Ini
disebabkan karena bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek atau
kelengkungan kornea atau lensa kurang.
Tanda dan gejalanya diantaranya yaitu sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal,
silau, kadang rasa juling atau melihat ganda, mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat,
sering mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan lebih dangkal.
Hipermetropia diklasifikasikan menjadi 5 yaitu hipermetropia laten, total, absolut,
manifest dan fakultatif.
Apabila parah dapat menyebabkan komplikasi yaitu esotropia dan glaucoma. Oleh
karena itu perlu adanya pengobatan, diantaranya yaitu terapi medis, terapi penglihatan,
bedah refraksi, koreksi optikal dan merubah kebiasaan pasien yang dapat memperburuk
keadaan.

16
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan, Paul dan John P.Whitcher.2007. Vaughan &


Asbury Oftalmologi Umum.Jakarta:EGC
2. Ilyas, Sidarta. 2010.Ilmu Penyakit Mata.Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

3. Sidarta I. Penyakit Mata : Ringkasan Dan Istilah. 1st ed. Jakarta: Pustaka
Utama Grafoti; 1988.
4. Nana W. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika
Atma Jaya; 1993.
5. Sidarta I. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2010.
6. Patu, H.I. (2010). Kelainan Refraksi. Diambil tanggal 01 Juni 2021, dari
http://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&task=view
&id=16 84&Itemid=38
7. Ilyas, S. (2009). Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

8. Wong, Donna L., dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1,
Jakarta: EGC.

9. Istiqomah, I. (2004). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta:


EGC.

10. American Academy of Opthamology (2009). Basic clinical Science and


Course 2005-2006.New York: American Academy of Ophtamology.

11. Bastanta, T. (2010). Prevalensi Kelainan Refraksi Di Poliklinik Mata. 13-15

12. Khurana. Ophthalmology. New Age International; 2003.


https://books.google.com/books?id=tRzi3sYBInIC&pgis=1. Diakses 01 Juni
, 2021.

13. Resnikoff, S, dkk. (2008). Global Magnitude of Visual Impairment Caused


by Uncorrected Refractive Errors in 2004. Buletin of the World Health
Organization. Diakses dari http://www.who.int. Diakses tanggal 01 Juni

17
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

2021.

14. Surjadi, E., Sjamsoe, S., Sirlan, F. & Dewi, F. (2005). Analisis Lanjut Survei
Mata Nasional. Ophthalmologica Indonesia, 16 (3), 172-173

15. Vaughan, dkk. (2000). Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika.

16. Roy FH, Fraunfelder FW, Fraunfelder FT. Roy and Fraunfelder’s Current
Ocular Therapy. Elsevier Health Sciences; 2007.

17. Khurana. Ophthalmology. New Age International; 2003.

18. WHO. (2009). Visual Impairment and Blindness. Diakses dari


http://www.who.int/mediacentre. Di akses tanggal 01 Juni 2021.

19. Wardani, R (2008) Kelainan Penglihatan/Refraksi Pada Anak . Diambil


tanggal 01 Juni 2021,

20. Medical dictionary. (2008). Visual Impairment. Diakses dari


http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/Visual+Impairment. Diakses
tanggal 01 Juni 2021.

21. Dunaway and Berger. (2001). Worlwide Distribution of Visual Refractive


Errors and What to Expect at a Particular Location. Diakses dari
http://infocusonline.org/WORLWIDE%25DISTRIBUTION% 25OF%25
VISUAL %25REFRACTIVE%25ERRORS.docs.google.com , Di akses
tanggal 01 Juni 2021

22. Goh, P.P. (2003) Refractive Error And Visual Impairment In School-Age
Children In Gambok District Malaysia. Diambil tanggal 01 Juni 2021, dari
http://www.v2020.org/defaulth. Asp

18

Anda mungkin juga menyukai