Anda di halaman 1dari 46

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

BLEFARITIS

Oleh:
Sheline Dian
C014202041

Residen Pembimbing:
dr. Muhammad Nur Agung

Supervisor Pembimbing:
dr. Ahmad Ashraf, Sp.M(K), M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa referat dengan judul Blefaritis, yang
disusun oleh:

Nama : Sheline Dian


NIM : C014202041
Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas pada bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada waktu yang telah ditentukan.

Makassar, Maret 2023

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr Ahmad Ashraf, Sp.M(K), M.Kes dr. Muhammad Nur Agung

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Anatomi...................................................................................................3
2.2 Definisi....................................................................................................7
2.3 Epidemiologi...........................................................................................7
2.4 Klasifikasi...............................................................................................8
2.5 Etiologi..................................................................................................13
2.6 Patofisiologi..........................................................................................17
2.7 Diagnosis...............................................................................................19
2.8 Tatalaksana...........................................................................................23
2.9 Komplikasi............................................................................................27
2.10 Prognosis...............................................................................................28
BAB III KESIMPULAN............................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................38

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata yang ditandai dengan pembentukan minyak
berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai
oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.1
Blefaritis berdasarkan lokasinya diklasifikasikan menjadi blefaritis anterior dan posterior.
Blefaritis anterior merupakan inflamasi kulit kelopak mata dan folikel bulu mata disertai dengan
debris skuamosa atau kolaret, biasanya berkaitan dengan infeksi Staphylococcal dan dermatitis
seboroik. Blefaritis posterior adalah inflamasi kelenjar Meibom dan biasanya disebabkan oleh
disfungsi kelenjar Meibom.2 Penyebab pasti blefaritis tidak diketahui dan kemungkinan
disebabkan oleh kondisi multifaktorial. Blefaritis akut dapat bersifat ulseratif atau nonulseratif.
Infeksi menyebabkan terjadinya blefaritis ulseratif yang biasanya disebabkan oleh bakteri dan
yang paling sering adalah stafilokokus. Etiologi virus seperti infeksi Herpes simpleks dan
Varicella zoster juga mungkin terjadi. Blefaritis nonulseratif biasanya merupakan reaksi alergi
seperti atopik atau musiman.2,17
Blefaritis dapat terjadi pada semua orang dari segala usia. Meskipun tidak nyaman,
blefaritis tidak menular dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan permanen pada
penglihatan. Disfungsi kelenjar Meibom merupakan bagian dari kondisi yang dapat
menyebabkan blefaritis, namun bisa menjadi hasil dari sejumlah faktor terkait yang
menimbulkan efek subklinis dan klinis yang berbeda. Blefaritis dapat timbul berhubungan
dengan berbagai kondisi, termasuk dry eye disease, dermatitis seboroik, akne rosasea, dan atopi.3
Blefaritis tidak spesifik untuk kelompok orang mana pun. Ini mempengaruhi orang-orang
dari segala usia, etnis, dan jenis kelamin. Ini lebih sering terjadi pada individu yang lebih tua dari
usia 50 tahun. Dibandingkan dengan blefaritis jenis lainnya, blefaritis stafilokokus ditemukan
lebih sering pada usia muda dan jenis kelamin perempuan. Jumlah total kasus di AS pada satu
waktu tidak diketahui. Dalam survei AS tahun 2009, 37% pasien yang diperiksa oleh dokter mata
dan 47% pasien yang diperiksa oleh dokter mata memiliki tanda-tanda blefaritis. Sebuah studi
baru-baru ini yang dilakukan selama periode sepuluh tahun (2004 hingga 2013) di Korea Selatan
menetapkan insiden keseluruhan menjadi 1,1 per 100 orang-tahun. Ini meningkat seiring waktu
dan lebih tinggi pada pasien wanita. Prevalensi keseluruhan untuk pasien di atas 40 tahun adalah
8,8%. 4
Secara keseluruhan prognosis penyakit blefaritis adalah baik. Pola higienitas yang baik
1
dalam hal ini menjaga kebersihan mata secara teratur dapat mengontrol tanda-tanda dan gejala
blefaritis serta mencegah terjadinyakomplikasi. Perawatan kelopak mata yang baik biasanya
cukup untuk pengobatan.4

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjar yang membentuk tear film di depan kornea. Palpebra merupakan alat
penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan
keringnya bola mata.5
Palpebra memiliki panjang sekitar 25-30 mm dengan lebar sekitar 2 mm. Palpebra dibagi
menjadi margin anterior dan posterior oleh garis abu-abu yang dikenal sebagai mucocutaneus
junction. Pada bagian anterior terdiri atas bulu mata yang menonjol dari tepi kelopak mata
dan tersusun tidak beraturan, kelenjar zeis yang merupakan modifikasi dari kelenjar sebasea
dengan ukuran kecil yang terhubung dengan follikel di dasar bulumata, kelenjar moll
merupakan modifikasi dari kelenjar keringat yang berjajar didekat pangkal bulu mata. Pada
bagian posterior berhubungan dengan bola mata dan disepanjangnya terdapat modifikasi
kelenjar sebasea yang dikenal dengan kelenjar meibom.6
Celah interpalpebra biasanya memiliki lebar 30 mm dan tinggi 10 mm (sedikit lebih
tinggi pada perempuan). Pada posisi istirahat palpebra superior berada 2 mm dibawah limbus
superior dan biasanya lebih tinggi pada anak-anak. Untuk palpebra inferior, posisinya sejajar
atau tepat diatas limbus inferior.7

Gambar 1. Anatomi Eksternal Mata

3
Gambar 2. Anatomi Eksternal Mata

Palpebra terdiri dari beberapa bagian yang tersusun dari beberapa lapisan yaitu lapisan
kulit dan bulu mata, otot protraktor, orbital fat, septum orbita, tarsal, otot refraktor, dan
konjungtiva palpebra.5,7
1. Lapisan Kulit dan Bulu mata
Kulit palpebra sangat tipis dan memiliki jaringan ikat longgar tetapi tidak terdapat
lemak subkutan. Pada lapisan ini mengandung kelenjar ekrin dan kelenjar sebasea.
Bulumata tersusun teratur dalam 2-3 baris di sepanjang tepi kelopak dengan jumlah
sekitar 50 helai dibagian atas dan 75 pada bagian bawah serta mengalami pergantian
setiap 4-6 bulan tetapi lebih cepat jika dipotong. Follikel bulu mata memiliki kelenjar
keringat apokrin (Kelenjar Moll) dan kelenjar sebasea (Kelenjar Zeis).
2. Otot Protraktor (Musculus Orbicularis Oculi)
Merupakan otot lurik yang tediri dari beberapa bagian yaitu pars orbital, pars
preseptal dan pars pretarsal. Innervasi musculus orbicularis didapatkan dari cabang
temporal dan zygomatic dari nervus VII untuk palpebra superior dan cabang zygomatic
untuk palpebra inferior. Fungsi dari otot ini ialah untuk menutup mata dan berperan
dalam mekanisme pompa lakrimal.
3. Orbital Fat
Merupakan bantalan lemak preaponeurotik yang merupakan perpanjangan dari
lemak orbita dan terletak tepat dibelakang septum orbita.
4. Septum orbita dan Tarsal
Septum orbita merupakan jaringan fibrous berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan. Septum akan menuju ke margin palpebra dan
menebal membentuk lempeng tarsal. Tarsal tersusun atas jaringan ikat yang merupakan
4
jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom. Tarsus ditahan oleh septum orbita
yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran permukaan orbita. Tarsus terdiri
atas jaringan ikat yang merupaka jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar meibom.
5. Otot Retraktor
Retraktor kelopak mata atas terdiri dari musculus levator palpebra superior yang
diinnervasi oleh nervus III dan musculus tarsalis superior (otot Muller) sebagai refraktor
aksesori yang disuplai oleh sistem simpatis. Fungsi otot ini ialah mengangkat kelopak
mata atau membuka mata.
6. Konjungtiva palpebra
Konjungtiva adalah membran mukosa yang tersusun atas epitel non keratin, basal
membran dan stroma. Epitel konjungtiva palpebra adalah bentuk squamosa bertingkat
yang mengandung sel goblet yang dapat mensekresi mukus.

Gambar 3. Anatomi Palpebra


Pada palpebra seperti yang sudah dijelaskan diatas tersusun atas beberapa kelenjar antara
lain :
 Kelenjar Meibom
Dikenal juga dengan kelenjar tarsal yang lokasinya terletak didalam
stroma lempeng tarsal dan tersusun secara vertikal. Jumlah dari kelenjar ini
sekitar 30-40 pada palpebra superior dan 20-30 pada palpebra inferior.
Merupakan modifikasi dari kelenjar sebasea dengan saluran yang terbuka kearah
margin palpebra. Sekresi kelenjar ini merupakan lapisan berminyak dari tear
5
film.8

6
 Kelenjar Zeis
Merupakan modifikasi kelenjar sebasea dengan saluran yang terbuka
kearah folikel bulu mata. Kelenjar ini bersama dengan kelenjar meibom dan
kelenjar moll akan membentuk lapisan lipid dari tear film yang berfungsi
menghambat terjadinya evaporasi dan melumasi kelopak mata saat bola mata
berkedip.8
 Kelenjar Moll
Merupakan modifikasi kelenjar keringat yang terletak didekat folikel bulu
mata yang salurannya membuka kearah follikel atau kedalam saluran zeis dan
tidak langsung ke permukaan kulit.8
 Kelenjar Lakrimal aksesoris (Wolfring)
Letaknya dekat dengan batas atas lempeng tarsal. 8 Kelenjar ini berjumlah
dua hingga lima buah di atas tarsus superior atau di pinggir atas dalam tarsus
superior dan berjumlah dua buah di pinggir bawah tarsus inferior. Duktus
ekskretoriusnya yang pendek dan lebar dilapisi oleh selapis sel basal kuboid dan
sel silinder superfisial seperti konjungtiva.33

Gambar 4. Glandula Palpebra


Innervasi sensorik dari palpebra inferior didapatkan terutama dari saraf
infraorbital (Vb) dan cabang infratroklear dari saraf nasociliary (Va) yang
mempersarafi cantus medial. Sedangkan untuk palpebra superior didapatkan dari
7
nervus lakrimalis, supraorbita, dan supratroklearis (semua Va). Motorik musculus
orbicularis oculi didapatkan dari nervus VII, musculus levator palpebra superior
oleh nervus III dan untuk otot muller dari sistem simpatis.7
Suplai arteri didapatkan melaluitiga arkade yang membentuk anastomosis
antara arteri palpebra medial (cabang dari arteri oftalmika) dan arteri pelpebra
lateral (cabang dari arteri lakrimalis. Drainase vena berjalan ke vena temporal
superfisial dari lateral dan ke vena oftalmikus dan vena angularis di medial.7
Aliran limfatik palpebra menuju ke kelenjar parotis di lateral, kelenjar
submandibula di inferior dan rantai servikal anterior di inferomedial.

2.2. DEFINISI
Infeksi kelopak mata atau blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada
kelopak mata (palpebra) baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepi kelopak.
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis
atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan
bahkan bahan kosmetik, sedangkan Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh kuman
streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex folliculorum dan
staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor).5

2.3. EPIDEMIOLOGI
Blefaritis merupakan penyakit mata yang paling umum terjadi, namun data
mengenai insiden dan prevalensinya masih sangat kurang. Dibandingkan dengan
blefaritis jenis lainnya, blefaritis stafilokokus ditemukan lebih sering pada usia muda dan
berjenis kelamin perempuan.12
Blefaritis tidak spesifik untuk kelompok orang mana pun. Ini mempengaruhi
orang- orang dari segala usia, etnis, dan jenis kelamin. Ini lebih sering terjadi pada
individu yang lebih tua dari usia 50 tahun. Jumlah total kasus di AS pada satu waktu
tidak diketahui. Dalam survei AS tahun 2009, 37% pasien yang diperiksa oleh dokter
mata dan 47% pasien yang diperiksa oleh dokter mata memiliki tanda-tanda blefaritis.
Sebuah studi baru-baru ini yang dilakukan selama periode sepuluh tahun (2004 hingga
2013) di Korea Selatan menetapkan insiden keseluruhan menjadi 1,1 per 100 orang-
tahun. Ini meningkat seiring waktu dan lebih tinggi pada pasien wanita. Prevalensi
8
keseluruhan untuk pasien di atas 40

9
tahun adalah 8,8%.4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Mata Provinsi Sulawesi
Utara periode Juni 2017-Juni 2019 didapatkan sekitar 78 dari 546 orang (14,29%)
menderita blefaritis.dan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik
tahun 2014 – 2018 didapatkan distribusi penyakit blefaritis lebih banyak terjadi pada
perempuan (51.9%) dibandingkan dengan laki-laki (48.1%). Untuk rentang umur paling
tinggi adalah yang berumur diatas 60 tahun (29.6%) dan pekerjaan yang paling banyak
adalah anak yang tidak bekerja dikarenakan dibawah umur (22.2%). Untuk lateralisasi
mata yang paling sering adalah mata kiri (4.4%) dan untuk terjadinya penyakit paling
tinggi pada tahun 2015 (33.3%).14,15
Hubungan yang tepat antara blepharitis dan kematian tidak diketahui, tetapi
penyakit dengan kematian yang diketahui, seperti lupus eritematosus sistemik, mungkin
memiliki blepharitis sebagai bagian dari konstelasi temuan mereka. Morbiditas terkait
termasuk hilangnya fungsi visual, kesejahteraan, dan kemampuan untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Proses penyakit dapat mengakibatkan kerusakan kelopak
mata dengan trikiasis, notch entropion, dan ectropion. Kerusakan kornea dapat
menyebabkan peradangan, jaringan parut, hilangnya kehalusan permukaan, astigmatisme
tidak teratur, dan hilangnya kejernihan optik. Jika peradangan parah berkembang,
perforasi kornea dapat terjadi. Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan
penyakit mata yang ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan
sebagai penyakit penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia
tua tapi dapat terjadi pada semua umur. Tidak ada penelitian yang diketahui
menunjukkan perbedaan ras dalam kejadian blepharitis. Rosacea mungkin lebih sering
terjadi pada individu berkulit putih, meskipun temuan ini mungkin hanya karena lebih
mudah dan sering didiagnosis pada individu ini. Tidak ada studi yang dirancang dengan
baik tentang perbedaan insiden dan gambaran klinis blefaritis antara jenis kelamin yang
telah ditemukan. Blefaritis seboroik lebih sering terjadi pada kelompok usia yang lebih
tua. Usia rata-rata yang terlihat adalah 50 tahun.16

2.4. KLASIFIKASI
Blefaritis diklasifikasikan menjadi blefaritis anterior dan blefaritis posterior,
meskipun ada tumpang tindih yang cukup besar antara keduanya dan sering pula
10
ditemukan kedua jenis muncul bersamaan (mixed blepharitis).9
a. Blefaritis Anterior
Blefaritis anterior merupakan inflamasi pada daerah sekitar pangkal bulu mata
yang terdiri dari staphylococcal dan seboroik. Kadang-kadang dianggap lebih terkait
dengan elemen infeksi kronis dan karenanya lebih dapat menerima pengobatan dan
remisi daripada bentuk posterior. Penyebab blefaritis disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus, Stphylococcus epidermidis, atau bakteri staphylococci
koagulase negatif.6,9
Faktor etiologi pada blefaritis ulseratif mungkin merupakan respons yang
diperantarai sel abnormal terhadap komponen dinding sel Staphylococcus aureus,
yang mungkin juga bertanggung jawab atas mata merah dan infiltrat kornea perifer
yang terlihat pada beberapa pasien. Biasanya dimulai pada masa kanak- kanak dan
berlanjut sepanjang hidup. Ini lebih umum dan lebih jelas pada pasien dengan
dermatitis atopik serta kondisi konjungtivitis dan dacryocystitis dikatakan dapat
menjadi faktor predisposisi kejadiannya. Blefaritis seboroik sangat terkait dengan
dermatitis seboroik umum yang secara khas melibatkan kulit kepala, lipatan
nasolabial, kulit di belakang telinga dan tulang dada. Beberapa faktor metabolik
dikatakan berperan dalam etiologinya.8,9
Blefaritis seboroik biasanya dikaitkan dengan adanya Malassezia furfur,
meskipun organisme ini belum terbukti sebagai penyebab. Pada kondisi blefaritis
seboroik kelenjar zeis mengeluarkan lipid netral yang abnormal secara berlebihan
yang dipecah oleh Corynebacterium acne menjadi asam lemak bebas yang
mengiritasi.6,8
Gejala klinis blefaritis anterior berupa superficial discomfort, fotopobia ringan,
debris pada bulu mata, hiperemia pada tepi palpebra, madarosis dan trikiasis. Gejala
lebih berat pada pagi hari dan digambarkan sebagai serangkaian remisi dan
eksaserbasi.10
Gejala spesifik yang lebih terlihat pada blefaritis stafilokokus adalah terdapatnya
ulkus ulkus kecil di sepanjang tepi kelopak dan sering ditemukan kerontokan bulu
mata. Gejala iritasi dan terbakar cenderung memuncak di pagi hari dan menghilang
menuju siang, kemungkinan hal ini terjadi karena bahan sisik atau kerak menumpuk
pada kelopak mata pada malam hari. Biasanya sering terjadi konjungtivitis papiler
11
ringan, konjungtivitis hiperemis kronik, dan dry eye syndrome. 9,11,12
Gejala klinis pada blefaritis seboroik dapat terjadi sendiri atau bersamaan dengan

12
blefaritis stafilokokus atau MGD (Meiboman Gland Dysfunction). Peradangan yang
terjadi berlokasi pada tepi kelopak mata anterior, dengan bentuk “kerak” dan
ketombe, konsistensi berminyak. Selain ditemukan pada palpebral anterior, biasa juga
ditemukan pada alis, kulit belakang telingan dan kulit kepala. Seperti pada infeksi
stafilokokus terdapat juga warna kemerahan pada palpebral yang sifatnya kronis,
perasaan terbakar dan kadang dirasakan juga adanya sensasi benda asing pada mata.11

Gambar 5. Blefaritis Staphylococcal

Gambar 6. Blefaritis Seboroik


b. Blefaritis Posterior
Blefaritis posterior merupakan inflamasi pada posterior dari pangkal bulu mata,
disebabkan oleh disfungsi kelenjar meibom dan perubahan sekresi kelenjar meibom,
bersifat kronis, bilateral dan dianggap sebagai kondisi inflamasi yang lebih persisten
dibanding blefaritis anterior. Blefaritis posterior biasanya ditemukan lebih sering pada
usia dewasa muda dengan penyakit rosacea dan dermatitis seboroik. Blefaritis
posterior dapat timbul bersamaan dengan blefaritis anterior, dalam hal ini blefaritis
seboroik umumnya disertai dengan disfungsi kelenjar meibom dan kolonisasi bakteri

13
stafilokokkus dalam jumlah yang memadai dapat menjadi penyebab gangguan fungsi
kelenjar meibom. Lipase bakteri dapat menyebabkan pembentukan asam lemak
bebas. Hal ini meningkatkan titik leleh meibom, mencegah ekspresinya dari kelenjar,
berkontribusi terhadap iritasi permukaan mata dan mungkin memungkinkan
pertumbuhan Staphylococcus aureus. Hilangnya fosfolipid lapisan air mata yang
bertindak sebagai surfaktan mengakibatkan peningkatan penguapan dan osmolaritas
air mata dan lapisan air mata yang tidak stabil.6,8,9
Gejala klinis pada blefaritis posterior dapat mengenai palpebra, air mata,
konjungtiva, dan kornea. Pada kelenjar meibom dapat terjadi peradangan pada muara
meibom yang disebut dengan Meibomianitis, sumbatan pada muara kelenjar meibom
oleh secret yang kental, pelebaran kelenjar meibom pada lempeng tarsus. Gejala
khusus yang terlihat pada blefaritis posterior adalah adanya telangiectasia pada tepi
palpebral, serta bentuk palpebral yang cenderung lebih bulat serta tergulung ke arah
dalam. Perubahan yang terjadi pada air mata adalah bentuk air mata yang terlihat
lebih berbusa dan berlemak. Pada kornea bagian inferior terbentuk vaskularisasi
perifer, dan kadang juga ditemukan infiltrate marginal yang jelas. Pada eversi kelopak
mata, tampak garis- garis vertikal kekuningan bersinar melalui konjungtiva. Pada tepi
palpebra, muara kelenjar meibom tampak prominen dengan sekret yang tebal.8,11

Gambar 7. Blefaritis Posterior

14
Disfungsi pada kelenjar meibom merupakan kondisi yang dapat ditemukan
pada blefaritis posterior. Diagnosis dari MGD (Meibomian Gland Dysfunction)
didasarkan pada perubahan anatomi yang terjadi seperti obstruksi ductus terminal,
perubahan kualitatif dan kuantitatif pada kelenjar meibom dan kejadian patologis
yang mengarah ke MGD. International Workshop on Meibomian Gland
Dysfunction mengklasifikasikan derajat dan gejala klinis disfungsi kelenjar
meibom.34

Gambar 8. Staging MGD berdasarkarkan gejala klinis.

15
Gambar 9. Deskripsi gejala klinis dari Staging MGD

Tabel 1. Perbedaan gejala klinis blefaritis menurut klasifikasinya.13

2.4 ETIOLOGI
Penyebab pasti blefaritis tidak diketahui dan kemungkinan disebabkan oleh kondisi
multifaktorial.17 Blefaritis akut dapat bersifat ulseratif atau nonulseratif. Infeksi menyebabkan
terjadinya blefaritis ulserativa yang biasanya disebabkan oleh bakteri dan yang paling sering
adalah stafilokokus.
Etiologi virus seperti infeksi Herpes simpleks dan Varicella zoster juga mungkin terjadi.
Blefaritis nonulseratif biasanya merupakan reaksi alergi seperti atopik atau musiman.4
a. Blefaritis Alergi
Blefaritis alergi dapat disebabkan oleh rangsangan kronik/menahun akibat dari
debu, asap, bahan kimia, iritatif, dan bahan kosmetik.16
b. Blefaritis Bakterial
1) Blefaritis Superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka pengobatan
yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid dan sulfisolksazol.
Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah. Bila terjadi
blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk
mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya
menyertai.16
2) Blefaritis Seboroik
Merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya. Biasanya terjadi
pada laki - laki usia lanjut (50 tahun), dengan keluhan mata kotor, panas, dan rasa
16
kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar meiborn, air mata berbusa
pada kantus lateral, hiperemia, dan hipertropi pupil pada konjungtiva. Pada kelopak
dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng.
Pengobatannya adalah dengan membersihkan menggunakan kapas lidi hangat.
Kompres hangat selama 5 - 10 menit. Kelenjar meibom ditekan dan dibersihkan
dengan shampo bayi.16

Gambar 10. Blefaritis Seboroik


Gejala yang timbul :
- Tepi kelopak mata yang hiperemis dan berminyak, disertai kerontokan bulu
mata
- Skuama yang terbentuk halus dan dapat berlokasi dimana saja pada tepi
kelopak mata, maupun menempel pada bulu mata
3) Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai adanya skuama atau krusta pada
pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit.
Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit didaerah akar bulu
mata dan sering terdapat pada orang yang berambut minyak. Penyebabnya adalah
kelainan metabolik ataupun oleh jamur. Pasien denganblefaritis skuamosa akan
terasa gatal dan panas. Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus - halus
dan penebalan margo palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari
dasarnya mengakibatkan pendarahan. Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan
membersihkan tepi kelopak dengan shampo bayi, salep mata, dan steroid setempat
disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien.16

17
Gambar 11. Blefaritis Skuamosa
4) Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi
Staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekuning -
kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah
disekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering
dan keras, yang bila diangkat akan terjadi luka dengan disertai pendarahan.
Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik sedangkan pada blefaritis
ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Apabila ulseratif
mengalami peluasan, pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi
roboransia.16

Gambar 12. Blefaritis Ulseratif


5) Blefaritis Angularis
Merupakan infeksi staphlococcus pada tepi kelopak di sudut kelopak atau kantus.
Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eksternus dan
internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal.
Blefaritis angularis disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Kelainan ini biasanya
bersifat rekuren. Befaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan seng sulfat.
Penyulit pada punctum lakrimal bagian medial sdut mata yang akan menyumbat
duktus lakrimal.16

18
Gambar 13. Blefaritis Angularis
6) Blefaritis Meibomanitis
Merupakan infeksi pada kelenjar meibom yang akan mengakibatkan tanda
peradangan lokal pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu pengobatan
kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai
antibiotik lokal.16
c. Blefaritis Virus
1) Herpes Zoster
Virus ini dapat memberikan infeksi pada ganglion saraftrigeminus.Biasanya virus ini
akan mengenai orang dengan usia lanjut. Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik
maka akan terlihat gejala - gejala herpes zoster pada mata dan kelopak mata atas.
Gejala tidak akan melampaui garis medin kepala dengan tanda - tanda yang terlihat
pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan terasa demam. Pada
kelopak mata terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea bila mata terkena. Lesi vesikel
pada cabang oftalmik saraf trigeminus superfisial merupakan gejala yang khusus pada
infeksi herpes zoster mata.
2) Herpes Simplex
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan yang sama pada
bibir merupakan tanda herpes simplex kelopak.Dikenal bentuk blefaritis simplex
yang merupakan radang tepi kelopak ringan dengan terbentuknya krusta kuning basah
pada tepi bulu mata, yang mengakibatkan kedua kelopak lengket.

19
Gambar 14. Blefaritis Simplex
d. Blefaritis Jamur
- Infeksi superficial
- Infeksi jamur dalam
- Blefaritis pedikulosis : kadang- kadang pada penderita dengan higiene yang
buruk akan dapat bersarang tuma atau kutu pada pangkal silia di daerah margo
palpebra

2.5 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi blefaritis terjadi secara kompleksdan melibatkan prosesmultifaktorial seperti
sekresi kelopak mata yang abnormal, keterlibatan mikrobadan disfungsi tear film. Dalam
keadaan normal, lapisan lipid tear film mata membantu mencegah terjadinya penguapan
lapisan air mata dibawahnya. Sekresi kelenjar meibom berinteraksi dengan lapisan aquous
memungkinkanpenyebarannya ke seluruh mata. Namun, pada blefaritis, perubahan jumlah
sekresi dan komposisi tear film dari tepi kelopak mata bersama dengan invasi oleh organisme
patogen menyebabkan terjadinya ketidakstabilan dan penipisan dari tear film. Hal ini
mengakibatkan lebih banyak penguapanair mata, peningkatan osmolaritas air mata dan
diproduksinya sitokin inflamasi memicu terjadinya gejala pada blefaritis.17
Mikrobiota ocular memegang peranan dalam terjadinya blefaritis. Bakteri yang pada
keadaan normal terlokalisir di tepi palpebral dan pada keadaan tertentu memproduksi lipase,
cholesterol esterase, dan liposakarida yang dapat mengubah susunan lemak pada komponen
air mata.18
Hal ini menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik oleh mikrobiota okuler.Pasien diabetes
memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya infeksi oportunistik pada palpebra. Keadaan ini
juga menjadi faktor pendukung dalam berkembangnya infeksi blefaritis dan merusak lapisan
lipid lakrimal dengan meningkatkan evaporasi air mata, menurunkan tear break up time, dan

20
meningkatkan osmolaritas air mata. Pada akhirnya terjadi kerusakan permukaan bola mata
yang menyebabkansemakin cepatnya waktu evaporasi airmata dan menyebabkan disfungsi
kelenjar. Pada kasus pasien dengan dislipidemia, stabilitas lapisan air mata dipengaruhi oleh
komposisi lipid, tidak hanya kadar fatty acid tetapi juga jumlah kolesterol dalam darah pasien
tersebut. Meningkatnya ketebalan lapisan lipid dalam air mata menyebabkan juga
peningkatan resiko blefaritis pada pasien dengan dislipedmia. Salah satu fungsi dari lapisan
lipid pada air mata adalah untuk mempertahankan kejernihan optik, dan membentuk
pelindung pada mata dari mikroba dan bahan bahan organic seperti debu. Saat komposisi dari
lapisan air mata berubah, terjadi juga penurunan fungsi yang menyebabkan meningkatnya
resiko infeksi dan juga blefaritis.18
a. Blefaritis Anterior
Blefaritis anterior ditandai oleh inflamasi pada dasar bulu mata. Hal ini disebabkan
karena dua faktor utama, yaitu kolonisasi bakteri dan gangguan kelenjar Meibom.
Kolonisasi bakteri menyebabkan invasi mikroba ke dalam jaringan dan kerusakan akibat
enzim dan toksin dari bakteri tersebut. Blefaritis anterior ditandai dengan adanya
pembentukan krusta di bulu mata, sedangkan blefaritis anterior seboroik ditandai dengan
adanya kotoran seperti ketombe pada garis batas kelopak mata dan kotoran-kotoran
berminyak/greasy scales pada bulu mata.16,19,20
Peningkatan imunitas yang diperantarai sel terhadap stafilokokkus aureus telah
dideteksi pada pasien dengan blefaritis kronik. Selain itu, mekanismecell mediated
immunity telah terlibat dalam perkembangan keratitis yang disertai dengan blefaritis
stafilokokkal.13
Kolonisasi bakteri dapat menyebabkan blefaritis karena faktor-faktor berikut:9

Proses infeksi pada palpebra

Merangsang reaksi kelenjar Meibom terhadap eksotoksin bakteri

Menyebabkan reaksi alergi terhadap antigen bakteri
b. Blefaritis Posterior
Blefaritis posterior ditandai dengan adanya inflamasi pada bagian dalam palpebra di
sekitar kelenjar Meibom, sehingga sering kali disebut dengan gangguan kelenjar Meibom
(meibomian gland dysfunction/MGD). Blefaritis posterior muncul pada penyakit kulit
seperti rosacea dan dermatitis seboroik. Mekanisme utama yang terjadi pada blefaritis
posterior adalah ketidakstabilan lapisan air mata (tear film).19,21
21
Pada tahap awal, terjadi hiperkeratinisasi pada epitel saluran kelenjar Meibom,
sehingga menyebabkan kelenjar Meibom menjadi tidak normal. Kelenjar Meibom yang
abnormal berakibat pada gangguan sekresi kelenjar yang menyebabkan instabilitas tear
film dan perubahan komposisi hasil sekresi. Sekresi kelenjar berubah menjadi lebih tinggi
akan asam lemak bebas/free fatty acid dan lemak tidak jenuh/unsaturated fat. Peningkatan
lemak ini menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri, seperti Propionibacterium
acnes, Corynobacterium sp., dan Staphylococcus coagulase-negative. Bakteri-bakteri ini
memproduksi lipase yang memperparah ketidakseimbangan komposisi lemak pada hasil
sekresi kelenjar Meibom. Instabilitas tear film dan perubahan komposisi berkepanjangan
memberikan efek toksik pada okuler dan inflamasi kronis, sehingga menyebabkan
fibrosis, disfungsi kelenjar Meibom, dan kerusakaan permukaan okuler serta
palpebral.19,20,21

2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis blefaritis dapat dilakukan dengan anamnesis yang lengkap, mengidentifikasi
tanda dan gejala pada pasien, pemeriksaan mata secara komprehensif dengan melakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Secara garis besar diagnosis ditegakkan
dengan mengindentifikasikan gejala tipikal blefaritis yang terjadi pada pasien dan temuan
pada pemeriksaan slit lamp dan mikroskopik. Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan kultur mikrobiologi dari kelopak mata dan konjungtiva, serta pemeriksan
imaging pada kelenjar meibom.13
1) Anamnesis13
Tanda dan gejala yang dialami pasien biasanya terjadi kemerahan, perasaan
terbakar, getal, dan terdapatnya krusta pada bulu mata, rontoknya bulu mata, perasaan
lengket pada kelopak mata, pandangan kabur, fotofobia, sering mengedipkan mata,
dan infeksi hordeolum yang rekurens. Hal yang harus digali dalam anamnesis untuk
mengidentifikasi gejala blefaritis adalah sebagai berikut:
- Waktu dimana gejala dirasakan memberat, pada blefaritis keluhan dirasakan
memberat saat pagi hari, berbeda dengan sindrom mata kering, dimana keluhan
dirasakan memberat pada siang atau sore hari.
- Waktu lamanya keluhan dirasakan
Terjadi secara unilateral atau bilateral. Gejala cenderung mempengaruhi kedua
22
mata dan bisa intermiten.

23
- Kondisi yang memperburuk keluhan, misalnya merokok, terkena angina,
penggunakan lensa kontak, keadaan saat kelembapan berkurang, penggunaan
retinoid, pola makan dan konsumsi alkohol
- Tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit sistemik, diantaranya adalan
infeksi rosasea, dermatitis atopi, psoriasis, dan GVHD (Graft Versus Host
Disease)
- Penggunaan obat obatan sistemik dan topical pada saat ini atupun sebelumnya
juga contohnya penggunaan antihistamin, obat obatan dengan efek kolinergik atau
obat obatan yang mungkin dapat berefek pada permukaan mata seperti
isotretinoin
- Adanya infeksi sebelumnya seperti pediculisis palpebrarum
- Terdapat riwayat operasi intraokuler atau operasi pada kelopak mata dan riwayat
terjadinya trauma mekanis, trauma termal, atau trauma kimia pada mata
2) Pemeriksaan Fisik13
Pemeriksaan yang menyeluruh pada mata dan adneksa nya dilakukan untuk
mengidentifikasi blefaritis, termasuk pemeriksaan visus, pemeriksaan mata bagian
eksternal, pemeriksaan slit-lamp, dan pengukuran tekanan intraocular.
a) Pemeriksaan Eksternal Mata13
 Kulit
Perubahan pada kulit di kelopak mata dan sekitarnya, yaitu adanya
eritema, telangiectasia, papul, pustule, dan kelenjar sebasea yang
hipertropik pada area malar
 Kelopak Mata
Abnormalitas kelopak mata seperti ektropion dan entropion, gangguan
penutupan kelopak mata, respon berkedip dan kelemahan kelopak mata
 Kerontokan dan arah tumbuh bulu mata yang abnormal
 Vaskularisasi atau terdapatnya pinggir kelopak mata yang hiperemi
 Abnormal deposit pada akar bulu mata
 Ulserasi
 Vesikel
 Hiperkeratosis atau adanya kerak pada kelopak mata
 Kalazion atau Hordeolum
24
 Scar

25
b) Pemeriksaan Biomikroskopi Slit Lamp13
 Pada Bagian Lapisan Air Mata
Pemeriksaan Tear Meniscus, Tear Break-Up Time, dan debris pada
lapisan air mata.
 Tepi kelopak mata anterior
Mengidentifikasi terdapatnya hiperemi, telangiectasia, jaringan parut,
perubahan pigmen, keratinisasi, ulserasi, vesikel, pediculosis palpebrarum,
ada atau tidaknya lesi pada bagian kelopak mata anterior
 Bulu Mata
Adanya malposisi atau salahnya arah tumbuh bulu mata, kerontokan atau
bagian yang patah, pediculosis palpebrarum, adanya sisa kosmetik pada
bulu mataTepi kelopak mata posterior. Abnormalitas muara kelenjar
meibom seperti menutup keatas, pouting atau adanya elevasi melebihi
permukaan air mata, pouting atau plugging merupakan salah satu tanda
patognomonis dari disfungsi kelenjar meibom, adanya metaplasia, dan
hilangnya struktur muara kelenjar meibom. Adanya perubahan dari sekresi
kelenjar meibom seperti tingkat ketebalan, ekspresibilitas,
kekeruhan/kekentalan dan warna. Vaskularisasi, keratiniasasi dan
nodularity. Penebalan pada tepi kelopak mata posterior. Jaringan parut
atau fibrosis tepi kelopak mata posterior
 Konjungtiva Tarsal
Kelenjar meibom dan duktusnya yang terlihat dilatasi dan inflamasi.
Adanya calazion, eritema, jaringan parut, keratinisasi, reaksi papiler /
folikuler. Adanya eksudat lemak. Perubahan sikatrikal seperti fibrosis
subepitel, simblefaron dan pemendekan fornix
 Konjungtiva Bulbar
Hiperemi, adanya phlyctenules atau folikel, pewarnaan punctate dengan
flouresin, rose Bengal atau lissamine green. Adanya perubahan sikatrikal
seperti fibrosis subepitel, simblefaron dan pemendekan fornix
 Kornea
Defek epitel, pemeriksaan dengan pewarnaan menggunakan fluoresin, rose
Bengal, atau lissamine green (umumnya fluoresin digunakan untuk kornea
26
sedangkan lissamine untuk konjungtiva. Indentifikasi adanya edema,
infiltrate, ulkus dan atau jaringan parut. Vaskularisasi kornea, jaringan ikat
dan phlyctenules
c) Pemeriksaan Penunjang
Belum ada pemeriksaan penunjang yang spesifik dalam menegakkan
diagnosis blefaritis. Pemeriksaan kultur bakteri pada tepi kelopak mata
diperlukan pada pasien yang mengalami blefaritis anterior berulang dengan
inflamasi yang berat, dan juga pasien yang tidak merespon terhadap
pengobatan yang diberikan. Selain pemeriksaan kultur, dilakukan juga
pemeriksaan mikroskopik dengan hapusan gram bakteri dan pengecatan
giemsa. Namun, sensifitas dari teknik konvensional ini masih memiliki
keterbatasan dalam beberapa faktor, yaitu rendahnya inoculum bakteri pada
specimen yang diambil, terpisahnya mikroorganisme pada permukaan
intaokuler dan capsul, riwayat penggunaan antibiotik, waktu yang panjang
dalam pengembangan bakteri dan pertumbuhan yang tidak wajar pada
beberapa spesimen bakteri.22
Teknik pemeriksaan biologi molekular seperti pemeriksaan PCR lebih
akurat pada deteksi dini pada infeksi mata. Pemeriksaan PCR mampu
mendeteksi mikroba yang susah dideteksi dengan pemeriksaaan kultur dan
lebih cocok dengan jumlah specimen dengan volume kecil.4 Kemungkinan
karsinoma juga harus menjadi pertimbangan pada pasien dengan blefaritis
kronis yang tidak merespon terhadap terapi, terutama jika hanya satu mata
yang mengalami keluhan. Biasa pasien ini akan memiliki perubahan struktur
konjungtiva pada mata yang terkena. Biopsi pada kelopak mata juga perlu
dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan karsinoma.13
Pemeriksaan penting lainnya pada blefaritis posterior, dimana terjadi
disfungsi dari kelenjar meibom adalah menilai adanya perubahan pada tepi
kelopak mata dan ekspresi kelenjar meibom. Hal ini dilakukan dengan cara
memberikan penekanan pada bagian bawah kelopak mata dengan
menggunakan jari atau cotton bud. Setelah itu dilakukan penilaian hasil
ekspresi dari kelenjar meibom. Pemeriksaan lebih detail menggunakan
interferometer yang dapat mengevaluasi ketebalan lapisan lemak pada air
27
mata. Pasien dengan nilai interferometry yang rendah dilaporkan lebih
memiliki

28
gejala sindrom dry eye yang lebih besar.13
Meibografi merupakan pemeriksaan non invasif untuk melihat kerusakan
anatomi pada pasien blefaritis posterior. Al Darrab dkk melakukan studi
untukmeneliti efek yang terjadi pada kelenjar meibom pada pasien dengan
blefaritis posterior menggunakan infrared meibografi dan menghubungan
hasilnya dengan parameter lapisan air mata. Pemeriksaan meibografi dapat
membantu menilai kerusakan pada kelenjar meibom pada pasien dengan
posterior blefaritis, mengetahui sejauh mana kerusakan yang terjadi, dapat
menunjang pemilihan pengobatan yang lebih tepat pada masing masing pasien
dengan blefaritis posterior.23
Pada umumnya belum ada pemeriksaan penunjang yang pasti untuk
menegakkan diagnosis blefaritis, tanda dan gejala yang dialami pasien pun
sering tumpang tindih antara blefaritis stafilokokus, blefaritis seboroik dan
posterior blefaritis atau disfungsi kelenjar meibom.

2.7 TATALAKSANA
Terdapat keterbatasan bukti yang mendukung protokol penatalaksanaan blefaritis. Pasien
harus diberitahu bahwa penyembuhan permanen tidak mungkin, tetapi kontrol gejala
biasanya mungkin. Pengobatan penyakit anterior dan posterior serupa untuk kedua jenis,
khususnya karena mereka biasanya hidup berdampingan, tetapi beberapa perawatan cukup
spesifik untuk satu atau yang lain.9
a) Non Medikamentosa
- Kompres Hangat
Kompres hangat dilakukan pada kelopak mata selama beberapa menit
untuk melunakkan kerak atau ketombe yang lengket sekaligus menghangatkan
sekresi dari kelenjar meibom. Kompres hangat menggunakan handuk yang bersih
lalu dibasahi dengan air hangat memberikan hasil yang lebih baik dari pada
menggunakan heat pack.13
- Pembersihan Kelopak mata (Lid Hygiene)
Membersihkan kelopak mata dapat dilakukan dengan melakukan
pemijatan lembut pada kelopak mata menggunakan 0,01 hypochlorus acid yang
memiliki efek antimicrobial kuat yang telah banyak digunakan dalam penenganan
29
blefaritis

30
anterior. Pemijatan kelopak mata secara vertical dapat digunakan untuk ekspresi
kelenjar meibom. Setelah itu kelopak mata dapat digosok dengan lembut dari sisi
satu ke lainnya untuk membersihkan sisa ketombe pada bulu mata dengan
menggunakan sampo bayi atau pembersih kelopak mata khusus diatas kapas
lembut, cotton ball atau jari tangan yang bersih.13
Dalam sebuah studi metaanalisis yang di terbitkan oleh Canadian
Ophthalmology Society, Gostimir dan Allen menyebutkan bahwa pilihan
pembersih kelopak mata yang bisa digunakan dalam kasus blefaritis sangat
bervariasi, mulai dari produk yang umum dipakai di rumah tangga, produk dengan
bahan tea tree oil, produk sampo bayi, dan produk pembersih berbahan organik.
Dalam penelitian ini dikemukakan bahwa membersihkan kelopak mata dengan
regimen yang disebutkan diatas memberikan hasil yang baik pada penggunaan
selama 1 sampai 2 bulan, namun belum ada satu produk yang memiliki potensi
yang lebih unggul dari yang lainya.8 Sebuah randomized double-masked trial
yang dilakukan di Auckland pada tahun 2017 dengan 43 sample yang berusia 16
tahun keatas dengan diagnosis murni blepharitis dinilai dalam waktu 4 minggu,
untuk membandingkam efikasi larutan sampo bayi dengan cairan pembersih
kelopak mata khusus. Hasil yang didapatkan dalam studi tersebut adalah
perbaikan klinis pada kedua kelompok tersebut namun, pada kelompok pembersih
kelopak mata khusus terbukti lebih efektif dalam mengurangi peradangan
permukaan mata, dan merupakan terapi pilihan dibandingan dengan larutan sabun
bayi.23,24
b) Medikamentosa
1. Antibiotik
Antibiotika topikal terbukti mempunyai efek untuk meringankan gejala dan
efektif dalam menurunkan infeksi bakteri pada kelopak mata pada kasus blefaritis
anterior. Pilihan antibiotika topical yang digunakan diantaranya adalah salep mata
bacitracin atau eritromisin, dioleskan pada kelopak mata 1 atau 2 kali sehari pada saat
menjelang tidur selama beberapa minggu. Penggunaan antibiotika topikal dapat
diulang kembali secara intermiten menggunakan jenis antibitioka yang memiliki
mekanisme yang berbeda dalam mencegah perkembangan bakteri. Frekuensi dan
durasi pengobatan yang tepat, dinilai dari tingkat keparahan blefaritis dan responnya
31
terhadap pengobatan yang diberikan.13

32
- Azitromisin
Azitromisin adalah antibiotik golongan makrolida yang memiliki tingkat
anti inflamasi rendah pada penetrasinya di kelopak mata dan konjungtiva dan
memiliki efek pasca antibiotik yang panjang. Beberapa penelitian mengenai
penggunaan larutan azitromisin 1% sebagai pengobatan blefaritis anterior dan
posterior yang dimuat PubMed dari tahun 2003-2013, menyebutkan bahwa
penggunaan larutan azitromisin 1% selama 30 hari dapat menangani gejala
blefaritas anterior dan posterior dan tentunya dengan menerapkan juga eyelid
hiegine yang baik. Penggunaan azitromisin topikal terbukti memiliki efikasi lebih
tinggi dibandingkan dengan azitromisin oral pada kasus blefaritis posterior,
meskipun keduanya sama sama meringankan keluhan pasien dengan blefaritis
posterior.25-28
- Fluorokuinolon
Fluorokuinolon adalah antibiotika spectrum luas yang dapat melawan
bakteri gram positif maupun gram negatif dengan perbedaan mekanisme kerja
pada tiap generasinya. Jenis fluorokuinolon yang biasa digunakan adalah topical
levofloxacin 0,5% yang digunakan sebanyak 4 kali sehari selama 7 hari dapat
menurunkan jumlah bakteri pasien blefarokonjungtivitis pada pemeriksaan kultur
yang di lakukan di hari terakhir terapi.25
- Aminoglikosida
Salah satu antibiotika golongan aminoglikosida yang sering digunakan
dalam penanganan infeksi mata adalah tobramisin. Tobramisin dinilai memiliki
efektifitas dan keamanan yang sama dengan azitromisin. Regimen antibiotik oral
mencakup doksisiklin (50-100 mg 2 kali sehari selama 1 minggu kemudian sekali
sehari selama 6-24 minggu), tetrasiklin atau azitromisin (500 mg perhari selama 3
hari sebanyak 3 siklus dengan interval 1 minggu). Antibiotik dapat mengurangi
kolonisasi bakteri dan juga memiliki efek lain seperti mengurangi produksi
staphylococcal lipase dengan tetrasiklin. Tetrasiklin lebih efektif untuk blefaritis
posterior dan azitromisin untuk blefaritis anterior. Eritromisin 250 mg sekali
sehari atau dua kali sehari dapat digunakan sebagai alternatif.9
2. Kortikosteroid
Topical kortikosteroid digunakan pada pasien blefatitis dengan gejala inflamasi
33
yang berat. Kotikosteroid topical dapat berupa salep yang dioleskan pada kelopak
mata atau tetes mata, digunakan sebanyak beberapa kali dalam sehari. Setelah
keadaan inflamasi berkurang penggunaan kortikosteroid topical dapat dihentikan dan
digunakan kembali secara intermiten sesuai dengan gejala yang timbul. Pemilihan
kortikosteroid yang baik adalah dengan dosis minimal yang efektif dalam jangka
waktu sependek mungkin. Efek samping kortikosteroid jangka panjang adalah
terjadinya peningkatan tekanan intra okuler dan terjadinya katarak. Efek samping ini
dapat ditekan dengan penggunakan site selective corticosteroid seperti loteprednol
etabonate dan topical kortikosteroid dengan penetrasi rendah pada mata seperti
fluorometholone.29
Kombinasi antibiotik/kortikosteroid topikal sangat efektif dalam pengobatan
blepharitis karena infeksi bakteri pada kelopak mata dan permukaan mata serta
peradangan biasanya terjadi bersamaan. Berbagai macam sediaan kombinasi
antibiotika dan kortikosteroid dapat kita temukan untuk pengobatan topikal mata.
Meskipun kombinasi keduanya diketahui efektif dalam mengurangi keluhan
blefaritis, kita juga perlu memperhatikan efek samping yang dapat ditimbulkan dalam
penggunaan jangka panjangnya. Melalui penelitian yang dilakukan pada 308 pasien
blefarokunjungtivitis di Cina pada tahun 2012, Chen dkk membandingkan
penggunaan Loteprednol Etabonate 0,5% / Tobramisin 0,3% dengan Dexamethason
0,1% / Tobramisin 0,3% masing masing 1 tetes sebanyak 4 kali sehari selama 14 hari.
Pada hari terakhir didapatkan hasil perbaikan gejala dan keluhan pada kedua grup
namun grup dengan penggunaan Dexamethason 0,1% / tobramisin 0,3% mengalami
peningkatan tekanan intraocular.29
3. Calcineurin Inhibitor
Siklosporin adalah obat golongan calcineurin inhibitor yang digunakan dalam
pengobatan blefaritis. Obat ini merupakan agen imunomodulator yang dapat
digunakan dalam pengobatan blefaritis karena kemampuannya dalam mengatasi
inflamasi tanpa efek samping yang biasa ditimbulkan oleh penggunaan steroid
topikal. Siklosporin dinilai mampu menurunkan gejala eritema pada tepi kelopak
mata, inklusi kelenjar meibom, dan telangektasia pada pasien dengan blefaritis.
Namun belum terdapat penelitian lebih lanjut mengenai efikasi dan keamanan
siklosporin dibandingkan dengan regimen pengobatan blefaritis lainnya.30,31
34
4. Terapi Intervensi Terapi Intensed Pulse Light (IPL)

35
Intensed Pulse Light merupakan salah satu terapi intervesi untuk mengatasi
disfungsi kelenjar meibom pada blefaritis posterior. Terapi ini dilakukan dengan
memancarkan cahaya dengan panjang gelombang antara 515 hingga 1200 nm
tergantung tujuan dari terapi IPL yang dilakukan. Sesi terapi ini dilakukan selama 3-5
menit dengan intensitas secara bertahap dari 2 minggu sampai 2-4 bulan. Pada kasus
blefaritis posterior diharapkan terapi ini dapat mengurangi gejala telangektasis pada
kelopak mata. Sebuah artikel ilmiah yang di terbitkan oleh American Academy of
Ophthalmology bertujun untuk meninjau literatur tentang efek terapi Intense Pulsed
Light (IPL) pada kelopak mata dalam pengobatan penyakit kelenjar meibom (MGD)
dan penyakit permukaan mata terkait kelenjar meibom. Hasil yang didapatkan adalah
pada semua penelitian mendokumentasikan peningkatan dalam metrik yang bermakna
secara klinis, termasuk Tear Break Up Time (TBUT), pewarnaan kornea dan
pengukuran margin kelopak mata, kualitas meibum, ekspresi kelenjar meibom, skor
Ocular Surface Disease Index (OSDI), dan skor kuisioner Standard Patient Evaluation
of Eye Dryness (SPEED. Efek samping yang dirasakan pasien adalah
ketidaknyamanan, eritema kulit kelopak mata, bulu mata rontok, dan floaters.32

2.8 KOMPLIKASI
Konjungtivitis dan keratitis dapat terjadi sebagai komplikasi blefaritis dan memerlukan
perawatan tambahan selain terapi tepi kelopak mata. Solusio antibiotik kortikosteroid dapat
sangat mengurangi peradangan dan gejala konjungtivitis.Infiltrat kornea juga dapat diobati
dengan tetes antibiotik-kortikosteroid. Ulkus marginal yang kecil dapat diobati secara
empiris, tetapi ulkus yang lebih besar, paracentral, atau atipikal harus dikerok dan spesimen
dikirim untuk slide diagnostik dan untuk uji kultur dan sensitivitas. Komplikasi steroid
topikal seperti katarak, glaukoma, dan reaktivasi virus harus dipantau.
Serangan peradangan dan jaringan parut yang berulang dari blepharitis dapat
menyebabkan penyakit posisi kelopak mata. Trichiasis dan bentukan kelopak mata dapat
menyebabkan keratitis dan gejala yang parah. Kondisi ini seringkali sangat sulit untuk
dilakukan langkah- langkah manajemen sederhana. Trichiasis diobati dengan pencukuran
bulu, penghancuran folikel melalui arus listrik, laser, atau cryotherapy, atau dengan eksisi
bedah. Entropion atau ektropion dapat berkembang dan memperumit situasi klinis.16

36
2.9 PROGNOSIS
Secara keseluruhan, prognosis penyakit Blefaritis adalah baik. Blefaritis Kronis terjadi
berulang dan dapat menjadi resisten terhadap pengobatan. Meskipun eksaserbasi penyakit ini
membuat pasien merasa tidak nyaman, pasien mampu memiliki hidup yang normal dan sehat
tanpa ketakutan kehilangan penglihatan yang permanen.17

37
BAB 3
KESIMPULAN
Blefaritis merupakan peradangan yang bersifat kronis atau menahun dan pada umumnya
berlokasi pada tepi kelopak mata. Blefaritis dapat dibedakan berdasarkan lokasinya yaitu
blefaritis anterior dan posterior. Blefaritis anterior adalah peradangan bilateral yang terjadi di
daerah sekitar dasar bulu mata dan pada tepi kelopak mata. Blefaritis anterior pada umumnya
memiliki dua jenis utama yaitu, blefaritis stafilokokus dan blefaritis seboroik. Blefaritis posterior
adalah peradangan kelopak mata pada bagian posterior akibat disfungsi dari kelenjar meibom,
bersifat kronis dan bilateral.
Diagnosis blefaritis dilakukan melalui anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan mata
yang menyeluruh meliputi pemeriksaan eksternal mata dan pemeriksaan dengan alat penunjang
yang lebih spesifik. Pemeriksaan mata yang biasa digunakan adalah pemeriksaan menggunakan
slitlamp, Belum adanya pemeriksaan yang spesifik sebagai gold standart untuk menentukan
diagnosis blefaritis.
Pengobatan yang diberikan pun tidak langsung menyembuhkan gejala dalam waktu yang
singkat. Penanganan yang secara umum yang gunakan untuk meringankan gejala blefaritis
adalah kompres hangat, pembersihkan kelopak mata, termasuk didalamnya adalah pemijatan
pada kelenjar meibom dalam kasus blefaritis posterior/ disfungsi kelenjar meibom, terapi
antibiotika (secara topical maupun sistemik), anti inflamasi topikal, kombinasi antibiotika dan
kortikosteroid topikal, calcineuric inhibitor dan terapi Intensed Pulse Light (IPL).

38
39
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhardjo, Nugroho A, Winarti T, Setyowati R. Kelainan Palpebra, Konjungtiva,


Kornea, Sklera, dan Sistem Lakrimal. Buku Ilmu Kesehatan Mata. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UGM
Yogyakarta. 2017:30-2.
2. Duncan K, Jeng BH. Medical Management Of Blepharitis. Current Opinion
Ophthalmology.2015;26:289-94
3. Lemp MA, Nichols, KK. Blepharitis in The United States 2009: A Survey- based
Perspective on Prevalence and Treatment. The Ocular Surface.2009;7: 1–14
4. Eberhardt M, Rammohan G. Blepharitis. StatPearls [internet]. Teasure island (FL):
StatPearls Publishing; 2022
5. Ilyas S, Yuliati SR. Ilmu penyakit mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2022
6. Riordan-Eva P, Cunningham ET, eds. Vaughan & Asbury: General Ophthalmology.
18th ed. California: Mc Graw Hill Medical; 2011
7. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. Oxford American
Handbook of Ophtalmology. 3rd ed. New York: Oxford University Press; 2014.
8. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. India. New Age International
(P) Limited, Publishers. 2007
9. Salmon J.F. Blepharitis. In: Kanski’s Clinical Ophthalmology A Systematical
Approach. 9th ed. Elsevier. Philadelphia; 2020
10. Putnam CM. Diagnosis and management of blepharitis; an optometrist’s perspective.
Clinical Optometry. 2016:8; 71-78
11. American Academy of Ophthalmology Basic and Clinical Science Course
Subcommittee. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea:
Section 8. San Francisco: AAO Publishing; 2018
12. Yeotikar NS, Zhu H, Markoulli M, Nichols KK, Naduvilath T, Papas EB. Functional
and morphologic changes of meibomian glands in an asymptomatic adult population.
Invest Ophthalmol Vis Sci. 2016
13. American Academy Of Ophthalmology. Blepharitis Preferred Practice Pattern. 2018.
San Franciso: American Academy of Ophthalmology; 2018.
14. Tehamen M, Rares L, Supit W. Gambaran Penderita Infeksi Mata di Rumah Sakit
Manado Provinsi Sulawesi Utara Periode Juni 2017-Juni 2019. Jurnal unstrat. 2020;
8(1):5-9.

40
15. Nur, Suelsa Haya S. Prevalenis External Eye Diseases di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik tahun 2014 – 2018 ; 2018.
16. Lowery, R scott, MD et all. Adult Blepharitis. Updated. January 03, 2019
17. Din N. Blepharitis A Review of Diagnosis and Management. International Journal of
Ophthalmic Practice. 2015:3(4):150-5.
18. Pérez-Cano HJ, Rubalcava-Soberanis ML, Velázquez Salgado R. Relationship
between blepharitis and components of the metabolic syndrome . Arch Soc Esp
Oftalmol. 2018;93(10):476-480. doi: 10.1016/j. oftal.2018.06.001. Epub 2018 Jul 19.
19. Sthein R, Trobe J, Libman H. Blepharitis. UpToDate. 2017.
20. Liu J, Sheha H, Tseng S.Pathogenic role of Demodex mites in blepharitis. Curr Opin
Allergy Clin Immunol 2013;10:505–102,10,11
21. Tonk R, Hossain K. Blepharitis. American Academy of Ophtalmology. 2014
22. Deepthi KG, Prabagaran SR. Ocular bacterial infections: Pathogenesis and diagnosis.
Microb Pathog. 2020;145:104206.
23. AlDarrab A, Alrajeh M, Alsuhaibani AH. Meibography for eyes with posterior
blepharitis. Saudi J Ophthalmol. 2017;31(3):131-134.
24. Gostimir M, Allen LH. Is there enough evidence for the routine recommendation of
eyelid wipes? A systematic review of the role of eyelid wipes in the management of
blepharitis and meibomian gland dysfunction. Canadian Journal of Ophthalmology.
CJCO. 2020;55(5):424-436.
25. Pflugfelder SC, Karpecki PM, Perez VL. Treatment of blepharitis: recent clinical
trials. Ocul Surf. 2014;12(4):273-84
26. Fadlallah A, Rami HE, Fahd D, dkk. Azithromycin 1.5% ophthalmic solution:
efficacy and treatment modalities in chronic blepharitis. Arq Bras Oftalmol.
2012;75:178-82
27. Torkildsen GL, Cockrum P, Meier E, dkk. Evaluation of clinical efficacy and safety
of tobramycin/dexamethasone ophthalmic suspension 0.3%/0.05% compared to
azithromycin ophthalmic solution 1% in the treatment of moderate to severe acute
blepharitis/blepharoconjunctivitis. Curr Med Res Opin. 2011;27:171-8.
28. Opitz DL, Tyler KF. Efficacy of azithromycin 1% ophthalmic solution for treatment
of ocular surface disease from posterior blepharitis. Clin Exp Optom. 2011;94:200-6.
29. Chen M, Gong L, Sun X, dkk. A multicenter, randomized, parallel-group, clinical trial
comparing the safety and efficacy of loteprednol etabonate 0.5%/tobramycin 0.3%
with dexamethasone 0.1%/tobramycin 0.3% in the treatment of Chinese patients with

41
blepharokeratoconjunctivitis. Curr Med Res Opin. 2012;28:385-94

42
30. Duncan K, Jeng BH. Medical management of blepharitis. Current Opinion in
Ophthalmology. 2015;26(4):289–294
31. Sung J, Wang MTM, Lee SH, Cheung IMY, Ismail S, Sherwin T, Craig JP.
Randomized doublemasked trial of eyelid cleansing treatments for blepharitis. The
Ocular Surface. 2018;16(1):77– 83.
32. Wallis EJ, Aakalu VK, Foster JA, Freitag SK, Sobel RK, Tao JP, Yen MT.Intense
Pulsed Light for Meibomian Gland Disease: A Report by the American Academy of
Ophthalmology. Ophthalmology. 2020;127(9):1227- 1233
33. Rahmawaty R, dr. Monograf sistem lakrimal. Medan : USU Press ; 2019 Geerling G,
Tauber J, Baudouin C, et al. The international workshop on meibomian gland
dysfunction: report of the subcommittee on management and treatment of meibomian
gland dysfunction. Invest Ophthalmol Vis Sci 2011;52:2050-64

43

Anda mungkin juga menyukai