Anda di halaman 1dari 22

Referat

KALAZION

Disusun Oleh :
Pitantio Sagi Syahputra
712022011

Pembimbing :
dr. Fera Yunita Rodhiyaty, Sp. M (K)

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul :
Kalazion

Disusun Oleh :
Pitantio Sagi Syahputra
712022011

Telah dilaksanakan pada bulan Maret 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.

Palembang, Maret 2023


Pembimbing

dr. Fera Yunita Rodhiaty, Sp. M (K)


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Zat Yang Maha Indah dengan segala
keindahan-Nya, Zat Yang Maha Pengasih dengan segala Kasih Sayang-Nya,
yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Kalazion” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr Fera Yunita Rodhiaty, Sp.M (K) selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI
2. Orang tua dan saudara tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, April 2023

Penulis

iii
iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Anatomi palpebra..................................................................................3
2.1.1 Saluran Lakrimal...........................................................................7
2.2 Kalazion..................................................................................................9
2.2.1 Definisi.............................................................................................9
2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko............................................................9
2.2.3 Epidemiologi.................................................................................10
2.2.4 Patofisiologi...................................................................................10
2.2.5 Gejala Klinik................................................................................11
2.2.6 Diagnosis Banding........................................................................12
2.2.7 Tatalaksana...................................................................................14
2.2.8 Komplikasi....................................................................................15
2.2.9 Prognosis.......................................................................................15
BAB III KESIMPULAN......................................................................................16
3.1 Kesimpulan...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kalazion adalah inflamasi lokal pada palpebra yang disebabkan
oleh obstruksi dari kelenjar Meibom. Kelainan ini sering berhubungan
dengan acne rosasea, seboroik, atopi, dan blefaritis kronis. Kelenjar
Meibom yang terletak di lempeng tarsal menghasilkan minyak penyusun
lapisan air mata. Secara umum, kalazion muncul pada pria dan wanita
berbagai ras pada usia sekitar 30–50 tahun, kemungkinan disebabkan
karena meningkatnya hormon androgen yang menyebabkan peningkatan
viskositas sebum.1
Data epidemiologi kalazion menunjukkan bahwa penyakit ini lebih
sering terjadi pada individu dewasa dibandingkan anak-anak, diduga
karena pengaruh faktor hormon androgenik yang meningkatkan viskositas
sebum.2
Terjadinya kalazion berulang, terutama pada usia lanjut, perlu
mempertimbangkan diagnosis banding lain seperti karsinoma
sebasea, karsinoma sel skuamosa, karsinoma adneksa mikrokistik, atau
tuberkulosis. Sedangkan, kalazion berulang pada anak-anak atau dewasa
muda memerlukan evaluasi untuk konjunhtivitis virus dan Hyper-IgE
syndrome (HIES).3
Kalazion akan memberikan gejala tidak ada nyeri tekan, dan
adanya pseudoptosis. Kelenjar preurikel tidak membesar. Kadang-kadang
mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat tekanannya sehingga
terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut. Kadang-kadang kalazion
sembuh atau hilang dengan sendirinya akibat diabsorpsi.4
Sebagian besar kasus kalazion didiagnosis secara klinis melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lanjutan seperti tindakan
biopsi diikuti histopatologi dipertimbangkan jika terjadi rekurensi di lokasi

1
yang sama setelah drainase, lesi menetap, atau ada kemungkinan
neoplasma.2
Manajemen konservatif menjadi strategi awal tata laksana
kalazion, berupa kompres hangat selama 15 menit sebanyak 2-4 kali
sehari, penggunaan sampo bayi pada kelopak mata, dan pijat kelopak
mata. Sebagian besar kasus sembuh pada 1 bulan pertama dengan
manajemen konservatif. Namun, jika etiologi infeksius, lesi persisten, atau
terjadi migrasi lesi, dapat dilakukan tindakan lanjutan, mulai dari
pemberian medikamecntosa hingga intervensi bedah. 2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi palpebra


Fisura palpebra adalah zona di antara palpebra bagian superior dan
inferior. Orang dewasa memiliki ukuran panjang fisura palpebra 27-30
mm dengan lebar 8-11 mm. Palpebra superior cenderung lebih aktif
bergerak dari palpebra bagian inferor, dan dapat diangkat sampai 15 mm
yang digerakkan muskulus levator palpebra superior yang diinervasi oleh
CN III. Palpebra merupakan struktur dengan sembilan lapisan kompleks
baik anatomi dan fungsinya. Anatomi lapisan palpebra dan struktur dari
permukaan luar ke dalam yaitu kulit, margo palpebra, jaringan ikat
subkutan, muskulus orbikularis okuli, septum orbita, muskulus levator
palpebra superior, otot muller, tarsus, dan konjungtiva.5

Gambar 2.1. Palpebra Superior

Kulit palpebra merupakan kulit paling tipis pada tubuh, terdapat


rambut halus, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat. Lipatan kelopak
mata superior berada di dekat batas atas tarsus, tempat levator aponeurosis
membentuk perlekatan insersi pertama. Orang keturunan asia timur

3
memiliki beberapa perlekatan levator aponeurosis pada kulit dekat batas
tarsal atas, dan lipatan kelopak mata superior yang minimal. Aponeurosis
membentuk perlekatan paling tegas pada anterior tarsus. Margo kelopak
mata memiliki struktur penting seperti punctum dari kanalikuli yang
terdapat di medial ujung setiap papila lakrimal. Punctum superior terletak
di bagian dalam dan mengarah ke bola mata serta tidak terlihat jika tidak
dilakukan eversi. Gray line atau sulkus intermarjinalis terdapat di
sepanjang margo kelopak mata yang secara histologis merupakan otot
orbikularis okuli, otot Riolan, dan bidang avaskular kelopak mata. Bulu
mata atau silia tumbuh tepat di depan garis tersebut, dan di belakang garis
tersebut terdapat kelenjar meibom tepat di depan mukokutan. Bulu mata
disusun atas 2 atau 3 baris yang tidak teratur di sepanjang tepi kulit
anterior kelopak mata yang biasanya lebih panjang dan lebih banyak di
kelopak mata atas. Kelenjar Zeis yaitu kelenjar sebasea yang terdapat silia
dan kelenjar Moll, yang merupakan kelenjar keringat apokrin di kulit
terdapat pada margo palpebra.6

Gambar 2.2. Margo Palpebra

Jaringan ikat subkutan merupakan jaringan ikat longgar kelopak


mata yang tidak mengandung lemak. Darah atau cairan lain dapat

4
menumpuk di bawah kulit dan menyebabkan pembengkakan kelopak mata
jika terjadi trauma atau reaksi inflamasi. Otot orbikularis okuli berada di
sekitar fisura palpebra dan dibagi menjadi bagian orbita, preseptal, dan
pretarsal, otot orbikularis okuli memiliki serat dengan diameter terkecil
dari semua otot wajah, otot tersebut di inervasi berasal dari saraf fasialis
(CN VII). Bagian orbita menempel pada struktur tendon kantal medial
berfungsi sebagai sfingter otot involunter yang berperan dalam refleks
berkedip. Bagian preseptal dan pretarsal menyatu di sepanjang alur
palpebra superior. Otot orbikularis pretarsal melekat kuat pada tarsus dan
sebagian dari otot tersebut menempel pada krista lakrimal anterior dan
krista posterior lakrimal atau disebut otot Horner. Serat otot orbikularis
meluas ke margo kelopak mata, di mana terdapat serat otot lurik yang
disebut otot Riolan. Suplai persarafan yang sedikit pada kelopak mata
bawah dari tarsus dapat menyebabkan kelemahan pada kelopak mata
bawah.6

Gambar 2.3. Orbikularis Okuli

Septum orbita adalah selembar tipis jaringan ikat yang


mengelilingi orbit dan merupakan lanjutan dari periosteum atap dan dasar
orbit. Septum orbita menempel pada permukaan anterior otot levator
palpebra superior. Bagian posterior dari septum orbita adalah lemak orbita.
Septum orbita menempel pada aponeurosis baik pada kedua kelopak mata
atas dan bawah. Septum orbita sendiri berfungsi sebagai penghalang untuk

5
ekstravasasi darah anterior atau posterior jika terjadi peradangan. Otot
levator palpebra superior berjalan melewati tulang sfenoid ala minor dan
menutupi rektus superior saat bergerak ke anterior kelopak mata. Terdapat
ligamen Whitnall yang dibentuk oleh kondensasi jaringan yang
mengelilingi otot rektus dan levator superior. Otot levator berubah arah
dari horizontal ke lebih vertikal dekat ligamentum Whitnall, dan
membelah ke arah anterior pada aponeurosis dan posterior menjadi otot
Muller. Panjang otot levator beserta tendonnya adalah 50-55 mm dan
dipersarafi oleh divisi superior CN III. Otot Muller merupakan otot
simpatis yang berasal dari otot levator palpebra superior bagian bawah.
Otot polos yang serupa terdapat pada kelopak mata atas. Otot Muller
menempel pada batas atas tarsus atas dan konjungtiva dari forniks bagian
atas. Tarsus terdiri dari jaringan ikat padat yang melekat pada margo orbita
oleh ligamen palpebral medial dan lateral. Tarsus atas dan bawah memiliki
panjang yang sama 29 mm dan ketebalan 1 mm, tarsus atas hampir 3 kali
lebih lebar secara vertikal dengan ukuran 11 mm dibandingkan tarsus
bawah yang berukuran 4 mm. Kelenjar meibom merupakan kelenjar
sebasea holokrin yang terdapat di tarsus, tersusun secara vertikal dalam
baris yang paralel. Terdapat 30–40 saluran muara meibom di kelopak mata
atas, tetapi hanya ada 20-30 di kelopak bawah. Produksi lipid yang
terbentuk disebarkan ke film air mata pada setiap kedipan dan penuaan
dikaitkan dengan perubahan dalam profil lipid sekresi kelenjar meibom.
Akar rambut silia terletak di anterior tarsus dan lubang kelenjar meibom.

6
Gambar 2.4. Tarsus
Konjungtiva dibagi menjadi 3 zona geografis yaitu zona palpebral,
forniks, dan bulbar. Konjungtiva palpebral dimulai di persimpangan
mukokutan kelopak mata dan menutupi permukaan bagian dalam kelopak
mata. Bagian ini melekat kuat pada tarsus. Konjungtiva forniks normalnya
berbalik arah pada bagian cul-de-sac yang kemudian melekat pada bola
mata. Konjungtiva bulbar yang tipis dapat bergerak bebas dan kemudian
bergabung dengan kapsul tenon dan limbus. Persarafan pada konjungtiva
berasal dari divisi oftalmik CN V. Konjungtiva adalah selaput yang terdiri
dari epitel skuamosa non-keratin dengan banyak sel goblet dan substansia
propria yaitu substrat tipis yang kaya akan vaskularisasi dan mengandung
pembuluh limfatik, sel plasma, makrofag, dan sel mast. Ketebalan epitel
konjungtiva bervariasi dari 2 hingga 5 sel. Selsel basal berbentuk kuboid
dan berevolusi menjadi sel-sel polihedral yang rata saat mencapai
permukaan.6

2.1.1 Saluran Lakrimal


Sistem lakrimal terdiri atas sekresi dari kelenjar lakrimal,
dan ekskresi pada punctum, kanalikuli, sakus, dan duktus
nasolakrimal. Kelenjar lakrimal utama terletak pada bagian orbita
tulang frontal. Kelenjar dipisahkan dari orbit oleh jaringan
fibroadiposa yang kemudian terbagi menjadi 2 oleh ekspansi lateral
aponeurosis levator. Kelenjar di bagian palpebra bisa terlihat ketika
kelopak mata atas dibalik, tepatnya di forniks terdapat isthmus dari
kelenjar yang berada di antara palpebra.6

7
Gambar 2.5. Saluran Lakrimal
Kelenjar lakrimal adalah kelenjar eksokrin yang
menghasilkan sekresi serosa. Masing-masing kelenjar mengandung
2 jenis sel yaitu sel asinar yang melapisi lumen kelenjar dan sel
myoepithelial, yang mengelilingi parenkim dan ditutupi oleh
membrana basalis. Kelenjar lakrimal mengalami perubahan
struktural dan fungsional seiring bertambahnya usia. Kelenjar
lakrimal asesoris Krause dan Wolfring terletak di batas proksimal
atau di forniks dan secara sitologis identik dengan kelenjar
lakrimal utama dan menerima persarafan serupa dan menyumbang
sekitar 10% dari total sekretori lakrimal.7

Gambar 2.6. Anatomi Lakrimal

Sistem ekskresi lakrimal meliputi punctum, kanalikuli


lakrimal, sakus lakrimal, dan duktus nasolakrimal. Punctum
lakrimal masing-masing memiliki diameter sekitar 0,3 mm.
Punctum inferior sekitar 6,5 mm dari kantus medial sementara
punctum superior adalah 6.0 mm. Punctum kelopak mata inferior
terletak lebih dekat ke limbus kornea karena pertumbuhan sinus
maksilaris, yang menarik punctum kelopak mata bawah secara
lateral. Saluran ini berjalan terus ke kanalikuli lakrimal, sakus

8
lakrimal, dan berakhir di duktus nasolakrimal, yang mengarah ke
hidung. Punctum lakrimal dan kanalikuli dilapisi epitel skuamosa
non-keratin bertingkat yang menyatu dengan epitel margo kelopak
mata dan pada kantung lakrimal, epitel berubah menjadi 2 lapisan
yaitu lapisan permukaan kolumnar dan lapisan sel pipih.8

2.2 Kalazion
2.2.1 Definisi
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar
Meibom yang tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan
kelenjar Meibom dengan infeksi ringan yang mengakibatkan
peradangan kronis kelenjar tersebut.4

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi kalazion adalah obstruksi dan inflamasi kelenjar
sebasea pada kelopak mata. Hal ini bisa melibatkan proses infeksi
dan noninfeksi. Obstruksi normal kelenjar sebasea terutama pada
tepi kelopaj mata dapat disebabkan oleh blefaritis, acne rosacea,
atau dapat muncul secara spontan setelah perkembangan
hordeolum internal atau eksternal.2
Beberapa hal lain yang berkaitan dengan obstruksi kelenjar
sebasea antara lain dermatitis seboroik, leisaniasis, tuberculosis,
defisiensi imun, infeksi virus, karsinoma, trakoma, tumor kelopak
mata, operasi kelopak mata atau penggunaan terapi bortezomib.3
Faktor resiko dari terbentuknya chalazion adalah sebagai
berikut:
1. Tingginya kadar androgen misalnya pada saat pubertas atau
saat kehamilan akan mengakibatkan peningkatan viskositas
dari secret kelenjar meibom yang selanjutnya akan
mempermudah terjadinya obstruksi dan mengakibatkan
terjadinya penumpukan secret kelenjar meibom yang berupa
minyak. Hal ini kemudian akan mempermudah terjadinya

9
infeksi oleh bakteri flora normal dikulit dan terbentuk lah
reaksi radang granulomatosa chalazion.
2. Hygien mata yang kurang
3. Stress
4. Penggunaan kosmetika yang berlebihan
5. Alkohol, rokok dan makanan berminyak tinggi

2.2.3 Epidemiologi
Kalazion dapat ditemukan hampir diseluruh bagian bumi,
namun tidak ada data studi chalazion lebih jauh sehingga tidak
ditemukan data epidemiologi yang baik. Namun dari data di USA
ditemukan bahwa chalazion lebih banyak ditemukan pada pria
terutama pria yang sudah dewasa, meskipun demikian kalazion
juga dapat ditemukan pada anak-anak. Hal ini dikarenakan karena
hormon androgen pada pria akan meningkatkan viskositas dari
secret kelenjar meibom yang kemudian akan meningkatkan
kemungkinana terjadinya sumbatan pada kelenjar meibom.
Beberapa penelitian lain menyatakan bahwa wanita lebih banyak
menderita kalazion dibandingkan pria hal ini dikarena kan
penggunanaan kosmetik yang kemudian dapat menutup saluran
pengeluaran dari kelenjar meibom yang selanjutnya akan
membentuk terjadinya kalazion. Saat pubertas atau usia dibawah
30 tahun dapat meningkatkan hormon androgen sehingga seabum
viskositas meningkat. Pada wanita hamil juga dapat
meningkatkan sekresi sebasea sehingga dapat terjadi sumbatan
pada kelenjar meibom.

2.2.4 Patofisiologi
Kelenjar meibom yang berjumlah 30-40 buah pada bagian
palpebral atas atau pun bawah merupakan kelenjar yang
menghasilkan minyak yang dikeluarkan bersama air mata untuk
membasahi dan melicinkan mata agar mata terlindungi dari benda

10
asing dan mata tidak kering yang disebut sebum.Sebum ini
dikeluarkan bersama-sama dengan air mata melalui salurannya
yang berukuran kecil yang berada di sekitar bulu mata. Chalazion
sendiri merupakan pembesaran dari kelenjar meibom yang sering
terjadi karena adanya sumbatan dari pada saluran keluar atau bisa
juga terjadi karena sebum yang dihasilkan oleh meibom gland
terlalu kental dan tidak dapat dikeluarkan.Keadaan ini
mengakibatkan terjadinya pembesaran dari kelenjar meibom yang
kemudian terbentuklah chalazion. Kalazion juga dapat pecah dan
melepaskan sebumnya keluar kejaringan sekitar yang kemudian
mengakibatkan terjadinya perangsangan sel-sel radang radang
granulamatosa. Peradangan ini granulomatosa ini berbeda dengan
peradangan yang terjadi pada hordeolum, dimana pada kalazion
peradangannya berlangsung secara perlahan dan tidak
menghasilkan pus dalam jumlah besar, sehingga dari gejala klinis
juga tidak didapatkan nyeri tekan pada kalazion.

2.2.5 Gejala Klinik


Pada awalnya, chalazion dapat menyebabkan kelopak mata
bengkak, nyeri ringan, dan iritasi. Namun, gejala ini hilang
setelah beberapa hari, meninggalkan pembengkakan kelopak mata
yang bulat dan tidak nyeri yang tumbuh perlahan selama minggu
pertama. Kadang-kadang, pembengkakan terus membesar dan
dapat menekan bola mata dan menyebabkan sedikit buram. Area
merah atau abu-abu dapat berkembang di bagian bawah kelopak
mata.9
Kalazion sering kali bermanifestasi sebagai benjolan yang
tidak nyeri selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
sebelum pasien mencari pengobatan. Sering kali penderita
mengeluhkan tidak nyaman. Apabila ukuran kalazion yang cukup
besar, dapat menyebabkan astigmatisma. Pasien yang mengalami
rekurensi harus dicurigai adanya kemungkinan malignansi.

11
Kalazion sering muncul sebagai benjolan pada palpebra superior
karena jumlah kelenjar Meibom yang lebih banyak, biasanya
tidak lebih dari 1 cm, tidak nyeri, tidak ada tanda hiperemia, tidak
berfluktuasi. Kalazion dengan ukuran besar sering menimbulkan
astigmatisma.1

2.2.6 Diagnosis Banding


1. Hordeolum
Hordeolum memberikan gejala radang pada kelopak mata
seperti bengkak, mengganjal dengan rasa sakit, merah, dan
nyeri bila ditekan. Hordeolum internum biasanya berukuran
lebih besar dibanding hordeolum eksternum. Adanya
pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya
kelopak sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan
hordeolum, kelenjar preaurikel biasanya turut membesar.
Sering hordeolum ini membentuk abses dan pecah dengan
sendirinya.

Gambar 2.7. Hordeolum Internum Gambar 2.8. Hordeolum Eksternum

12
2. Dakriosistitis
Pada dakriosistitis, pasien akan mengeluh nyeri di daerah
kantus medial. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak
dan hiperemis yang menyebar sampai ke kelopak mata dan
pasien juga mengalami demam.

Gambar 2.9. Dakriosistitis

Tabel 2.1 Diagnosis Banding Kalazion


Kelainan Benjolan Nyeri Gangguan Durasi
Tekan Penglihatan
Chalazion Keras/Kenyal -/ minim Jarang Beberapa
minggu
Hordeolum Eritomatous dan + Jarang Beberapa
Kenyal minggu
Dakriosistitis Edem, Lunak + Jarang Hari-minggu
Karsinoma Keras/Kenyal - Biasanya Kronis
Kelenjar Meibom pada fase
lanjut

13
2.2.7 Tatalaksana
Kebanyakan kalazion hilang tanpa pengobatan dalam waktu
2 sampai 8 minggu. Jika kompres panas diterapkan beberapa kali
sehari (misalnya, selama 5 hingga 10 menit 2 hingga 3 kali
sehari), kalazion dapat hilang lebih cepat. Jika kalazion tetap ada
setelah waktu ini atau jika menyebabkan perubahan penglihatan,
penderita dapat disuntikkan kortikosteroid ke dalamnya. Karena
chalazia tidak disebabkan oleh infeksi, antibiotik biasanya tidak
efektif. Chalazia yang tidak sembuh dengan pengobatan harus
dibiopsi untuk menyingkirkan kanker kelopak mata.9
Untuk mengurangkan gejala dilakukan ekskokleasi isi abses dari
dalamya atau dilakukan ekstirpasi kalazion tersebut. lnsisi
dilakukan seperti insisi pada hordeolum internum. Bila terjadi
kalazion yang berulang beberapa kali sebaiknya dilakukan
pemeriksaan histopatologik untuk menghindarkan kesalahan
diagnosis dengan kemungkinan adanya suatu keganasan.4
Kalazion adalah penyakit self limiting. Penanganan konservatif
biasanya cukup membantu untuk memfasilitasi drainase kelenjar
sebasea. Antibiotik baik sistemik maupun topikal tidak tepat
indikasi kecuali terdapat infeksi sekunder. Kompres hangat 2
sampai 4 kali selama 15 menit membantu untuk mencairkan
sekresi lipid yang mengobstruksi duktus kelenjar dan membantu
drainase kelenjar. Pembersihan kelopak mata secara berkala
dengan sampo bayi juga membantu untuk membersihkan debris
yang membuntu muara duktus. Pada kasus kronis yang tidak
membaik dengan penanganan konservatif, injeksi intralesi
kortikostreroid (0.1–0.2 ml triamcinolone acetonid 40 mg/ml)
dapat membantu untuk kalazion dengan ukuran kecil, kalazion
pada tepi palpebra, ataupun kalazion multipel. Pada orang berkulit
gelap, injeksi kortikosteroid dapat menyebabkan depigmentasi
pada area injeksi. Kalazion berukuran besar sebaiknya dilakukan
kuretase dan drainase. Insisi vertikal pada konjungtiva tarsal pada

14
muara kelenjar Meibom ditujukan untuk menghindari adanya scar
pada lempeng tarsus. Pada kalazion berulang yang dicurigai
sebagai keganasan dapat dilakukan biopsi.

2.2.8 Komplikasi
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat
menyebabkan trichiasis, dan kehilangan bulu mata. Kalazion yang
rekuren atau tampat atipik perlu dibiopsi untuk menyingkirkan
adanya keganasan. Astigmatisma dapat terjadi jika massa pada
palpebra sudah mengubah kontur kornea. Kalazion yang
drainasenya hanya sebagian dapat menyebabkan massa jaringan
granulasi prolapsus diatas konjungtiva atau kulit

2.2.9 Prognosis
Kalazion rekuren atau berulang, terutama yang terjadi di
tempat yang sama meskipun telah dilakukan drainase dengan baik
sebelumnya, harus dipertimbangkan adanya suatu keganasan
berupa karsinoma sel sebasea. Biopsi langsung dengan potongan
beku perlu dilakukan. Insisi yang kurang baik dapat menyebabkan
terbentuknya tonjolan. Sedangkan insisi yang terlalu dalam dapat
menyebabkan timbulnya fistula dan jaringan parut. Suntikan
kortikosteroid intralesi dapat menimbulkan hilangnya pigmentasi
pada kulit.
Pada pasien tertentu, pemberian kortikosteroid dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intra okular. Kuretase dan
drainase yang in-adekuat dapat menyebabkan berulangnya atau
berkembangnya suatu granulomata. Pasien yang memperoleh
perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik. Seringkali
timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak
memperoleh perawatan dapat mengering dengan sendirinya,
namun sering terjadi peradangan akut intermiten.10

15
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Kalazion adalah peradangan granulomatosis kronis kelenjar Meibom yang
tersumbat. Penyakit ini ditandai dengan gejala berupa benjolan pada
kelopak mata tanpa diserta nyeri selama berminggu-minggu. Kadang-
kadang, pembengkakan terus membesar dan dapat menekan bola mata dan
menyebabkan sedikit buram. Penyakit ini merupakan self-limiting.
Kompres hangat selama beberapa kali dalam sekali dapat membantu.
Apabila pada kasus kronik yang tidak membaik dengan penanganan
konservatif, dapat diberikan injeksi kortikosteroid untuk membantu
kalazion dengan ukutan kecil. Kalazion berukuran besar sebaiknya
dilakukan kuretase dan drainase

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Soebagjo, Hendrian. 2019. Penyakit Sistem Lakrimal. Surabaya :


Airlangga University Press
2. Jordan, Gary dan Kevin Beier. 2020. Chalazion. StatPearls NCBI
3. Deschenes J. 2019. Chalazion. Medscape
4. Ilyas S dan Yulianti S. 2019. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI
5. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts. 2016. Anatomy of the
eye and orbit. Dalam: The eye basic science in practice edisi ke-4.
Elsevier.
6. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. 2016. Orbital anatomy. Dalam: Orbit,
Eyelids, and Lacrimal System. San Fransisco. American Academy
Ophtalmology.
7. Ansari MW, Nadeem A. 2016. Anatomy of the eyelids. Dalam: Ansari
MW, Nadeem A, editor. Atlas of ocular anatomy. Switzerland. Springer;
8. Ali MJ, Paulsen F. 2019. Human lacrimal drainage system reconstruction,
Recanalization, and Regeneration. Current Eye Research
9. Garrity, James. 2022. Chalazion dan Stye (Hordeolum). Fakultas
Kedokteran dan Sains Klinik Mayo
10. Santen S. 2018. Chalazion. Emedicine

17

Anda mungkin juga menyukai