Anda di halaman 1dari 13

Tinjauan Pustaka

Blefaritis

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin/RSUDZA Banda Aceh

Oleh:

Nadiyya Hanan Izzati


1807101030066

Pembimbing:

dr. Cut Putri Samira, Sp.M

BAGIAN/SMF ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Blefaritis”. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan referat ini merupakan salah satu tugas dalam menjalani
Kepanitraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis menyadari
bahwa penyusunan referat ini tidak terwujud tanpa adanya bantuan dan bimbingan
serta dukungan dari dosen pembimbing. Oleh karena itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dr. Cut Putri Samira, Sp.M yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan referat ini,
namun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan tulisan ini.
Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
semua pihak khususnya di bidang kedokteran serta dapat memberikan sumbangan
pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.

Banda Aceh, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Kelopak Mata ............................................................... 1
Definisi ........................................................................................ 2
Epidemiologi ............................................................................... 2
Klasifikasi.................................................................................... 2
Etiologi ........................................................................................ 3
Faktor Risiko ............................................................................... 4
Patofisiologi ................................................................................ 6
Manifestasi Klinis ....................................................................... 6
Diagnosis ..................................................................................... 6
Penanganan.................................................................................. 7
Komplikasi .................................................................................. 9
Prognosis ..................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 10

iii
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kelopak Mata

Kelopak mata atau palpebra merupakan struktur penutup mata yang


berfungsi untuk melindungi bola mata dari trauma, sinar, dan pengeringan mata.1

Gambar 1. Anatomi palpebra

Palpebra memliki satu lapisan permukaan kulit yang tipis dan


dihubungkan oleh jaringan ikat sehingga kulit dengan mudah dapat digerakkan
dari dasarnya. Palpebra memliki kelenjar sebasea, kelenjar moll, kelenjar zeis
pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus. Otot-otot palpebra terdiri
dari M. Orbikularis Okuli yang berfungsi menutup bola mata. M. Riolani, otot
yang terletak dekat tepi margo palpebra. M. Levator Palpebra yang berorigo pada
anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas. Otot ini dipersarafi oleh N.
okulomotorius. M. Mulleri, terletak di bawah tendon dari M. Levator Palpebra.
Inervasinya oleh saraf simpatis, guna M. Levator Palbebra dan M. Mulleri untuk
mengangkat palpebra. Pada palpebra juga terdapat tarsus yang merupakan
jaringan rapat dengan sedikit jaringan elastin. Gunanya untuk memberi bentuk
kepada palpebral.1

1
Definisi

Blefaritis adalah kondisi oftalmologi yang ditandai dengan peradangan


pada tepi kelopak mata. Bisa terjadi akut atau kronis di mana blefaritis kronis
lebih sering dijumpai.2

Epidemiologi

Blefaritis dapat menyerag individu dari segala usia, etnis, dan jenis
kelamin. Blefaritis lebih sering terjadi pada individu usia 50 tahun. Data AS
tahun 2009, 37% pasien yang diperiksa memiliki tanda-tanda blefaritis. Sebuah
studi selama 10 tahun di Korea Selatan, insiden terjadinya blefaritis menjadi 1,1
per 100 orang per tahun. Ini meningkat seiring waktu dan lebih tinggi pada pasien
wanita. Prevalensi keseluruhan untuk pasien berusia di atas 40 tahun adalah
8,8%.3
Blefaritis merupakan salah satu keluhan okuler yang paling sering
ditemukan, tetapi data epidemiologis di Indonesia masih sangat minim. Hasil
penelitian di Lampung menunjukkan bahwa responden usia remaja yang
menggunakan eyelash extention mengalami blefaritis ringan (61,5%).8

Klasifikasi

Blefaritis dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomis yaitu blefaritis


anterior dan blefaritis posterior. Blefaritis anterior mempengaruhi kulit kelopak
mata, pangkal bulu mata, dan folikel bulu mata. Sedangkan blefaritis posterior
mempengaruhi kelenjar meibom. Berdasarkan penyebabnya, blefaritis dibagi
menjadi blefaritis disebabkan stafilokokus, seboroik, disfungsi kelenjar meibom
(MGD), atau kombinasi.4

Gambar 2. Blefaritis anterior7

2
Gambar 3. Blefaritis posterior7

A B C
Gambar 4. A (Blefaritis stafilokokus), B (Blefaritis disfungsi MGD),
C (Blefaritis seboroik)7

Etiologi

Penyebab blefaritis berbeda, tergantung apakah itu proses akut atau


kronis dan dalam kasus kronis di mana lokasi blefaritisnya. Blefaritis akut bisa
bersifat ulseratif atau non ulseratif. Infeksi menyebabkan blefaritis ulseratif.
Biasanya disebabkan bakteri dan paling sering stafilokokus. Penyebab virus
seperti infeksi Herpes simpleks dan Varicella zoster juga mungkin terjadi. Non
ulseratif biasanya merupakan reaksi alergi seperti atopik atau musiman. Blefaritis
kronis dapat terjadi di palpebra anterior atau palpebra posterior. Pada blefaritis
anterior, infeksi, biasanya stafilokokus, atau proses penyakit seboroik pada orang
yang sering mengalami dermatitis seboroik pada wajah dan kulit kepala. Selain
itu, blefaritis anterior mungkin berhubungan dengan rosacea. Disfungsi kelenjar
meibom menyebabkan blefaritis posterior. Kelenjar terlalu banyak mengeluarkan

3
zat berminyak yang bisa menyumbat dan jadi membengkak. Biasanya, ini terkait
dengan akne rosacea, dan diduga penyebab hormonal.5
Blefaritis anterior (Demodex folliculorum) dan posterior (Demodex
brevis) dapat disebabkan oleh tungau Demodex. Peran mereka tidak terlalu berarti
karena individu tanpa gejala juga ditemukan menyimpan tungau pada prevalensi
yang kurang lebih sama. Duo Demodex dapat memiliki banyak dampak pada
permukaan mata anterior, termasuk blefaritis anterior, blefaritis posterior dan
disfungsi kelenjar meibomian (MGD), ocular rosacea, dan keratitis. Demodex
folliculorum memilih dasar folikel bulu mata sebagai habitat utamanya. Ia
memakan sel epitel folikel dan meninggalkan kerusakan mekanis. Demodex brevis
dikaitkan dengan gejala MGD, karena predisposisinya terhadap kelenjar meibom
yang menyebabkan penyumbatan.4

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya blefaritis ialah sebagai berikut:4


a. Mata kering
Mata kering telah dilaporkan terjadi pada 50% pasien dengan blefaritis
stafilokokus. Sebaliknya, pada 66 pasien dengan mata kering, 75% mengalami
konjungtivitis stafilokokus atau blefaritis. Ada kemungkinan bahwa penurunan
lisozim lokal dan imunoglobulin yang terkait dengan defisiensi air mata dapat
mengubah resistensi terhadap bakteri, yang menjadi predisposisi pengembangan
blefaritis stafilokokus. Dua puluh lima persen hingga 40% pasien dengan
blefaritis seboroik dan MGD, dan 37% hingga 52% pasien dengan ocular rosacea
juga mengalami defisiensi air mata. Hal ini dapat terjadi akibat peningkatan
penguapan selaput air mata karena defisiensi komponen lipid air mata serta
berkurangnya sensasi permukaan okular. Rendahnya kadar fosfolipid selaput air
mata ditemukan terkait dengan adanya mata kering pada pasien dengan blefaritis
kronis.
b. Kondisi dermatologis
Kondisi dermatologis yang terkait dengan blefaritis seboroik dan MGD
mungkin memiliki etiologi dan faktor predisposisi yang sama. Dalam satu
penelitian terhadap 99 pasien blefaritis kronis dan 33 kontrol yang sesuai usia dan

4
jenis kelamin, 95% pasien dengan blefaritis seboroik juga mengalami dermatitis
seboroik. Pada pasien dengan subset MGD yang disebut meibomitis primer
(difus), 74% memiliki dermatitis seboroik dan 51% memiliki rosacea (acne
rosacea).
c. Demodikosis
Demodex folliculorum telah ditemukan pada 30% pasien dengan
blefaritis kronis, tetapi tungau ini juga telah ditemukan dengan prevalensi yang
hampir sama pada pasien tanpa blefaritis. Namun, pasien dengan blefaritis yang
susah sembuh telah merespon ketika diberikan terapi yang dapat mengurangi atau
memberantas tungau Demodex. Bulu mata dengan ketombe silindris di dasar bulu
mata dilaporkan sebagai tanda infestasi dari Demodex okuler. Penelitian telah
menunjukkan bahwa keparahan ketidaknyamanan permukaan mata memiliki
korelasi positif yang kuat dengan jumlah Demodex per silia.
d. Rosacea
Rosacea adalah penyakit kulit dan mata yang lebih sering diamati pada
individu berkulit putih, tetapi dapat terjadi pada orang dari semua ras dan jenis
kelamin. Temuan karakteristik kulit wajah meliputi eritema, telangiektasis,
papula, pustula, dan kelenjar sebaseus yang menonjol. Rosacea juga dikaitkan
dengan kelainan membran basal epitel dan erosi epitel kornea berulang. Tungau
Demodex mungkin memainkan peran dalam patogenesis rosacea. Beban
Demodex meningkat pada individu dengan rosacea. Rosacea mungkin sulit
didiagnosis pada pasien dengan warna kulit lebih gelap karena kesulitan dalam
memvisualisasikan telangiektasis atau kemerahan pada wajah. Rosacea biasanya
terlihat pada usia paruh baya dan lebih sering terjadi pada wanita. Meskipun
rosacea lebih umum pada wanita, rosacea bisa lebih parah bila terjadi pada pria.
Karena banyak pasien hanya menunjukkan tanda-tanda ringan, seperti
telangiektasis dan riwayat kemerahan wajah yang mudah, diagnosis rosacea sering
diabaikan, terutama pada anak-anak yang mungkin datang dengan
keratokonjungtivitis kronis berulang, keratitis, MGD, atau kalazion rekuren dan
memiliki tanda-tanda rosace. Anak-anak dengan rosacea mata sering hadir dengan
keterlibatan kornea, asimetri penyakit mata, dan potensi gangguan penglihatan
seperti perforasi kornea. Rosacea wajah lebih jarang pada anak-anak, dan atopi

5
terkait sering terjadi. Anak-anak dengan riwayat bintit peningkatan risiko
mengembangkan rosacea saat dewasa.
e. Isotretinoin
Obat oral yang digunakan untuk mengobati jerawat kistik yang parah,
dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dalam kolonisasi konjungtiva
dengan S. aureus, blefaritis, dan gangguan fungsi air mata. Penghentian
pengobatan menyebabkan perbaikan dalam banyak kasus.
f. Giant papillary conjunctivitis
Pasien dengan giant papillary conjunctivitis (GPC) yang berhubungan
dengan lensa kontak mengalami peningkatan frekuensi MGD. Tingkat keparahan
GPC mungkin berkorelasi dengan keparahan MGD.

Patofisiologi

Patofisiologi yang tepat dari blefaritis tidak diketahui. Penyebabnya


kemungkinan besar multifaktorial. Faktor penyebab termasuk kombinasi infeksi
bakteri kronis tingkat rendah pada permukaan mata, kondisi peradangan kulit
seperti atopi dan seboroik, dan infestasi parasit dengan tungau Demodex.3

Manifestasi Klinis

Blefaritis adalah diagnosis klinis berdasarkan iritasi pada tepi kelopak


mata dengan pengelupasan dan pengerasan kulit pada bulu mata. Pasien datang
dengan keluhan mata gatal, rasa terbakar, dan pengerasan kelopak mata. Pasien
juga dapat mengeluhkan penglihatan kabur dan sensasi benda asing. Gejala
cenderung lebih buruk di pagi hari dengan keluhan pengerasan kulit yang paling
dirasakan saat bangun tidur. Gejala dapat dirasakan pada kedua mata.3

Diagnosis

Pasien dengan blefaritis biasanya mengeluhkan gatal, rasa terbakar, dan


pengerasan kelopak mata. Mereka mungkin mengalami robekan, penglihatan
kabur dan sensasi benda asing. Secara umum, gejala cenderung lebih buruk di
pagi hari dengan keluhan pengerasan kulit yang paling dirasakan saat bangun

6
tidur. Gejalanya cenderung memengaruhi kedua mata dan tidak terus menerus
terjadi.3
Pemeriksaan fisik paling baik dilakukan dengan menggunakan slit lamp.
Pada blefaritis anterior, pemeriksaan slit lamp menunjukkan eritema dan edema
pada batas kelopak mata. Telangiektasis mungkin ada di bagian luar kelopak
mata. Scaling dapat dilihat di dasar bulu mata membentuk "kerah.” Dapat terlihat
juga kehilangan bulu mata (madarosis), depigmentasi bulu mata (poliosis), dan
salah arah bulu mata (trikiasis). Pada blefaritis posterior, kelenjar meibom
membesar, terhalang, dan dapat ditutup dengan minyak. Sekresi dari kelenjar ini
mungkin tampak tebal, dan jaringan parut pada kelopak mata mungkin ada di
daerah sekitar kelenjar. Pada semua jenis blefaritis, lapisan air mata mungkin
menunjukkan tanda-tanda penguapan yang cepat. Hal ini dapat diperiksa dengan
mengukur waktu putus air mata. Caranya dengan melakukan pemeriksaan slit
lamp dan memberikan pewarna fluorescein di mata. Pasien diminta untuk
berkedip penuh kemudian buka mata selama 10 detik. Film air mata diperiksa
apakah ada kerusakan atau bintik-bintik kering di bawah cahaya biru kobalt.
Waktu putus air mata yang kurang dari 10 detik dianggap tidak normal.3
Blefaritis adalah diagnosis klinis. Tidak ada pengujian diagnostik khusus
di luar riwayat dan pemeriksaan fisik yang diperlukan. Individu yang gagal
pengobatan untuk blefaritis kronis harus menjalani biopsi kelopak mata untuk
menyingkirkan karsinoma terutama dalam kasus kehilangan bulu mata.3

Penanganan

Kebersihan kelopak mata tetap menjadi perawatan utama dan efektif


dalam mengobati sebagian besar kasus blefaritis. Kompres hangat dan basah
dioleskan ke mata selama 5 hingga 10 menit untuk melembutkan sisa-sisa kelopak
mata, minyak, dan juga untuk melebarkan kelenjar meibom. Segera setelah itu,
tepi kelopak mata harus dicuci dengan lembut menggunakan kapas yang dibasahi
dengan sampo bayi yang diencerkan untuk menghilangkan kerak dan kotoran.
Berhati-hatilah agar tidak menggunakan terlalu banyak sabun karena dapat
menyebabkan mata kering. Penderita blefaritis posterior, daapt dilakukan pijatan
lembut pada tepi kelopak mata untuk mengeluarkan minyak dari kelenjar meibom.

7
Aplikator atau jari kapas digunakan untuk memijat tepi dengan pola melingkar.
Selama eksaserbasi gejala blefaritis, kebersihan kelopak mata perlu dilakukan dua
hingga empat kali sehari. Pada pasien dengan blefaritis kronis, perawatan
kebersihan kelopak mata harus dilakukan setiap hari seumur hidup, atau gejala
iritasi akan muncul kembali. Selain itu, riasan mata perlu dibatasi dan semua
pemicu dihilangkan.6
Antibiotik topikal dapat digunakan pada semua kasus blefaritis akut dan
kasus blefaritis anterior. Antibiotik topikal dapat meredakan gejala dan
membasmi bakteri dari tepi kelopak mata. Krim antibiotik topikal seperti
bacitracin atau eritromisin dapat dioleskan ke tepi kelopak mata selama 2 hingga 8
minggu. Tetrasiklin oral dan antibiotik makrolid dapat digunakan untuk
mengobati blefaritis posterior yang tidak responsif terhadap perawatan kebersihan
kelopak mata atau terkait dengan rosacea. Antibiotik oral ini digunakan karena
sifat anti-inflamasi dan pengatur lipidnya.3
Steroid topikal jangka pendek dapat diberikan pada pasien dengan
peradangan mata. Uji coba terbaru menunjukkan bahwa antibiotik dan
kortikosteroid dapat menghasilkan perbaikan gejala yang signifikan. Ini sering
diresepkan sebagai pengobatan topikal kombinasi pada pasien yang gagal dalam
perawatan kebersihan kelopak mata. Pada pasien yang dirasa memiliki serangan
Demodex yang signifikan, minyak pohon teh dan lulur sampo terbukti bermanfaat
bila digunakan minimal selama 6 minggu.3
Terapi baru untuk pengobatan blefaritis ialah terapi pulsasi termal
(perangkat LipiFlow). Terapi ini menerapkan panas pada permukaan anterior dan
posterior. Pulsasi dengan lembut dapat menghilangkan kotoran dan kerak dari
kelenjar meibom. MiBoFlo adalah terapi termal yang diterapkan di bagian luar
kelopak mata. BlephEx adalah duri lampu berputar yang digunakan untuk
menghilangkan kotoran dari lubang kelenjar meibom. Hal ini memungkinkan
aliran minyak yang lebih baik dan respons yang lebih baik terhadap terapi panas.
Probe Maskin adalah probe baja tahan karat yang diaplikasikan pada lubang
kelenjar meibom yang telah dianestesi. Arus listrik ringan dialirkan ke kelenjar
untuk memfasilitasi sekresi minyak. Masih diperlukan uji klinis lebih lanjut untuk
terkait kemanjuran pengobatan ini.3

8
Komplikasi
Walaupun jarang menyebabkan gangguan penglihatan, blefaritis dapat
menyebabkan jaringan parut pada kelopak mata, robekan berlebihan,
pembentukan hordeolum dan kalazion, dan konjungtivitis kronis. Hilangnya
penglihatan pada blefritis merupakan komplikasi akibat terbentuknya keratitis dan
ulkus kornea.3
Hordeolum adalah suatu infeksi bakteri pada salah satu kelenjar minyak
yang tersumbat. Hasilnya adalah benjolan yang nyeri di tepi atau di dalam
kelopak mata. Kalazion atau granuloma konjungtiva terjadi ketika penyumbatan
di salah satu kelenjar minyak menyebabkan kelenjar yang menjadi membesar dan
menimbulkan jaringan parut. Ulkus kornea terbentuk akibat iritasi yang terus
menerus dari kelopak mata yang meradang atau salah arah bulu mata.3

Prognosis

Tujuan pengobatan blefaritis adalah untuk meringankan gejala. Pada


blefaritis kronik, pasien perlu menjaga kebersihan dengan baik untuk mencegah
kekambuhan. Meskipun tidak ada obat yang pasti, prognosis untuk blefaritis baik.
Blefaritis adalah kondisi yang lebih bergejala daripada ancaman kesehatan yang
sebenarnya. Sebagian besar pasien merespon pengobatan tetapi kondisinya
ditandai dengan eksaserbasi dan remisi.3

9
DAFTAR PUSTAKA

James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology. 9 th ed. Blackwell publishing,


Australia : 2013; page 52-4

Huggins AB, Carrasco JR, Eagle RC. MEN 2B masquerading as chronic


blepharitis and euryblepharon. Orbit. 2019 Dec;38(6):514-518.

Eberhardt M, Rammohan G. Blepharitis. In: StatPearls. Treasure Island (FL):


StatPearls Publishing; April 20, 2020.

Amescua G, Akpek EK, Farid M, et al. Blepharitis Preferred Practice


Pattern. Ophthalmology. 2019;126(1):P56-P93.

Soh Qin R, Tong Hak Tien L. Healthcare delivery in meibomian gland


dysfunction and blepharitis. Ocul Surf. 2019 Apr;17(2):176-178.

Pflugfelder SC, Karpecki PM, Perez VL. Treatment of blepharitis: recent clinical
trials. Ocul Surf. 2014 Oct;12(4):273-84.

Kanski JJ. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. Elsevier. 2007.

Amanda, K.A. Hubungan Penggunaan Eyelash Extension dengan Kejadian


Blefaritis pada Mahasiswi Universitas Lampung. Unila. 2020.

10

Anda mungkin juga menyukai