Blefaritis
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin/RSUDZA Banda Aceh
Oleh:
Pembimbing:
BAGIAN/SMF ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Blefaritis”. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan referat ini merupakan salah satu tugas dalam menjalani
Kepanitraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis menyadari
bahwa penyusunan referat ini tidak terwujud tanpa adanya bantuan dan bimbingan
serta dukungan dari dosen pembimbing. Oleh karena itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dr. Cut Putri Samira, Sp.M yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan referat ini,
namun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan tulisan ini.
Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
semua pihak khususnya di bidang kedokteran serta dapat memberikan sumbangan
pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
TINJAUAN PUSTAKA
1
Definisi
Epidemiologi
Blefaritis dapat menyerag individu dari segala usia, etnis, dan jenis
kelamin. Blefaritis lebih sering terjadi pada individu usia 50 tahun. Data AS
tahun 2009, 37% pasien yang diperiksa memiliki tanda-tanda blefaritis. Sebuah
studi selama 10 tahun di Korea Selatan, insiden terjadinya blefaritis menjadi 1,1
per 100 orang per tahun. Ini meningkat seiring waktu dan lebih tinggi pada pasien
wanita. Prevalensi keseluruhan untuk pasien berusia di atas 40 tahun adalah
8,8%.3
Blefaritis merupakan salah satu keluhan okuler yang paling sering
ditemukan, tetapi data epidemiologis di Indonesia masih sangat minim. Hasil
penelitian di Lampung menunjukkan bahwa responden usia remaja yang
menggunakan eyelash extention mengalami blefaritis ringan (61,5%).8
Klasifikasi
2
Gambar 3. Blefaritis posterior7
A B C
Gambar 4. A (Blefaritis stafilokokus), B (Blefaritis disfungsi MGD),
C (Blefaritis seboroik)7
Etiologi
3
zat berminyak yang bisa menyumbat dan jadi membengkak. Biasanya, ini terkait
dengan akne rosacea, dan diduga penyebab hormonal.5
Blefaritis anterior (Demodex folliculorum) dan posterior (Demodex
brevis) dapat disebabkan oleh tungau Demodex. Peran mereka tidak terlalu berarti
karena individu tanpa gejala juga ditemukan menyimpan tungau pada prevalensi
yang kurang lebih sama. Duo Demodex dapat memiliki banyak dampak pada
permukaan mata anterior, termasuk blefaritis anterior, blefaritis posterior dan
disfungsi kelenjar meibomian (MGD), ocular rosacea, dan keratitis. Demodex
folliculorum memilih dasar folikel bulu mata sebagai habitat utamanya. Ia
memakan sel epitel folikel dan meninggalkan kerusakan mekanis. Demodex brevis
dikaitkan dengan gejala MGD, karena predisposisinya terhadap kelenjar meibom
yang menyebabkan penyumbatan.4
Faktor Risiko
4
jenis kelamin, 95% pasien dengan blefaritis seboroik juga mengalami dermatitis
seboroik. Pada pasien dengan subset MGD yang disebut meibomitis primer
(difus), 74% memiliki dermatitis seboroik dan 51% memiliki rosacea (acne
rosacea).
c. Demodikosis
Demodex folliculorum telah ditemukan pada 30% pasien dengan
blefaritis kronis, tetapi tungau ini juga telah ditemukan dengan prevalensi yang
hampir sama pada pasien tanpa blefaritis. Namun, pasien dengan blefaritis yang
susah sembuh telah merespon ketika diberikan terapi yang dapat mengurangi atau
memberantas tungau Demodex. Bulu mata dengan ketombe silindris di dasar bulu
mata dilaporkan sebagai tanda infestasi dari Demodex okuler. Penelitian telah
menunjukkan bahwa keparahan ketidaknyamanan permukaan mata memiliki
korelasi positif yang kuat dengan jumlah Demodex per silia.
d. Rosacea
Rosacea adalah penyakit kulit dan mata yang lebih sering diamati pada
individu berkulit putih, tetapi dapat terjadi pada orang dari semua ras dan jenis
kelamin. Temuan karakteristik kulit wajah meliputi eritema, telangiektasis,
papula, pustula, dan kelenjar sebaseus yang menonjol. Rosacea juga dikaitkan
dengan kelainan membran basal epitel dan erosi epitel kornea berulang. Tungau
Demodex mungkin memainkan peran dalam patogenesis rosacea. Beban
Demodex meningkat pada individu dengan rosacea. Rosacea mungkin sulit
didiagnosis pada pasien dengan warna kulit lebih gelap karena kesulitan dalam
memvisualisasikan telangiektasis atau kemerahan pada wajah. Rosacea biasanya
terlihat pada usia paruh baya dan lebih sering terjadi pada wanita. Meskipun
rosacea lebih umum pada wanita, rosacea bisa lebih parah bila terjadi pada pria.
Karena banyak pasien hanya menunjukkan tanda-tanda ringan, seperti
telangiektasis dan riwayat kemerahan wajah yang mudah, diagnosis rosacea sering
diabaikan, terutama pada anak-anak yang mungkin datang dengan
keratokonjungtivitis kronis berulang, keratitis, MGD, atau kalazion rekuren dan
memiliki tanda-tanda rosace. Anak-anak dengan rosacea mata sering hadir dengan
keterlibatan kornea, asimetri penyakit mata, dan potensi gangguan penglihatan
seperti perforasi kornea. Rosacea wajah lebih jarang pada anak-anak, dan atopi
5
terkait sering terjadi. Anak-anak dengan riwayat bintit peningkatan risiko
mengembangkan rosacea saat dewasa.
e. Isotretinoin
Obat oral yang digunakan untuk mengobati jerawat kistik yang parah,
dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dalam kolonisasi konjungtiva
dengan S. aureus, blefaritis, dan gangguan fungsi air mata. Penghentian
pengobatan menyebabkan perbaikan dalam banyak kasus.
f. Giant papillary conjunctivitis
Pasien dengan giant papillary conjunctivitis (GPC) yang berhubungan
dengan lensa kontak mengalami peningkatan frekuensi MGD. Tingkat keparahan
GPC mungkin berkorelasi dengan keparahan MGD.
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Diagnosis
6
tidur. Gejalanya cenderung memengaruhi kedua mata dan tidak terus menerus
terjadi.3
Pemeriksaan fisik paling baik dilakukan dengan menggunakan slit lamp.
Pada blefaritis anterior, pemeriksaan slit lamp menunjukkan eritema dan edema
pada batas kelopak mata. Telangiektasis mungkin ada di bagian luar kelopak
mata. Scaling dapat dilihat di dasar bulu mata membentuk "kerah.” Dapat terlihat
juga kehilangan bulu mata (madarosis), depigmentasi bulu mata (poliosis), dan
salah arah bulu mata (trikiasis). Pada blefaritis posterior, kelenjar meibom
membesar, terhalang, dan dapat ditutup dengan minyak. Sekresi dari kelenjar ini
mungkin tampak tebal, dan jaringan parut pada kelopak mata mungkin ada di
daerah sekitar kelenjar. Pada semua jenis blefaritis, lapisan air mata mungkin
menunjukkan tanda-tanda penguapan yang cepat. Hal ini dapat diperiksa dengan
mengukur waktu putus air mata. Caranya dengan melakukan pemeriksaan slit
lamp dan memberikan pewarna fluorescein di mata. Pasien diminta untuk
berkedip penuh kemudian buka mata selama 10 detik. Film air mata diperiksa
apakah ada kerusakan atau bintik-bintik kering di bawah cahaya biru kobalt.
Waktu putus air mata yang kurang dari 10 detik dianggap tidak normal.3
Blefaritis adalah diagnosis klinis. Tidak ada pengujian diagnostik khusus
di luar riwayat dan pemeriksaan fisik yang diperlukan. Individu yang gagal
pengobatan untuk blefaritis kronis harus menjalani biopsi kelopak mata untuk
menyingkirkan karsinoma terutama dalam kasus kehilangan bulu mata.3
Penanganan
7
Aplikator atau jari kapas digunakan untuk memijat tepi dengan pola melingkar.
Selama eksaserbasi gejala blefaritis, kebersihan kelopak mata perlu dilakukan dua
hingga empat kali sehari. Pada pasien dengan blefaritis kronis, perawatan
kebersihan kelopak mata harus dilakukan setiap hari seumur hidup, atau gejala
iritasi akan muncul kembali. Selain itu, riasan mata perlu dibatasi dan semua
pemicu dihilangkan.6
Antibiotik topikal dapat digunakan pada semua kasus blefaritis akut dan
kasus blefaritis anterior. Antibiotik topikal dapat meredakan gejala dan
membasmi bakteri dari tepi kelopak mata. Krim antibiotik topikal seperti
bacitracin atau eritromisin dapat dioleskan ke tepi kelopak mata selama 2 hingga 8
minggu. Tetrasiklin oral dan antibiotik makrolid dapat digunakan untuk
mengobati blefaritis posterior yang tidak responsif terhadap perawatan kebersihan
kelopak mata atau terkait dengan rosacea. Antibiotik oral ini digunakan karena
sifat anti-inflamasi dan pengatur lipidnya.3
Steroid topikal jangka pendek dapat diberikan pada pasien dengan
peradangan mata. Uji coba terbaru menunjukkan bahwa antibiotik dan
kortikosteroid dapat menghasilkan perbaikan gejala yang signifikan. Ini sering
diresepkan sebagai pengobatan topikal kombinasi pada pasien yang gagal dalam
perawatan kebersihan kelopak mata. Pada pasien yang dirasa memiliki serangan
Demodex yang signifikan, minyak pohon teh dan lulur sampo terbukti bermanfaat
bila digunakan minimal selama 6 minggu.3
Terapi baru untuk pengobatan blefaritis ialah terapi pulsasi termal
(perangkat LipiFlow). Terapi ini menerapkan panas pada permukaan anterior dan
posterior. Pulsasi dengan lembut dapat menghilangkan kotoran dan kerak dari
kelenjar meibom. MiBoFlo adalah terapi termal yang diterapkan di bagian luar
kelopak mata. BlephEx adalah duri lampu berputar yang digunakan untuk
menghilangkan kotoran dari lubang kelenjar meibom. Hal ini memungkinkan
aliran minyak yang lebih baik dan respons yang lebih baik terhadap terapi panas.
Probe Maskin adalah probe baja tahan karat yang diaplikasikan pada lubang
kelenjar meibom yang telah dianestesi. Arus listrik ringan dialirkan ke kelenjar
untuk memfasilitasi sekresi minyak. Masih diperlukan uji klinis lebih lanjut untuk
terkait kemanjuran pengobatan ini.3
8
Komplikasi
Walaupun jarang menyebabkan gangguan penglihatan, blefaritis dapat
menyebabkan jaringan parut pada kelopak mata, robekan berlebihan,
pembentukan hordeolum dan kalazion, dan konjungtivitis kronis. Hilangnya
penglihatan pada blefritis merupakan komplikasi akibat terbentuknya keratitis dan
ulkus kornea.3
Hordeolum adalah suatu infeksi bakteri pada salah satu kelenjar minyak
yang tersumbat. Hasilnya adalah benjolan yang nyeri di tepi atau di dalam
kelopak mata. Kalazion atau granuloma konjungtiva terjadi ketika penyumbatan
di salah satu kelenjar minyak menyebabkan kelenjar yang menjadi membesar dan
menimbulkan jaringan parut. Ulkus kornea terbentuk akibat iritasi yang terus
menerus dari kelopak mata yang meradang atau salah arah bulu mata.3
Prognosis
9
DAFTAR PUSTAKA
Pflugfelder SC, Karpecki PM, Perez VL. Treatment of blepharitis: recent clinical
trials. Ocul Surf. 2014 Oct;12(4):273-84.
10