Anda di halaman 1dari 31

REFERAT KEDOKTERAN

“BLEFARITIS”

Disusun oleh :

Claudia Julaine Pontoh


201670033

Pembimbing :

dr. Sri Widiastuti, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PAPUA
APRIL 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Referat Kedokteran yang
berjudul “Blefaritis”. Referat Kedokteran ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Sri
Widiastuti, Sp. M sebagai pembimbing Referat, atas kesabaran dan bimbingan beliau dalam
mengarahkan penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua penulis yang
senantiasa mendoakan penulis. Tak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada teman-
teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman serta waktu yang tersedia dalam proses
penyusunan Laporan Kasus sangat terbatas, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari
segi isi, susunan bahasa maupun sistematika penulisannya. Sehingga penulis mengharapkan
para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun.
Akhir kata, penulis berharap semoga Referat ini dapat menjadi sumbangan pemikiran
dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang kedokteran dan berguna bagi
pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu.

Sorong, April 2023

Claudia Julaine Pontoh

i
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Lengkap Mahasiswa : Claudia Julaine Pontoh

Nomor Induk Mahasiswa : 201670033

Jurusan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Papua

Bagian Pendidikan : Ilmu Kesehatan Mata

Judul Referat : Blefaritis

Diajukan pada :

Dokter Pembimbing : dr. Sri Widiastuti, Sp.M

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal …………………...……………………………

Mengetahui,

Pembimbing Laporan Kasus

dr. Sri Widiastuti, Sp.M

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................. 1
1.2 TUJUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 2
2.1 ANATOMI PALPEBRA ............................................................................................. 2
2.2 DEFINISI BLEFARITIS ............................................................................................. 5
2.3 EPIDEMIOLOGI BLEFARITIS ................................................................................. 5
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO BLEFARITIS .................................................. 6
2.5 PATOFISIOLOGI BLEFARITIS ................................................................................ 6
2.6 KLASIFIKASI BLEFARITIS ..................................................................................... 8
2.7 PENEGAKKAN DIAGNOSIS BLEFARITIS.......................................................... 17
2.8 DIAGNOSIS BANDING BLEFARITIS .................................................................. 21
2.9 TATALAKSANA BLEFARITIS ............................................................................... 22
2.10 KOMPLIKASI BLEFARITIS ................................................................................... 25
2.11 PROGNOSIS BLEFARITIS ..................................................................................... 25
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Radang yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak mata.
Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut.
Peradangan kelopak mata yang sering ditemui yaitu blefaritis. Blefaritis disebabkan oleh
infeksi dan alergi yang kronis atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap,
bahan kimia iritatif, dan bahkan kosmetik. Infeksi kelopak mara disebabkan oleh bakteri
streptokokus alfa atau beta, pneumokokus dan pseudomonas.1
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, nyeri, eksudat lengket
dan epifora. Blefaritis juga sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis. Meskipun tidak
nyaman, blefaritis tidak menular dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan permanen pada
penglihatan.1-2
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang ada pada
rumah sakit (sekitar 2 – 5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit penyerta pada
penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat terjadi pada semua umur
dan lebih banyak dialami oleh perempuan.1-2
Biasanya blefaritis sebelum diobati, dapat dibersihkan dulu dengan garam fisiologik hangat
dan kemudian diberi antibiotik yang sesuai. Komplikasi dari blefaritis yang dapat timbul adalah
konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazion, dan madarosis. 1

1.2 TUJUAN
Makalah ini ditulis dengan tujuan :
• Untuk mengetahui penyakit mata tentang Blefaritis secara komprehensif
• Untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Mata

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI PALPEBRA


Bola mata dilindungi di aspek anterior oleh satu set kelopak mata, atas dan bawah. Kelopak
atau palpebra mempunyai fungsi melingdungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar
yang membentuk film, air mata di depan kornea. Kelopak merupakan alat menutup mata yang
berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola
mata.1

Kelopak mata mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Pada setiap kelopak
mata dari luar ke dalam memiliki lapisan-lapisan berikut :1-3

1. Kulit, Kelopak mata mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di
bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
2. Otot seperti; M. Orbikularis okuli yang berjalan berjalan melingkar di dalam kelopak atas
dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak mata. Dekat tepi margo palpebra terdapat
otot-otot orbikularis okuli yang di sebut sebagai M. Rioland. M. orbikularis berfungsi
menutup bola mata yang dipersarafi oleh N. fasial, M. levator palpebra, yang berorigo pada
anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M.
orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M.
levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N. III
yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
3. Didalam kelopak mata terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
4. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
5. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran
pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan
penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom.
6. Lapisan areolar subkutan terdiri dari jaringan ikat longgar tetapi tidak mengandung lemak.
7. Lapisan otot lurik tersusun atas serabut-serabut palpebral orbicularis oculi. Ini digunakan
untuk berkedip dan berkedip. Bagian orbit diatur secara konsentris di sekitar tepi orbit yang
menutupi tarsus. Ini digunakan untuk penutupan paksa tutupnya. Bagian preseptal

2
menutupi septum orbita dan bagian pretarsal dari bagian orbita otot orbikularis okuli
terletak di anterior tarsus. Otot orbicularis oculi disuplai oleh nervus fasialis.
8. Lapisan areolar submuskular terletak jauh di dalam orbicularis oculi. Ini berisi saraf dan
pembuluh darah kelopak mata. Agen anestesi disuntikkan pada lapisan ini untuk operasi
kelopak mata. Insisi pada garis abu-abu (garis antara margin anterior dan posterior
palpebra) membagi palpebra melalui bidang menjadi bagian anterior dan posterior.
9. Lapisan berserat merupakan kerangka utama penutup. Ini memiliki dua bagian, bagian
tengah yang tebal, pelat tarsal dan bagian perifer yang tipis, septum orbital atau septum
orbitale. Pelat tarsal mempertahankan bentuk tutupnya dan membantu menopangnya.
Tarsal superior lebih besar dari inferior. Beberapa serat LPS melekat pada bagian depan
dan bawah pelat tarsal. Mereka juga bergabung dengan otot Müller yang tidak bergaris di
batas atas lempeng tarsal. Kelenjar meibom (kelenjar tarsal) tertanam di lempeng tarsal.
Ligamentum palpebra lateral menempelkan ujung lateral tarsi ke tuberkulum Whitnall,
sedangkan ujung medial tarsi dilekatkan oleh ligamentum palpebra medial ke puncak
lakrimal. Septum orbitale melekat pada margin orbital. Ini lebih tebal di sisi lateral daripada
di medial dan di tutup atas daripada di bawah. Pada palpebra atas septum bersentuhan
dengan lemak orbita yang memisahkannya dari levator palpebrae superioris.
10. Serabut otot polos Müller terletak di belakang septum orbita. Mereka diyakini membantu
dalam pencabutan bola mata dan peninggian kelopak mata atas. Mereka dipasok oleh saraf
simpatik.
11. Konjungtiva palpebra menutupi bagian posterior palpebra. Itu melekat erat pada tarsus.

Gambar 1. Anatomi kelopak mata, Kelopak mata atas.1-3

12. Kelenjar kelopak mata, kelenjar Zeis terletak di batas palpebra yang berhubungan erat
dengan silia. Setiap kelenjar membuka ke dalam folikel cilium melalui saluran pendek.
Kelenjar Moll adalah kelenjar keringat yang dimodifikasi dan terletak di antara silia.
3
Saluran kelenjar Moll terbuka ke saluran kelenjar Zeis atau langsung ke folikel silia.
Kelenjar Meibom adalah kelenjar sebaceous termodifikasi yang sangat berkembang dan
tertanam di tarsi, berjumlah 30 sampai 40 di kelopak atas dan 20 sampai 30 di kelopak
bawah. Saluran mereka terbuka di depan batas posterior tepi tutup. Kelenjar mengeluarkan
sekresi berminyak yang melumasi mata dan mencegah penguapan air mata dari kornea.

Gambar 2. Kelenjar pada kelopak mata.3

Pasokan darah kelopak mata disuplai oleh arteri palpebra medial dan lateral, masing-masing
cabang dari arteri ophthalmic dan lakrimal. Mereka membentuk dua arkade utama: arkade
superior diperkuat oleh cabang-cabang dari arteri temporal, lakrimal, dan supraorbital
superfisial, sedangkan inferior oleh arteri fasialis dan fasialis transversal. Setiap palpebra
dialirkan oleh pleksus pretarsal dan posttarsal ke dalam vena subkutan dan ophthalmic.
Limfatik dari sebagian besar palpebra atas dan separuh lateral palpebra bawah mengalir ke
kelenjar getah bening preauricular dan bagian medial kedua palpebra mengalir ke kelenjar
getah bening submandibular. Saraf yang mempersarafi kelopak mata, yaitu disuplai oleh nervus
fasialis. Pasokan sensorik ke kelopak mata atas berasal dari divisi oftalmik saraf trigeminal.
Kelopak bawah disuplai melalui saraf infraorbital, cabang divisi maksila dari saraf trigeminal. 1

4
2.2 DEFINISI BLEFARITIS
Blepharitis adalah istilah umum yang menggambarkan peradangan pada kelopak mata,
sedangkan blepharitis marginal adalah peradangan pada tepi kelopak mata, yang dapat dibagi
menjadi blepharitis anterior dan posterior. Blepharitis merupakan peradangan subakut atau
kronis pada tepi palpebra. Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya
berjalan kronis atau menahun. Ini adalah penyakit yang sangat umum yang dapat dibagi
menjadi tipe klinis berikut: Blefaritis bakterial, Blefaritis seboroik atau skuamosa, Campuran
stafilokokus dengan blefaritis seboroik, Blefaritis posterior atau meibomitis, dan Blefaritis
parasit. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan
kosmetik.4-6

2.3 EPIDEMIOLOGI BLEFARITIS


Blefaritis adalah gangguan mata yang umum di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
Meskipun blepharitis adalah salah satu gangguan mata yang paling umum, informasi
epidemiologi tentang kejadian atau prevalensinya dalam populasi tertentu masih kurang. Satu
studi pusat tunggal dari 90 pasien dengan blepharitis kronis mencatat bahwa usia rata-rata
pasien adalah 50 tahun. Dibandingkan dengan pasien yang memiliki blepharitis bentuk lain,
pasien yang memiliki blepharitis staphylococcal ditemukan relatif lebih muda (42 tahun) dan
kebanyakan adalah perempuan (80%). Pada personel militer aktif yang lebih muda (usia rata-
rata, 23,2 tahun), 5,3% didiagnosis dengan peradangan kelenjar meibom dibandingkan dengan
71,1% veteran militer yang lebih tua (usia rata-rata, 68,1 tahun).5

Sebuah survei dari sampel yang representatif dari orang dewasa AS (n = 5000)
mengungkapkan bahwa gejala khas yang terkait dengan blepharitis cukup umum dan orang
yang lebih muda melaporkan gejala lebih sering daripada orang yang lebih tua. Sebuah survei
dokter mata dan dokter mata melaporkan bahwa blepharitis umumnya terlihat dalam praktik
klinis masing-masing pada 37% dan 47% pasien mereka. Disfungsi kelenjar meibom dianggap
sebagai penyebab paling umum dari penyakit mata kering evaporatif. Prevalensi MGD yang
didiagnosis secara klinis sangat bervariasi dalam literatur dunia yang diterbitkan, dengan saran
bahwa MGD secara signifikan lebih umum di antara populasi Asia daripada populasi Kaukasia.
Namun, ada variasi yang signifikan dalam bagaimana penyakit itu didefinisikan dan usia
kelompok studi.5,7,8

5
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO BLEFARITIS
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, alergi, kondisi lingkungan,
atau mungkin terkait dengan penyakit sistemik.6,8

a. Blefaritis dapat terjadi akibat peningkatan sel radang kulit di sekitar kelopak mata.
Blefaritis bakteri, juga dikenal sebagai blefaritis anterior kronis, atau blefaritis
stafilokokus atau blefaritis ulseratif, adalah infeksi kronis pada bagian anterior tepi
palpebra. Ini adalah penyebab umum ketidaknyamanan dan iritasi mata. Gangguan ini
biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dan dapat berlanjut sepanjang hidup.
Etiologi, Organisme penyebab, yang paling sering terlibat adalah stafilokokus
koagulase positif. Jarang, Streptococci, Propionibacterium acnes, dan Moraxella
mungkin terlibat. Faktor predisposisi, biasanya tidak ada, jarang termasuk
konjungtivitis kronis dan dakriosistitis.
b. Blefaritis seboroik terutama merupakan blefaritis anterior dengan beberapa tumpahan
ke posterior. Ini adalah kejadian umum. Etiologi. Hal ini biasanya berhubungan dengan
seborrhoea kulit kepala (ketombe). Beberapa faktor konstitusional dan metabolik
berperan dalam etiologinya. Di dalamnya, kelenjar Zeis mengeluarkan lipid netral
berlebihan yang dipecah oleh Corynebacterium acne menjadi asam lemak bebas yang
mengiritasi.
c. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahkan bahan
kosmetik. Pada beberapa pasien juga bisa disebabkan oleh karena paparan hewan
berbulu seperti anjing atau kucing.
d. Blefaritis dapat disebabkan juga oleh kondisi medis sistemik atau kanker kulit.

2.5 PATOFISIOLOGI BLEFARITIS


Patofisiologi pasti dari blepharitis tidak diketahui. Penyebabnya kemungkinan besar
multifaktorial. Faktor penyebab termasuk kombinasi infeksi bakteri tingkat rendah kronis pada
permukaan mata, kondisi inflamasi kulit seperti atopi dan seborrhea, dan infestasi parasit
dengan tungau Demodex. Patofisiologi blepharitis melibatkan interaksi yang kompleks dari
berbagai faktor, termasuk sekresi tepi kelopak mata yang abnormal, organisme tepi kelopak
mata, dan film air mata prekorneal disfungsional. Patofisiologi blepharitis sering melibatkan
kolonisasi bakteri pada kelopak mata. Hal ini menyebabkan invasi mikroba langsung ke
jaringan, kerusakan yang dimediasi sistem kekebalan, atau kerusakan yang disebabkan oleh
produksi toksin bakteri, produk limbah, dan enzim. Kolonisasi tepi palpebra meningkat dengan
adanya dermatitis seboroik atau disfungsi kelenjar meibom.5

6
Pada sebagian besar jenis blepharitis, beberapa keterlibatan kelenjar meibom terjadi.
Kelenjar meibom adalah tubuloacinar, kelenjar holokrin yang memproduksi dan mengeluarkan
meibum, zat berminyak yang menghasilkan lapisan lipid dari film air mata preokular. Tertanam
di tarsal, biasanya 30-40 kelenjar meibom terjadi di kelopak atas dan 20-30 kelenjar di kelopak
bawah. Setiap kelenjar meibom terdiri dari saluran utama yang dikelilingi oleh gugus asinar
seperti anggur. Saluran-saluran ini bermuara ke batas palpebra tepat di anterior sambungan
mukokutan, mengantarkan meibum ke film air mata. Perubahan komposisi sekresi meibom
terjadi pada pasien dengan blepharitis kronis. Perubahan pada lipid nonpolar meningkatkan
titik leleh meibum, menyebabkan penebalan meibum dan stagnasi. Penurunan jumlah lipid
polar mengakibatkan penyebaran air mata yang tidak merata, kemungkinan mengarah pada
ketidakstabilan film air mata dan hiperosmolaritas, peningkatan pertumbuhan bakteri, mata
kering evaporatif, dan peradangan permukaan okular, termasuk keratinisasi, jaringan parut, dan
retraksi lubang kelenjar, sehingga lebih lanjut memperburuk kelenjar meibom. Beberapa faktor
dapat memperparah gangguan kelenjar meibom, seperti bertambahnya usia, pemakaian lensa
kontak, dan ketidakseimbangan hormon. Beberapa bakteri, jamur (Pitysporum), dan parasit
(Demodex) juga terlibat. Organisme yang paling umum diisolasi dari pasien dengan blepharitis
kronis termasuk Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, corynebacteria, dan
Staphylococcus aureus. S. epidermidis dan S. aureus menghasilkan enzim lipolitik, seperti
lipase trigliserida, kolesterol esterase, dan lilin esterase, yang menghidrolisis lilin dan ester
sterol dengan melepaskan asam lemak bebas yang sangat mengiritasi, mengakibatkan
gangguan integritas film air mata. Pada blefaritis seboroik, peningkatan jumlah meibum dengan
viskositas rendah mendukung pertumbuhan bakteri dan menyebabkan peradangan pada
kelopak mata. Acne rosacea adalah penyakit kulit kronis yang relatif umum yang ditandai
dengan eritema persisten, telangiektasis, papula, pustula, dan hipertrofi kelenjar sebaceous
terutama mempengaruhi dahi, pipi, dan hidung. Meskipun patogenesisnya masih belum jelas,
penelitian menunjukkan bahwa hal itu terutama disebabkan oleh perubahan respon imun
bawaan pada mereka yang memiliki predisposisi genetik. Spesies oksigen reaktif tertentu dan
agen infeksius, seperti Demodex folliculorum dan Helicobacter pylori juga terlibat. 5

7
2.6 KLASIFIKASI BLEFARITIS
Klasifikasi berdasarkan letaknya, Blefaritis dibagi menjadi : 1,2,4-10

1. Blefaritis Anterior
Blefaritis anterior adalah radang bilateral kronik yang umum di tepi palpebra. Ada dua
jenis utamanya: Stafilokokus dan seboroik. Blefaritis stafilokokus dapat disebabkan oleh
infeksi Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis
(stafilokokus koagulase-negatif). Blefaritis seboroik (non-ulseratif) umumnya berkaitan
dengan keberadaan Pityrosporum ovale meskipun organisme ini belum terbukti menjadi
penyebabnya. Sering kali kedua jenis blefaritis ada secara bersamaan (infeksi campur).
Seborrea kulit kepala, alis, dan telinga sering menyertai blefaritis seboroik.
Gejala utamanya adalah iritasi, rasa terbakar, dan gatal pada tepi palpebra. Mata yang
terkena “bertepi merah”. Banyak sisik atau “granulasi”terlihat menggantung di bulu mata
palpebra superior maupun inferior. Pada tepi stafilokokus, sisiknya kering, palpebra merah,
terdapat ulkus-ulkus kecil disepanjang tepi palpebra, dan bulu mata cenderung rontok. Pada
tipe seboroik, sisik berminyak, tidak terjadi ulserasi, dan tepian palpebra tidak begitu
merah. Pada tepi campuran yang lebih umum, kedua jenis sisik ada, tepian palpebra merah
dan mungkin berulkus.
Blefaritis stafilokokus dapat disertai komplikasi hordeolum, kalazion, keratitis epitel
segitiga bawah kornea dan infiltrat kornea marginal. Kedua bentuk blefaritis anterior
merupakan prediposisi terjadinya konjungtivitis berulang. Kulit kepala, alis mata, dan tepi
palpebra harus selalu dibersihkan, terutama pada blefaritis tipe seboroik, dengan memakai
sabun dan shampo. Sisik-sisik harus dibersihkan dari tepi palpebra dengan kain basah dan
shampo bayi setiap harinya. Blefaritis stafilokokus diobati dengan antibiotik
antistafilokokus atau pemberian salep mata sulfonamide dengan aplikator kapas sekali
sehari pada tepian palpebra.

8
Gambar 3. Blefaritis anterior.4
2. Blefaritis Posterior
Blefaritis posterior disebabkan oleh disfungsi kelenjar meibom dan perubahan sekresi
kelenjar meibom. Lipase bakteri dapat menyebabkan pembentukan asam lemak bebas. Hal
ini meningkatkan titik lebur meibum, mencegah ekspresinya dari kelenjar, berkontribusi
terhadap iritasi permukaan okular dan memungkinkan pertumbuhan S. aureus. Hilangnya
fosfolipid film air mata yang bertindak sebagai surfaktan mengakibatkan peningkatan
penguapan air mata dan osmolaritas, dan film air mata menjadi tidak stabil. Blefaritis
posterior umumnya dianggap sebagai kondisi inflamasi yang lebih persisten dan kronis
daripada blefaritis anterior; ada hubungannya dengan acne rosacea.
Blefaritis anterior dan posterior dapat timbul bersamaan. Dermatitis seboroik umumnya
disertai dengan disfungsi kelenjar meibom. Kolonisasi atau infeksi strain stafilokokus
dalam jumlah memadai sering dengan penyakit kelenjar meibom dan bisa menjadi salah
satu penyebab gangguan fungsi kelenjar meibom. Lipase bakteri dapat menimbulkan
peradangan pada kelenjar meibom dan konjungtiva serta menyebabkan terganggunya film
air mata.
Blefaritis posterior bermanifestasi dalam aneka macam gejala yang mengenai palpebra,
air mata, konjungtiva, dan kornea. Perubahan pada kelenjar meibom mencakup peradangan
muara meibom (meibomianitis), sumbatan muara kelenjar oleh sekret yang kental,
pelebaran kelenjar meibom dalam lempeng tarsus, dan keluarnya sekret abnormal lunak
mirip keju bila kelenjar itu dipencet. Dapat juga timbul hordeolum dan kalazion. Tepi
palpebra tampak hiperemis dan talengiektasis. Palpebra juga membulat dan menggulung

9
ke dalam sebagai akibat parut pada konjungtiva tarsal; membentuk hubungan yang
abnormal antara film air mata prakornea dan muara-muara kelenjar meibom. Air mata
mungkin berbusa atau sangat berlemak. Hipersensitivitas terhadap stafilokokus mungkin
menyebabkan keratitis epitelial. Kornea juga bisa membentuk vaskularisasi perifer dan
menjadi tipis, terutama di bagian inferior, terkadang dengan infiltrat marginal yang jelas.
Perubahan-perubahan makroskopik pada blefaritis posterior identik dengan kelainan-
kelainan mata yang ditemukan pada acne rosasea.
Terapi blefaritis posterior tergantung pada perubahan-perubahan di konjungtiva dan
kornea terkait. Peradangan yang jelas pada struktur-struktut ini mengharuskan pengobatan
aktif, termasuk terapi antibiotik sistemik dosis rendah jangka panjang – biasanya
Doxycycline (100 mg dua kali sehari) atau Erythromycin (250 mg tiga kali sehari), tetapi
juga berpedoman pada hasil biakan bakteri dari tepi palpebra – dan steroid topikal lemah
(sebaiknya jangka pendek), mis. Prednisolone, 0,125% dua kali sehari. Terapi topikal
dengan antibiotik atau substitusi air mata umumnya tidak perlu dan dapat berakibat
bertambah rusaknya film air mata atau reaksi toksik terhadap bahan pengawetnya.
Pengeluaran isi kelenjar meibom secara periodik bisa membantu, khususnya pada pasien
dengan penyakit ringan yang tidak memerlukan terapi antibiotik oral atau steroid topikal
jangka panjang. Hordeolum dan kalazion hendaknya diterapi dengan baik.

Gambar 4. Blefaritis posterior kronis.4

10
Klasifikasi berdasarkan penyebabnya, Blefaritis dibagi menjadi : 1,2,4-10

A. Blefaritis Bakterial
Infeksi bakteri pada kelopak dapat ringan sampai dengan berat. Diduga sebagian besar
infeksi kulit superfisial kelopak diakibatkan oleh streptokokus. Bentuk infeksi kelopak
dikenal sebagai folikulitis, impetigo, dermatitis eksematoid. Pengobatan pada infeksi
ringan ialah dengan memberikan antibiotik lokal dan kompres basah dengan asam borat.
Pada blefaritis sering diperlukan pemakaian kompres hangat. Infeksi yang berat perlu
diberikan antibiotik sistemik.
1) Blefaritis Superfisial
Infeksi kelopak superfisial jika disebabkan oleh Staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfesetamid dan
sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah. Bila
terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk
mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meiobomianitis) yang biasanya
menyertainya.
Blefaritis stafilokokal ditandai dengan adanya sisik, krusta dan eritema pada tepi
kelopak mata dan collarette formation pada dasar bulu mata. Infeksi kronis dapat
disertai dengan eksaserbasi akut yang mengarah pada terjadinya blefaritis ulseratif.
2) Blefaritis Seboroik
Blefaritis seboroik biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun), dengan
keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar dari
kelenjar Meibom, air mata berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertrofi papil
pada konjungtiva. Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis,
poliosis dan jaringan keropeng. Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun
yang sukar penanganannya.
Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan
kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi hangat. Salep
sulfonamid berguna pada aksi keratolitiknya. Kompres hangat selama 5 – 10 menit.
Kelenjar Meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Pada blefaritis
seboroik antibiotik diberikan lokal dan sistemik seperti tetrasiklin oral 4 kali 250 mg.
penyulit yang dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal, ulkus kornea,
vaskularisasi, hordeolum dan madarosis.

11
Gambar 5. Blefaritis seboroik.4
3) Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta
pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit.
Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kelenjar kulit di daerah
akar bulu mata dan sering terdapat pada orang dengan kulit berminyak. Blefaritis ini
berjalan bersama dengan dermatitis seboroik. Penyebab blefaritis skuamosa adalah
kelainan metabolik ataupun oleh jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa
panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus-halus dan
penebalan margo palpebra disertai dengan madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari
dasarnya tanpa mengakibatkan perdarahan.
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan
shampo bayi, salep mata dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki
metabolisme pasien. Penyulit dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis dan
konjungtivitis.

Gambar 6. Blefaritis skuamosa.4


4) Blefaritis Ulseratif
Blefaritis ulseratif merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan
tukak akibat infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng
berwarna kekuning-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan
mengeluarkan darah disekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang
terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai

12
perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lanjut dan lebih dalam
dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).
Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada blefaritis
ulseratif dapat dengan sulfesetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan
oleh staphylococcus maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas,
pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi roboransia. Penyulitnya
adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut, trikiasis,
keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila ulkus kelopak ini
sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga dapat berakibat trikiasis.

Gambar 7. Blefaritis ulseratif.4


5) Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi Staphylococcus pada tepi kelopak di
sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata
(kantus eksternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi
pungtum lakrimal. Blefaritis angularis disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau
Morax Axenfeld. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren. Blefaritis angularis diobat
dengan sulfa, tetrasiklin dan sengsulfat. Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial
sudut balik mata yang akan menyumbat duktus lakrimalis.

Gambar 8. Blefaritis Angularis.4

13
6) Meibomianitis
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan tanda
peradangan lokal pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu pengobatan
kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalamnya berulang kali
disertai antibiotik lokal.

Gamber 9. Meibomitis kronik.4


B. Blefaritis Virus
1. Herpes Zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraf
trigeminus. Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia lanjut. Bila yang
terkena ganglion cabang oftalmikus maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada
mata dan kelopak mata atas. Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan
tanda-tanda yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan
badan berasa demam. Pada kelopak mata terlihat vesikel dan infliltrat pada kornea bila
mata terkena. Lesi vesikel pada cabang oftalmik saraf trigeminus superfisial merupakan
gejala yang khusus pada infeksi herpes zoster mata.
Pengobatan herpes zoster tidak merupakan obat spesifik tapi hanya
simptomatik. Pengobatan steroid superfisial tanpa masuk ke dalam mata akan
mengurangi gejala radang. Terdapat berbagai pendapat mengenai pengobatan steroid
sistemik. Pengobatan steroid dosis tinggi akan mengurangkan gejala yang berat. Hati-
hati kemungkinan terjadinya viremia pada penderita dengan penyakit menahun. Infeksi
herpes zoster diberik analgesik untuk mengurangkan rasa sakit. Penyulit yang dapat
terjadi pada herpes zoster oftalmik adalah uveitis, parese otot penggerak mata,
glaukoma dan neuritis optik.

14
Gambar 10. Herpes zoster ophthalmica.4
2. Herpes Simpleks
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan yang sama
pada bibir merupakan tanda herpes simpleks kelopak. Dikenal bentuk blefaritis
simpleks yang merupakan radang tepi kelopak ringan dengan terbentuknnya krusta
kuning basah pada tepi bulu mata, yang mengakibatkan kedua kelopak lengket. Tidak
terdapat pengobatan spesifik. Bila terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik
sistemik atau topikal. Pemberian kortikosteroid merupakan kontraindikasi karena dapat
mengakibatkan menularnya herpes pada kornea. Asiklovir dapat diberikan terutama
pada infeksi dini

Gambar 11. Herpes simpleks ophthalmica.4


C. Blefaritis Jamur
1. Infeksi Superfisial
Infeksi jamur pada kelopak superfisial biasanya diobato dengan griseofulvin
terutama efektif untuk epidermomikosis. Diberikan 0.5 – 1 gram sehari dengan dosis
tunggal atau dibagi rata. Pengobatan diteruskan 1 – 2 minggu setelah terlihat gejala
menurun. Untuk infeksi kandida diberikan pengobatan nistatin topikal 100.000 unit per
gram.

15
2. Infeksi Jamur Profundus
Pengobatan infeksi jamur dalam adalah dengan sistemik. Infeksi Actinomyces
dan Nicardia efeksi diobati dengan sulfonamid, penisilin atau antibiotik spektrum luas.
Amfoterisin B dipergunakan untuk pengobatan Histoplasmosis, sporotrikosis,
aspergilosis, torulosis, krisptokokosis dan blastomikosis.
D. Blefaritis Pedikulosis
Kadang-kadang pada penderita dengan higiene yang buruk akan dapat bersarang tuma
atau kutu pada pangkal silia di daerah margo palpebra. Pengobatan pedikulosis adalah
dengan aplikasi salep merupakan amoniated 3%. Salep fisostigmin dan tetes mata DFP
cukup efektif untuk tuma atau kutu ini.

Gambar 12. Phthiriasis palpebrum.4


E. Blefaritis Urtikaria
Urtikaria pada kelopak terjadi akibat masuknya obat atau makanan pada pasien yang
rentan alergi. Untuk mengurangi keluhan umum diberikan steroid topikal ataupun sistemik
dan dicegah pemakaian steroid lama. Obat antihistamin dapat mengurangi gejala alergi.

Gambar 13. Edema alergi akut.4

16
2.7 PENEGAKKAN DIAGNOSIS BLEFARITIS
Anamnesis

Pasien dengan blefaritis biasanya mengeluhkan gatal, rasa panas seperti terbakar dan
pengerasan pada kelopak mata. Selain itu dapat mengeluhkan nyeri penglihatan, kabur dan
sensasi benda asing sehingga terasa mengganjal. Secara umum gejala cenderung lebih buruk
di pagi hari dengan pengerasan pada bulu mata yang paling menonjol saat bangun tidur. Gejala
cenderung mempengaruhi kedua mata.1,8

Tanda dan gejala yang dialami pasien biasnaya terjadi kemerahan, perasaan terbakar,
gatal, dan terdapatnya krusta pada bulu mata, rontoknya bulu mata, perasaan lengket pada
kelopak mata, pandangan kabur, fotofobia, sering mengedipkan mata dan infeksi hordeolum
yang rekurens. Hal yang harus digali dalam anamnesis untuk mengidentifikasi gejala blefaritis
adalah sebagai berikut :1,8

• Gejala dan tanda (misalnya, kemerahan, iritasi, terbakar, robek, gatal, pengerasan kulit
bulu mata, kehilangan bulu mata, kelopak mata lengket, penglihatan kabur atau
berfluktuasi, intoleransi lensa kontak, fotofobia, peningkatan frekuensi berkedip, dan
hordeolum berulang).
• Waktu hari ketika gejala memburuk (memburuknya gejala di pagi hari khas blepharitis,
sedangkan memburuknya gejala di kemudian hari khas mata kering defisiensi aqueous).
• Durasi gejala.
• Presentasi unilateral atau bilateral.
• Memperparah kondisi (misalnya, asap, alergen, angin, lensa kontak, kelembapan
rendah, retinoid, diet dan konsumsi alkohol, riasan mata).
• Gejala dan tanda yang berhubungan dengan penyakit sistemik (misalnya, rosacea,
atopi, psoriasis, dan penyakit graft-versus-host [GVDH]).
• Obat sistemik dan topikal saat ini dan sebelumnya (mis., Antihistamin atau obat dengan
efek antikolinergik, atau obat yang digunakan di masa lalu seperti isotretinoin yang
mungkin memiliki efek pada permukaan mata).
• Paparan baru-baru ini terhadap individu yang terinfeksi (misalnya, pedikulosis
palpebrarum [Phthirus pubis]).

Riwayat okular dapat mencakup detail tentang operasi intraokular dan kelopak mata
sebelumnya serta trauma lokal, termasuk cedera mekanis, termal, kimiawi, dan radiasi.
Riwayat blepharoplasty kosmetik penting untuk didapatkan karena peningkatan paparan

17
permukaan dapat meningkatkan penguapan air mata. Riwayat styes dan/atau chalazia
umum terjadi pada pasien dengan blepharitis. Riwayat medis juga dapat mencakup
informasi tentang penyakit dermatologi seperti rosacea, dermatitis atopik, dan herpes zoster
ophthalmicus.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang menyeluruh pada mata dan adneksanya dilakukan untuk
mengidentifikasi blefaritis, termasuk pemeriksaan visus, pemeriksaan mata bagian ekternal,
pemeriksaan slit-lamp dan pengukuran tekanan intraocular. Pemeriksaan mata dan adneksa
meliputi pengukuran ketajaman visual, pemeriksaan eksternal, biomikroskopi slit-lamp, dan
pengukuran tekanan intraokular (IOP). Pemeriksaan eksternal harus dilakukan di ruangan yang
cukup terang dengan perhatian khusus pada hal-hal berikut:1,8
a. Kulit
Perubahan yang konsisten dengan rosacea seperti rhinophyma, eritema, telangiectasia,
papula, pustula, dan kelenjar sebaceous hipertrofi di daerah malar.
b. Kelopak mata
Posisi kelopak mata abnormal (yaitu, ektropion dan entropion), penutupan kelopak
mata tidak lengkap (yaitu, lagophthalmos), respons berkedip, dan/atau kelemahan
kelopak mata, kehilangan, kerusakan, atau kesalahan arah bulu mata, vaskularisasi atau
hiperemia tepi kelopak mata, abnormal deposito di dasar bulu mata, ulserasi, vesikula,
scaling, hiperkeratosis, chalazion/hordeolum, jaringan parut.
c. Biomikroskopi slit-lamp harus mencakup evaluasi hal-hal berikut: Film air mata,
meniskus air mata, waktu dan pola pemecahan film air mata, keluarnya busa, kotoran
di film air mata.
d. Margin kelopak mata anterior, hiperemia, telangiectasia, jaringan parut, perubahan
pigmentasi, keratinisasi, ulserasi, vesikel, debris berwarna darah, pedikulosis
palpebrarum (P. pubis), adanya lesi.
e. Bulu mata
Malposisi atau salah arah, rontok atau patah, kutu pedikulosis palpebrarum (P. pubis),
lengan silindris (demodikosis atau seborrhea), deposit kosmetik dan kerah
f. Margin kelopak mata posterior
Kelainan lubang meibom seperti capping, cemberut, retroplacement, metaplasia, dan
obliterasi. Karakter sekresi meibom seperti ekspresibilitas, ketebalan, kekeruhan,
dan warna. Vaskularisasi, keratinisasi, nodularitas, penebalan, jaringan parut/fibrosis.

18
g. Konjungtiva tarsal (kelopak mata eversi) --> Penampakan kelenjar dan saluran meibom
seperti pelebaran dan peradangan, kalazion, eritema, jaringan parut, keratinisasi, reaksi
papiler/folikular, eksudasi/inspirasi/konkresi lipid, perubahan sikatrikial: fibrosis
subepitel, fornix foreshortening, pembentukan simblefaron.
h. Konjungtiva bulbar
Hiperemia, phlyctenules, folikel, konjungtivakalasis, punctate staining dengan
fluorescein, rose bengal, atau lissamine green (umumnya fluorescein digunakan untuk
kornea dan lissamine green untuk konjungtiva), perubahan cicatricial: fibrosis
subepitel, fornix foreshortening, pembentukan symblepharon.
i. Kornea
Cacat epitel, punctate pewarnaan dengan fluorescein, rose bengal, atau lissamine green
(umumnya, fluorescein digunakan untuk kornea dan lissamine untuk konjungtiva),
edema, infiltrat, bisul, dan / atau bekas luka (stromal subepitel atau superfisial kecil,
melingkar , di kornea midperipheral, biasanya tanpa pewarnaan fluorescein di atasnya).
Vaskularisasi, jaringan parut, termasuk pannus, phlyctenules.

Pemeriksaan Penunjang
Blepharitis terutama merupakan diagnosis klinis dan belum ada pemeriksaan penunjang
yang spesifik dalam menegakkan diagnosis blefaritis. Namun, pengujian tambahan dapat
dipertimbangkan pada mereka yang memiliki penyakit kronis atau tidak responsif terhadap
terapi, untuk memantau efek pengobatan, dan untuk tujuan penelitian.5,8
Sampel kultur yang diambil dari tepi kelopak mata dapat menumbuhkan bakteri khas
yang terkait dengan blepharitis, serta virus, seperti herpes simpleks, herpes zoster, dan
moluskum kontagiosum. Pemeriksaan mikroskopis bulu mata yang dicabut dapat menunjukkan
telur Demodex, dan tungau dewasa.5,8
Sekresi MG dapat dianalisis berdasarkan kualitas dan ekspresibilitasnya. Ini dapat
dilakukan dengan tekanan digital atau dengan menggunakan alat yang menerapkan tekanan
standar yang setara dengan tekanan yang diberikan pada tutup selama kedipan normal.
Perangkat ini menargetkan area standar sepertiga dari jumlah total kelenjar (8–10 kelenjar).
Ekspresibilitas dinilai berdasarkan jumlah kelenjar yang mengekspresikan cairan;
ekspresibilitas yang menurun menunjukkan penyakit. Meskipun kedengarannya sederhana,
variabilitas yang nyata ada di antara individu, dan oleh karena itu batas yang pasti antara normal
dan abnormal tidak dapat ditentukan. Selain itu, lokasi kelenjar di sepanjang tepi palpebra
mempengaruhi ekspresibilitasnya. Ditemukan bahwa kelenjar hidung cenderung berekspresi
19
paling aktif, diikuti kelenjar sentral, dan kemudian kelenjar temporal. Kualitas sekresi kelenjar
dapat dievaluasi dari segi penampilan. Ini dapat diklasifikasikan sebagai bening, buram keruh,
kental, atau seperti pasta gigi dengan menggunakan berbagai skema penilaian. 5,8
Baru-baru ini, interferometri telah dikembangkan untuk mengukur lapisan lipid air
mata. Mata pasien disinari dengan cahaya yang diarahkan ke permukaan kornea; cahaya
melewati film air mata dan dipantulkan ke kamera, membentuk pola interferensi yang disebut
interferogram. Interferometer mengukur ketebalan lapisan lipid dari area film air mata yang
ditentukan dan menangkap profil kedipan selama interval waktu yang ditentukan. Korelasi
positif antara ketebalan lapisan lipid film air mata dan MG yang dapat diekspresikan
menunjukkan bahwa ketebalan lapisan lipid yang rendah menunjukkan kemungkinan MGD
yang tinggi.5,8
Perubahan morfologi MG dan pelepasan kelenjar dapat dinilai menggunakan
meiboskopi. Ini dilakukan dengan transiluminasi melalui kulit dan mengamati siluet kelenjar
melalui sisi mukosa yang terbalik. Dokumentasi foto yang sama disebut meibografi. Kerugian
dari metode transiluminasi adalah mungkin membosankan dan memakan waktu. Meibografi
nonkontak menerapkan prinsip yang sama tetapi lebih mudah dan lebih cepat daripada
transiluminasi. Ini menggunakan filter transmisi inframerah yang terpasang pada lampu celah
dan kamera video. Foto-foto diambil, dan morfologi MG dan dropout kemudian dianalisis.
Kemajuan terbaru dalam teknologi sekarang termasuk sistem seluler, genggam, berbentuk pena
dengan dioda pemancar cahaya inframerah yang dipasang pada kamera, yang memungkinkan
pengambilan video dan gambar yang kualitasnya sebanding dengan sistem meibografi
sebelumnya. Lebih mudah dan dapat diterapkan untuk pemeriksaan MG pada pasien dari segala
usia.5,8
Keratografi memungkinkan penilaian visual topografi permukaan kornea, memungkinkan
analisis stabilitas film air mata dengan membandingkan ketidakteraturan dalam gambar yang
direkam. Selain mengevaluasi TBUT, keratografi dapat memeriksa MG, tinggi meniskus air
mata, dan lapisan lipid. Mikroskopi confocal pemindaian laser in vivo adalah teknik kontak
yang dapat digunakan untuk memeriksa struktur mikro unit asinar MG dan mengukur
ukurannya.5,8

20
Tabel 1. Gejala dan tanda klinis blefaritis.8

2.8 DIAGNOSIS BANDING BLEFARITIS


Tabel 2. Diagnosis banding blefaritis.9,10

21
2.9 TATALAKSANA BLEFARITIS
Ada bukti terbatas untuk mendukung protokol pengobatan tertentu untuk blepharitis.
Pasien harus diberi tahu bahwa kesembuhan permanen tidak mungkin terjadi, tetapi
pengendalian gejala biasanya mungkin dilakukan. Perawatan penyakit anterior dan posterior
secara umum serupa untuk kedua jenis, khususnya mengingat bahwa mereka umumnya hidup
berdampingan, tetapi beberapa perawatan cukup spesifik untuk satu atau yang lain. 1,8

a) Kebersihan kelopak mata, dapat dilakukan sekali atau dua kali sehari pada awalnya;
kepatuhan dan teknik sangat bervariasi.
• Kompres hangat pertama-tama harus diterapkan selama beberapa menit untuk
melembutkan kerak di dasar bulu mata.
• Pembersihan tutup selanjutnya dilakukan untuk menghilangkan kerak dan kotoran
lainnya secara mekanis, menggosok tepi tutup dengan cotton bud atau kain muka bersih

22
yang dicelupkan ke dalam larutan encer sampo bayi atau natrium bikarbonat yang
hangat.
• Bantalan yang diresapi sabun/alkohol yang diproduksi secara komersial untuk
menggosok tutup tersedia dan seringkali sangat efektif, tetapi berhati-hatilah agar tidak
menyebabkan iritasi mekanis.
• Ketika penyakit kelenjar meibom substansial hadir, rejimen dapat mencakup ekspresi
akumulasi meibum dengan memutar jari ke depan di atas batas.
• Tindakan kebersihan tutup yang diduga terhadap Demodex adalah melalui pencegahan
reproduksi.
• Kebersihan tutup dapat dilakukan lebih jarang karena kondisinya dapat dikendalikan.
b) Antibiotik
• Asam natrium fusidik topikal, eritromisin, basitrasin, azitromisin, atau kloramfenikol
digunakan untuk mengobati folikulitis aktif pada penyakit anterior dan kadang-kadang
digunakan untuk waktu yang lama. Setelah kebersihan kelopak, salep harus digosokkan
ke tepi kelopak anterior dengan cotton bud atau jari bersih.
• Regimen antibiotik oral meliputi doksisiklin (50–100 mg dua kali sehari selama 1
minggu dan kemudian setiap hari selama 6–24 minggu), tetrasiklin lain, atau
azitromisin (500 mg setiap hari selama 3 hari selama tiga siklus dengan interval 1
minggu); antibiotik dianggap mengurangi kolonisasi bakteri dan mungkin juga
memberikan efek lain seperti pengurangan produksi lipase stafilokokus dengan
tetrasiklin. Tetrasiklin mungkin lebih efektif dalam pengobatan penyakit posterior, dan
azitromisin di anterior. Tetrasiklin tidak boleh digunakan pada anak di bawah usia 12
tahun atau pada wanita hamil atau menyusui karena terdeposit dalam pertumbuhan
tulang dan gigi; pasien juga harus menyadari kemungkinan peningkatan sensitivitas
matahari. Eritromisin 250 mg sekali atau dua kali sehari merupakan alternatif.
c) Suplemen tanaman dan minyak ikan telah terbukti sangat bermanfaat dalam beberapa
kasus.
d) Steroid topikal. Persiapan potensi rendah seperti fluorometholon 0,1% atau loteprednol
empat kali sehari selama 1 minggu berguna pada pasien dengan peradangan aktif yang
substansial, terutama konjungtivitis papiler; kadang-kadang persiapan kekuatan yang lebih
tinggi digunakan.
e) Pengganti air mata dan perawatan mata kering lainnya biasanya bermanfaat untuk
insufisiensi dan ketidakstabilan air mata terkait.

23
f) Minyak pohon teh telah disarankan sebagai pengobatan, terutama berdasarkan
kemungkinan aktivitasnya terhadap infestasi Demodex; sarana dan rejimen yang optimal
belum ditetapkan tetapi pembersihan kelopak mata, alis dan kulit periokular sekali sehari
dengan scrub 50% dan aplikasi salep 5% telah dijelaskan. Permethrin topikal dan topikal
(krim 1%) atau oral (dua dosis 200 µg/kg dengan jarak 1 minggu) ivermectin juga telah
digunakan oleh beberapa praktisi. Membersihkan tempat tidur dengan suhu tinggi,
penggunaan sampo pohon teh dan sabun wajah, dan merawat pasangan pasien semuanya
dapat membantu mengurangi kekambuhan.
g) Terapi baru meliputi siklosporin topikal, aplikasi cahaya berdenyut, dan perangkat yang
dirancang khusus untuk memeriksa, memanaskan, dan/atau mengekspresikan kelenjar
meibom (mis. Lipiflow ™) pada penyakit posterior.
h) Komplikasi ditangani secara khusus.

Blefaritis bakteri harus segera diobati, seperti di bawah ini, untuk menghindari komplikasi dan
gejala sisa:

1. Kebersihan tutup sangat penting setidaknya dua kali sehari dan harus mencakup:
- Kompres hangat selama 5–10 menit untuk melunakkan kerak,
- Penghilangan kerak dan pembersihan tepi tutup dengan bantuan cotton buds yang
dicelupkan ke dalam sampo bayi encer atau larutan natrium bikarbonat 3%.
- Hindari menggosok mata atau meraba kelopak mata.
2. Antibiotik harus digunakan seperti di bawah ini:
- Salep mata harus dioleskan pada batas palpebra, segera setelah krusta diangkat.
- Tetes mata antibiotik harus digunakan 3-4 kali sehari.
- Antibiotik oral seperti eritromisin atau doksisiklin mungkin berguna pada pasien
yang tidak responsif dan mereka yang mengalami komplikasi hordeola eksternal
dan abses folikel bulu mata.
3. Steroid topikal (lemah) seperti fluoromethalon mungkin diperlukan pada pasien dengan
konjungtivitis papiler, keratitis marginal, dan fliktenulosis.
4. Pelumas okular, yaitu tetes air mata buatan, diperlukan untuk ketidakstabilan lapisan
air mata dan mata kering.

24
Perawatan blefaritis seboroik atau skuamosa meliputi:

1. Tindakan umum termasuk peningkatan kesehatan dan diet seimbang.


2. Seborrhoea terkait pada kulit kepala harus ditangani secara adekuat.
3. Tindakan lokal meliputi penghilangan sisik dari tepi palpebra dengan bantuan larutan
suam-suam kuku dari soda bicarb 3% atau sampo bayi dan penggunaan salep mata
antibiotik dan steroid yang sering pada batas palpebra.
4. Antibiotik, seperti dijelaskan di atas pada blefaritis bakteri, mungkin diperlukan pada
pasien dengan blefaritis seboroik dan bakteri campuran.

2.10 KOMPLIKASI BLEFARITIS


Konjungtivitis dan keratitis dapat terjadi sebagai komplikasi dari blepharitis dan
memerlukan perawatan tambahan selain terapi batas kelopak mata. Solusi antibiotik-
kortikosteroid dapat sangat mengurangi peradangan dan gejala konjungtivitis. Infiltrat kornea
juga dapat diobati dengan tetes antibiotik-kortikosteroid. Ulkus marginal yang kecil dapat
diobati secara empiris, tetapi ulkus yang lebih besar, parasentral, atau atipikal harus dikikis dan
spesimen dikirim untuk slide diagnostik dan untuk kultur dan uji sensitivitas. Komplikasi
steroid topikal seperti katarak, glaukoma, dan reaktivasi virus harus dipantau. 9

Peradangan berulang dan jaringan parut dari blepharitis dapat meningkatkan penyakit
posisi kelopak mata. Trichiasis dan lekukan kelopak mata dapat menyebabkan keratitis dan
gejala yang parah. Kondisi ini seringkali sangat rentan terhadap langkah-langkah manajemen
sederhana. Trichiasis diobati dengan pencukuran bulu, penghancuran folikel melalui arus
listrik, laser, atau cryotherapy, atau dengan eksisi bedah. Entropion atau ektropion dapat
berkembang dan memperumit situasi klinis.9

2.11 PROGNOSIS BLEFARITIS


Secara keseluruhan, prognosis untuk pasien dengan blepharitis baik hingga sangat baik.
Blepharitis hanya menyebabkan morbiditas yang signifikan pada sebagian kecil pasien. Untuk
sebagian besar, itu tetap lebih merupakan penderitaan simtomatik daripada ancaman nyata bagi
kesehatan dan fungsi mereka. Pasien dengan blepharitis kronis mengalami banyak
ketidaknyamanan dan penderitaan yang dapat sangat mengurangi kesejahteraan dan
kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas hidup dan kerja sehari-hari.10

25
BAB III

KESIMPULAN

Blefaritis adalah peradangan pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada
kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Blefaritis secara garis besar dibagi
menjadi blefaritis anterior dan posterior. Blefaritis anterior melibatkan peradangan pada margin
palpebra di anterior garis abu-abu dan terkonsentrasi di sekitar bulu mata dan folikel rambut.
Ini mungkin disertai dengan puing-puing skuamosa, ketombe, dan kerah di sekitar bulu mata.
Blefaritis posterior melibatkan peradangan di bagian belakang garis abu-abu, yang mungkin
memiliki berbagai penyebab, termasuk disfungsi kelenjar meibom (MGD) dan konjungtivitis.

Evaluasi awal pasien dengan gejala dan tanda sugestif blepharitis harus mencakup
aspek yang relevan dari evaluasi mata medis yang komprehensif. Diagnosis blepharitis
biasanya didasarkan pada riwayat pasien yang khas dan temuan biomikroskopik slit-lamp yang
khas. Tes tambahan seperti pengambilan kultur mikrobiologi kelopak mata dan konjungtiva,
pencitraan kelenjar meibom dinamis, dan pencabutan bulu mata untuk pemeriksaan dengan
mikroskop cahaya untuk identifikasi/konfirmasi infestasi Demodex dapat membantu. Menjaga
higienitas yang baik dapat mengontrol tanda dan gejala dari blefaritis dan mengurangi risiko
terjadinya komplikasi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. Hal. 89-97
2. Nema HV, Nema N. Textbook of ophthalmology. 5th Ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2008.p.389-92.
3. Netter FH. Atlas of human anatomy. 6thed. Philadelphia : Elsevier;2014. p. 83
4. Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th Ed. China:
Elsevier; 2016. Pg. 30-8.
5. Isteitiya J, Rathod NG, Fernandez KB, Asbell PA. Blepharitis. In: Ophtalmology. Yanoff
M, Duker JS, editors. 5th Ed. Edinburgh: Elsevier; 2019. Pg. 177-80.
6. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 7th Ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2010.p 365-8.
7. Sullivan JH, Shetral DJ, Whitcher JP. Palpebra, apparatus lakrimalis dan air mata. Dalam:
Vaughan & asbury oftalmologi umum. Riordan-eva P, Whistcher JP, editors. Pendit BU,
Susanto D, Penerjemah. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2007. hal. 79 – 80.
8. American Academy of Ophthalmology. Blepharitis preferred practice pattern. 1 st ed. San
Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2018.
9. Putnam CM. Diagnosis and management of blepharitis: an optometrist’s perspective. Clin
Optom. 2016;8:71-78. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6095371/
10. Lowery RS. Adult Blepharitis. Emedscape. [Update 2019 Jan 03];[Cited 2023 April 05].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1211763-overview#a2

27

Anda mungkin juga menyukai