PAPER
CLINICALLY SIGNIFICANT MACULAR EDEMA
Disusun oleh :
Balasaravanan
130100366
Supervisor :
dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M
MEDAN
2019
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
“Clinically Significant Macular Edema” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Vanda
Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi
mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan Clinically Significant Macular
Edema. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi
positif dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan
terima kasih.
Penulis
i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Anatomi Retina ............................................................................ 3
2.1.1 Epitel Pigmen Retina ................................................................ 3
2.1.2 Lapisan Retina Sensoris ............................................................ 4
2.1.3 Makula ...................................................................................... 6
2.2 Retinopati diabetikum ................................................................. 8
2.2.1 Definisi ...................................................................................... 8
2.2.2 Klasifikasi ................................................................................. 8
2.3 Edema Makula yang Signifikan secara Klinis (CSME) .............. 10
2.3.1 Definisi ...................................................................................... 10
2.3.2 Epidemiologi ............................................................................. 11
2.3.3 Faktor Resiko ............................................................................ 11
2.3.4 Patofisiologi .............................................................................. 12
2.3.5 Manifestasi Klinis ..................................................................... 12
2.3.6 Diagnosis................................................................................... 13
2.3.7 Diagnosis Banding .................................................................... 17
2.3.8 Penatalaksanaan ........................................................................ 18
2.3.9 Komplikasi ................................................................................ 20
2.3.10 Prognosis ................................................................................. 21
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23
LAMPIRAN
ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
BAB I
PENDAHULUAN
1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
(CNV), subretinal fibrosis dan hilangnya bidang visual. 4,5,9 Tiga kriteria CSME
diadopsi oleh para peneliti ETDRS: (1) adanya penebalan retina yang terjadi
dalam 500 µm dari pusat foveal, (2) eksudat lipid dalam 500 µm dari pusat foveal
dengan penebalan yang berdekatan, dan (3) area penebalan > 1 area disk Studi
Fotokoagulasi Makula (DA; 1 DA = 1.767 mm2) dalam 1 diameter disk (1,5 mm)
dari pusat foveal. 1,4
Di antara studi berbasis populasi, prevalensi DME di antara pasien
dengan diabetes tipe 1 adalah antara 4,2 dan 7,9%. Pada pasien dengan diabetes
tipe 2 didapati antara 1,4 dan 12,8%. Dalam studi yang tersebut juga didapati
tidak ada perbedaan prevalensi DME antara populasi Barat atau Timur yang dapat
diamati. Pada pasien dengan diabetes yang baru didiagnosis, prevalensi DME
yang diamati hampir tidak ada, dengan studi melaporkannya berada dalam 0
hingga 0,8%.4,6
Berbagai modalitas pencitraan dapat digunakan untuk membantu
mendiagnosis dan memantau perkembangan CSME, terutama fluorescein
angiography (FA) dan optical coherence tomography (OCT). OCT angiography
(OCTA) pula adalah alat noninvasif yang relatif baru yang memungkinkan
visualisasi simultan pembuluh darah retina dan mikrostruktur. Itu dilakukan
dengan memetakan pergerakan eritrosit melalui sinyal dekorelasi hubungan antara
4,7
pemindaian OCT B berurutan pada salib yang sama. Perburukan retinopati
diabetik, kejadian retinopati diabetik proliferatif, dan insidensi edema makula
sebagaimana dapat dinilai melalui penilaian foto fundus film stereo berwarna. 1,8
Fotokoagulasi laser makula yang diusulkan oleh ETDRS adalah
pengobatan standar untuk DME. Pada kelompok yang diobati, risiko kehilangan
penglihatan sedang berkurang secara signifikan pada pasien dengan CSME, tetapi
tidak pada pasien tanpa CSME. Maka, peneliti merekomendasikan bahwa
fotokoagulasi laser harus dipertimbangkan untuk semua mata dengan CSME.
Selain itu, terdapat berbagai jenis pengobatan lain yang digunakan untuk DME,
antaranya kortikosteroid, terapi anti-VEGF, Vitrectomy dan Ambang
fotokoagulasi laser diode mikropulse (SMDLP). 1,2,10,11
2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
koroid yang kaya vaskularisasi. Apabila terjadi infeksi, epitel pigmen retina juga
berfungsi sebagai sawar agar kuman tidak menginfeksi bagian dalam bola mata.
Epitel pigmen retina melekat di membran basal yang disebut membran Bruch.
RPE juga sangat berperan dalam metabolisme vitamin A, regenerasi siklus visual,
fagositosis & degradasi ujung fotoreseptor segmen luar, absorbsi kelebihan sinar,
pertukaran panas, sekresi matriks interselular fotoreseptor, serta transpor aktif
material dari kapiler koroid ke ruang subretina. 12,13,14
Adanya struktus 9 lapis secara histologis ini disebabkan oleh letak sel-sel
dan serabut saraf yang membentuk retina sensoris; yaitu sel-sel fotoreseptor, sel-
sel bipolar, sel-sel Muller, dan sel-sel horizontal. 12,13,14
4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
Bagian retina yang mengandung sel-sel epitel dan retina sensoris disebut
pars optika retina yang artinya bagian yang berfungsi untuk penglihatan. Bagian
retina yang mengandung sel-sel epitel pigmen yang meluas dari ora serrata hingga
tepi belakang pupil disebut sebagai pars seka retina yang berarti bagian “buta”,
dan hal ini harus dibedakan dengan “bintik buta”. 12,13,14
Pada retina terdapat daerah yang penting untuk diskriminasi visual yang
disebut makula lutea (bintik kuning), atau disebut sebagai fovea, yang terletak 3,5
mm di temporal papil nervus II. Makula lutea mempunyai serabut saraf yang
sangat banyak yang menuju ke papil nervus II, sehingga makula lebih terlindung
dari kerusakan yang mungkin terjadi pada retina. Berkas serabut saraf dari makula
ke papil disebut sebagai berkas papilomakular. 12,13,14
5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
Pada retina terdapat dua macam reseptor, yaitu sel konus (sel kerucut) dan
sel basilus (sel batang/tongkat). Pada segmen luar sel konus terdapat tumpukan
sakulus, sedangkan pada sel basilus terdapat cakram. Sakulus dan cakram
mengandung pigmen fotosensitif. Segmen dalam sel konus dan basilus kaya akan
mitokondria. Segmen luar basilus diperbarui dengan pembentukan cakram baru
pada tepi dalam segmen dan cakram lama akan difagositosis oleh sel epitel
pigmen retina. Pada penyakit retinitis pigmentosa proses fagositosis ini
mengalami gangguan (cacat) sehingga lapisan debris tertimbun diantara reseptor
dan epitel pigmen. Dengan berlalunya waktu pasien akan mengalami penyempitan
lapangan pandang. Proses pembaruan sel-sel kerucut lebih difus. 12,13,14
2.1.3 Makula
Makula merupakan bagian neurosensori yang ada di retina. Makula
terletak di bagian posterior dari retina dan mengandung banyak xantofil sehingga
bagian ini biasa disebut dengan bintik kuning (yellow spot). Secara histology,
makula tersusun atas dua lapis atau lebih sel ganglion yang berdiameter 5-6 mm
dan terletak di antara arkus vaskularisasi temporal. Oksigenisasi karetenoid, lutein
dan zeaxantin, berakumulasi di bagian tengah dari makula menyebabkan makula
berwarna kuning. Karatenoid ini merupakan antioksidan dan memiliki
kemampuan untuk menyaring gelombang cahaya sehingga dapat melindungi mata
dari kerusakan akibat cahaya yang masuk. 13,15
6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
menjadi dasar penentu untuk penglihatan warna. Berbeda dengan sel kerucut, sel
batang berbentuk batang dengan segmen dalam dan luarnya terdapat di sekitar sel
kerucut dan sel pigmen epithelium retina. Sel batang merupakan sel fotoreseptor
yang mengandung pigmen penglihatan, yaitu rodopsin. Sel batang sangat sensitive
terhadap cahaya hijau-biru dengan gelombang 500 nm. Sel batang memiliki peran
besar dalam penglihatan gelap dikarenakan sensitivitasnya dalam menangkap
gelombang cahaya. 13,15
Gambar 3. Makula
7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) :
1,4,9,16
Sangat berat Sama seperti diatas, dua atau tiga tanda-tanda khas ditemukan.
8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
c) Maculopathy
Edema makula yang signifikan secara klinis (CSME) adalah penebalan pada
retina yang terdapat beberapa kriteria seperti dijumpai penebalan retina pada atau
dalam 500 μm dari pusat makula, terdapat eksudat keras pada atau dalam 500 μm
dari pusat makula dan terdapat penebalan retina 1 area diskus atau lebih besar atau
bagian mana saja yang berjarak 1 diskus diameter tengah makula.
Angiography Fluorescein makulopati diabetik dapat diklasifikasikan
menjadi empat jenis:
Makulopati eksudatif fokal Fluorescein mengungkapkan kebocoran
fokus dengan perfusi makula yang adekuat.
Dijumpai mikroaneurisma, perdarahan,
eksudat keras yang diatur dalam pola
melingkar dengan edema makula dan
Angiografi
Makulopati eksudatif difus Dijumpai edema retina difus, penebalan
pada atau di sekitar makula dengan sedikit
9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
b) Eksudat keras pada atau dalam jarak 500 µm dari pusat makula, jika dikaitkan
dengan penebalan retina yang berdekatan (bukan sisa eksudat keras yang
tersisa setelah hilangnya penebalan retina).
c) Zona penebalan retina merangkumi satu area diskus atau lebih besar atau
bagian mana saja yang berjarak 1 diskus diameter tengah makula.
2.3.2 Epidemiologi
Edema makula yang signifikan secara klinis (CSME) merupakan salah satu
klasifikasi dari retinopati diabetikum. Ianya didefinisikan sebagai penebalan retina
yang melibatkan atau mengancam pusat makula dan dinilai dengan biomikroskopi
lensa kontak stereo atau stereofotografi.
Di antara studi berbasis populasi, prevalensi DME di antara pasien dengan
diabetes tipe 1 adalah antara 4,2 dan 7,9%, manakala, pada pasien dengan diabetes
tipe 2 didapati antara 1,4 dan 12,8%. Dalam studi tersebut juga didapati tidak ada
perbedaan prevalensi DME antara populasi Barat atau Timur yang dapat
diamati.4,6
Dalam satu penelitian oleh Suwal dkk (2015), didapati bahwa 36% dari
populasi studi retinopati diabetikum mempunyai CSME yang meningkat
dibandingkan populasi yang dilaporkan oleh Shrestha (2007)(19,2%), Rajiv R
(2010)(6,27%), Rheab B (2011)(15,1%) dan Thapa R (2014)(5,78%).17 Dalam
studi yang diteliti oleh Relhan dkk pula didapati minimal 5% pasien retinopati
diabetikum yang menderita dengan CSME.18
11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
2.3.4 Patofisiologi
Keadaan hiperglikemik mengawali perubahan patologis pada retinopati diabetik
dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama hiperglikemi memicu terbentuknya
reactive oxygen intermediates (ROI) dan advanced glycation endproducts (AGE).
ROI dan AGE ini merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang
pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin – like
growth factor -1 (IGF-1), dan endotel yang akan memperparah kerusakan. Kedua,
hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan
ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan
akumulasi sorbitol mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan
disfungsi enzim endotel. Ketiga, hiperglikemia dapat mengaktivasi sinyal
transduksi dari interseluler protein kinase C (PKC) yang akan mengaktivasi
Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain. VEGF
menstimulasi ekspresi intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1) yang memicu
pembentukan ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
akan menyebabkan kerusakan sawar pembuluh darah retina, serta trombosis dan
oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi,
hipoksia dan inflamasi pada retina. 16,19
12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
2.3.6 Diagnosis
a) Anamnesis
Dimulai dengan wawancara dengan ditanyakan identitas pasien terlebih
dahulu. Seterusnya, ditanyakan keluhan utama seperti jenis keluhan umum
yang dijumpai, kelainan penglihatan, kelainan penampilan mata dan organ
sekitar dan kelainan sensasi pada mata dan organ sekitar. Dan dilanjutkan
dengan perjalanan keluhan tersebut dengan ditanyakan menurut OLDCART
(Onset, Location, Duration, Characteristic, Aggravating, Relieving, Time). Dan
diikuti dengan menanyakan keluhan tambahan (keluhan yang menyertai
keluhan utama), peristiwa yang menyertai sebelumnya yang mungkin
berhubungan dengan terjadinya keluhan, riwayat pengobatan sekarang, riwayat
penyakit dan penggunaan obat sebelumnya (mata dan sistemik), riwayat pola
hidup dan riwayat penyakit keluarga (terutama yang berhubungan dengan
kelainan mata).
b) Pemeriksaan Fisik 13
i. Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ketajaman/kelainan penglihatan
pada pasien. Terdapat beberapa pemeriksaan visus seperti pemeriksaan
Snellen Chart, pemeriksaan hitung jari, pemeriksaan lambaian tangan,
pemeriksaan refleks cahaya, pinhole test dan pemeriksaan refraksi.
13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
x. Pemeriksaan Iris
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai warna, penebalan dan perlekatan
pada iris.
15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
c) Pemeriksaan Penunjang
i. Fotografi Fundus
Fotografi Fundus memberikan rekaman fotografi dari kutub posterior dan
berguna dalam Program Skrining Diabetik, tetapi bergantung pada penanda
pengganti 2 dimensi dari penebalan makula karena tidak dapat mengukur
penebalan aktual.1,9,20,21
16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
2.3.8 Penatalaksanaan
a) Non Farmakologi
i. Kontrol kadar gula darah
Kontrol glikemik yang ketat mengurangi kejadian dan perkembangan
retinopati diabetik. The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT)
menunjukkan bahwa pada penderita diabetes tipe 1 kontrol glikemik yang
efektif mengurangi kejadian retinopati diabetik sebesar 76% dan
perkembangan retinopati diabetik sebesar 54%. Demikian pula United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) melaporkan pengurangan
komplikasi mikrovaskuler, sebesar 25% dan kebutuhan untuk fotokoagulasi
laser sebesar 29% pada penderita diabetes tipe 2. 1,17
18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
c) Teknik Pembedahan
i. Bedah Laser Fotokoagulasi
Fotokoagulasi laser mengurangi risiko kehilangan penglihatan jangka
pendek dan jangka panjang dari CSME. Laser koagulasi atau bedah laser
19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
2.3.9 Komplikasi
a) Perdarahan vitreous
Kondisi ini terjadi bila darah masuk ke bagian tengah mata, akibat pecahnya
pembuluh darah yang baru terbentuk. Apabila darah yang bocor hanya sedikit,
pasien hanya akan melihat noda yang melayang (floaters). Namun bila darah
yang bocor cukup banyak, penglihatan pasien akan terhalang sepenuhnya.
20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
2.3.10 Prognosis
Prognosis CSME biasanya buruk. Visi sentral sangat dipengaruhi jika area makula
terlibat. Ada peningkatan risiko kehilangan penglihatan selama 2 tahun dalam
kasus perdarahan vitreous, neovaskularisasi, glaukoma sekunder, pembentukan
katarak, dan makulopati.1
21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
BAB III
KESIMPULAN
Edema makula yang signifikan secara klinis (CSME) merupakan salah satu
klasifikasi dari retinopati diabetikum. Retinopati diabetikum adalah penyebab
utama gangguan penglihatan pada pasien diabetes dan merupakan penyebab
utama kebutaan di masyarakat. Menurut ETDRS, CSME terjadi apabila terdapat
salah satu dari tiga karakteristik berikut : penebalan retina pada atau dalam jarak
500 µm dari pusat macula, eksudat keras pada atau dalam jarak 500 µm dari pusat
makula, dan zona penebalan retina 1 area diskus atau lebih besar maupun bagian
mana saja yang berjarak 1 diskus diameter tengah makula.
Bagi menegakkan diagnosis, seperti biasa pasien harus dianamnesis
terlebih dahulu untuk medapat tahu keluhan yang dialami. Seterusnya, harus
dilakukan pemeriksaan fisik mata untuk menilai gangguan penglihatan pada
pasien. Bagi pemeriksaan lanjutan terdapat beberapa jenis pemeriksaan seperti
fotografi fundus, Tomografi Koherensi Optik (OCT) dan Fundus Fluorescein
Angiography (FFA) untuk menilai bagian dalam mata.
Setelah menegakkan diagnosis dengan CSME, pasien disarankan untuk
kontrol kadar gula darah, kontrol hipertensi, kontrol lipid dan tidak merokok agar
tidak memperberat keluhan. Justru, untuk penatalaksanaan boleh diberikan
tatalaksana awal dengan farmakoterapi seperti pengobatan anti-VEGF atau steroid
intraokular dan untuk pembedahan boleh dilakukan fotokoagulasi laser atau
vitrektomi.
22
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
Daftar Pustaka
23
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366
15. Septadina IS. Perubahan Anatomi Bola Mata pada Penderita Diabetes
Mellitus. Majalah Kedokteran Sriwijaya. 2015 Jan 4;47(2):139-43.
16. Khurana AK, Khurana B. Comprehensive Ophthalmology: With
Supplementary Book-Review of Ophthalmology. JP Medical Ltd. 2015
Aug 31. Hal 249-286.
17. Suwal B, Shrestha JK, Joshi SN, Sharma AK. Diabetic retinopathy with or
without clinically significant macular edema: The influencing factors.
Nepalese Journal of Ophthalmology. 2015;7(2):142-7.
18. Relhan N, Flynn HW. The Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
historical review and relevance to today's management of diabetic macular
edema. Current opinion in ophthalmology. 2017 May 1;28(3):205-12.
19. Rudnisky CJ, Tennant MT, de Leon AR, Hinz BJ, Greve MD. Benefits of
stereopsis when identifying clinically significant macular edema via
teleophthalmology. Canadian journal of ophthalmology. 2006 Dec
1;41(6):727-32.
20. Davey P. Ophthalmology-Current Clinical and Research Updates. Intech,
Crotia. September 2014. Hal 3-30.
21. James B, Benjamin L. E-Book-Ophthalmology: Investigation and
Examination Techniques. Elsevier Health Sciences; 2006 Aug 24. Hal
211-239.
22. James B, Bron AJ. Lecture Notes Ophthalmology 11th Ed. John Wiley &
Sons, UK ; 2011. Hal 166-208.
23. Dhoot DS, Baker K, Saroj N, Vitti R, Berliner AJ, Metzig C, Thompson
D, Singh RP. Baseline factors affecting changes in diabetic retinopathy
severity scale score after intravitreal aflibercept or laser for diabetic
macular edema: post hoc analyses from VISTA and VIVID.
Ophthalmology. 2018 Jan 1;125(1):51-6.
24