Anda di halaman 1dari 27

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

PAPER
CLINICALLY SIGNIFICANT MACULAR EDEMA

Disusun oleh :
Balasaravanan
130100366

Supervisor :
dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
“Clinically Significant Macular Edema” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Vanda
Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi
mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan Clinically Significant Macular
Edema. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi
positif dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan
terima kasih.

Medan, Maret 2019

Penulis

i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Anatomi Retina ............................................................................ 3
2.1.1 Epitel Pigmen Retina ................................................................ 3
2.1.2 Lapisan Retina Sensoris ............................................................ 4
2.1.3 Makula ...................................................................................... 6
2.2 Retinopati diabetikum ................................................................. 8
2.2.1 Definisi ...................................................................................... 8
2.2.2 Klasifikasi ................................................................................. 8
2.3 Edema Makula yang Signifikan secara Klinis (CSME) .............. 10
2.3.1 Definisi ...................................................................................... 10
2.3.2 Epidemiologi ............................................................................. 11
2.3.3 Faktor Resiko ............................................................................ 11
2.3.4 Patofisiologi .............................................................................. 12
2.3.5 Manifestasi Klinis ..................................................................... 12
2.3.6 Diagnosis................................................................................... 13
2.3.7 Diagnosis Banding .................................................................... 17
2.3.8 Penatalaksanaan ........................................................................ 18
2.3.9 Komplikasi ................................................................................ 20
2.3.10 Prognosis ................................................................................. 21
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23
LAMPIRAN

ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retinopati diabetik (DR) mengacu pada perubahan retina yang terjadi pada pasien
dengan diabetes mellitus. Dengan meningkatnya harapan hidup pada pasien
diabetes, kejadian retinopati diabetik telah meningkat. Ini adalah penyebab utama
kebutaan di masyarakat. Retinopati diabetik terjadi setelah penyakit ini
berlangsung sekitar 10 tahun dan biasanya terjadi pada pasien setelah usia 20
tahun. Kehadiran retinopati tidak terkait dengan prognosis diabetes dan harapan
hidup malah sering dikaitkan dengan retinopati arteriosklerotik dan hipertensi.1
Edema makula diabetik (DME) adalah bentuk khusus retinopati diabetik
dan merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes yang sangat spesifik pada
mata. DME adalah penebalan retina dalam dua diameter saraf optik dari pusat
makula, yang secara fungsional merupakan bagian paling penting dari mata.
Perubahan struktural DME ditandai dengan akumulasi cairan dan eksudat keras di
pleksiformis luar dan lapisan inti dalam makula dan pembentukan ruang cairan
sistoid berlapis cairan. 2 Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa faktor resiko
yang mungkin untuk retinopati termasuk lama diabetes, kontrol glikemik, usia
onset diabetes, hipertensi sistemik, fungsi ginjal / nefropati, massa tubuh, jenis
kelamin, status antigen leukosit manusia, merokok, dan peningkatan lipid darah.
1,2,3,8

Edema makula yang signifikan secara klinis (CSME) didefinisikan


sebagai penebalan retina yang melibatkan atau mengancam pusat makula (bahkan
jika ketajaman visual tidak berkurang) dan dinilai dengan biomikroskopi lensa
kontak stereo atau stereofotografi. Dalam studi perawatan dini Retinopati Diabetik
(ETDRS), fotokoagulasi laser makula digunakan untuk mengurangi resiko
kehilangan penglihatan pada pasien diabetes dengan edema makula yang
signifikan secara klinis (CSME). Protokol fotokoagulasi konvensional ini efektif
untuk mengobati CSME, tetapi dapat menyebabkan bekas luka laser yang terlihat
membesar pasca operasi dan komplikasi yang termasuk neovaskularisasi koroid

1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

(CNV), subretinal fibrosis dan hilangnya bidang visual. 4,5,9 Tiga kriteria CSME
diadopsi oleh para peneliti ETDRS: (1) adanya penebalan retina yang terjadi
dalam 500 µm dari pusat foveal, (2) eksudat lipid dalam 500 µm dari pusat foveal
dengan penebalan yang berdekatan, dan (3) area penebalan > 1 area disk Studi
Fotokoagulasi Makula (DA; 1 DA = 1.767 mm2) dalam 1 diameter disk (1,5 mm)
dari pusat foveal. 1,4
Di antara studi berbasis populasi, prevalensi DME di antara pasien
dengan diabetes tipe 1 adalah antara 4,2 dan 7,9%. Pada pasien dengan diabetes
tipe 2 didapati antara 1,4 dan 12,8%. Dalam studi yang tersebut juga didapati
tidak ada perbedaan prevalensi DME antara populasi Barat atau Timur yang dapat
diamati. Pada pasien dengan diabetes yang baru didiagnosis, prevalensi DME
yang diamati hampir tidak ada, dengan studi melaporkannya berada dalam 0
hingga 0,8%.4,6
Berbagai modalitas pencitraan dapat digunakan untuk membantu
mendiagnosis dan memantau perkembangan CSME, terutama fluorescein
angiography (FA) dan optical coherence tomography (OCT). OCT angiography
(OCTA) pula adalah alat noninvasif yang relatif baru yang memungkinkan
visualisasi simultan pembuluh darah retina dan mikrostruktur. Itu dilakukan
dengan memetakan pergerakan eritrosit melalui sinyal dekorelasi hubungan antara
4,7
pemindaian OCT B berurutan pada salib yang sama. Perburukan retinopati
diabetik, kejadian retinopati diabetik proliferatif, dan insidensi edema makula
sebagaimana dapat dinilai melalui penilaian foto fundus film stereo berwarna. 1,8
Fotokoagulasi laser makula yang diusulkan oleh ETDRS adalah
pengobatan standar untuk DME. Pada kelompok yang diobati, risiko kehilangan
penglihatan sedang berkurang secara signifikan pada pasien dengan CSME, tetapi
tidak pada pasien tanpa CSME. Maka, peneliti merekomendasikan bahwa
fotokoagulasi laser harus dipertimbangkan untuk semua mata dengan CSME.
Selain itu, terdapat berbagai jenis pengobatan lain yang digunakan untuk DME,
antaranya kortikosteroid, terapi anti-VEGF, Vitrectomy dan Ambang
fotokoagulasi laser diode mikropulse (SMDLP). 1,2,10,11

2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina


Lapisan mata dari luar ke dalam berturut-turut adalah sklera (warna putih), lapisan
koroid, dan yang paling dalam retina. Retina merupakan 2/3 bagian dari dinding
dalam bola mata, lapisannya transparan, dan tebalnya kira-kira 1 mm. Retina
merupakan membran tipis, bening, berbentuk seperti jaring (karenanya disebut
juga sebagai selaput jala), dan metabolisme oksigen-nya sangat tinggi. Retina
sebenarnya merupakan bagian dari otak karena secara embriologis berasal dari
penonjolan otak. Dengan demikian nervus optikus sebenarnya merupakan suatu
traktus dan bukan “nervus” yang sebenarnya. Susunan histologis retina diuraikan
sebagai berikut. 12,13,14

Gambar 1. Anatomi Retina


2.1.1 Epitel pigmen retina
Lapisan ini merupakan lapisan terluar, terdiri atas satu lapis, dan lebih melekat
erat pada koroid dibandingkan pada retina di sebelah dalamnya. Pada ablasi retina
terjadi pemisahan antara lapisan retina sensoris dan epitel pigmen ini. Epitelnya
berbentuk kuboid, dan mengandung pigmen melanin. Di daerah makula sel-selnya
lebih kecil, namun mengandung lebih banyak melanin. Inilah yang menyebabkan
makula tampak lebih gelap pada pemeriksaan oftalmoskopi. RPE berfungsi
sebagai sawar luar darah-retina. Epitel ini berdekatan letaknya dengan lapisan

3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

koroid yang kaya vaskularisasi. Apabila terjadi infeksi, epitel pigmen retina juga
berfungsi sebagai sawar agar kuman tidak menginfeksi bagian dalam bola mata.
Epitel pigmen retina melekat di membran basal yang disebut membran Bruch.
RPE juga sangat berperan dalam metabolisme vitamin A, regenerasi siklus visual,
fagositosis & degradasi ujung fotoreseptor segmen luar, absorbsi kelebihan sinar,
pertukaran panas, sekresi matriks interselular fotoreseptor, serta transpor aktif
material dari kapiler koroid ke ruang subretina. 12,13,14

2.1.2 Lapisan retina sensoris


Lapisan ini jauh lebih tebal dibandingkan dengan epitel pigmen retina. Lapisan ini
dimulai dari saraf optik hingga ora serrata. Tebal retina pada polus posterior 0,23
mm dan pada ora serrata 0,1 mm. Lapisan-lapisan retina adalah: 3 lapisan yang
berisi badan sel neuron (GCL, INL, ONL), 2 lapisan yang berisi sinapsis akson
neuron-neuron tersebut (IPL, OPL), 2 lapisan membran limitan (ILM, OLM), 1
lapis serabut saraf, merupakan akson neuron orde III (NFL), dan 1 lapis epitel
pigmen retina (RPE). Berikut adalah skema lapisan-lapisan tersebut. 12,13,14

Gambar 2. Lapisan Retina

Adanya struktus 9 lapis secara histologis ini disebabkan oleh letak sel-sel
dan serabut saraf yang membentuk retina sensoris; yaitu sel-sel fotoreseptor, sel-
sel bipolar, sel-sel Muller, dan sel-sel horizontal. 12,13,14

4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

Bagian retina yang mengandung sel-sel epitel dan retina sensoris disebut
pars optika retina yang artinya bagian yang berfungsi untuk penglihatan. Bagian
retina yang mengandung sel-sel epitel pigmen yang meluas dari ora serrata hingga
tepi belakang pupil disebut sebagai pars seka retina yang berarti bagian “buta”,
dan hal ini harus dibedakan dengan “bintik buta”. 12,13,14

Pada retina terdapat daerah yang penting untuk diskriminasi visual yang
disebut makula lutea (bintik kuning), atau disebut sebagai fovea, yang terletak 3,5
mm di temporal papil nervus II. Makula lutea mempunyai serabut saraf yang
sangat banyak yang menuju ke papil nervus II, sehingga makula lebih terlindung
dari kerusakan yang mungkin terjadi pada retina. Berkas serabut saraf dari makula
ke papil disebut sebagai berkas papilomakular. 12,13,14

Retina berfungsi menerima cahaya dan merubahnya jadi sinyal


elektrokimiawi, untuk selanjutnya meneruskan sinyal tersebut ke otak. Retina
terdiri dari 3 macam sel saraf (neuron) yang berperan dalam meneruskan impuls
penglihatan. Sel-sel tersebut adalah sel – sel fotoreseptor (konus dan basilus), sel
horizontal dan sel bipolar, serta sel ganglion. 12,13,14

Retina mendapat vaskularisasi dari lamina koriokapilaris koroid dan


arteria retina sentralis. Lamina koriokapilaris koroid memberi makan lapisan
epitel pigmen retina dan sel-sel fotoreseptor. Pembuluh darahnya mempunyai
endotel berjendela (fenestrated) yang menyebabkan dapat bocornya protein
serum. 12,13,14

Arteri retina sentralis memberi makan neuron II (sel horizontal dan


bipolar) dan neuron III (sel-sel ganglion). Pembuluh darah arteri ini mempunyai
endotel yang tersusun rapat (berperan sebagai sawar dalam darah-retina) dan vasa-
vasa cabangnya terletak di lapisan serabut saraf retina. Arteri retina sentralis
masuk bersama dengan n. optikus di daerah yang disebut sebagai papil nervus
optikus atau diskus optikus (warnanya lebih terang dari daerah sekitarnya pada
oftalmoskopi). Dari sini, arteri tersebut bercabang-cabang. 12,13,14

5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

Pada retina terdapat dua macam reseptor, yaitu sel konus (sel kerucut) dan
sel basilus (sel batang/tongkat). Pada segmen luar sel konus terdapat tumpukan
sakulus, sedangkan pada sel basilus terdapat cakram. Sakulus dan cakram
mengandung pigmen fotosensitif. Segmen dalam sel konus dan basilus kaya akan
mitokondria. Segmen luar basilus diperbarui dengan pembentukan cakram baru
pada tepi dalam segmen dan cakram lama akan difagositosis oleh sel epitel
pigmen retina. Pada penyakit retinitis pigmentosa proses fagositosis ini
mengalami gangguan (cacat) sehingga lapisan debris tertimbun diantara reseptor
dan epitel pigmen. Dengan berlalunya waktu pasien akan mengalami penyempitan
lapangan pandang. Proses pembaruan sel-sel kerucut lebih difus. 12,13,14

2.1.3 Makula
Makula merupakan bagian neurosensori yang ada di retina. Makula
terletak di bagian posterior dari retina dan mengandung banyak xantofil sehingga
bagian ini biasa disebut dengan bintik kuning (yellow spot). Secara histology,
makula tersusun atas dua lapis atau lebih sel ganglion yang berdiameter 5-6 mm
dan terletak di antara arkus vaskularisasi temporal. Oksigenisasi karetenoid, lutein
dan zeaxantin, berakumulasi di bagian tengah dari makula menyebabkan makula
berwarna kuning. Karatenoid ini merupakan antioksidan dan memiliki
kemampuan untuk menyaring gelombang cahaya sehingga dapat melindungi mata
dari kerusakan akibat cahaya yang masuk. 13,15

Bagian tengah makula adalah fovea sentralis yang secara anatomis


tersusun atas sel-sel fotoreseptor yang bertanggung jawab atas penglihatan warna
dan ketajaman spasial. Terdapat dua jenis sel fotoreseptor, yaitu sel batang (sel
basilus) dan sel kerucut (sel konus). Sel kerucut berbentuk seperti kerucut yang
berbatasan dengan lapisan limitan eksterna retina dan bagian dalam dan luarnya
menonjol ke arah lapisan epithelium retina. Sel kerucut memiliki pigmen
iodopsin. Berdasarkan struktur dari iodopsin, sel kerucut paling maksimal dalam
menangkap cahaya, gelombang panjang (cahaya merah), gelombang menengah
(cahaya hijau) atau gelombang pendek (cahaya biru). Berdasarkan
keanekaragaman gelombang cahaya yang dapat ditangkapnya ini, sel kerucut

6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

menjadi dasar penentu untuk penglihatan warna. Berbeda dengan sel kerucut, sel
batang berbentuk batang dengan segmen dalam dan luarnya terdapat di sekitar sel
kerucut dan sel pigmen epithelium retina. Sel batang merupakan sel fotoreseptor
yang mengandung pigmen penglihatan, yaitu rodopsin. Sel batang sangat sensitive
terhadap cahaya hijau-biru dengan gelombang 500 nm. Sel batang memiliki peran
besar dalam penglihatan gelap dikarenakan sensitivitasnya dalam menangkap
gelombang cahaya. 13,15

Di dalam fovea sentralis terdapat pembuluh retina yang disebut dengan


fovea avascular zone (FAZ). Pusat geometri dari FAZ ini sering digunakan
sebagai pusat dari makula sehingga titik fiksasi dari FAZ menjadi tanda penting
dalam uji fluoresens. Di dalam fovea juga terdapat foveola. Foveola merupakan
daerah berdiameter 0,35 mm yang padat akan sel kerucut. Foveola memiliki
bagian kecil yang terdepresi sehingga membentuk suatu umbo. Fovea dikelilingi
oleh cincin kecil berdiameter 0.5mm yang dikenal sebagai daerah parafoveal. 13,15

Gambar 3. Makula

7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

2.2 Retinopati Diabetikum


2.2.1 Definisi
Retinopati diabetik (DR) mengacu pada perubahan retina yang terjadi pada pasien
dengan diabetes mellitus. Ini adalah penyebab utama kebutaan di masyarakat.
Retinopati diabetik terjadi setelah penyakit ini berlangsung sekitar 10 tahun dan
biasanya terjadi pada pasien setelah usia 20 tahun. Kehadiran retinopati tidak
terkait dengan prognosis diabetes dan harapan hidup malah sering dikaitkan
dengan retinopati arteriosklerotik dan hipertensi. Di negara-negara Barat, DR
adalah penyebab utama kebutaan. 1,16,17

2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) :
1,4,9,16

a) Nonproliferetive Diabetic Retinopathy (NPDR)

Ringan Terdapat beberapa mikroaneurisma, perdarahan retina dan


eksudat keras terlihat pada satu atau dua kuadran.

Sedang Temuan di atas terlihat dalam dua atau tiga kuadran

Berat Temuan di atas terlihat dalam keempat kuadran, setidaknya


terdapat salah satu dari tanda-tanda khas berikut juga ditemukan :
Bintik-bintik kapas, kaliber vena tidak teratur atau anomali
mikrovaskuler intraretinal.

Sangat berat Sama seperti diatas, dua atau tiga tanda-tanda khas ditemukan.

Tabel 1. Nonproliferative Diabetic Retinopathy

8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

b) Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR)

Tanpa karakteristik beresiko tinggi Neovaskularisasi retina; Tidak ada pada


diskus tetapi terlihat di tempat lain
(NVE)

Dengan karakteristik beresiko Terdapat neovaskularisasi peripapilari


tinggi pada diskus (NVD) dengan atau tanpa
perdarahan epiretinal atau vitreus dan
NVE dengan perdarahan preretinal atau
vitreous terlihat.

Tabel 2. Proliferative Diabetic Retinopathy

c) Maculopathy

Edema makula yang signifikan secara klinis (CSME) adalah penebalan pada
retina yang terdapat beberapa kriteria seperti dijumpai penebalan retina pada atau
dalam 500 μm dari pusat makula, terdapat eksudat keras pada atau dalam 500 μm
dari pusat makula dan terdapat penebalan retina 1 area diskus atau lebih besar atau
bagian mana saja yang berjarak 1 diskus diameter tengah makula.
Angiography Fluorescein makulopati diabetik dapat diklasifikasikan
menjadi empat jenis:
Makulopati eksudatif fokal Fluorescein mengungkapkan kebocoran
fokus dengan perfusi makula yang adekuat.
Dijumpai mikroaneurisma, perdarahan,
eksudat keras yang diatur dalam pola
melingkar dengan edema makula dan
Angiografi
Makulopati eksudatif difus Dijumpai edema retina difus, penebalan
pada atau di sekitar makula dengan sedikit

9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

eksudat keras dan Angiografi fluorescein


menunjukkan kebocoran difus di kutub
posterior.
Makulopati iskemik Terdapat blok mikrovaskuler yang
mengakibatkan hilangnya penglihatan yang
nyata, mikroaneurisma, perdarahan, dengan
atau tanpa edema makula ringan yang
disertai sedikit eksudat keras. Kadang-
kadang, makula mungkin terlihat relatif
normal meskipun ketajaman visual
berkurang. Angiografi Fluorescein
menunjukkan area yang tidak perfusi dalam
bentuk pembesaran zona avaskular foveal
(FAZ).
Makulopati campuran Terdapat kombinasi fitur makulopati
iskemik dan eksudatif.
Tabel 3. Maculopathy

d) Advanced Diabetic Eye Disease


Ini adalah hasil akhir dari retinopati diabetik proliferatif yang tidak terkontrol.
Dijumpai kehilangan visual yang ditandai karena glaukoma neovaskular,
perdarahan vitreous dan ablasi retina traksi.

2.3 Edema Makula yang Signifikan secara Klinis (CSME)


2.3.1 Definisi
Edema makula yang signifikan secara klinis (CSME) didefinisikan sebagai
penebalan retina yang melibatkan atau mengancam pusat makula dan dinilai
dengan biomikroskopi lensa kontak stereo atau stereofotografi. Menurut kriteria
ETDRS untuk CSME termasuk keberadaan salah satu dari tiga karakteristik
berikut:1,17,18
a) Penebalan retina pada atau dalam jarak 500 µm dari pusat makula.

10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

b) Eksudat keras pada atau dalam jarak 500 µm dari pusat makula, jika dikaitkan
dengan penebalan retina yang berdekatan (bukan sisa eksudat keras yang
tersisa setelah hilangnya penebalan retina).
c) Zona penebalan retina merangkumi satu area diskus atau lebih besar atau
bagian mana saja yang berjarak 1 diskus diameter tengah makula.

2.3.2 Epidemiologi
Edema makula yang signifikan secara klinis (CSME) merupakan salah satu
klasifikasi dari retinopati diabetikum. Ianya didefinisikan sebagai penebalan retina
yang melibatkan atau mengancam pusat makula dan dinilai dengan biomikroskopi
lensa kontak stereo atau stereofotografi.
Di antara studi berbasis populasi, prevalensi DME di antara pasien dengan
diabetes tipe 1 adalah antara 4,2 dan 7,9%, manakala, pada pasien dengan diabetes
tipe 2 didapati antara 1,4 dan 12,8%. Dalam studi tersebut juga didapati tidak ada
perbedaan prevalensi DME antara populasi Barat atau Timur yang dapat
diamati.4,6
Dalam satu penelitian oleh Suwal dkk (2015), didapati bahwa 36% dari
populasi studi retinopati diabetikum mempunyai CSME yang meningkat
dibandingkan populasi yang dilaporkan oleh Shrestha (2007)(19,2%), Rajiv R
(2010)(6,27%), Rheab B (2011)(15,1%) dan Thapa R (2014)(5,78%).17 Dalam
studi yang diteliti oleh Relhan dkk pula didapati minimal 5% pasien retinopati
diabetikum yang menderita dengan CSME.18

2.3.3 Faktor Resiko


Faktor resiko yang dihubungkan dengan CSME, antaranya adalah lamanya
diabetes. Menurut berbagai penelitian, setelah 15 tahun menderita DM tipe 1, 80%
akan menderita retinopati diabetic dan setelah 19 tahun pada pasien DM tipe 2
akan menjadi retinopati diabetik sekitar 84%. Justru, kadar gula darah yang
terkontrol dapat memperlambat onset terjadinya retinopati diabetik. Selain itu,
faktor genetic juga berpengaruh terhadap Retinopati Diabetik. Pengaruh
keturunan lebih sering pada proliferative diabetik. Waktu kehamilan juga beresiko
untuk menderita CSME. Penderita DM yang hamil mempunyai resiko lebih besar

11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

mengalami retinopati diabetik. Hipertensi yang tidak terkontrol juga


menyebabkan terjadinya retinopati diabetik.. Dari beberapa penelitian
menunjukan tekanan darah yang terkontrol akan menurunkan resiko terjadinya
retinopati diabetik. Target tekanan darah dari penderita DM kurang dari 130/80
mmhg. Faktor resiko lainnya meliputi kebiasaan merokok, obesitas dan
hiperlipidemia.1,8,16

2.3.4 Patofisiologi
Keadaan hiperglikemik mengawali perubahan patologis pada retinopati diabetik
dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama hiperglikemi memicu terbentuknya
reactive oxygen intermediates (ROI) dan advanced glycation endproducts (AGE).
ROI dan AGE ini merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang
pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin – like
growth factor -1 (IGF-1), dan endotel yang akan memperparah kerusakan. Kedua,
hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan
ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan
akumulasi sorbitol mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan
disfungsi enzim endotel. Ketiga, hiperglikemia dapat mengaktivasi sinyal
transduksi dari interseluler protein kinase C (PKC) yang akan mengaktivasi
Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain. VEGF
menstimulasi ekspresi intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1) yang memicu
pembentukan ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
akan menyebabkan kerusakan sawar pembuluh darah retina, serta trombosis dan
oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi,
hipoksia dan inflamasi pada retina. 16,19

2.3.5 Manifestasi Klinis


Antara gejala yang dapat ditemukan berupa penurunan fungsi penglihatan sentral.
Ianya merupakan gejala utama kelainan-kelainan makula. Pasien mengeluhkan
terdapat sesuatu yang menghalangi penglihatannya pada bagian tengah.
Selain itu, metamorphopsia merupakan perubahan bayangan yang umum
dialami oleh penderita kelainan makula.

12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

Makropsia dan mikropsia bisa terjadi pada penderita. Mikropsia


merupakan ukuran bayangan menjadi lebih kecil dari yang normal. Hal ini
disebabkan tersebarnya sel-sel kerucut foveal. Manakala, makropsia pula ukuran
bayangan menjadi lebih besar dari yang normal, karena sel-sel kerucut saling
tumpang tindih. 1,3,9,21

2.3.6 Diagnosis
a) Anamnesis
Dimulai dengan wawancara dengan ditanyakan identitas pasien terlebih
dahulu. Seterusnya, ditanyakan keluhan utama seperti jenis keluhan umum
yang dijumpai, kelainan penglihatan, kelainan penampilan mata dan organ
sekitar dan kelainan sensasi pada mata dan organ sekitar. Dan dilanjutkan
dengan perjalanan keluhan tersebut dengan ditanyakan menurut OLDCART
(Onset, Location, Duration, Characteristic, Aggravating, Relieving, Time). Dan
diikuti dengan menanyakan keluhan tambahan (keluhan yang menyertai
keluhan utama), peristiwa yang menyertai sebelumnya yang mungkin
berhubungan dengan terjadinya keluhan, riwayat pengobatan sekarang, riwayat
penyakit dan penggunaan obat sebelumnya (mata dan sistemik), riwayat pola
hidup dan riwayat penyakit keluarga (terutama yang berhubungan dengan
kelainan mata).

b) Pemeriksaan Fisik 13
i. Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ketajaman/kelainan penglihatan
pada pasien. Terdapat beberapa pemeriksaan visus seperti pemeriksaan
Snellen Chart, pemeriksaan hitung jari, pemeriksaan lambaian tangan,
pemeriksaan refleks cahaya, pinhole test dan pemeriksaan refraksi.

ii. Pemeriksaan Tekanan Intraokular


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai tekanan dalam mata dimana boleh
dilakukan dengan 3 cara : 1)Tonometri digital, 2)Aplanasi dan 3)Elektronik.

13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

iii. Posisi Bola Mata (Hirschberg Test)


Hirschberg Test adalah tes skrining yang digunakan untuk melihat
misalignment dari ocular (strabismus). Dilakukan dengan cara mata disinari
dan diamati pantulan kornea. Pada saat melakukan tes, refleks cahaya kedua
mata dibandingkan. Pada orang normal, refleks tersebut akan simetris
(ortoforia), berbeda pada orang strabismus.

iv. Pemeriksaan Palpebral Superior dan Inferior


Menilai palpebral superior dan inferior apakah terdapat hiperemis, edema
atau laserasi.

v. Pemeriksaan Konjungtiva Tarsus


Dilakukan dengan bantuan slitlamp atau tanpa alat bantu. Menilai bagian
dalam dari palpebral superior dan inferior. Identifikasi berupda hiperemia,
secret, edema dan reaksi konjungtiva lain dapat ditemukan.

vi. Pemeriksaan Konjungtiva Bulbi


Pemeriksaan pada konjungtiva bulbi dengan menilai kemerahan pada mata
yang disebabkan oleh iritasi atau infeksi pada mata. Dapat ditemukan injeksi
pembuluh darah berupa siliar, konjungtiva, episklera dan kemosis.

vii. Pemeriksaan Kornea


Penilaian kornea dengan dilakukan pemeriksaan pewarnaan fluorescein
dengan bantuan slitlamp dimana dapat menilai kejernihan/kekeruhan pada
kornea.

viii. Pemeriksaan COA


Camera okuli anterior (COA) atau bilik mata depan, ruangan ini
dibatasi pada bagian depan oleh kornea dan bagian belakang oleh iris. Pada
keadaan normal jarak antara kornea dan iris adalah 3 mm. Pada pemeriksaan
harus diperhatikan kedalaman dari COA, bila kurang dari 2 mm dan iris
kelihatan cembung, maka kemungkinan adanya penyakit glaukoma yaitu

14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

penyakit yang ditandai peninggian tekanan bola mata. Tekanan bola


mata yang normal 10 – 20 mm air raksa (10 – 20 mm Hg). Pemeriksaan ini
dapat dilakukan dengan 3 cara : Penlight, Slitlamp dan Biometry USG.

ix. Pemeriksaan Pupil


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai bentuk pupil dan refleks cahaya
(direk/indirek, isokor/anisokor) pada pupil.

x. Pemeriksaan Iris
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai warna, penebalan dan perlekatan
pada iris.

xi. Pemeriksaan Lensa


Pemeriksaan ini dibuat untuk menilai kejernihan lensa dengan menggunakan
slitlamp.

xii. Pemeriksaan Korpus Vitreum dan Fundus Okuli


Tes Oftalmoskop (direk dan indirek).Tes oftalmoskop direk adalah tes yang
digunakan untuk mengamati retina dengan sinar konvergen yang dipantulkan
dalam pupil pasien. Sinar muncul dari setiap titik di fundus pasien mencapai
retina melalui lubang di oftalmoskop. Dalam oftalmoskop langsung, terlihat
obyek tegak, virtual, dan diperbesar 15 kali dari kondisi emetrop. Tes
oftalmoskop indirek adalah tes ini dilakukan dengan menempatkan lensa
cembung di depan mata pasien, sehingga sinar muncul dari daerah fundus
membuat bayangan nyata, dan terbalik antara lensa dan mata pengamat.
Bayangan yang dibentuk di oftalmoskop indirek adalah nyata, terbalik dan
diperbesar. Oftalmoskop indirek sangat penting dalam manajemen retinal
detachment dan lesi di retina perifer.

15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

c) Pemeriksaan Penunjang
i. Fotografi Fundus
Fotografi Fundus memberikan rekaman fotografi dari kutub posterior dan
berguna dalam Program Skrining Diabetik, tetapi bergantung pada penanda
pengganti 2 dimensi dari penebalan makula karena tidak dapat mengukur
penebalan aktual.1,9,20,21

ii. Tomografi Koherensi Optik (OCT)


OCT adalah teknik pencitraan non-invasif yang non-kontak dan memfasilitasi
pencitraan cross sectional resolusi tinggi dari segmen anterior, vitreous,
retina, dan kepala saraf optik.

OCT berguna sangat sensitif dalam mendeteksi perubahan ketebalan


makula menyebabkan ianya berguna dalam diagnosis edema makula diabetes.
OCT juga mampu mengidentifikasi hilangnya sel-sel ganglion di retina, yang
mendahului perubahan vaskular. Karena OCT memberikan ukuran kuantitatif
ketebalan retina, sangat penting dalam memantau ketebalan retina sebagai
respons terhadap pengobatan, mis. Laser makula atau agen Anti-VEGF.

Reflektifitas jaringan yang berbeda dapat digambarkan dengan warna


yang berbeda; merah menunjukkan reflektivitas tinggi, hijau-kuning
menunjukkan reflektivitas sedang dan biru-hitam menunjukkan reflektifitas
rendah. Selain pengukuran numerik ketebalan retina, peta topografi dapat
dibuat dengan kode warna sesuai dengan ketebalannya.1,8,20,21

iii. Fundus Fluorescein Angiography (FFA)


Fundus Fluorescein Angiografi melibatkan injeksi pewarna yang larut dalam
air jeruk; natrium fluorescein ke dalam sirkulasi sistemik. Itu tetap dominan
intravaskular dan berpendar; yaitu memancarkan cahaya dengan gelombang
yang lebih panjang saat distimulasi oleh cahaya dengan gelombang yang
lebih pendek. Setelah injeksi intravena, fotografi fundus dilakukan dalam
urutan yang cepat. Cahaya biru yang disaring diserap oleh molekul saat
memasuki sirkulasi retina dan pada gilirannya memancarkan cahaya kuning-

16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

hijau. Gambar FFA memetakan pembuluh darah retina dan integritas


struktural dan fungsional pembuluh. Biasanya transit pewarna melalui
sirkulasi retina membutuhkan waktu sekitar 15 hingga 20 detik. Angiogram
normal dapat dibagi menjadi lima fase : fase koroid, fase arteri, fase kapiler,
fase vena dan fase lanjut (resirkulasi).8,13, 20,21

2.3.7 Diagnosis Banding


a) Edema Makula Sistoid
Edema Makula Sistoid (CME) didefinisikan pengumpulan cairan di
pleksiform luar (lapisan Henle) dan lapisan inti dalam retina, berpusat di
sekitar foveola.20 Studi histologis menunjukkan bahwa ruang cystoid
berorientasi radial yang terdiri dari cairan bening ophthalmoscopically
sering terdeteksi secara klinis di daerah makula. Kista-kista ini tampaknya
merupakan area retina tempat sel-sel dipindahkan.22

b) Edema Makula Diabetik

Edema Makula Diabetik (DME) terjadi terutama sebagai akibat dari


gangguan sawar darah, yang menyebabkan peningkatan akumulasi cairan
dalam lapisan intraretinal makula. Faktor-faktor vasoaktif seperti faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), protein kinase C, histamin dan
faktor-faktor lain yang dipengaruhi oleh hipoksia atau hiperglikemia kronis
dapat menyebabkan kerusakan sawar retina darah. Kelainan dalam struktur
antarmuka vitreoretinal juga dapat memainkan peran penting dalam
patogenesis DME. Studi Retinopati Diabetik Pengobatan Dini (ETDRS)
mendefinisikan DME sebagai penebalan retina atau adanya eksudat keras
dalam 1 diameter cakram dari pusat makula.9,22

17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

2.3.8 Penatalaksanaan

a) Non Farmakologi
i. Kontrol kadar gula darah
Kontrol glikemik yang ketat mengurangi kejadian dan perkembangan
retinopati diabetik. The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT)
menunjukkan bahwa pada penderita diabetes tipe 1 kontrol glikemik yang
efektif mengurangi kejadian retinopati diabetik sebesar 76% dan
perkembangan retinopati diabetik sebesar 54%. Demikian pula United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) melaporkan pengurangan
komplikasi mikrovaskuler, sebesar 25% dan kebutuhan untuk fotokoagulasi
laser sebesar 29% pada penderita diabetes tipe 2. 1,17

ii. Kontrol tekanan darah


Pedoman British Hypertension Society saat ini mendefinisikan hipertensi
sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg dan / atau tekanan darah
diastolik ≥ 90mmHg. Dalam pengobatan diabetes target harus tingkat
sistolik <130 mm Hg dan diastolik <80 mm Hg. Tingkat yang lebih rendah
mungkin diperlukan untuk pasien yang lebih muda dengan diabetes tipe 1
dan komplikasi mikrovaskular. Pada kelompok pasien ini pengobatan
dengan ACE inhibitor menghasilkan pengurangan 50% dalam
perkembangan retinopati dan perkembangan menjadi retinopati diabetik
proliferatif sebesar 80%. Efek menguntungkan dari obat anti-hipertensi
adalah segera pada saat memulai pengobatan, namun efeknya hilang segera
setelah kontrol hilang. Karena itu sangat penting bahwa tekanan darah
diukur pada setiap kunjungan klinis. 1,17

iii. Kontrol Lipid


Studi observasional menunjukkan bahwa dislipideamia meningkatkan risiko
retinopati diabetik, terutama edema makula diabetik. 1,17

18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

iv. Kebiasaan merokok


Pada diabetes tipe 1 merokok meningkatkan risiko retinopati diabetik,
nefropati, dan neuropati. Penghentian merokok dianjurkan untuk
mengurangi perkembangan komplikasi diabetes lainnya terutama penyakit
kardiovaskular. 1,17
b) Farmakologi
i. Agen faktor pertumbuhan endotel anti vaskular intravitreal (anti-VEGF)
Berbagai penelitian telah menunjukkan manfaat agen anti-VEGF termasuk
pegaptanib, ranibizumab dan bevacizumab untuk pengobatan sentral yang
melibatkan edema makula diabetes. VEGF berperan dalam meningkatkan
angiogenesis, permeabilitas pembuluh darah abnormal, dan respons
inflamasi. Justru, dengan menghambat VEGF mungkin bermanfaat baik
dalam memulihkan anatomi retina normal dan dalam membalikkan
kehilangan penglihatan dari edema makula. 1,2,10,23

ii. Steroid intraokular


Kortikosteroid adalah agen antiinflamasi yang dapat menangkal banyak
proses patologis yang diduga berperan dalam perkembangan edema makula.
Mereka mencegah migrasi leukosit, mengurangi deposisi serat,
menstabilkan persimpangan ketat sel endotel, dan menghambat sintesis
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), prostaglandin, dan sitokin
proinflamasi yang proaktif.
Sebuah penelitian menemukan bahwa pada mata injeksi pseudophakic
triamcinolone intravitreal yang diikuti oleh laser secepat mungkin sama
efektifnya dengan ranibizumab dalam meningkatkan penglihatan dan
mengurangi penebalan retina. Namun, ada risiko peningkatan tekanan
intraokular yang signifikan. 2,20

c) Teknik Pembedahan
i. Bedah Laser Fotokoagulasi
Fotokoagulasi laser mengurangi risiko kehilangan penglihatan jangka
pendek dan jangka panjang dari CSME. Laser koagulasi atau bedah laser

19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

fotokoagulasi digunakan untuk mengobati sejumlah penyakit mata dan telah


menjadi banyak digunakan dalam beberapa dekade terakhir. Selama
prosedur, laser digunakan untuk membakar pembuluh darah okular dengan
halus untuk menghasilkan berbagai manfaat terapi. Prosedur ini sebagian
besar digunakan untuk menutup pembuluh darah di mata, pada retinopati
diabetik jenis tertentu tetapi tidak lagi digunakan dalam degenerasi makula
terkait usia yang mendukung obat anti-VEGF.
Dari penelitian pengobatan awal retinopati diabetik, menunjukkan
bahwa fotokoagulasi laser untuk edema makula yang signifikan secara klinis
mengurangi kejadian kehilangan penglihatan sedang sebesar 50%.5,20

ii. Vitrektomi Pars Plana


Vitrektomi adalah prosedur pembedahan yang dilakukan oleh spesialis di
mana gel humor vitreous yang mengisi rongga mata dikeluarkan untuk
memberikan akses yang lebih baik ke retina. Hal ini memungkinkan untuk
berbagai perbaikan, termasuk pengangkatan jaringan parut, perbaikan laser
ablasi retina dan perawatan lubang makula. Setelah operasi selesai, saline,
gelembung gas atau minyak silikon dapat disuntikkan ke dalam gel vitreous
untuk membantu menahan retina pada posisinya.2,11,20

2.3.9 Komplikasi
a) Perdarahan vitreous
Kondisi ini terjadi bila darah masuk ke bagian tengah mata, akibat pecahnya
pembuluh darah yang baru terbentuk. Apabila darah yang bocor hanya sedikit,
pasien hanya akan melihat noda yang melayang (floaters). Namun bila darah
yang bocor cukup banyak, penglihatan pasien akan terhalang sepenuhnya.

Walaupun perdarahan vitreus umumnya menghilang dalam hitungan


minggu atau bulan, pasien tetap berisiko kehilangan penglihatan secara
permanen bila retina telah rusak. 1,11,20

20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

b) Tractional retinal detachment


Hal ini terjadi ketika jaringan parut atau jaringan lain tumbuh di retina dan
menariknya dari lapisan di bawahnya. Ini dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan yang serius.
Jenis ini sering ditemukan pada penderita diabetes yang memiliki
retinopati diabetik yang parah, atau kerusakan pembuluh darah di retina. 1,11,20

2.3.10 Prognosis
Prognosis CSME biasanya buruk. Visi sentral sangat dipengaruhi jika area makula
terlibat. Ada peningkatan risiko kehilangan penglihatan selama 2 tahun dalam
kasus perdarahan vitreous, neovaskularisasi, glaukoma sekunder, pembentukan
katarak, dan makulopati.1

21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

BAB III
KESIMPULAN

Edema makula yang signifikan secara klinis (CSME) merupakan salah satu
klasifikasi dari retinopati diabetikum. Retinopati diabetikum adalah penyebab
utama gangguan penglihatan pada pasien diabetes dan merupakan penyebab
utama kebutaan di masyarakat. Menurut ETDRS, CSME terjadi apabila terdapat
salah satu dari tiga karakteristik berikut : penebalan retina pada atau dalam jarak
500 µm dari pusat macula, eksudat keras pada atau dalam jarak 500 µm dari pusat
makula, dan zona penebalan retina 1 area diskus atau lebih besar maupun bagian
mana saja yang berjarak 1 diskus diameter tengah makula.
Bagi menegakkan diagnosis, seperti biasa pasien harus dianamnesis
terlebih dahulu untuk medapat tahu keluhan yang dialami. Seterusnya, harus
dilakukan pemeriksaan fisik mata untuk menilai gangguan penglihatan pada
pasien. Bagi pemeriksaan lanjutan terdapat beberapa jenis pemeriksaan seperti
fotografi fundus, Tomografi Koherensi Optik (OCT) dan Fundus Fluorescein
Angiography (FFA) untuk menilai bagian dalam mata.
Setelah menegakkan diagnosis dengan CSME, pasien disarankan untuk
kontrol kadar gula darah, kontrol hipertensi, kontrol lipid dan tidak merokok agar
tidak memperberat keluhan. Justru, untuk penatalaksanaan boleh diberikan
tatalaksana awal dengan farmakoterapi seperti pengobatan anti-VEGF atau steroid
intraokular dan untuk pembedahan boleh dilakukan fotokoagulasi laser atau
vitrektomi.

22
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

Daftar Pustaka

1. Jogi R. Basic Ophthalmology. 4th Edition. JP Medical Ltd. 2009. New


Delhi, India. Hal 300-340.
2. Tomić M, Vrabec R, Poljičanin T, Ljubić S, Duvnjak L. Diabetic macular
edema: traditional and novel treatment. Acta clinica Croatica. 2017 Mar
1;56(1.):124-32
3. Prakash GS, Kothari M. Risk Factors Associated with Clinically
Significant Macular Edema in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus.
International Journal of Scientific Study. 2016 Mar 1;3(12):117-21.
4. Sadda SR, Tan O, Walsh AC, Schuman JS, Varma R, Huang D.
Automated detection of clinically significant macular edema by grid
scanning optical coherence tomography. Ophthalmology. 2006 Jul
1;113(7):1187-e1.
5. Luttrull JK, Musch DC, Mainster MA. Subthreshold diode micropulse
photocoagulation for the treatment of clinically significant diabetic
macular oedema. British Journal of Ophthalmology. 2005 Jan 1;89(1):74-
80.
6. Lee R, Wong TY, Sabanayagam C. Epidemiology of diabetic retinopathy,
diabetic macular edema and related vision loss. Eye and vision. 2015
Dec;2(1):17.
7. Gill A, Cole ED, Novais EA, Louzada RN, de Carlo T, Duker JS, Waheed
NK, Baumal CR, Witkin AJ. Visualization of changes in the foveal
avascular zone in both observed and treated diabetic macular edema using
optical coherence tomography angiography. International journal of retina
and vitreous. 2017 Dec;3(1):19.
8. Klein R, Myers CE, Lee KE, Paterson AD, Cruickshanks KJ, Tsai MY,
Gangnon RE, Klein BE. Oxidized low-density lipoprotein and the
incidence of proliferative diabetic retinopathy and clinically significant
macular edema determined from fundus photographs. JAMA
ophthalmology. 2015 Sep 1;133(9):1054-61.
9. Chan WC, Tsai SH, Wu AC, Chen LJ, Lai CC. Current treatments of
diabetic macular edema. International Journal of Gerontology. 2011 Dec
1;5(4):183-8.
10. Korobelnik JF, Do DV, Schmidt-Erfurth U, Boyer DS, Holz FG, Heier JS,
Midena E, Kaiser PK, Terasaki H, Marcus DM, Nguyen QD. Intravitreal
aflibercept for diabetic macular edema. Ophthalmology. 2014 Nov
1;121(11):2247-54.
11. Modarres M. Vitrectomy for diabetic macular edema; where are we?.
Journal of current ophthalmology. 2016 Dec;28(4):161
12. Remington LA, Goodwin D. Clinical anatomy and physiology of the
visual system. Elsevier Health Sciences; 2011 Jul 29. Hal 61-92.
13. Hartono, Y.R.H, Utomo PT, Hernowo AS. Anatomi Mata dan Fisiologi
Penglihatan. Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono (edisi 1). 2007.
Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM,;185-7
14. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of ophthalmology.
Thieme; 2006 Sep 20. Hal 2-7.

23
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : BALASARAVANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU NIM : 130100366

15. Septadina IS. Perubahan Anatomi Bola Mata pada Penderita Diabetes
Mellitus. Majalah Kedokteran Sriwijaya. 2015 Jan 4;47(2):139-43.
16. Khurana AK, Khurana B. Comprehensive Ophthalmology: With
Supplementary Book-Review of Ophthalmology. JP Medical Ltd. 2015
Aug 31. Hal 249-286.
17. Suwal B, Shrestha JK, Joshi SN, Sharma AK. Diabetic retinopathy with or
without clinically significant macular edema: The influencing factors.
Nepalese Journal of Ophthalmology. 2015;7(2):142-7.
18. Relhan N, Flynn HW. The Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
historical review and relevance to today's management of diabetic macular
edema. Current opinion in ophthalmology. 2017 May 1;28(3):205-12.
19. Rudnisky CJ, Tennant MT, de Leon AR, Hinz BJ, Greve MD. Benefits of
stereopsis when identifying clinically significant macular edema via
teleophthalmology. Canadian journal of ophthalmology. 2006 Dec
1;41(6):727-32.
20. Davey P. Ophthalmology-Current Clinical and Research Updates. Intech,
Crotia. September 2014. Hal 3-30.
21. James B, Benjamin L. E-Book-Ophthalmology: Investigation and
Examination Techniques. Elsevier Health Sciences; 2006 Aug 24. Hal
211-239.
22. James B, Bron AJ. Lecture Notes Ophthalmology 11th Ed. John Wiley &
Sons, UK ; 2011. Hal 166-208.
23. Dhoot DS, Baker K, Saroj N, Vitti R, Berliner AJ, Metzig C, Thompson
D, Singh RP. Baseline factors affecting changes in diabetic retinopathy
severity scale score after intravitreal aflibercept or laser for diabetic
macular edema: post hoc analyses from VISTA and VIVID.
Ophthalmology. 2018 Jan 1;125(1):51-6.

24

Anda mungkin juga menyukai