Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

PANRETINAL FOTOKOAGULASI LASER PADA


RETINOPATI DIABETIK

DISUSUN OLEH:
1. Sarah Cinthya Margaretha 1261050072
2. Priscilla Charmelita Sikone 1261050091
3. Pri Sella 1261050135
4. Luh Inten Prameswari 1261050175
5. Hana Sintya Panggabean 1261050193
6. Joshua Partogi Simamora 1261050209
7. Yola Fabyola Wartojo 1261050235
8. Tommy Winardi 1261050269
9. Maulia Rahma 1261050296

PEMBIMBING:
Dr. dr. Gilbert W. S. Simanjuntak, Sp.M(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


PERIODE 28 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Panretinal Fotokoagulasi

Laser pada Retinopati Diabetik. Referat ini bertujuan untuk mengetahui mengenai definisi,

indikasi, efeksamping, prosedur dari terapi panretinal fotokoagulasi laser pada pasien dengan

retinopati diabetikum. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik

Ilmu Penyakit Mata di RSU UKI.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Gilbert W. S.

Simanjuntak, Sp.M(K), khususnya sebagai pembimbing dan semua staff pengajar di SMF Ilmu

Penyakit Mata RSU UKI, serta teman-teman di kepaniteraan klinik atas bantuan dan

dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ujian ini masih terdapat kekurangan

yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun guna menambah ilmu dan pengetahuan penulis dalam ruang lingkup ilmu

penyakit mata khususnya yang berhubungan dengan tugas ujian ini.

Jakarta, September 2017

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................................ i
Kata Pengantar ................................................................................................................ ii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... ................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 2
2.1 Definisi dan Klasifikasi Retinopati Diabetik ............................................................. 2
2.2 Etiologi dan Gejala Klinis Retinopati Diabetik ......................................................... 4
2.3 Penatalaksanaan Retinopati Diabetik ......................................................................... 5
2.3.1 Definisi Panretinal Fotokoagulasi ..................................................................... 5
2.3.2 Indikasi dan Efek Samping Panretinal Fotokoagulasi ...................................... 5
2.3.3 Prosedur Panretinal Fotokoagulasi ................................................................... 6
2.3.4 Post Operatif Panretinal Fotokoagulasi ............................................................ 8
BAB III KESIMPULAN................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Retinopati diabetic adalah suatu kelainan vaskular yang didapatkan pada penderita
diabetes mellitus tipe 1 dan 2 setelah 10 15 tahun. Gambaran klinis awal penyakit ini adalah
mikroaneurisma dan perdarahan retina. Pada keadaan yang lebih lanjut, kelainan ini dapat
ditandai dengan pertumbuhan abnormal pembuluh darah retina yang disebabkan oleh iskemia
retina.1 Retinopati diabetik mengenai sebagian besar pasien diabetes melitus. Retinopati
nonproliferatif terdiri dari perdarahan intraretina serta
preretina, eksudasi, edema, penebalan kapiler retina dan mikroaneurisma. Retinopati
proliferative merupakan proses neovaskularisasi dan fibrosis pada retina dengan
kecenderungan yang tinggi untuk menimbulkan kebutaan.
Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien diabetes melitus, meningkat pula
prevalensi retinopati diabetik dan resiko kebutaan yang diakibatkannya. Survey kesehatan di
Amerika Serikat dari tahun 2005 sampai 2008 yang melibatkan pasien diabetes mellitus
menunjukkan 28,5% diantaranya didiagnosis sebagai retinopati diabetic dan 4,4% dengan
retinopati diabetik yang terancam buta. Retinopati diabetic sering terjadi pada kelompok usia
20-60 tahun. Di Negara berkembang 12% kasus kebutaan disebabkan oleh diabetes melitus.
Penatalaksanaan retinopati diabetik dibuat berdasarkan pada tingkat kelainan
penyakitnya. Salah satu cara adalah dengan menggunakan terapi fotokoagulasi laser.
Fotokoagulasi laser telah memberikan hasil yang baik pada retinopati diabetik yang disertai
clinically significant macular edema (CSME), neovaskularisasi pada retina dan pada penderita
dengan resiko tinggi proliferative disease. Dengan fotokoagulasi laser, progesifitas retinopati
diabetic dapat diturunkan secara efektif yaitu sekitar 90%, sehingga kehilangan tajam
penglihatan yang berat dapat dihindari.
Terdapat tiga metode fotokoagulasi laser pada retinopati diabetik. Pertama adalah
Scatter (panretinal) yang dapat memperlambat perkembangan serta meregresi neovaskularisasi
pada diskus optikus dan permukaan retina. Kedua ,fotokoagulasi fokal yang ditujukan langsung
pada kebocoran di fundus posterior retina untuk mengurangi edema makula. Ketiga adalah
fotokoagulasi grid, yang ditujukan pada daerah edema yang terjadi akibat kebocoran kapiler
yang difus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Klasifikasi Retinopati Diabetik

2.1.1. Definisi Retinopati Diabetik


Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang dapat ditemukan pada
penderita diabetes mellitus, Retinopati diabetes merupakan komplikasi penyakit diabetes
mellitus (DM) bagi penglihatan. Pada retinopati diabetik terjadi mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler, dan vena. Keadaan tersebut menyebabkan kerusakan pada mata dimana secara
perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata. Retinopati diabetik
adalah penyebab utama kebutaan dalam usia 20-64 tahun. Retinopati diabetik juga memerlukan
penanganan multidisipliner dalam tatalaksana pasien. Penanganan dini dapat mencegah 90%
dari kasus kebutaan.
2.1.2. Klasifikasi Retinopati Diabetik
Klasifikasi dari Retinopati diabetik dimulai dari tahun 1968 dengan airlie house
classification. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan kumpulan stereophotograph dan membagi
klasifikasi retinopati diabetik sebanyak 13 pembagian kompleks dari level 10 ( tanpa retionpati)
sampai level 85. Pembagian ini tidak digunakan diluar lingkup penelitian karena terlalu
kompleks.
Klasifikasi yang digunakan selanjutnya adalah klasifikasi yang lebih mudah digunakan
, mudah diingat dan berbasis bukti ilmiah. Klasifikasi terbagi dalam 5 stadium, stadium satu
berupa tidak ada retinopati. Stadium kedua adalah mild non-proliferative retinopathy (NPDR)
dalam stadium ini terdapat beberapa mikroaneurisma. Stadium ketiga adalah moderate NPDR,
dalam stadium ini juga terdapat beberapa mikroaneurisma dengan pendarahan intraretinal atau
venous beading, kondisi dimana vena melebar pada beberapa titik. Stadium keempat, severe
NPDR, adalah stadium kunci, dimana pada stadium ini terapi laser diindikasikan untuk
dilakukan, sebuah data menunjukkan kenaikkan menuju karakteristik risiko tinggi kebutaan
apabila tidak diterapi. Diagnosis dari NPDR berat adalah dengan 4:2:1 rule dari ETDRS.
Berupa mikroaneurisma pada 4 kuadran, venous beading pada 2 kuadran, dan terdapat
abnormalitas mikrovaskular pada intraretina. Stadium terakhir adalah PDR (proliferative
diabetic retinopathy) dengan ciri-ciri terdapat neovaskularisasi pada diskus, neovaskularisasi
pada retina, neovaskularisasi pada iris, pendarahan pada vitreous humor, dan tractional retinal
detachment.

Tabel 2.1 . Retinopathy Stage and Findings on Ophthalmoscopy


2.2 Etiologi dan Gejala Retinopati Diabetik

2.2.1 Etiologi Retinopati Diabetik

Diabetes mellitus tipe 1 (insulin-dependent) dan Diabetes mellitus tipe 2 (non insulin-
dependent). Hiperglikemia kronik, hipertensi, hiperkolesterolemia dan merokok merupakan
faktor risiko timbul dan berkembangnya retinopati. Orang muda dengan DM tipe 1 baru
mengalami retinopati paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit sistemik ini. Pasien DM
tipe 2 dapat sudah mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakkan.

2.2.2 Gejala Retinopati Diabetik

a. Retinopati Nonproliferatif

Retinopati nonproliferatif ringan ditandai oleh sedikitnya satu mikroaneurisma


(kantung-kantung kecil yang menonjol dari pembuluh darah). Pada retinopati nonproliferatif
sedang, terdapat mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina, venous beading, dan bercak-
bercak cotton wool. Retinopati nonproliferatif berat ditandai oleh bercak-bercak cotton wool,
gambaran manik-manik pada vena dan kelainan mikrovaskular intraretina (IRMA). Stadium
ini terdiagnosis dengan ditemukannya perdarah intraretina di empat kuadran, gambaran venous
beading, atau kelainan mikrovaskular intraretina berat.

b. Retinopati Proliferatif

Iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh


halus baru yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar.
Retinopati diabetik proliferative ditandai dengan kehadiran pembuluh-pembuluh baru pada
diskus optikus (NVD) atau di bagian retina manapun (NVE).

Ciri yang berisiko tinggi ditandai oleh pembuluh darah baru pada diskus optikus yang
meluas lebih dari sepertiga diameter diskus, sembarang pembuluh darah baru pada diskus
optikus yang disertai perdarahan vitreus. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi
ke permukaan posterior vitreus. Apabila pembuluh tersebut berdarah, perdarahan vitreus yang
masif dapat menyebabkan penurunan penglihatan mendadak.

Pada mata retinopati diabetik proliferative dan adhesi vitroretinal persisten, jaringan
neovaskular yang menimbul dapat mengalami perubahan fibrosa dan membentuk pita-pita
fibrovaskular rapat, yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal ini dapat menyebabkan ablatio
retina akibat traksi progresif. Ablatio retina dapat ditandai atau ditutupi oleh perdarahan
vitreus. Retinopati proliferative berkembang pada 50% pasien diabetes mellitus tipe 1 dalam
15 tahun sejak onset penyakit sistemiknya.

2.3. Penatalaksaan Retinopati Diabetikum

Penatalaksanaan retinopati diabetik dibuat berdasarkan pada tingkat kelainan


penyakitnya. Salah satu cara adalah dengan menggunakan terapi fotokoagulasi laser.
Fotokoagulasi laser telah memberikan hasil yang baik pada retinopati diabetik yang disertai
clinically significant macular edema (CSME), neovaskularisasi pada retina dan pada penderita
dengan resiko tinggi proliferative disease. Dengan fotokoagulasi laser, progesifitas retinopati
diabetic dapat diturunkan secara efektif yaitu sekitar 90%, sehingga kehilangan tajam
penglihatan yang berat dapat dihindari.

2.3.1. Definisi Panretinal Fotokoagulasi

Fotokoagulasi panretina (panretinal photocoagulation = PRP) merupakan terapi baku


emas untuk mencegah kehilangan penglihatan pada retinopati diabetik proliferatif
(proliferative diabetic retinopathy = PDR) dan retinopati diabetik non proliferatif (non
proliferative diabetic retinopathy = NPDR) berat. Fotokagulasi laser memberikan efek regresi
neovaskularisasi, sehingga dapat mencegah dan menghentikan progresifitas retinopati diabetic.

2.3.2. Indikasi dan Efek Samping Panretinal Fotokoagulasi

Indikasi tindakan panretinal fotokoagulasi adalah untuk tatalaksana iskemik retina dan
neurovaskularisasi retina apapun penyebabnya, walaupun hal ini disebabkan paling banyak
oleh diabetik retinopati.

Oleh karena PRP menyebabkan kerusakan jaringan retina, prosedur ini juga
menyebabkan beberapa gejala penglihatan seperti defek lapang pandang perifer, berkurangnya
penglihatan saat malam hari, penglihatan warna berkurang, dan penurunan sensitivitas kontras.
Efek samping lainnya adalah efusi koroid atau terlepasnya koroid yang dapat menyebabkan
miopia sementara atau peningkatan tekanan intraokuler. Komplikasi yang berat adalah luka
bakar salah arah atau berlebihan yang menyebabkan kerusakan makula, perdarahan dari
koriokapiler, atau iatrogenic neovaskularisasi koroid.
2.3.3. Persiapan Untuk Panretinal Photocoagulation
1. Anestesia
Pasien menerima anesthesia sebagai prosedurnya. Sebagian pasien yang akan menjalani
prosedur laser retina dibawah anestesi local seperti tetes mata, Proparacaine. Sedangkan di lain
pasien membutuhkan injeksi lidokain untuk di subkonjungtiva, peribulbar atau retrobulbar.
Untuk memonitor anestesi atau general anestei biasanya digunakan untuk bayi premature (
dengan retinopathy premature ), anak-anak, dan pasien dengan masalah yang lainnya.
2. Peralatan
Sumber laser disambungkan melalui kabel fiberoptik ke sistem penyalur dengan tipikal
yang berbeda. Laser diberikan ke eksternal retina, antara melalui kornea ( transcorneal ) atau
sclera ( transcleral ). Penghantaran ke transcorneal melibatkan slit lamp atau Laser Indirect
Ophthalmoscope (LIO). Dengan menggunakan sistem penghantar slit lamp, laser ditembakkan
menuju retina dengan menggunakan kontak lensa dimana ditempatkan di permukaan kornea
pasien. Dengan menggunakan sistem penghantar LIO, lensa kondensasi oftalmoskop tidak
langsung binocular non-kontak seperti lensa 28 D atau 20 D , digunakan untuk mefokuskan
laser ke dalam retina.
Penghantar transkleral dengan menggunakan probe laser transskelar diode ke dalam sclera
untuk mengobati retina atau badan siliaris.
Laser juga bisa dihantarkan secara internal ( dari dalam mata ), biasanya dengan
menggunakan prosedur vitrectomy. Sebuah probe endolaser yang dimasukkan ke dalam rongga
vitreous, dan laser ditembakkan langsung menuju retina. Prosedur ini dilihat dengan
menggunakan lensa viterctomy di bawah mikroskop operasi.
3. Posisi pasien
Dengan menggunakan sistem penghantar slit lamp, prosedur dilakukan dengan pasien
dalam posisi duduk. Dengan menggunakan endolaser dan sistem penghantar transklearal,
pasien dalam posisi supine. Dengan menggunakan LIO, pasien bisa duduk atau supine.
4. Pencegahan komplikasi
Kacamata proteksi laser yang layak diperlukan untuk staf yang ikut serta dalam prosedur
tersebut. filter aman untuk laser ( spesifik untuk setiap gelombang panjang dari laser ) pada
sistem penghantar harus selalu aktif selama dilakukannya prosedur.
Pasien harus dalam posisi yang benar dan sesuai instruksi pada saat prosedur. Blok retrobulbar
atau anestesi umum mungkin dapat dilakukan. Prosedur harus dilakukan atau diawasi oleh
oftalmologist yang berpengalaman untuk mencegah kesalahan teknis yang menghasilkan
segala komliasi dari prosedur.
5. Teknik
Pada saat menggunakan sistem penghantar slit lamp, kontak lensa slit lamp tersebut
digunakan untuk memfokuskan berkas sinar laser ke dalam retina. Dengan menggunakan
sistem oftalmoskop tidak langsung, lensa indirek digunakan untuk memfokuskan cahaya laser
ke dalam retina. Dengan menggunakan endolaser, laser menyelidiki di dalam kavitas vitreous
( biasanya dengan menggunakan operasi vitrectomy ), dan cahaya laser secara diterapkan pada
retina.
Jika menggunakan Headlamp pasien dalam posisi tertidur atau duduk. Dokter menggunakan
tipikal headlamp indirect dengan menggunakan laser yang di pasang coaxially. Lensa tangan
digunakan untuk melihat retina dan memfokuskan laser ke retina. Kepala dokter bergerak
dengan tujuan untuk mengendalikannya.
Kedua metode tersebut membuat sekitar 1500-5000 luka bakar berukuran khas di 1-4
sesi pengobatan (bervariasi dengan protokol pengobatan). Menurut protokol DRS
menggunakan PRP laser argon-type standar, pengaturan termasuk luka bakar yang berkisar
sekitar 200 sampai 500 dalam ukuran, durasi pulsa 100 milidetik, dan 200-250 mW daya di
balik setiap api laser. Tujuannya adalah untuk menghasilkan luka bakar yang berwarna abu-
abu; hindari luka bakar putih. Bergantung pada protokol yang digunakan, semua pengaturan
mungkin disesuaikan untuk efek yang diinginkan.

https://www.aao.org/munnerlyn-laser-surgery-center/laser-treatment-of-proliferative-nonproliferative-
https://www.aao.org/munnerlyn-laser-surgery-center/laser-treatment-of-proliferative-nonproliferative-

6. Tambahan
Sistem penghantar laser konvensional untuk retinal fotokoagulasi dihantarkan ke lokasinya
secara individu di dalam retina. Sistem penghantar laser semiautomatic yang terbaru seperti
Pattern Scanning Laser ( PASCAL ) telah dibuat untuk memproduksi lokasi yang banyak di
dalam retina pada jumlah waktu yang sama seperti sistem penghantar laser konvensional. Ini
membuat prosedur kurang menjemukkan dan konsumsi waktunya, membuat pasien lebih
nyaman.
Teknologi terbaru telah dikembangkan untuk kerusakan retina minimal, menghantarkan
laser dalam mikropulses ( micropulse laser). Mikropulses ini telah terbukti mengakibatkan
kerusakan retina yang sedikit.
2.3.4. Post Operasi
Komplikasi
Walaupun telah terbukti keamanannya, seperti semua prosedur operasi lainnya, reinal
fotokoagulasi, terkadang dapat dikatikan dengan komplikasi. Sebelum menjalani retinal
photokoagulasi, pasien harus sepenuhnya diberikan informasi, yang meliputi berikut ini :
Komplikasi segment anterior seperti korneal atau lenticular opacification.
Kehilangan visual transient
Fovea Fotokoagulasi
Edema macular
Hemorrhage
Choroidal Effusion
Perubahan penglihatan warna
Cacat bidang visual dan masalah penglihatan malam hari
Hemaralopia
DAFTAR PUSTAKA

1. Boesoirie SF. Keberhasilan terapi fotokoagulasi laser pada pasien retinopati diabetik di
rumah sakit mata cicendo Bandung periode januari-desember 2004.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/10/keberhasilan_terapi_fotokoagulasi_laser.pdf
2. http://ophthalmologica.perdami.or.id/index.php/journal/article/view/2/2 diunduh pada
tanggal 4/9/2017
3. http://eyewiki.aao.org/Panretinal_Photocoagulation#Indications_and_Evidence diunduh
pada tanggal 4/9/2017
4. Yannis M. Paulus, MD; Mark S. Blumenkranz, MD. Proliferative and Nonproliferative
Diabetic Retinopathy. American Academy Of Ophthalmology. 2013. Diunduh dari :
https://www.aao.org/munnerlyn-laser-surgery-center/laser-treatment-of-proliferative-
nonproliferative- . 4 September 2017
5. Sejal Jhawer, Peter A.Karth, MD. Panretinal Photocoagulation. American Academy of
Ophthalmology. 2016. Diunduh dari : http://eyewiki.aao.org/Panretinal_Photocoagulation.
4 September 2017
6. John R. Minarcik, MD. Daniel M. Berinstein, MD. Panretinal Photocoagualation: Practical
Guidelines and Considerations. Retinal Physician. 2010. Diunduh dari :
http://www.retinalphysician.com/issues/2010/may-2010/panretinal-photocoagulation-
practical-guidelines . 4 September 2017

Anda mungkin juga menyukai