RETINOPATI DIABETIK
Pembimbing :
Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
RSUD NGANJUK
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atau segala berkat dan rahmatnya sehingga
kami dapat menyusun dan menyelesaikan tinjauan kepustakaan berjudul “Retinopati Diabetik”
Penyusunan laporan penelitian ini merupakan kegiatan kepaniteraan klinik ilmu kesehatan
mata RSUD Nganjuk, sekaligus sebagai salah satu persyaratan dan merupakan tugas akhir dalam
menyelesaikan pendidikan Dokter Muda di bidang Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya RSUD Nganjuk.
Ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan arahan dan saran dalam
penyusunan tinjauan kepustakaan ini khususnya kepada :
1. Dr. Dini Irawati Sp.M, selaku Kepala dan Pembimbing Kepeniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Mata di RSUD Nganjuk
2. Dr. Nina Yesiana, selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Di Ilmu Kesehatan Mata di
RSUD Nganjuk
3. Para perawat dan staff Pembimbing Kepaniteraan Klinik Di Ilmu Kesehatan Mata di
RSUD Nganjuk
4. Seluruh teman sejawat Dokter Muda di Fakutas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
RSUD Nganjuk.
Kami menyadari bahwa tinjauan kepustakaan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya, kami berharap semoga tinjauan kepustakaan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan
Penyusun
DAFTAR ISI
Sampul............................................................................................................................ i
Kata Pengantar................................................................................................................ ii
Daftar Tabel..................................................................................................................... iv
Daftar Gambar................................................................................................................ v
Bab 1 Pendahuluan....................................................................................................... 1
2.1. Definisi.............................................................................................................. 2
2.2. Anatomi............................................................................................................. 6
2.3. Faktor Resiko.................................................................................................... 10
2.4. Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik................................................. 10
2.5. Etiologi dan Patogenesis................................................................................... 10
2.6. Gejala Klinik..................................................................................................... 11
2.7. Diagnosis.......................................................................................................... 12
2.8. Penatalaksanaan................................................................................................ 17
2.9. Komplikasi........................................................................................................ 18
2.10. Diagnosis Banding.......................................................................................... 20
2.11. Prognosis......................................................................................................... 20
Bab 3 Penutup................................................................................................................. 21
Daftar pustaka................................................................................................................. 22
DAFTAR TABEL
Tabel................................................................................................................................ 2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1...................................................................................................................... 3
Gambar 2.2...................................................................................................................... 5
Gambar 2.3...................................................................................................................... 6
Gambar 2.4...................................................................................................................... 7
Gambar 2.5...................................................................................................................... 9
RETINOPATI DIABETIK
I.I Pendahuluan
Penyakit mata merupakan kelainan pada mata yang dapat mempengaruhi penglihatan
sehingga menyebabkan ketajaman penglihatan menurun dan penglihatan menjadi kabur atau
dapat menyebabkan kebutaan.1 Salah satu penyebab paling sering kasus kebutaan yaitu
retinopati diabetik (Fong DS, 2015).
Retinopati diabetik merupakan kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes melitus.3 Diabetes melitus (DM) adalah penyakit degeneratif kronik yang
memiliki angka morbiditas dan mortalitas tertinggi di dunia,4 salah satu komplikasi dari DM
adalah komplikasi mikrovaskular pada mata yaitu retinopati yang jika terus berlanjut akan
menjadi penyebab kebutaan (Noble J, Chaudhary V, 2010).
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisme, melebarnya vena, perdarahan
dan eksudat lemak. Penderita diabetes melitus dengan tipe 1 (insulin dependen diabetes) dan tipe
2 (non insulin dependen diabetes) mempunyia risiko untuk mendapatkan retinopati diabetik.
Makin lama menderita diabetes makin bertambah risiko untuk mendapatkan retinopati. Diabetes
yang diderita lebih dari 20 tahun pada tipe 1 hampir seluruhnya dan >60% tipe 2 menderita
retinopati. Retinopati diabetes merupakan penyulit penyakit diabetes yang sangat penting. Hal ini
disebabkan karena insidennya yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes dan
prognosisnya yang kurang baik terutama bagi penglihatan (Ilyas HS, 2014).
Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 orang pertahun akibat retinopati diabetes,
sedangkan di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh
penyebab kebutaan (Ilyas HS, 2014). Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes melitus
tipe 1 setelah 10-15 tahun sejak diagnosis ditegakkan berkisar antara 25-50%. Sesudah 15 tahun
prevalensi meningkat menjadi 75-95% dan setelah 30 tahun mencapai 100%. Pasien diabetes tipe
2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan sekitar 20% diantaranya telah ditemukan retinopati
diabetik. Setelah 15 tahun kemudian prevalensi meningkat menjadi lebih dari 60-85%. Di
Amerika Utara dilaporkan sekitar 12.000-24.000 pasien diabetes mengalami kebutaan setiap
tahun. Di Inggris dan Wales tercatat sekitar 1000 pasien diabetes setiap tahun mengalami
kebutaan sebagian sampai kebutaan total (Pandelaki K, 2014). Berdasarkan uraian diatas retinopati
diabetik merupakan salah satu masalah yang sangat penting dalam ilmu kesehatan mata.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Diabetik retinopati merupakan penyulit penyakit Diabetes Melitus yang paling ditakuti,
karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosanya yang kurang baik bagi penglihatan.
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan
sumbatan pemuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-
vena (Lubis RR, 2007).
2.2. Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur sferis
dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam,
lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina.
Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera,
yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea
transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah
sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk
memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.Retina
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi
impuls saraf.
ᄉ ᄃ Gambar 18 : Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan angiography daripada
funduskopi.
2.8. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati
diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
2.8.1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah diagnosis.
Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat
didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat
diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama
kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester
pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9
ᄉᄃ
ᄉ ᄃ Gambar 22 : Vitrektomi
(DIkutip dari kepustakaan 10) Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan
clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS
mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus)
dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan
penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan
vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal
dibandingkan dengan managemen konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif
yang sangat berat.9
2.9. Komplikasi1,12,10,11
2.9.1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi menarik
iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik
mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga
timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat
pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien
retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya
rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan
timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama
setelah dilakukan operasi.
2.9.2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat
meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini
adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan
glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu
respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.
2.9.3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai
struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan
perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior,
middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi
saat perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif,
pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi
direk secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan
sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah
jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek
menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu
untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
2.9.4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau
kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
RetinopatiDeskripsiAsosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :Penyempitan arteioler menyeluruh atau fokal, AV
nicking, dinding arterioler lebih padat (silver-wire)Asosiasi ringan dengan penyakit
stroke, penyakit jantung koroner dan mortalitas kardiovaskuler
ModerateRetinopati mild dengan satu atau lebih tanda berikut :Perdarahan retina (blot, dot atau
flame-shape), microaneurysme, cotton-wool, hard exudatesAsosiasi berat dengan penyakit
stroke, gagal jantung, disfungsi renal dan mortalitas kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate dengan edema papil : dapat disertai dengan
kebutaanAsosiasi berat dengan mortalitas dan gagal ginjal
ᄉ ᄃ Gambar 20 :A. Funduskopi mata kiri pasien,25 tahun, dengan renal hipertensi
memperlihatkan white-cotton wool spot, deep focal intraretina periarteriolar transudat (FIPTs),
B. Angiogram mempelihatkan area non-perfusi. (Dikutip dari kepustakaan9 )
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi tergantung dari
berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(13)
Gambar 2.Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah hitam)
(A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B). (dikutip dari
kepustakaan 13)
Gambar 3.Moderate Hypertensive Retinopathy.AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam)
(A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan
13)
Gambar 4. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papiledema. (dikutip
dari kepustakaan 13)
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan vaskuler retina
dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya dalam bentuk bercak dan titik
serta edema sirsinata, adanya edema retina dan gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina
dan badan kaca.. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan
Angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda
dengan retinopati hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada
mikroaneurisma.Kelainan makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped,
sedangkan pada retinopati diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati hipertensif
menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).
2.11. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan
<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik
dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.1,9,10,1
1. Bailey C, Chakravarthy U, Cohen S, Dodson P, Gibson J, Menon G, dkk. Diabetic Retinopathy
Guidelines. The Royal College of Opthalmologists.2012;6-9,56-64.
2. Chew EY, Benson WE, Blodi BA, Boldt HC, Murray TG, Olsen TW, dkk. Diabetic
retinopathy.Preferred practice pattern.2012;4:4-15.
3. Kumar KPS, Bhowmik D, Harish G, Duraivel S, Kumar BP. Diabetic Retinopathy – Symptoms,
Causes, Risk Factors and Treatment.The Pharma Innovation.2012;1(8):7-13.
4. Mitchell P, Foran S, Wong TY, Chua B, Patel I, Ojaimi E. Guidelines for the Management of
Diabetic Retinopathy.Government : National Health and Medical Research Council
(NHMRC).2008;22-4,30-6.
5. Ilyas HS, Yulianti SR. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. In: Ilyas HS, Yulianti SR
(eds.)Ilmu Penyakit Mata. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p221-5.
6. Viswanath K, McGavin DDM. Diabetic Retinopathy : Clinical findings and management. Journal
of Community Eye Health
7. Antonetti DA, Klein R, Gardner TW. Mechanisms of Disease Diabetic
Retinopathy..2003;16(46):21-4. The New England Journal of Medicine
8. Regillo C, Chang TS, Johnson MW, Kaiser PK, Scott IU, Spaide R, dkk. Basic and
Clinical Science Course : Retina and Vitreous..2012;366:1227-39. American Academy of
Opthalmology
9. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Retina. In: Susanto D (eds.)Vaughan & Asbury : Oftalmologi
Umum. 17th ed. Jakarta: EGC; 2012. p185-93. .2005;12:99-118.
10. Gupta N, Mansoor S, Sharma A, Sapkal A, Sheth J, Falatoonzadeh P, dkk. Diabetic
Retinopathy and VEGF. The Open Ofthalmology Journal
11. National Eye Institute..2013;7:4-10. Diabetic Retinopathy
12. Digital Journal of Opthalmology.. www.nei.nih.gov/eyedata/diabetic.asp (accessed 19 Januari
14). Prevalence and risk factors of diabetic retinopathy among Jordanian patients with type
2 diabetes. http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/physicians/oa/1204 (accessed 19
Januari 14).
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S,
editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
p.1857, 1889-1893.
2. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic Retinopathy. In:
Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ; 2006. p 23-35.
3. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective. Madras Diabetes
Research Foundation &Dr Mohan’s Diabetes Specialities Centre, Chennai, India. Indian J Med
Res 125; March 2007. p 297-310.
4. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi 14. Jakarta :WidyaMedika;
2000. p. 13-4, 211-17.
13. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The New England
Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited 2011August 27]: [8 screens].
Available from: ᄉ URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf ᄃ
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendar A, Nuryadhin S, Saefudin.
Sistem identifikasi gangguan mata dengan menggunakan pendekatan rule based system. Prosiding
SNaPP Sains, Teknologi, dan Kesehatan. 2014;4:237-44.
GL, Blankenship G, Cavallerano JD, et.al. Diabetic Retinopathy. American Diabetes Association.
[cited 2015 Oct 03]. Available from: http://care.diabetesjournals.org/con tent/26/suppl_1/s99.full
3. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit
6. Pandelaki K. Diabetes melitus. Retinopati Diabetik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, K
Marcellus Simadibrata, Setiyohadi B, Syam AF. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke- 6. Jakarta: Interna
Publishing; 2014. p. 2400-406.
pada poliklinik ilmu kesehatan mata selang satu tahun. E-Clinic. 2014
9. Pengan V. Kecenderungan penderita
intervention and cardiovascular disease in patients with type 2 diabetes,” New England Journal of
Medicine., 348(5):383–393.
11. Anugrah J. Hubungan diabetes melitus
dan retinopati di RSUD DR Soedorso Pontianak periode Januari- Desember 2010. FK Universitas
Tanjungpura; 2013