Anda di halaman 1dari 30

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

RETINOPATI DIABETIK

Pembimbing :

dr. Dini Irawati Sp.M

Oleh :

Helga Ratna Sari 16710327

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

RSUD NGANJUK

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atau segala berkat dan rahmatnya sehingga
kami dapat menyusun dan menyelesaikan tinjauan kepustakaan berjudul “Retinopati Diabetik”

Penyusunan laporan penelitian ini merupakan kegiatan kepaniteraan klinik ilmu kesehatan
mata RSUD Nganjuk, sekaligus sebagai salah satu persyaratan dan merupakan tugas akhir dalam
menyelesaikan pendidikan Dokter Muda di bidang Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya RSUD Nganjuk.

Ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan arahan dan saran dalam
penyusunan tinjauan kepustakaan ini khususnya kepada :

1. Dr. Dini Irawati Sp.M, selaku Kepala dan Pembimbing Kepeniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Mata di RSUD Nganjuk
2. Dr. Nina Yesiana, selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Di Ilmu Kesehatan Mata di
RSUD Nganjuk
3. Para perawat dan staff Pembimbing Kepaniteraan Klinik Di Ilmu Kesehatan Mata di
RSUD Nganjuk
4. Seluruh teman sejawat Dokter Muda di Fakutas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
RSUD Nganjuk.

Kami menyadari bahwa tinjauan kepustakaan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya, kami berharap semoga tinjauan kepustakaan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan

Nganjuk, 29 November 2017

Penyusun

DAFTAR ISI
Sampul............................................................................................................................ i

Kata Pengantar................................................................................................................ ii

Daftar Isi......................................................................................................................... iii

Daftar Tabel..................................................................................................................... iv

Daftar Gambar................................................................................................................ v

Bab 1 Pendahuluan....................................................................................................... 1

Bab 2 Tinjauan Pustaka.................................................................................................. 2

2.1. Definisi.............................................................................................................. 2
2.2. Anatomi............................................................................................................. 6
2.3. Faktor Resiko.................................................................................................... 10
2.4. Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik................................................. 10
2.5. Etiologi dan Patogenesis................................................................................... 10
2.6. Gejala Klinik..................................................................................................... 11
2.7. Diagnosis.......................................................................................................... 12
2.8. Penatalaksanaan................................................................................................ 17
2.9. Komplikasi........................................................................................................ 18
2.10. Diagnosis Banding.......................................................................................... 20
2.11. Prognosis......................................................................................................... 20

Bab 3 Penutup................................................................................................................. 21

Daftar pustaka................................................................................................................. 22
DAFTAR TABEL

Tabel................................................................................................................................ 2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1...................................................................................................................... 3

Gambar 2.2...................................................................................................................... 5

Gambar 2.3...................................................................................................................... 6

Gambar 2.4...................................................................................................................... 7

Gambar 2.5...................................................................................................................... 9
RETINOPATI DIABETIK
I.I Pendahuluan
Penyakit mata merupakan kelainan pada mata yang dapat mempengaruhi penglihatan
sehingga menyebabkan ketajaman penglihatan menurun dan penglihatan menjadi kabur atau
dapat menyebabkan kebutaan.1 Salah satu penyebab paling sering kasus kebutaan yaitu
retinopati diabetik (Fong DS, 2015).
Retinopati diabetik merupakan kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes melitus.3 Diabetes melitus (DM) adalah penyakit degeneratif kronik yang
memiliki angka morbiditas dan mortalitas tertinggi di dunia,4 salah satu komplikasi dari DM
adalah komplikasi mikrovaskular pada mata yaitu retinopati yang jika terus berlanjut akan
menjadi penyebab kebutaan (Noble J, Chaudhary V, 2010).
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisme, melebarnya vena, perdarahan
dan eksudat lemak. Penderita diabetes melitus dengan tipe 1 (insulin dependen diabetes) dan tipe
2 (non insulin dependen diabetes) mempunyia risiko untuk mendapatkan retinopati diabetik.
Makin lama menderita diabetes makin bertambah risiko untuk mendapatkan retinopati. Diabetes
yang diderita lebih dari 20 tahun pada tipe 1 hampir seluruhnya dan >60% tipe 2 menderita
retinopati. Retinopati diabetes merupakan penyulit penyakit diabetes yang sangat penting. Hal ini
disebabkan karena insidennya yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes dan
prognosisnya yang kurang baik terutama bagi penglihatan (Ilyas HS, 2014).
Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 orang pertahun akibat retinopati diabetes,
sedangkan di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh
penyebab kebutaan (Ilyas HS, 2014). Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes melitus
tipe 1 setelah 10-15 tahun sejak diagnosis ditegakkan berkisar antara 25-50%. Sesudah 15 tahun
prevalensi meningkat menjadi 75-95% dan setelah 30 tahun mencapai 100%. Pasien diabetes tipe
2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan sekitar 20% diantaranya telah ditemukan retinopati
diabetik. Setelah 15 tahun kemudian prevalensi meningkat menjadi lebih dari 60-85%. Di
Amerika Utara dilaporkan sekitar 12.000-24.000 pasien diabetes mengalami kebutaan setiap
tahun. Di Inggris dan Wales tercatat sekitar 1000 pasien diabetes setiap tahun mengalami
kebutaan sebagian sampai kebutaan total (Pandelaki K, 2014). Berdasarkan uraian diatas retinopati
diabetik merupakan salah satu masalah yang sangat penting dalam ilmu kesehatan mata.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Diabetik retinopati merupakan penyulit penyakit Diabetes Melitus yang paling ditakuti,
karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosanya yang kurang baik bagi penglihatan.
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan
sumbatan pemuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-
vena (Lubis RR, 2007).

2.2. Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur sferis
dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam,
lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina.
Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera,
yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea
transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah
sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk
memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.Retina
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi
impuls saraf.

ᄉ ᄃ Gambar 1 : Anatomi Mata.


(Dikutip dari kepustakaan 5)2.2.1. Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serata (Chew EY , 2012).
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi. Retina berasal
dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama vesikel optic terbentuk
kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut optic
cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara dinding
dalam akan membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan
proencephalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus
retinohipotalamikus (Joussen A.M, 2007).

ᄉ ᄃ Gambar 2 : Lapisan Retina (Joussen A.M, 2007).


Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya.Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel pigmen
retina.Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen dan lapisan dalam
yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang
yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk
penglihatan perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna,
cahaya dengan intensitas inggi dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah
yang menyuplai nutrient dan oksigen pada sel retina (Joussen A.M, 2007).
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel
kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis
fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
ᄉ ᄃ Gambar 3 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kea rah temporal dan
sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari arteri (Joussen A.M, 2007).
2.2.2 Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang merupakan cabang
dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar membrana Bruch.Arteri retina
sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans
interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan
plexiform luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di
koroid.Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada
permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa
anastomose. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga
nutrisinya diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid (Joussen A.M, 2007).
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, membentuk sawar
darah retina.Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.Sawar darah retina sebelah luar
terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan
sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami
ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel (Joussen A.M,
2007).

2.2.3. Innervasi Retina


Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.Kelainan-kelainan yang terjadi
pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf sensoris pada retina.Untuk
melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan,
penglihatan warna, dan lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram
(ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked respons (VER).Salah satu pemeriksaan
yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi (Joussen A.M,
2007).

2.3. Faktor Resiko


Faktor resiko retinopati diabetik antara lain (Bailey C, 2012):
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan DM
sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30
tahun mencpai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan perburukan
retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2 dengan kejadian
hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetik, meliputi
kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal
kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya retinopati
diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I dan II
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi penyakit ginjal
(contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan retinopati dan respon
terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan hiperlipidemia.

2.4. Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik


Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi.Pemeriksaan
dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling
dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk
skrining. Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya
klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya
pembentukan pembuluh darah baru di retina (Weiss J, 2008).
Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik

TahapDeskripsiTidak ada retinopatiTidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada


retina. Penglihatan normal.MakulopatiEksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau
bukti edema retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin berkurang; mengancam
penglihatan.PraproliferatifBukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin
terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.ProliferatifPerubahan oklusi menyebabkan
pelepasan substansi vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah
baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat lain pada retina (NVE). Penglihatan normal,
mengancam penglihatan.TahapDeskripsiLanjutPerubahan proliferatif dapat menyebabkan
perdarahan ke dalam vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel
pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh
darah baru. Penglihatan berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan.Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi
retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam
retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular
dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif (Weiss J, 2008).

Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS (Mitchell P, 2008).

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif1.Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda


berupa dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat
keras.2.Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena
derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.3.Retinopati nonproliferatif
berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi
vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.4.Retinopati nonproliferatif sangat berat :
ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif1.Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila
ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina
(NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus. 2.Retinopati proliferatif risiko tinggi :
apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru
dimana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼ daerah diskus, d)
perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap
adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling
sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.
ᄉ ᄃ Gambar 4 : Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages intraretina (kepala panah
terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada retina (panah), cotton-wool spots
menandakan infark serabut saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam) (Mitchell P, 2008).
ᄉ ᄃ Gambar 5 : Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan adanya preretinal
neovascularisation (Mitchell P, 2008)
2.5. Etiologi dan Patogenesis
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun
keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama. Lamanya terpapar
hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhinya menyebabkan
perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar
hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara
lain adhesi platelet yang meningkat, agregasi eritrosit yang meningkat, abnormalitas lipid serum,
fibrinolisis yang tidak sempurna, abnormalitas serum dan viskositas darah. Retina merupakan
suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas
metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina.Kapiler retina membentuk
jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut
fovea.Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina
tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel.Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat
pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan
jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain
perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler,
mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel.Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan
erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk
barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan
kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina (Pandelaki K, 2007).
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada keadaan lanjut,
perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik
melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu pembentukkan
mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, penyumbatan pembuluh darah,
proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, kontraksi dari
jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah (Pandelaki K,
2007).
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik yang
mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol,
glikasi non-enzimatik dan protein kinase C (Pandelaki K, 2007).
 Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan
serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan
termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat
melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam
sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel (Pandelaki K, 2007).
 Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA.
Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan
fungsi sel (Pandelaki K, 2007).
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa (Pandelaki K,
2007).

Tabel 3. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik (Pandelaki K, 2007).

MekanismeCara KerjaTerapiAldose reduktaseMeningkatkan produksi sorbitol,


menyebabkan kerusakan sel.Aldose reduktase inhibitorInflamasiMeningkatkan perlekatan
leukosit pada endotel kapiler, hipoksia, kebocoran, edema macula.AspirinProtein Kinase
CMengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh DAG pada hiperglikemia.Inhibitor terhadap PKC -
IsoformMekanismeCara KerjaTerapiNitrit Oxide SynthaseMeningkatkan produksi radikal
bebas, meningkatkan VEGF.AmioguanidinMenghambat ekspresi genMenyebabkan hambatan
terhadap jalur metabolisme sel.Belum adaApoptosis sel perisit dan sel endotel kapiler
retinaPenurunan aliran darah ke retina, meningkatkan hipoksia.Belum adaVEGFMeningkat
pada hipoksia retina, menimbulkan kebocoran , edema makula, neovaskular.Fotokoagulasi
panretinalPEDFMenghambat neovaskularisasi, menurun pada hiperglikemia.Induksi produksi
PEDF oleh gen PEDFGH dan IGF-IMerangsang neovaskularisasi.Hipofisektomi, GH-receptor
blocker, ocreotidePKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG= diacylglycerol;
ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product; PEDF= pigment-epithelium-derived factor;

GF= growth factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.1

ᄉ ᄃ Gambar 5 : Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati Diabetik


Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi mikrovaskular yang
menyebabkan hipoksia retina.Hilangnya perfusi (nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan
leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua
komponen darah.Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau
plasma melalui endotel yang rusak.Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot. Efek dari
hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari
arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA).Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik
(Regillo C, 2012)
ᄉ ᄃ Gambar 6 : Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik
(Regillo C, 2012)
ᄉᄃ
Gambar 7 :Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di retina
superficial berdekatan dengan area non perfusi.
(Regillo C, 2012) Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain
terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya tekanan
intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan terbentuknya saccular
pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa
menyebabkan kebocoran atau menjadi thrombus.Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas
vaskular Hal ini adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke
dalam retina yang menimbulkan edema macula.Edema ini dapat bersifat difus ataupun
local.Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan
eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar (hard
exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula
(Regillo C, 2012).
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena
lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk
titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel
akson berorientasi vertical.Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat
kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan
plasma (Bhavsar A, 2011).

ᄉ ᄃ Gambar 8 : Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati Diabetik


(Regillo C, 2012) Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi.Faktor-faktor ini
menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina dan nervus optik (PDR)
serta iris (rubeosis iridis).Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja
(NVE)

ᄉ ᄃ Gambar 9 : Lokasi NVD dan NVE


(Regillo C, 2012)
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel tanpa sel
perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami
perdarahan.Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena bertumbuhnya secara
abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan
dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya
ke dalam mata dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada
lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau
sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa
lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina sampai
terlepas sehingga terjadi ablasio retina (Bhavsar A, 2011).

2.6. Gejala Klinik


Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya pada
stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus maka pasien akan
menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif
dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif (Noble J, 2010).
2.6.1. Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
1. Kesulitan membaca
2. Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
3. Penglihatan ganda
4. Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
5. Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
6. Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
2.6.2. Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan
merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik
merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan
dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
ᄉ ᄃ Gambar 10 : Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy
(Dikutip dari kepustakaan 10)
ᄉ ᄃ Gambar 11 :FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroaneurisma non-
trombosis.
(Dikutip dari kepustakaan 10)
 Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan
berkelok-kelok seperti sausage-like.

ᄉ ᄃ Gambar 12: Dilatasi Vena


(Dikutip dari kepustakaan 10) Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.
Gambarannyakhusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
ᄉᄃ
Gambar 13 :Hard Exudates
(Dikutip dari kepustakaan 10)
ᄉ ᄃ Gambar 14 : FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.
(Dikutip dari kepustakaan 10)
 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

ᄉ ᄃ Gambar 15 :Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA


(Dikutip dari kepustakaan 10) Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama
daerah makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.
 Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan.
Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok dan ireguler. Mula–mula
terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan
kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.

ᄉ ᄃ Gambar 16 : NVD severe dan NVE severe


(dikutip dari kepustakaan 10)
ᄉ ᄃ Gambar 17 : Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7,10


NPDRPDRMikroaneurisma (+)Mikroaneurisma (+)Perdarahan intraretina (+)Perdarahan
intraretina (+)Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)Oedem retina(+)Oedem retina
(+)Cotton Wool Spots (+)Cotton Wool Spots (+)IRMA (+)IRMA(+)Neovaskularisasi
(-)Neovaskularisasi (+)Perdarahan Vitreous (-)Perdarahan Vitreous (+)Pelepasan retina
secara traksi (-)Pelepasan retina secara traksi (+)
2.7. Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold
standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika
pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara
intravena dan kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.

ᄉ ᄃ Gambar 18 : Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan angiography daripada
funduskopi.
2.8. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati
diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
2.8.1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah diagnosis.
Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat
didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat
diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama
kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester
pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau KehamilanUmur onset


DM/kehamilanRekomendasi pemeriksaan pertama kaliFollow up rutin minimal0-30
tahunDalam waktu 5 tahun setelah diagnosisSetiap tahun>31 tahunSaat diagnosisSetiap
tahunHamil Awal trimester pertamaSetiap 3 bulan atau sesuai kebijakan dokter mataBerdasarkan
beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata mungkin lebih memilih untuk
megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk
terapi.9
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina Abnormalitas retinaFollow-
up yang disarankanNormal atau mikroaneurisma yang sedikitSetiap tahunRetinopati Diabetik
non proliferatif ringan Setiap 9 bulanRetinopati Diabetik non proliferatifSetiap 6 bulanRetinopati
Diabetik non proliferatifSetiap 4 bulanEdema makula Setiap 2-4 bulanRetinopati Diabetik
proliferatifSetiap 2-3 bulan 2.8.2 Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control
and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I
yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien
yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko
terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko
perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective
Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa
setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi
mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa
meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati
diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan
memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik
dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi
dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan
mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 1,3,9
2.8.3 Fotokoagulasi1,2,10,11
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan
penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute
of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar
laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat
perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3
metode terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus
yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan
mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina
atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina
yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.
ᄉ ᄃ Gambar 19 : Tahap-tahap PRP
(Dikutip dari kepustakaan 10) 2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau
lesi mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea.
Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan
dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

ᄉᄃ

Gambar 20. Panretinal fotokoagulasi pada PDR


(Dikutip dari kepustakaan 10)
ᄉ ᄃ Gambar 21. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema
(Dikutip dari kepustakaan 2)
4. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi baru-baru
ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam
kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris,
dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab
tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi
sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian
sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus
melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin
yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05
mL.1,2,8,10
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus
dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan
neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu,
vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus
setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8

ᄉ ᄃ Gambar 22 : Vitrektomi
(DIkutip dari kepustakaan 10) Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan
clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS
mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus)
dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan
penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan
vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal
dibandingkan dengan managemen konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif
yang sangat berat.9

2.9. Komplikasi1,12,10,11
2.9.1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi menarik
iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik
mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga
timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat
pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien
retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya
rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan
timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama
setelah dilakukan operasi.
2.9.2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat
meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini
adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan
glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu
respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.
2.9.3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai
struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan
perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior,
middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi
saat perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif,
pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi
direk secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan
sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah
jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek
menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu
untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
2.9.4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau
kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

2.10. Diagnosis Banding


Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah
hipertensive retinopathy.1,2
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi
retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh
Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit
ginjal.Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan
fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape
dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan
bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.(13)
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology(9,,13)

StadiumKarakteristikStadium 0Tiada perubahan, a:v = 2:3Stadium IPenyempitan arteriolar


yang hampir tidak terdeteksi.Stadium IIPenyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper
wire arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus signStadium IIIStadium II + perdarahan
retina dan/atau eksudatStadium IVStadium III + papilledema

RetinopatiDeskripsiAsosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :Penyempitan arteioler menyeluruh atau fokal, AV
nicking, dinding arterioler lebih padat (silver-wire)Asosiasi ringan dengan penyakit
stroke, penyakit jantung koroner dan mortalitas kardiovaskuler
ModerateRetinopati mild dengan satu atau lebih tanda berikut :Perdarahan retina (blot, dot atau
flame-shape), microaneurysme, cotton-wool, hard exudatesAsosiasi berat dengan penyakit
stroke, gagal jantung, disfungsi renal dan mortalitas kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate dengan edema papil : dapat disertai dengan
kebutaanAsosiasi berat dengan mortalitas dan gagal ginjal
ᄉ ᄃ Gambar 20 :A. Funduskopi mata kiri pasien,25 tahun, dengan renal hipertensi
memperlihatkan white-cotton wool spot, deep focal intraretina periarteriolar transudat (FIPTs),
B. Angiogram mempelihatkan area non-perfusi. (Dikutip dari kepustakaan9 )
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi tergantung dari
berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(13)
Gambar 2.Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah hitam)
(A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B). (dikutip dari
kepustakaan 13)

Gambar 3.Moderate Hypertensive Retinopathy.AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam)
(A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan
13)

Gambar 4. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papiledema. (dikutip
dari kepustakaan 13)

Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan vaskuler retina
dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya dalam bentuk bercak dan titik
serta edema sirsinata, adanya edema retina dan gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina
dan badan kaca.. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan
Angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda
dengan retinopati hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada
mikroaneurisma.Kelainan makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped,
sedangkan pada retinopati diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati hipertensif
menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).

2.11. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan
<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik
dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.1,9,10,1
1. Bailey C, Chakravarthy U, Cohen S, Dodson P, Gibson J, Menon G, dkk. Diabetic Retinopathy
Guidelines. The Royal College of Opthalmologists.2012;6-9,56-64.

2. Chew EY, Benson WE, Blodi BA, Boldt HC, Murray TG, Olsen TW, dkk. Diabetic
retinopathy.Preferred practice pattern.2012;4:4-15.

3. Kumar KPS, Bhowmik D, Harish G, Duraivel S, Kumar BP. Diabetic Retinopathy – Symptoms,
Causes, Risk Factors and Treatment.The Pharma Innovation.2012;1(8):7-13.

4. Mitchell P, Foran S, Wong TY, Chua B, Patel I, Ojaimi E. Guidelines for the Management of
Diabetic Retinopathy.Government : National Health and Medical Research Council
(NHMRC).2008;22-4,30-6.

5. Ilyas HS, Yulianti SR. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. In: Ilyas HS, Yulianti SR
(eds.)Ilmu Penyakit Mata. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p221-5.

6. Viswanath K, McGavin DDM. Diabetic Retinopathy : Clinical findings and management. Journal
of Community Eye Health
7. Antonetti DA, Klein R, Gardner TW. Mechanisms of Disease Diabetic
Retinopathy..2003;16(46):21-4. The New England Journal of Medicine
8. Regillo C, Chang TS, Johnson MW, Kaiser PK, Scott IU, Spaide R, dkk. Basic and
Clinical Science Course : Retina and Vitreous..2012;366:1227-39. American Academy of
Opthalmology
9. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Retina. In: Susanto D (eds.)Vaughan & Asbury : Oftalmologi
Umum. 17th ed. Jakarta: EGC; 2012. p185-93. .2005;12:99-118.
10. Gupta N, Mansoor S, Sharma A, Sapkal A, Sheth J, Falatoonzadeh P, dkk. Diabetic
Retinopathy and VEGF. The Open Ofthalmology Journal
11. National Eye Institute..2013;7:4-10. Diabetic Retinopathy
12. Digital Journal of Opthalmology.. www.nei.nih.gov/eyedata/diabetic.asp (accessed 19 Januari
14). Prevalence and risk factors of diabetic retinopathy among Jordanian patients with type
2 diabetes. http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/physicians/oa/1204 (accessed 19
Januari 14).
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S,
editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
p.1857, 1889-1893.
2. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic Retinopathy. In:
Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ; 2006. p 23-35.
3. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective. Madras Diabetes
Research Foundation &Dr Mohan’s Diabetes Specialities Centre, Chennai, India. Indian J Med
Res 125; March 2007. p 297-310.
4. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi 14. Jakarta :WidyaMedika;
2000. p. 13-4, 211-17.

5. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002, Comtan: U.S.A. P. 82


6. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-5, 66-70, 129-
132, ,228-31, 309, 291-331
7. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New York :Thieme; 2000. p. 299-
301, 314-18.
8. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic Retinopathy.
Australia : National Health and Medical Research Council ; 2008. p 26-31,44-47,96-104.
9. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter 5.Singapore:
American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-128
10. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology. London:Butterworth-
Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
11. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ] Cited on[ August 27, 2011]
available from URL: ᄉ http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print ᄃ.
12. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland : WHO Library Publication
Data; 2005. p 8-14.

13. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The New England
Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited 2011August 27]: [8 screens].
Available from: ᄉ URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf ᄃ
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendar A, Nuryadhin S, Saefudin.

Sistem identifikasi gangguan mata dengan menggunakan pendekatan rule based system. Prosiding
SNaPP Sains, Teknologi, dan Kesehatan. 2014;4:237-44.

2. Fong DS, Aiello L, Gardner TW, King

GL, Blankenship G, Cavallerano JD, et.al. Diabetic Retinopathy. American Diabetes Association.
[cited 2015 Oct 03]. Available from: http://care.diabetesjournals.org/con tent/26/suppl_1/s99.full
3. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit

mata. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.


4. Sitompul R. Retinopati diabetik. J Indon

Med Assoc. 2011;61:337-41.


5. Noble J, Chaudhary V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010; 182(15):1646.

6. Pandelaki K. Diabetes melitus. Retinopati Diabetik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, K
Marcellus Simadibrata, Setiyohadi B, Syam AF. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke- 6. Jakarta: Interna
Publishing; 2014. p. 2400-406.

7. Lubis RR. Diabetik retinopati. Medan:

FK USU; 2007. h. 2-11.


8. Ilary T. Prevalensi retinopati diabetik

pada poliklinik ilmu kesehatan mata selang satu tahun. E-Clinic. 2014
9. Pengan V. Kecenderungan penderita

retinopati diabetik. E-Clinic. 2014:2


10. P. Gæde., 2003, “Multifactorial

intervention and cardiovascular disease in patients with type 2 diabetes,” New England Journal of
Medicine., 348(5):383–393.
11. Anugrah J. Hubungan diabetes melitus

dan retinopati di RSUD DR Soedorso Pontianak periode Januari- Desember 2010. FK Universitas
Tanjungpura; 2013

Anda mungkin juga menyukai