Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Regurgitasi Mitral


Regurgitasi mitral (MR), juga dikenal sebagai insufisiensi mitral atau
ketidakmampuan mitral, adalah refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama
sistol jantung. Kompetensi fungsional dari katup mitral bergantung pada interaksi
terkoordinasi anulus mitral dan selebaran, korda tendinea, otot-otot papiler, atrium
kiri dan ventrikel kiri (LV) (Osman, 2003).

Gambar 1. Anatomi jantung (Robert, 2010).

2.2 Etiologi Regurgitasi Mitral

Penyebab yang paling sering dari MR adalah penyakit degenerative


(myxomatous) (20-40%), penyakit jantung iskemik (15-35%), penyakit rematik (10-
30%) dan endokarditis infeksius (5-15%). 1 (5-15%). Kebanyakan buku mengatakan
bahwa penyebab RM adalah degeneratif, iskemik dan rematik MR sebagai
regurgitasi mitral yang disebabkan oleh proses patologis masing-masing. Namun,
definisi klinis yang praktis yang dapat diterapkan pada pasien dengan MR adalah
dengan mempelajari tentang patofisiologi MR itu sendiri (Osman, 2003).

2.3 Patofisiologi Regurgitasi Mitral


Di bawah ini merupakan patofisiologi dari regurgitasi mitral yang berawal dari
katup mitral yang kehilangan fungsinya sebagai katup sehingga sewaktu systole
sejumlah darah pada ventrikel kiri akan mengalir kembali ke atrium kiri.

Bagan 1.. Patofisiologi Regurgitasi Mitral (Silbernagl, 2017).

2.4 Klasifikasi Regurgitasi Mitral


Di bawah ini akan dijelaskan beebrapa kalsifikasi Mitral Regurgitasi menurut
beberapa ahli.
Gambar 2. Kalsifikasi Mitral Regurgitasi ( Osman, 2003).
Menurut Osman dalam jurnalnya membagi regurgitasi katup mitral
menjadi 3 tipe : 1. Regurgitasi katup mitral dengan gerakan yang normal, 2.
Regurgitasi mitra dengan peningkatan gerak, 3. Regurgitasi mitral dengan gerakan
terbatas.
Bagan 2. Gejala dan kalsifikasi mitral regurgitasi ( Wesley et al, 2017).

Gambar di atas menjelaskan tentang gejala-gejala pada kalsifikasi Regurgitasi


Mitral yang akut dan kronis. Pada grade A,B,dan C tidak disertai gejala penyerta
sedangkan pada Grade D disertai dengan adanya dipsneu dan adanya penurunan aktivitas.

2.5 Diagnosis Regurgitasi Mitral


Penegakkan diagnosis regurgitasi mitral ini adalah dari anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa dapat dilihat gejala
apa saja yang mempengaruhi.
Kebanyakan pasien dengan regurgitasi mitral yang sudah kronis tidak
menunjukkan gejala tetapi mungkin menunjukkan kelelahan, penurunan kegiatan,
dan dyspnea sebagai timbale balik dari berkembangnya penyakit ini dan kelelahan
adalah gejala awal dari terjadinya regurgitasi mitral ini. Adanya hipertensi pulmonal
menunjukkan perkembangan penyakit dan menyebabkan kegagalan LV, ortopnea,
dan edema perifer. Pada pasien dengan regurgitasi mitral akut, terjadi dyspnea yang
tiba-tiba sebagai akibat dari peningkatan regurgitasi yang umumnya disebabkan oleh
infark miokard dan / atau pecah korda tendinea. Penegakkan diagnose dari pasien ini
secara cepat sangat penting karena regurgitasi mitral akut adalah keadaan darurat
medis. Pasien juga mungkin dating dengan tanda dan gejala syok seperti hipotensi,
takikardia, lemah, pusing, dan perubahan status mental (Wesley, 2017).
Pasien dengan regurgitasi mitral yang sudah kronis memiliki gejala-gejala
gagal jantung yang timbulnya mendadak oleh karena ventrikel kiri tidak memiliki
cukup waktu untuk beradaptasi. Kasus yang sering dijumpai adalah pasien dating
dengan keluhan sesak nafas bahkan distress napas akibat adanya edema paru yang
akut bahkan pada beberapa kasus disertai dengan adanya hipotensi dan syok akibat
penurunan curah jantung. Pada saat melakukan aktivitas, regurgitasi mitral sendiri
tidak memiliki gejala bila masih dalam tahap kompensasi, keluhan baru akan
muncul ketika berada pada tahap dekompensasi. Pada tahap ini biasanya yang pasien
keluhkan adalah nyeri dada pada pasien dengan penyakit jantung koroner,
sedangkan terdapat demam pada pasien dengan endokarditis (Soesanto dan
Rudiktyo, 2017).
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan regurgitasi mitral akut dan kronis dan
regurgitasi mitral yang akut ditemukan perbedaan. Pada kasus yang akut ditemukan
gangguan hemodinamika yang berat seperti edema paru akut, takikardia, akral
dingin, dan penurunan kesadaran akibat penurunan perfusi ke berbagai jaringan.
Sedangkan pada regurgitasi mitral yang kronis dapat terjadi pergeseran impuls
apikal jantung ke lateral, bunyi jantung pertama melemah akibat gangguan koaptasi
kuspis, bising pansistolik, bising sistolik akhir, bunyi jantung ketiga dan bising
diastolic awal, apabila sudah timbul hipertensi pulmonal maka dapat terdengan P2
yang mengeras dan bising pansistolik pada daerah basal jantung, peningkatan JVP,
hepatomegali, asites dan edema perifer yang terjadi apabila terdapat gagal jantung
kanan (Soesanto dan Rudiktyo, 2017).
Sedangkan pada pemeriksaan penunjang dari regurgitasi mitral sendiri
terdapat beberapa pemeriksaan, antara lain: (Soesanto dan Rudiktyo, 2017).
a. Elektrokardiografi
Pada EKG ditemukan pembesaran antrium dan ventrikel kiri apabila
sudah masuk kedalam regurgitasi mitral yang kronis. Dapat juga
ditemukan fibrilasi atrium dan hipertrofi ventrikel kanan. Sedangkan
pada regurgitasi mitral yang akut ditemukan sinus takikardi yang
merupakan usaha tubuh untuk meningkatkan curah jantung. Terkadang
pada saat pemeriksaan EKG ditemukan infark miokard akut atau
penyakit jantung koroner.
b. Foto thorax
Pada pemeriksaan thorax ditemukan gambaran edema paru yang
biasanya disertai dengan kardiomegali pada regurgitasi mitral yang akut
sedangkan pada regurgitasi mitral yang kronis dapat ditemukan
kardiomegali yang merupakan akibat dari pembesaran ventrikel dan
atrium kiri yang berlangsung cukup lama.
c. Ekokardiografi transtorakal
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan oleh
seseorang yang dicurigai terkena regurgitasi mitral akut maupun
kronis. Ekokardiografi berperan untuk mengkonfirmasi diagnosis,
menentukan derajat keparahan, etiologi, mekanisme, konsekuensi
hemodinamika dan menentukan strategi tata laksana terbaik.

2.6 Diagnosis Banding Regurgitasi Mitral


Regurgitasi mitral kadang-kadang sulit untuk dibedakan dengan stenosis aorta
pada pemeriksaan auskultasi, karena keduanya merupakan sistolik, tetapi stenosis
aorta memiliki suara crescendo-dekresendo, menyebar ke leher, umumnya berkaitan
dengan S 4, dan terdengar lebih baik di pangkalan. Dalam regurgitasi mitral ringan,
S 1 dapat berkurang karena kegagalan dalam proses penutupan. Namun, murmur
holosistolik yang mengarah ke regurgitasi menunjukkan kondisi di mana salah satu
ets fl lea menjadi terlepas dari tendinea korda. Terkait paru hipertensi menghasilkan
perpecahan S 2 dan lebih dilemahkan P 2 pada auskultasi dada (Wesley et al, 2017).
2.7 Tatalaksana Regurgitasi Mitral

Dibawah ini merupakan alur penatalaksanaan regurgitasi mitral

Bagan 3. Alur penatalaksanaan regurgitasi mitral secara umum ((Baumgartner


et al, 2017).
Alur penatalaksanaan dari regurgitasi mitral adalah dilihat dari gejalanya.
Apabila ada gejala maka dilihat apakah ada indikasi untuk dilakukan operasi kalo iya
maka akan dilakukan PMC.
Bagan 4. Alur penatalaksanaan mitral regurgitasi yang kronis (Baumgartner et
al, 2017).

Penatalaksanaan dari mitral regurgitasi yang sudah kronis adalah dilihat apakah
ada gejala atau tidak. Apabila ada gejala maka dilihat apakah LVEF > 30%. Apabila
iya maka jalan satu-satunya adalah pembedahan. Sedangkan apabila tidak ada gejala
maka diperiksa LVEFnya, apabila <60% maka dilakukan follow.

2.8 Prognosis Regurgitasi Mitral


Pasien dengan regurgitasi mitral akut memiliki prognosis yang buruk apabila
tidak dilakukan penatalaksanaan definitif karena perubahan hemodinamika yang
mendadak tersebut tidak dapat ditoleransipada sebagian besar kasus. Prognosis
diperburuk lagi dengan penyakit penyerta yang merupakan etiologi dari regurgitasi
mitral tersebut sepert infark miokard atau endokarditis yang masing-masing
memiliki efek buruk lain di luar regurgitasi mitral. Pada kasus regurgitasi mitral
kronik tanpa gejala, angka mortalitas per tahun akibat masalah kardiovascular
mencapai 11-17%. Timbulnya fibrilasi atrium merupakan salah satu predictor
prognosis yang buruk. Predictor prognosis yang buruk lainnya mencangkup gejala,
usia, keparahan regurgitasi, hipertensi pulmonal, dilatasi atrium dan ventrikel kiri
serta penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri. (Soesanto & Rudiktyo, 2017)
2.8 Komplikasi Regurgitasi Mitral
Komplikasi yang berpontensi apabila tidak ada perbaikan dan pengantian katup
mitral adalah endokarditis. Pengobatan dengan menggunakan antibiotic sebagai
profilaksis telah sangat berkurang sesuai dengan pedoman yang tepat, tetapi tetap
penting untuk pasien dengan perbaikan atau penggantian katup mitral. Kebersihan
gigi penting untuk menjaga gigi tetap bersih dan steril selama prosedur invasif dan
penting dalam pencegahan endokarditis.
2.9 Pencegahan
Secara umum, penyakit regurgitasi mitral tidak dianggap dicegah dan paling
sering dikaitkan dengan penuaan. Namun, perawatan yang tepat dari penyakit
jantung iskemik dan gagal jantung dapat membantu mencegah terjadinya regurgitasi
mitral sekunder karena adanya penuaan. Pencegahan terhadap penyakit jantung dapat
mencegah terjadinya mitral regurgitasi sekunder. Pelayanan kesehatan harus segera
mengobati pasien dengan sakit tenggorokan, terutama pasien yang positif
Streptococcus dan perlu diberikan antibiotik untuk mencegah demam rematik,
walaupun hal ini merupakan penyebab yang jarang menjadi pemicu terjadinya
regurgitasi mitral (Wesley, 2017).

2.10

Anda mungkin juga menyukai