Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ULKUS KAKI DIABETIK DAN EVIDENCE BASED

NURSING

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL

oleh
Kelompok 2
Nuri Hatika NIM 162310101131
Nurul Hidayah NIM 162310101144
Miftakhul Sa’adah NIM 162310101159

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS KAKI DIABETIK

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL

disusun guna menyelesaikan tugas matakuliah Keperawatan Medikal dengan


dosen pengampu Ns. Nur Widayati, M.N

oleh
Nuri Hatika
NIM 162310101131

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
ii

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan “Ulkus Diabetik”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medical pada Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Jember.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah


keperawatan medikal yang telah membimbing kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terima kasih pula kepada teman-teman yang
secara ikhlas mengerjakan tugas ini dengan semangat dan kerja sama yang baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka kami menerima
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, Oktober 2013

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

PRAKATA .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN...........................................................1


1.1 Anatomi Fisiologi............................................................................1
1.2 Definisi Ulkus Diabetik...................................................................2
1.3 Epidemiologi....................................................................................3
1.4 Etiologi..............................................................................................3
1.5 Klasifikasi.........................................................................................5
1.6 Patofisiologi......................................................................................8
1.7 Manifestasi Klinis.............................................................................9
1.8 Pemeriksaan Penunjang.................................................................10
1.9 Penatalaksanaan Medis..................................................................11
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN SESUAI TEORI................................. 14
2.1 Pengkajian....................................................................................... 14
2.2 Diagnosa.......................................................................................... 16
2.3 Perencanaan.................................................................................... 16
2.4 Pelaksanaan.................................................................................... 20
2.5 Evaluasi........................................................................................... 20
BAB 3. PATHWAY........................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………23
LAMPIRAN…………………………………………………………………..25
1

BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Fisiologi


Pankreas adalah suatu organ yang berbentuk pipih terletak di belakang rongga
abdomen dan di bawah lambung yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin
(Sloane dalam Syaifuddin, 2011) Pankreas terletak retroperitoneal melintang di
abdomen bagian atas dengan panjang sekitar 25 cm dan berat 120 gram. Bagian
eksokrin pankreas mengeluarkan larutan basa encer dan enzim-enzim pencernaan
melalui duktus pankreatikus kedalam lumen saluran pencernaan tepatnya di ampula
vateri. Diantara sel-sel eksokrin pankreas tersebar kelompok-kelompok atau pulau-
pulau sel endokrin yang juga dikenal sebagai pulau-pulau langherhans (islets of
langerhans). Jenis sel endokrin pankreas yang paling banyak dijumpai adalah sel
beta dimana pada sel beta ini merupakan tempat sintesis dari hormon insulin. Selain
itu terdapat juga sel alfa yang menghasilkan glukagon dan sel delta adalah sel untuk
mensintesis somatostatin sedangkan sel endokrin yang paling jarang yang ada pada
pankreas adalah sel PP ,sel ini berfungsi untuk mengeluarkan polipeptida pankreas.
Hormon pankreas yang paling penting untuk mengatur metabolisme tubuh adalah
insulin dan glukagon (Sherwood dalam Syaifuddin, 2011).
Fungsi fisiologis hormon insulin adalah sebagai berikut :
 Insulin menyediakan glukosa untuk sebagian besar sel tubuh, terutama untuk otot
dan adiposa, melalui peningkatan aliran glukosa yang melewati membrane sel
dalam mekanisme carier.
 Insulin memperbesar simpanan lemak dan protein dalam tubuh pertama dengan
cara meningkatkan transport asam amino dan asam lemak dari darah kedalam sel
yang kedua meningkatkan sintesis protein dan lemak, serta menurunkan
katabolisme protein dan lemak.
 Insulin meningkatkan penggunaaan karbohidrat untuk energy
Kekurangan insulin dapat menyebabkan kelainan yang dikenal dengan diabetes
mellitus, yang menyebabkan glukosa tertahan diluar sel (cairan ekstaseluler),
2

mengakibatkan sel jaringan mengalami kekurangan glukosa/energy dan akan


merangsang glikogenolisis disel hati dan sel jaringan. Glukosa akan dilepaskan
kedalam cairan ekstrasel sehingga terjadi hiperglikemia (Syaifuddin, 2011) .

1.2 Definisi Ulkus Diabetik


Ulkus diabetik merupakan salah satu bentuk dari komplikasi kronik penyakit
diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
adanya kematian jaringan setempat (frykberb dalam Hariani & Perdanakusuma,
2012). Ulkus diabetic merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat adanya
penyumbatan pada pembuluh darahditungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula
darah yang tinggi sehingga klien tidak merasakan adanya luka, luka terbuka dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob
(Waspadji, 2009). Ulkus pada kaki klien yang telah berlanjut menjadi pembusukan
3

memiliki kemungkinan besar untuk diiamputasi (Situmorang dalam Hariani &


Perdanakusuma, 2012).
Dapat disimpulkan bahwa ulkus kaki diabetik merupakan kelainan atau luka
yang kompleks pada pasien DM yang dapat mengakibatkan amputasi ekstremitas
bawah, sehingga membutuhkan penanganan yang terbaik.

1.3 Epidemiologi Ulkus Diabetik


Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan pengukuran tahun 2013 adalah
2,1%, lebih tinggi dibanding dengan tahun 2007 (1,1%) meningkat hampir dua kali
lipat. Sebanyak 31 provinsi (93,9%) menunjukkan kenaikan prevalensi DM yang
cukup berarti.
penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi
30%, angka mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan
rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM (Riyanto dalam Mustafa dkk,
2016). Penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia memerlukan biaya yang tinggi
sebesar 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun untuk
seorang penderita (Suyono dalam Mustafa dkk, 2016). Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) data pada tahun 2003, masalah ulkus kaki diabetik
merupakan masalah serius, sebagian besar penderita DM dirawat karena mengalami
ulkus diabetik. Akibat dari masalah ulkus diabetik angka amputasi masih cukup
tinggi, yaitu sebesar 23,5%. Penderita DM paska amputasi sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun dan 37% akan meninggal dalam 3 tahun (Waspadji dalam
Mustafa dkk, 2016).

1.4 Etiologi Ulkus Diabetik

Menurut Purbianto dalam Abidin (2017) penyebab dari ulkus diabetik


antara lain:
a. Diabetik neuropati

Diabetik neuropati merupakan salah satu manifestasi dari diabetes mellitus yang
4

dapat menyebabkan terjadinya luka diabetes. Pada kondisi ini sistem saraf yang
terlibat adalah saraf sensori, motorik dan otonom. Neuropati perifer pada
penyakit diabetes meliitus dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik,
sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan
kelemahan otot, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motorik dapat
menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes,
kontraktur tendon achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan
terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusakanya
serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan
terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi
simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit
dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom
memudahkan terjadinya artropati Charcot (Cahyono dalam Abidin, 2017).
b. Pheripheral vascular diseases
Pada pheripheral vascular disease ini terjadi karena adanya arteriosklerosis dan
ateoklerosis. Pada arteriosklerosis terjadi penurunan elastisitas dinding arteri
sedangkan pada aterosklerosis terjadi akumulasi “plaques” pada dinding arteri
berupa; kolesterol, lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit dan kalsium.
Faktor yang mengkontribusi antara lain perokok, diabetes, hyperlipidemia dan
hipertensi.
c. Trauma
Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak disadarinya
trauma akibat pemakaian alas kaki. Trauma yang kecil atau trauma yang
berulang, seperti pemakaian sepatu yang sempit menyebabkan tekanan yang
berkepanjangan dapat menyebabkan ulserasi pada kaki.

d. Infeksi
Infeksi adalah keluhan yang sering terjadi pada pasien diabetes mellitus, infeksi
biasanya terdiri dari polimikroba. Hiperglikemia merusak respon immunologi,
hal ini menyebabkan leukosit gagal melawan patogen yang masuk, selain itu
iskemia menyebabkan penurunan suplai darah yang menyebabkan antibiotik
5

juga efektif sampai pada luka.

1.5 Klasifikasi Ulkus Diabetikum


Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dengan yang sederhana
seperti klasifikasi Edmonds dari Kings’s College Hospital London, klasifikasi
Liverpool yang sedikit lebih rewet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait
dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks
tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetes (Waspadji, 2009).
a. Klasifikasi Edmons (2004-2005)
Stage 1 : Normal foot
Stage 2 : High Risk foot
Stage 3 : Ulcerated foot
Stage 4 : Infected foot
Stage 5 : Necrotic foot
Stage 6 : Unsalvable foot
b. Klasifikasi Liverpool
Primer : Vaskuler, Neuropati dan Neuroishemik
Sekunder : Ulkus sederhana tanpa komplikasi dan dengan komplikasi
c. Klasifikasi Wagner
Derajat 0 : Kulit utuh. Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan
satu atau lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen
primer penyebab ulkus, peripheral vascular disease, kondisi kulit yaitu kulit kering
dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi hipertropik dan anastesi),
terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu kelainan bentuk jari kaki yang
melibatkan metatarsal phalangeal joint, proximal interphalangeal joint dan distal
interphalangeal joint. Deformitas lainnya adalah depresi caput metatarsal, depresi
caput longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropati charcot.
Derajat 1: Ulkus superficial. Derajat 1 terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0
dan menunjukkan terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor
risiko seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan ditandai
6

adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar kulit dapat bersih
atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).
Derajat 2 : Ulkus dalam sampai tendon, tulang Pasien dikategorikan masuk grade
2 apabila terdapat tanda-tanda pada grade 1 dan ditambah dengan adanya lesi kulit
yang membentuk ulkus. Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar
ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon
dan tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.
Derajat 3 : ulkus dalam dengan infeksi Apabila ditemui tanda-tanda pada grade 2
ditambah dengan adanya abses yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya
drainase dan terdapat osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh
bakteri yang agresif yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka
tembus sampai ke dasar tulang, oleh karena itu diperlukan hospitalisasi/perawatan
di rumah sakit karena ulkus yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta
terdapat abses dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat 4 : Ulkus dengan gangren pada 1-2 jari kaki. Derajat 4 ditandai dengan
adanya gangren pada satu jari atau lebih, gangren dapat pula terjadi pada sebagian
ujung kaki. Perubahan gangren pada ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan
salah satu dari dua cara, yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini
menyebabkan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin
terdapat suatu area focal dari nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan
menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya infeksi
atau peradangan yang terus-menerus. Dalam hal ini terjadi oklusi pada arteri
digitalis sebagai dampak dari adanya edema jaringan lokal.
Derajat 5 : Ulkus dengan gangren luas seluruh kaki. Derajat 5 ditandai dengan
adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren diseluruh kaki atau sebagian tungkai
bawah. Sebagian besar penderita ulkus kaki diabetik datang dan rawat inap di
rumah sakit dengan kategori ulkus derajat 2, 3, 4 dan 5 (Decroli, dkk dalam
Waspadji, 2009). Hal tersebut dikarenakan pada derajat 2, 3, 4, dan 5 sudah
menunjukkan tanda-tanda ulkus yang serius dan membutuhkan perawatan yang
komprehensif.
7

d. Klasifikasi PEDIS
Klasifikasi muthakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic
Foot (klasifikasi PEDIS 2003).
P : Perfusi terganggu
1. Tidak ada gangguan perfusi
2. Ada perifer arterial disease tetapi tak kritis
3. Ishemia yang membuat perfusi kaki kritis

E : Extent in mm2 : luas yang terkena mm2

D : Depth : jaringan yang hilang


1 : Superficial tak mencapai dermis.
2. Ulkus dalam, dibawah dermis, fascia, otot atau tendon.
3. Semua jaringan, tulang dan sendi.

I : Infeksi
1 : tak ada tanda infeksi
2 : Infeksi di kulit
3 : Eritema > 2 cm, infeksi subcutan. Tidak ada infeksi sistemik
4 : Infeksi sistemik

S : Sensasi
1. Tak ada gangguan sensasi
2. Ada gangguan sensasi
Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih
dominan, vaskular, infeksi, atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat
tertuju dengan lebih baik (Waspadji, 2009).
8

1.6 Patofisiologi Ulkus Diabetik


Menurut Kartika (2017) Ulkus kaki diabetik disebabkan tiga faktor yang
sering disebut trias, yaitu: iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah
tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa
neuropatisensorik, motorik, dan autonom.
a. Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi
proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga
meningkatkan risiko ulkuskaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisikaki
juga hilang.
b. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan penonjolan
abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah,deformitas khas seperti
hammer toe dan hallux rigidus. Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya
mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan plantar kaki dan mudah terjadi
ulkus.
c. Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan
peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasanarteriovenosus kulit.
Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan
terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat karena penimbunan sorbitol
dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi
menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot danatrofi otot.
Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini
disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai
oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri
popliteal menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya
terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki
atau tungkai.Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat dengan
aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan kondisi arteri. menebal dan menyempit
karena penumpukan lemak di dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan
9

berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita DM berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer tungkai bawah terutama kaki,
akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai berkurang.
DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hyperplasia
membran basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga aliran darah
jaringan tepi ke kaki terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetik.
Peningkatan HbA1C menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh
eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen
mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya menjadi ulkus.

1.7 Manifestasi Klinis Ulkus Diabetik


Tanda dan gejala ulkus kaki diabetik yaitu sering kesemutan, nyeri kaki saat
istirahat, sensasi rasa berkurang. kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut
nadi arteri dorsalis pedis/tibialis/poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku
menebal serta kulit kering (Hastuti dalam Hariani & Perdanakusuma, 2012).
Menurut Brunner (2001) manigestasi klinis yang dapat ditemui pada
penderita Ulkus diabetic antara lain:
1) Umumnya terjadi pada plantar kaki
2) Kelainan bentuk kaki, deformitas kaki
3) Berjalan kurang seimbang
4) Adanya fisura dan kering pada kaki
5) Pembentukan kalus pada area yang tertekan
6) Luka biasanya dalam dan berlubang
7) Sekeliling kulit dapat terjadi selulitis
8) Hilang atau berkurangnya sensasi nyeri
9) Biasanya luka tampak merah
Gejala permulaan ulkus diabetic adalah parastesia ( rasa tertusuk-tusuk,
kesemutan, atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam
hari) dan bertambah lanjutnya kaki merasa mati rasa. Disamping itu, penurunan
fungsi proprioseptif ( kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap
10

posisi serta benda yang berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas
terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung.
Penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita kaki diabetes berisiko
untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui (Brunner, 2001)
Ulkus Diabetikum akibat mikroangipati atau disebut juga ulkus panas yang
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan teraba hangat oleh peradangan
dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara emboli memberikan gejala klinis 5P yaitu
Pain (nyeri), Paleness ( kepucatan), Parasthesia ( Kesemutan), Pulselessness ( denyut
nadi hilang), paralysis (Lumpuh) (Smeltzer & Bare, 2001)

1.8 Pemeriksaan Penunjang (Fitria dkk., 2017)


a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi meliputi kulit dan otot. Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti
warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; ada
kalus atau bula; bentuk kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot
seperti sikap dan postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk
clawtoe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan;
kekuatan kaki.

2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamen ditambah


dengan tunningfork 128-Hz, pinprick sensation, reflek kaki untuk mengukur
getaran, tekanan dan sensasi.

3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada


arteri kaki, capillary refilingl time, perubahan warna, atropi kuit dan kuku dan
pengukuran ankle-brankhial index

4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan nyaman, tipe
sepatu dan ukurannya.
11

b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien,
yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu,
glycohemoglobin (HbA1c), Complete blood Count (CBC), urinalisis, dan lain-
lain.
c.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan
kuman penyebabnya.

1.9 Penatalaksanaan Medis


1) Pengendalian infeksi
Ulkus diabetic yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok yatu non-
limb threatening (selulitis <2 cm dan tidak meluas sampai tulang atau sendi)
dan limb threatening (selulitis >2 cm dan telah meluas sampai tulang atau sendi
serta adanya infeksi sistemik) (Doupis dalam Ningsih, 2014). Terapi antibiotik
harus didasarkan pada kultur bakteri dan kemampuan toksisitas antibiotika
tersebut. Pada infeksi tidak membahayakan biasanya disebabkan Staphyloccus
dan streptococcus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat dengan pemberian
antibiotic oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau
clindamycin (jones dalam Ningsih, 2014).
Pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti
staphylococcus, Streptococcus, Enterobacteriacea, Pseudomonas,
Enterococcus dan bakterri Anaerob misalnya bakteriodes, Preptococcus,
Peptostreptoccus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan
pemberian antibiotika yang mencakup gram positif dan gram negative serta
aerobic dan anaerobic ( Stillman, 2008). Pilihan antibiotika intravena untuk
infeksi berat meliputi Ampicillin/Sulbactam, Ticarcilin/Clavulanate,
Piperacilin/tazobactam, Cefotaxime, atau Ceftadizime+Clindamycin,
Fluoroquinolone+Clndamycin (untuk Limb threatening). Sementara pada
12

infeksi berat yang bersifat Life threatening infection dapat diberkan beberapa
alternative antibiotika seperti berikut : Ampicillin+ Aztreonam, Piperacillin+
Vancomycin, Vancomycin + Metronbidazole ceftazidime, Imipenem atau
Fluoroquinolone+vancomycin+ Metronidazole (Ningsih, 2014). Pada nfeksi
berat pemberian antibiotic diberikan selama dua minggu atau lebih.
2) Pembedahan
Debridemen menjadi salah satu tindakan pembedahan yang terpenting
dalam perawatan luka. Debridemen adalah suatu tindakan untuk membuang
jaringan nekrosis, kalus, dan jaringan fibrotic. Jaringan mati yang dibuang
sekitar dua sampa 3 mm dari tepi luka kejaringan sehat. Debridemen
meningkatkan pengeluaran fajktor pertumbuhan yang membantu proses
penyembuhan luka ( Stillman dalam Ningsih, 2014). Metode debridemen yang
sering dilakukan yaitu surgical, Autolitik, Enzymatik, Kimia, Mekanis dan
biologis. Metode surgical, Autolitik dan kimia hanya membuang jaringan
nekrosis ( Debridemen selektif), sedangkan metode mekanis mebuang jaringan
nekrosis dan jaringan hidup (debridemen non-selektif) (Jones dalam
Ningsih,2014). Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus
diabetic dan metode yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak
terdapat jaringan nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah
merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan
untuk memungkinkan control infeksi dan penutupan luka selanjutnya.
3) Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
penyembuhan luka. Adanay anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh
dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan
pertahankan albumin diatas 3.5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan
selulitis atau gangrene diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi
protein 20%, lemak 20% dan karbihidrat 60%.
4) Perawatan luka
13

Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing


atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembap. bila ulkus
memproduksi secret banyak maka untuk pembalut (dressing) diguakan yang
bersifat absorben. Sebaliknya bla ulkus kering maka digunakan pembalut yang
dapat melembapkan ulkus. Bla ulkus cukup lembap, maka dipilih pembalut
ulkus yang dapat mempertahankan kelembapan.disamping bertujuan untuk
menjaga kelembapan, penggunaan pembalut juga selayaknya
mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan lokasi ulkus.untuk pembalut ulkus
dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa steril yang dilembapkan
dengan NaCl 0.9% maupun pembalut modern yang tersedia saat ini.bebrapa
jenis pembalut modern yang sering digunakan dalam perawatan luka seperti
Hydrocolloid, Calcium alginate, foam dan sebagainya (Langi dan Yuanita,
2011)
14

BAB 2. PROSES KEPERAWATAN SESUAI TEORI

Menurut Doenges, Moorhouse, Geissler (1999) Secara garis besar asuhan keperawatan
pada pendarahan ulkus diabetik terdiri dari lima tahap yaitu:

1. Pengkajian keperawatan
2. Diangnosa keperawatan
3. Rencana keperawatan
4. Pelaksanaan keperawatan
5. Evaluasi keperawatan.

2. 1 Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan data yang sengaja dilakukan secara sistematik


untuk menentukan keadaan kesehatan klien sekarang dan masa lalu serta untuk
mengevaluasi pola koping klien sekarang dan masa lalu. Data dapat diperoleh
dengan 5 (lima) cara yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, menelaah
catatan dan laporan diagnostik serta berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.
Untuk mewujudkan pengkajian yang akurat, perawat harus dapat berkomunikasi
secara efektif, mengobservasi secara sistematik dan menginterprestasikan data
yang akurat (Carpenito, 2000).

Data dasar yang ada pada saat pengkajian pasien perdarahan ulkus diabetik:
a. Identitas

Pengumpulan data adalah kegiatan dalam menghimpun informasi dari penderita


dan sumber-sumber lain yang meliputi unsur bio psikososio spiritual yang
komprehensif dan dilakukan pada saat penderita masuk.

b. Aktivitas/ Istirahat

Pasien dengan DM, menunjukkan gejala lemah, nyeri atau kelemahan pada otot,
tidak mampu beraktivitas atau bekerja. Tanda yang ditunjukkan adalah peningkatan
15

denyut jantung/ nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang
gerak sendi, depresi, gangguan konsentrasi, penurunan inisiatif atau ide, Letargi.

c.Sirkulasi

nadi perifer melemah, pengisian kapiler memanjang, ekstremitas dingin, sianosis,


dan membrane mukosa hitam keabu-abuan (penngkatan pigmentasi).

d. Riwayat penyakit dahulu


Penderita mempunyai riwayat hipertensi atau penyakit lain yang pernah diderita
oleh penderita seperti DM
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga adalah DM
f. Integritas Ego
Gejala yang ditunjukkan adalah adanya riwayat faktor stress yang baru dialami,
termasuk sakit fisik, pembedahan, perubahan gaya hidup, dan ketidakmampuan
mengatasi stress. Tanda yang ditunjukkan adalah ansietas, peka rangsang,
depresi, dan emosi tidak stabil.
g. Eliminasi
Gejala yang ditunjukkan adalah adanya poliuri (keinginan untuk
h. Makanan/Cairan
Berat badan menurun dengan cepat, mudah lapar. Tanda yag ditunjukkan
adalah turgor kulit buruk dan membrane mukosa kering, penyembuhan luka
lambat.
i. Neurosensori
Gejala diantaranya Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan. Tanda yang
ditunjukkan Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang

h. Nyeri / kenyamanan
Gejala diantaranya Nyeri pada bagian ekstremitas bawah. Tandanya ialah Wajah
meringis dengan palpitasi
16

k.Penyuluhan/pembelajaran
Gejala yang muncul adalah riwayat penyakit keluarga DM, penyakit jantung, strok,
hipertensi, TB, Kanker, pankreatitis, Tiroiditis.

2.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi


kebutuhan spesifik serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges
dkk, 1993). Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan Ulkus Diabetik
menurut Doenges (1993) adalah :

1) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer ditandai


dengan adanya ulkus kaki
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan dibetes mellitus
ditandai dengan hilang rasa, tidak ada nadi perifer
3) Nyeri akut berhubungan dengan infeksi, pembedahan
4) Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan adanya ulkus diabetic
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

2.3 Intervensi

Sebagai langkah selanjutnya dalam proses keperawatan adalah perencanaan


yaitu penentuan apa yang ingin dilakukan untuk membantu klien dalam pemenuhan
kebutuhan kesehatan dan mengatasi masalah keperawatan.

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Kerusakan integritas Integritas jaringan: Kulit Perawatan luka (3660)
jaringan dan Membran Mukosa 1. Gambarkan
berhubungan (1101) karakteristik ulkus,
dengan neuropati Setelah dilakukan asuhan catat ukuran, lokasi,
perifer ditandai keperawatan selama 2X24 cairan yang keluar,
jam, integritas jaringan
17

dengan adanya ulkus dapat dipertahankan pada warna, perdarahan,


kaki skala 2 dan ditingkatkan nyeri, bau dan edema
skala 5 dengan kriteria hasil 2. Catat tanda dan gejala
1. Integritas kulit (110113) infeksi
bisa dipertahankan
3. Irigasi ulkus, dengan
dengan baik (sensasi,
elastisitas, temperature, normal salin
hidrasi, pigmentasi)
4. Bersihkan ulkus
2. Lesi pada kulit (110115)
tidak ada dimulai dari area
3. Perfusi jaringan
yang terbersih
(110111) tidak
terganggu menuju area terkotor
4. Nekrosis (110123) tidak
5. Lakukan nekrotomi
ada
6. Oleskan obat tipikal
yang diminta
7. Lakukan pembalutan
8. Ganti balutan sesuai
dengan jumlah
eksudat dan drainase
2 Ketidakefektifan Perfusi jaringan perifer Perfusi jaringan
perfusi jaringan (0407) perifer,
perifer berhubungan Setelah dlakukan asuhan ketidakefektifan
dengan dibetes keperawatan selama 2X24 1. Monitor tanda-tanda
mellitus ditandai diharapkan jaringan perifer vital pasien
dengan hilang rasa, dapat dipertahankan pada 2. Ajarkan pasien untuk
tidak ada nadi skala 2 dan ditingkatkan melakukan
perifer pada skala 5 dengan kriteria mobilisasi
hasil 3. Monitor cairan input
1. Edema perifer dan output klien
tidakterjadi 4. Kolaborasi
2. Nekrosis tidak ada pemberian obat
18

3. Mati rasa pada ulkus


tidak ada
4. Sensorik dan
motoric membaik
3. Nyeri akut Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri
berhubungan Setelah dilakukan asuhan (1400)
dengan infeksi, keperawatan selama 3X24 1. Lakukan pengkajian
pembedahan jam, nyeri akut dapat nyeri secara
teratasi, dengan kriteria komprehensif
hasil meliputi lokasi,
1. Nyeri terkontrol karakteristik,
2. Mengenali kapan frekuensi, kualitas,
nyeri terjadi intensitas, atau
3. Menggunakan beratnya nyeri dan
tindakan faktor pencetus
pengurangan nyeri 2. Berikan informasi
dengan analgesic mengenai ner,
4. Menggunakan penyebab nyeri,
analgesic yang berapa lama nyeri
drekomendasikan akan dirasakan, dan
antisipasi akibat
ketidaknyamanan
nyeri
3. Ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri (tejnik napas
dalam, kompres
hangat
19

4. Kolaborasi
pemberian analgesik
4. Hambatan Mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Anjurkan ROM aktif
Fisik berhubungan keperawatan selama 3X24 2. anjurkan dan bantu
dengan adanya ulkus jam tidak terjadi hambatan klien duduk ditempat
diabetic mobilitas fisik dengan tidur sesuai toleransi
kriteria hasil 2. atur posisi setiap 2
1. Aktivitas fisik meningkat jam sekali
2. ROM normal 3. fasilitasi penggunaan
3. Klien bisa melakukan alat bantu
aktivitas 4. dorong keluarga
4. Kebersihan diri klien untuk membantu
terpenuhi walau dibantu memenuhi activity daily
perawat atau keluarga living klien

5. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan posisi tidur


berhubungan keperawatan selama 1X24 yang nyaman bagi
dengan nyeri jam pola tidur pasien dapat pasien
dipertahankan pada skala 3 2. Ajarkan prinsip-
dan ditingkatkan pada skala prinsip manajemen
5 terganggu dengan kriteria nyeri (tejnik napas
hasil dalam, kompres
1. Control terhadap hangat
gejala 3. Ciptakan suasana
2. Posisi yang nyaman lingkungan yang
3. nyeri nyaman bagi klien
20

2.4 Implementasi

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah preskripsi untuk mengetahui


perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat sesuai dengan apa yang direncanakan (Doenges et al, 1993). Alfaro (1994)
dalam Carpenito (2000) menyatakan bahwa komponan implementasi dari proses
keperawatan meliputi penerapan keterampilan yang perlu implementasi intervensi
keperawatan. Keterampilan dan pengetahuan perlu untuk implementasi yang biasanya
difokuskan pada :

a. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.

b. Melakukan pengakajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau


mamantau status atau masalah yang ada.

c. Melakukan penyuluhan untuk membantu klien mamperoleh pengetahuan baru


mangenai kesehatan mereka sendiri atau penatalaksanaan penyimpangan.

d. Membantu klien membuat keputusan tantang perawatan kesehatan dirinya sendiri.

e. Konsultasi dan rujuk pada profesional perawatan kesehatan lainnya untuk


memperoleh arahan yang tepat.

f. Memberikan tindakan perawatan spesifik untuk menghilangkan, mengurangi atau


mengatasi masalah kesehatan.

g. Membantu klien untuk melaksanakan aktivitas mereka sendiri.

h. Membantu klien untuk mengidentifikasi resiko, atau masalah dan menggali pilihan
yang tersedia.

2. 5 Evaluasi

Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau


perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasilnya sudah
tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Doenges, 1993).
Evaluasi mencakup tiga pertimbangan yang berbeda (Carpenito, 2000) yaitu :
21

1. Evaluasi mengenai status klien

2. Evaluasi tentang kemajuan klien kearah pencapaian sasaran.

3. Evaluasi mengenai status dan kejadian rencana perawatan.


22

BAB 3. PATHWAY

Pola makan salah

Glukosa darah naik


Glukosoria

Diabetes mellitus
Poliuri,
polidipsi
Hiperglikemia

Gangguan pola Mikroangipati


tidur

Neuropati

Otonom Sensorik Motoric Penyakit pembuluh


darah kapiler

Ulkus Kesemutan Kelemahan


dan atrofi otot Ulkus

Infeksi Hilang rasa


Deformitas
Gangguan
sendi
integritas jaringan
Nyeri Ulkus

Gangguan
Gangrene mobilitas fisik

Gangguan perfusi jaringan perifer


23

Daftar Pustaka

Abidin, B. N. 2017. Uji Antibakteri Fraksi N-Heksana, Etil Asetat dan Etanol Ekstrak
Jintan Hitam (Nigella Sativa) Terhadap Zona Hambat Bakteri Ulkus Diabetikum
Secara In Vitro. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
http://repository.ump.ac.id/4598/3/BAKHTIAR%20NOOR%20ABIDIN%20BA
B%20II.pdf

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis,


alihbahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6. Jakarta: EGC

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan
untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3,
Alihbahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M. Jakarta: EGC

Hariani, L. & Perdanakusuma, D.S. 2012. Perawatan Ulkus Diabetes. Vol. 1 No. 1.
Jurnal Rekonstruksi dan Estetik. Surabaya: Universitas Airlangga.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/02.%20Perawatan%20Ulkus%20Diabetes.pdf

Kartika, R.W. 2017. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. Vol. 44 No. 1. Continuing
Medical Education. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana.

Langi & Yuanita,A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu.
Jurnal Biomedika. Vol 3 No. 1 hal:97

Mustafa., I.A., Purnomo, W., Umbul, C.W. 2016. Determinan Epidemiologis Kejadian
Ulkus Kaki Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD Dr. Chasan
Boesoirie dan Diabetes Center Ternate. Vol. 3 No. 1. Jurnal Wiyata

Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


24

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Waspadji S. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Komplikasi Kronik Diabestes,


Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. Jilid III, Edisi 4.
Jakarta: FK UI
25

LAMPIRAN

1. Apakah ada perbedaan ulkus berdasarkan tipe DM nya? Jika iya, mohon
jelaskan (Marda Aditya Supardiyan)
Jawab : sebenarnya antara tipe DM itu tidak ada perbedaan ulkus karena
ulkus merupakan bentuk komplikasi akut atau yang paling parah dari
DM berhubungan dengan hormone insulin . entah itu DM tipe 1, 2
maupun DM gestasional bentuk ulkus kaki pada semua penderitanya.
2. Penanganan lain ulkus diabetik selain yang dijelaskan itu apakah
ada?misalnya saja amputasi (Gevin Yensya NIM 16-131)
Jawab: ada, amputasi dilakukan saat ulkus pada kaki pasien sudah
mencapai grade atau derajat yang membutuhkan penanganan lebih
lanjut, biasanya kalo berdasar edmons itu grade 6 dan wagner itu grade 5.
Amputasi diperlukan dilakukan saat dimana infeksi telahmerusak fungsi
kaki atau membahayakan jiwa pasien.amputasi dilakuakn untuk
memungkinkan control infeksidan penutupan luka selanjutnya
3. Apakah setelah amputasi mungkin ulkus akan kembali terjadi? Kemudian
jelaskan penanganan lanjutan untuk kaki setelah diamputasi (Vitalia
Putri Pradana NIM 16-185)
Jawab: amputasi itu dilakukan pada bagian kaki yang sehat atau bagian
yang sudah tidak terinfeksi ulkus jadi tidak mungkin lagi terjadi ulkus
penyebaran ulkus lagi pada bagian kaki setelah operasi. Namun ulkus
mungkin saja terjadi jika perwatan luka yang diberikan tidak baik dan
control pola makan klien juga salah. Untuk penanganan lanjutan saat
amputasii akan dilakukan pentupan luka dengan kulit sehingga luka akan
segera sembuh. Perlu juga dilakuakn diet diet pada pasien agar gula darah
pasien tidak naik dan memperparah kondisi penyakit.

Anda mungkin juga menyukai