Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

KEPERAWATAN MEDIKAL

Oleh :
Indana Firdausi Nuzula
NIM 162310101139

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

KEPERAWATAN MEDIKAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal


Dosen pengampu : Ns. Jon Hafan Sutawardana, M.Kep., Sp.Kep.MB

Oleh :
Indana Firdausi Nuzula
NIM 162310101139

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada kami, sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah sederhana ini.
Shalawat dan salam tetap kami haturkan kepada junjungan besar kita, Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir
zaman.
Penulis menyusun makalah ini dengan judul “Laporan Pendahuluan Diabetes
Melitus” dengan tujuan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Keperawatan
Medikal serta untuk menjadi salah satu sumber bacaan mahasiswa dalam mempelajari
tentang konsep Diabetes Melitus tersebut.
Penulis menyadari bahwa tidak ada gading yang tak retak. Makalah yang kami
susun ini tak luput dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya,
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin ya robbal
alamiiin.

Jember, 11 September 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi................................................................................................1
1.2 Anatomi dan Fisiologi Pankreas..........................................................1
1.3 Epidemiologi.......................................................................................2
1.4 Etiologi................................................................................................3
1.5 Klasifikasi ...........................................................................................3
1.6 Patofisiologi…………………………………………………………..4
1.7 Manifestasi Klinis ..................................................................... 5
1.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 6
1.9 Penatalaksanaan Medis…………………………………………….…6
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASAR TEORI

2.1 Pengkajian..............................................................................................9
2.2 Diagnosa.................................................................................................10
2.3 Intervensi................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................16

iii
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistematis, kronis, dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia. Gejala yang timbul adalah akibat kurangnya
sekresi insulin atau ada insulin yang cukup, tetapi tidak efektif. Diabetes mellitus
sering kali dikaitkan dengan gangguan system mikrovaskular dan makrovaskular,
gangguan neuropatik, dan lesi dermopatik (Mary, 2009).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi dengan hilangnya toleransi
karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus
ditandai oleh hiperglikemia puasa, aterosklerotik, dan mikroangiopati, dan
neuropati. (Price & Willson, 2006)

1.2 Anatomi dan Fisiologi Pankreas


a. Anatomi
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini sekresi getah
pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans. Pankreas adalah
kelenjar endokrin dan eksokrin. Sel Pankreas yang berfungsi sebagai sel
endokrin adalah pulau Langerhans. Pankreas merupakan kelenjar endokrin
terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Pulau
Langerhans mengandung empat jenis sel utama, yakni sel alfa yang
berfungsi untuk mensekresikan glucagon, sel beta yang berfungsi untuk
mensekresikan insulin, sel delta yang berfungsi untuk mensekresikan
somatostatin dan sel F berfungsi mensekresi polipeptida pankreas (Mary,
2009).
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15
cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata
60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung.
Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa
dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.

1
Gambar 1. Anatomi Pankreas
b. Fisiologi
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans.
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.

1.3 Epidemiologi
Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015) di Indonesia terdapat
10 juta orang mengalami diabetes pada tahun 2015 dan tahun 2040 diperkirakan
akan meningkat mencapai 16 juta orang. Jumlah DM setiap negara meningkat dan
usia terbanyak orang dengan DM berada di usia antara 40 - 59 tahun. DM
menyebabkan kematian 5 juta jiwa pada tahun 2015. Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas, 2013) menunjukan jumlah kasus DM di Indonesia prevalensi diabetes
melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur, namun mulai umur ≥65 tahun cenderung menurun.
Prevalensi DM di Jawa Timur mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar
1,8% menjadi 2,5% pada tahun 2013. Jawa Timur menempati urutan ke-10
dengan jumlah terbanyak DM di Indonesia (Riskesdas, 2013).

1.4 Etiologi
Etiologi Diabetes Melitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan
jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi
determinan genetic biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita

2
diabetes. (Price & Wilson, 2006). Adapun faktor – factor lain sebagai
kemungkinan etiologi penyakit Diabetus Melitus antara lain:
a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan
terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
b. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara lain
agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat
serta gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan kehamilan.
c. Adanya gangguan system imunitas pada klien atau gangguan system
imunologi
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat

1.5 Klasifikasi
a. DM Tipe 1 Insulin Dependent Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus tipe 1, terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetic yang
merupakan factor presdisposisi untuk kerusakan auroimun sel beta pankreas.
Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau
langerhans dan terhadap insulin itu sendiri (Misnandiarly, 2006)
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan
selera makan. Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis atau
pemecahan glukosa yang disimpan dan glukogeonesis tanpa hambatan
sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton
yang dapat mengganggu keseimbangan asam basa dan menyebabkan
terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000)
b. DM tipe 2 Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus
Pada Diabetes Melitus tipe 2, jumlah insulin normal tetapi jumlah
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga
glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi
meningkat (Misnandiarly, 2006).
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor
kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa
tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam

3
darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM
tipe II (Corwin, 2000)
c. Gestational Diabetes Mellitus
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah intoleransi glukosa yang
mulai timbul atau mulai diketahui selama pasien hamil. Karena terjadi
peningkatan sekresi berbagai hormon desertai pengaruh metaboliknya
terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan memang merupakan keadaan
diabetogenik (Price & Wilson, 2006).
Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih
sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk
terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain
malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan
meningkatnya risiko mortalitas perinatal (Depkes RI, 2005).

1.6 Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peran penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormone yang dihasilkan oleh sel beta pankreas, bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa tetap berada
di pembulu darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat atau
hiperglikemia (Misnadiarly, 2006).
Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil
sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan
menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak
adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi.
Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun,
sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya pandangan
menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati. Diabetes
mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat
sehingga mengakibatkan neuropati

1.7 Manifestasi Klinis


a. Poliuria

4
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam
sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran
darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic.
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor
haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum.
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan
lebih banyak makan
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari
itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot
mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.

1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Glukosa Urin
Pada umumnya, jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang
normal sukar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes, glukosa yang
dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali sesuai dengan
berat penyakitnya dan asupan karbohidratnya.
b. Kadar glukosa darah puasa
Kadar glukosa darah sewaktu pada pagi hari, normalnya ialah 80 mg/dl
dan 110 mg/dl dipertimbangkan sebagai batas normal atas kadar normal.
Kadar glukosa diatas nilai ini seringkali menunjukkan adanya penyakit
diabetes mellitus.

5
c. Uji toleransi glukosa
Didapatkan bila orang normal yang puasa memakan 1 gram glukosa per
kilogram berat badan maka kadar glukosa darahnya akan meningkat dari
kadar kira – kira 90 mg/dl menjadi 120-140 mg/dl dan dalam waktu 2 jam
kadar ini kan menurun ke nilai normalnya.

1.9 Penatalaksanaan Medis


a.Terapi Nutrisi Medis (TNM)
TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara
komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh
dari anggota tim seperti dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasien dan keluarganya. Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya
diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap klien DM. Prinsip pengaturan
makan pada klien DM hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. klien DM perlu
diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis
dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan
obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri
(PERKENI, 2015).
Oleh karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar
berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara: kurangi kalori, kurangi
lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan manis dan
perbanyak makanan banyak serat.
b. Latihan atau olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan
nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk
penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan
asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Beberapa contoh
olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda,
berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan

6
selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit
dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak
jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa (Depkes RI, 2005)
c. Obat Hipoglikemik
Menurut Departemen RI (2005), Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-
obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan
turunan fenilalanin).
2. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida
dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan
insulin secara lebih efektif.
3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase
yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk
mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia).
Disebut juga “starch-blocker”.
d. Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1.
Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak,
sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka
penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar
metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.
Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi
insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping
terapi hipoglikemik oral.

7
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI

2.1 Pengkajian
a. Pengkajian Data Dasar
1. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian
yaitu mudah lelah saat beraktivitas, penglihatan kabur, sering terbangun
untuk buang air kecil ketika malam hari.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Berapa lama pasien menderita Diabetes Melitus, bagaimana
penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum
obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulangi penyakitnya
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga dari pasien yang menderita penyakit Diabetes
Melitus karena Diabetes termasuk penyakit yang menurun
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstermitas, ulkus pada kaki
yang penyembuhannya lam, takikardi, perubahan tekanan darah
5. Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih seperti (poliuri,nocturi, anuria), diare
6. Pola aktivitas atau istirahat
Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot menurun
7. Pola persepsi kognitif
Kemampuan mengetahui tentang Diabetes Melitus
8. Makanan atau cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretic
9. Nyeri atau kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri sedang atau berat
10. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, bebas kelemahan pada otot, parastesia,
gangguan penglihatan.

8
b. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut PERKENI (2015), kriteria diagnosis diabetes adalah,
1. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
2. Glukosa plasma 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL. Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) adalah pemeriksaan glukosa setelah mendapat pemasukan
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan
dalam air.
3. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP)
4. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik

2.2 Diagnosa
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah,
poliuria, evaporasi.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain,
gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress,
epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan
sirkulasi.
e. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan
perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau
karena ketidakseimbangan elektrolit.
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik.
g. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
h. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.

9
i. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi

10
2.3 Intervensi

HARI /
NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI PARAF
TANGGAL
1. Senin, 09 Defisit volume Setelah dilakukan Manajemen Cairan (4120) IFN
September cairan berhubungan perawatan 2x24 jam 1. Timbang berat badan setiap hari dan monitor
2018 dengan pasien dapat status pasien
hiperglikemia, diare, mempertahankan 2. Monitor makanan atau cairan yang dikonsumsi
muntah, poliuria. keseimbangan cairan dan hitung kalori harian
tubuh dengan kriteria 3. Monitor Reaksi pasien terhadap terapi elektrolit
hasil : yang diberikan
1. Nadi perifer dapat Manajemen elektrolit atau cairan (2080)
teraba, turgor kulit 1. Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
baik. 2. Pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi
2. Vital sign dalam yang memburuk atau dehidrasi
batas normal, 3. Berikan serat yang diresepkan untuk pasien
haluaran urine dengan selang makan untuk mengurangi
lancar. kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare
3. Kadar elektrolit 4. Amati membrane bukal pasien, seklera dan
dalam batas normal kulit terhadap indikasi perubahan cairan dan

11
keseimbangan elektrolit

2. Senin,09 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemi (2120) IFN


September nutrisi kurang dari perawatan 2x24 jam 1. Monitor kadar gula darah sesuai indikasi
2018 kebutuhan tubuh pasien dapat 2. Berikan insulin sesuai resep
berhubungan mengkonsumsi secara 3. Identifikasi kemungkinan penyebab
dengan defisiensi tepat kebutuhan hioerglikemi
insulin/penurunan kalori dengan kriteria 4. Dorong asupan cairan oral
intake oral: hasil : Penahapan Diet (1020)
anoreksia, 1. Peningkatan barat 1. Berikan nutrisi per oral
abdominal pain, badan. 2. Tentukan cara untuk bisa memasukkan
gangguan kesadaran 2. Pemeriksaan makanan kesukaan pasien dalam diet yang
akibat pelepasan albumin dan dianjurkan
hormone stress, globulin dalam 3. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
epinefrin, cortisol, batas normal. meningkatkan diet
GH atau karena 3. Turgor kulit baik, Manajemen berat badan (1260)
proses luka. mengkonsumsi 1. Diskusikan dengan pasien mengenai hubungan
makanan sesuai antara masukan makanan, olahraga,
program. peningkatan berat badan.

12
2. Dorong pasien untuk membuat target mingguan
yang realistic terkait dengan asupan makanan
dan olahraga
3. Bantu pasien untuk membuat perencanaan
makan yang seimbang dengan jumlah energi
yang dibutuhkan setiap harinya

3. Senin, 09 Kerusakan Setelah dilakukan Memandikan (1610) IFN


September integritas kulit perawatan 2x24 jam 1. Bantu memandikan pasien seuai dengan
2018 berhubungan pasien dapat keinginannya
dengan adanya mempertahankan 2. Berikan lubrikan dan krim pada kulit yang
luka. integritas kulit tetap kering
utuh dan t erhindar 3. Monitor kondisi kulit saat madi
dari inteksi dengan Pencegahan luka tekan (3540)
kriteria : 1. Monitor area yang mengalami kemerahan
1. Tidak ada tanda – 2. Pasang jadwal perubahan posisi didekat tempat
tanda infeksi. tidur pasien
2. Tidak ada luka. 3. Inspeksi kulit di area yang menonjol dan area
3. Tidak ditemukan yang tertekan lainnya

13
adanya perubahan 4. Gunakan bantal untuk meninggikan area yang
warna kulit. tertekan
Perawatan Luka (3660)
1. Cukur rambut sekitar daerah yang terkena,
sesuai kebutuhan
2. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase,
warna, ukuran, dan bau
3. Bersihkan dengan normal salin atau pembersih
yang tidak beracun
4. Pertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka
5. Berikan balutan sesuai dengan jenis luka

14
DAFTAR PUSTAKA

Corwin. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes


Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal, Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan


Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

International Diabetes Federation. 2015. IDF diabetes atlas sixth edition. Diakses
pada tanggal 11 September 2018 dari
https://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf.

Mary, Baradero. 2009. Kilen Gangguan Endokrin Seri Asuhan Keperawatan.


Jakarta : EGC

Maulana, Mirza. 2009. Mengenal Diabetes: Panduan Praktis Menangani.


Penyakit Kencing Manis. Jogjakarta: Katahat

Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus : Ulcer, Infeksi, Gangren. Jakarta: Penerbit


Popular Obor.

PERKENI. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta: PB PERKENI

Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Edisi 6 terjemahan. Patofisiologi


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC

15

Anda mungkin juga menyukai