Anda di halaman 1dari 31

PAPER NAMA : KEVIN OWEN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

PAPER

NON PROLIFERATIF DIABETIK RETINOPATI

Disusun oleh :

KEVIN OWEN
190131084

Supervisor :
dr. Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Non proliferative diabetic retinopati”. Penulisan makalah ini adalah
salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah
ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan
secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 7 Oktober 2021

i
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2
2.1. Retinopati Diabetik ...................................................................................... 2
2.1.1. Definisi .................................................................................................. 2
2.1.2. Epidemiologi.......................................................................................... 2
2.1.3. Klasifikasi .............................................................................................. 3
2.1.4. Etiologi dan Patogenesis ........................................................................ 5
2.1.5. Gambaran Klinis .................................................................................... 12
2.1.6. Diagnosis ............................................................................................... 15
2.1.7. Tatalaksana ............................................................................................ 18
2.1.8. Pencegahan ............................................................................................ 20
2.1.9. Komplikasi ............................................................................................. 23
2.1.10. Prognosis................................................................................................ 24
BAB III KESIMPULAN .................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 26

ii
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Retinopati diabetik adalah mikroangiopati yang mengenai prekapiler,
kapiler, dan venula retina akibat komplikasi diabetes mellitus (DM) yang
menyebabkan kebutaan pada orang dewasa, terutama pada usia produktif.1,2
Patogenesis awal dan mekanisme kebutaan retinopati berupa efek perubahan
persarafan dan kerusakan aksi insulin di retina. Salah satu faktor risiko retinopati
DM adalah lamanya perjalanan penyakit DM. Pada waktu diagnosis diabetes tipe
1 ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien.
Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50%, dan sesudah 20 tahun
lebih dari 90% pasien menderita retinopati diabetik.2
Meningkatnya kejadian DM seiring dengan meningkatnya angka kejadian
retinopati. Di Indonesia, retinopati DM menjadi penyulit yang paling penting
karena 40-50% dari penderita diabetes akan mengalami retinopati dan 6,4%
diantaranya adalah retinopati DM proliferatif serta memiliki prognosis yang
buruk.3 Pasien DM tipe 2 dapat mengalami retinopati pada saat diagnosis
ditegakkan, dan mungkin retinopati merupakan manifestasi diabetes yang tampak
saat itu.4
Kehilangan penglihatan pada diabetes terutama disebabkan oleh edema pada
makula yang terjadi akibat kontrol glikemik yang buruk. Oleh karena itu,
retinopati DM dapat dihindari dengan mengontrol tingginya kadar gula darah dan
deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Keterlambatan diagnosis dapat
menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita. Sebagai dokter umum
diharapkan mampu mendeteksi retinopati DM sejak dini dan dapat memberikan
edukasi dalam pengendalian faktor risiko serta cermat dalam merujuk ke spesialis
agar secara intensif kejadian retinopati maupun progresivitasnya dapat ditekan.

1
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. RETINOPATI DIABETIK


2.1.1 DEFINISI
Retinopati diabetik adalah mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler,
kapiler-kapiler, dan vena di retina. Kelainan patologik yang paling dini adalah
penebalan membran basal endothel kapiler dan berkurangnya jumlah perisit.
Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang
disebut mikroaneurisma.

2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Studi epidemiologi telah dilakukan The Winconsin Epidemiologic Study
of Diabetic Retinopathy (WESDR) mengenai progresifitas retinopati diabetik
melibatkan tingkat ketajaman penglihatan pada populasi besar pasien DM.
WESDR mengidentifikasi seluruh pasien yang menjalani pengobatan pada 11
negara di Southern Wiconsin antara tahun 1979 dan 1980. Sebanyak 1210 pasien
dengan DM tipe 1 dan 1780 pasien dengan DM tipe 2 dimasukkan kedalam
penelitian ini.
Pada populasi pasien tersebut, WESDR melaporkan penemuan klinis yang
penting. Lamanya perjalanan penyakit diabetes secara langsung berhubungan
dengan peningkatan prevalensi retinopati diabetik pada penderita DM tipe 1
maupun DM tipe 2. Setelah 20 tahun menderita DM, sekitar 99% pasien dengan
DM tipe 1 dan 60% pasien dengan DM tipe 2 mengalami beberapa derajat
retinopati. WESDR menjumpai 3,6% pasien usia muda ( < 30 tahun pada saat
pertama didiagnosis, DM tipe 1) dan 1,6% pasien usia tua (usia ≥ 30 tahun pada
saat pertama didiagnosis, DM tipe 2) mengalami kebutaan. Pada kelompok
dengan onset muda sekitar 86% kebutaan terjadi akibat retinopati diabetik. Pada
kelompok dengan onset tua, dimana seluruh jenis penyakit mata sering terjadi, 1/3
kasus kebutaan merupakan akibat dari retinopati diabetik.6,11
2
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

2.1.3 KLASIFIKASI
Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada
umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina
dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di retina.12
Tabel 1. Klasifikasi Retinopati Diabetik 12,13,14

Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina. Penglihatan
retinopati normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema retina,
dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin berkurang;
mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin
terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif dari
retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di lempeng
optik (NVD) atau di tempat lain pada retina (NVE). Penglihatan normal,
mengancam penglihatan.
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus
atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel
pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan
pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang, sering akut
dengan perdarahan vitreus; mengancam penglihatan.

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi


retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.
• Retinopati Diabetes non Proliferatif / NPDR (Non proliferative diabetic
retinopathy) adalah mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan
dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kebanyakan orang dengan NPDR
tidak mengalami gejala atau dengan gejala yang minimal pada fase sebelum
masa dimana telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi.11
• Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR (Proliferative diabetic retinopathy)
Penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati
diabetes proliferatif, karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut
3
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

bereaksi dengan membentuk pembuluh darah baru yang abnormal


(neovaskuler). Neovaskuler atau pembuluh darah liar ini merupakan ciri PDR
dan bersifat rapuh serta mudah pecah sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi
perdarahan ke dalam badan kaca yang mengisi rongga mata, menyebabkan
pasien melihat floaters (bayangan benda-benda hitam melayang mengikuti
penggerakan mata) atau mengeluh mendadak penglihatannya terhalang.11

Tabel 2. Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS 12,13,14

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif


1. Mild NPDR : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2. Moderate NPDR : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.
3. Severe NPDR : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4
kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.
4. Very severe NPDR : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati non proliferative berat.

Retinopati Diabetik Proliferatif


1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi): ditemukan adanya neovaskular
pada diskus (NVD) mencakup <1/4 diskus tanpa perdarahan preretinal/vitreus,
atau NVE dimana saja di retina tanpa disertai perdarahan preretinal/ vitreus.
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi: ditemukan 3/4 faktor resiko berikut,
a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina,
b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus,
c) pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat mencakup > ¼ diskus,
d) perdarahan vitreus.
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya
pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua gambaran yang
paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

4
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

Tabel 3. Perbedaan antara NPDR dan PDR.12,16


NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

2.1.4 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Penyebab pasti retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama karena
menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhinya menyebabkan
perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan abnormalitas sebagian
besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya
retinopati antara lain : 1) adhesi platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang
meningkat, 3) abnormalitas lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4)
12
abnormalitas serum dan viskositas darah. Adapun faktor risiko terjadinya
retinopati diabetik, yakni: 7
1. Riwayat diabetes yang lama adalah faktor yang paling penting. Sekitar 50%
pasien menderita retinopati diabetik memiliki penyakit DM lebih dari 10
tahun, risiko menjadi 70% setelah 20 tahun, dan risiko 90 % setelah 30 tahun
dari onset penyakit DM.
2. Jenis Kelamin, insiden lebih sering pada wanita daripada laki-laki (4:3).
3. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan retinopati diabetik.

5
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

4. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah


beratnya retinopati diabetik dan perkembangan PDR pada DM tipe I dan II.
Studi juga menunjukkan bahwa tekanan darah diastolik yang tinggi pada usia
muda dapat memperburuk retinopati diabetik.
5. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati
diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat
yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari
preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan. Sehinnga, pemeriksaan
funduskopi bersifat esensial selama kehamilan. Perubahan hormonal pada
kehamilan dan kebutuhan pengontrolan glukosa yang ketat juga memiliki
asosiasi yang kuat dengan perburukan derajat retinopati.
6. Faktor risiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan
hiperlipidemia.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina yang membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh
pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam
keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel
endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang
digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.12

6
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai


dari penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana
pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai
10:1. Hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen intermediates (ROIs)
dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan
endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric
oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang
akan memperparah kerusakan. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima
proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan
mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan
pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan
fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan
kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. 10, 12
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan
metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C. 12, 15
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis dan
berperan dalam patogenesis retinopati pada pasien diabetes melitus:
1. Akumulasi sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi sorbitol sebagai hasil reaksi dari aktivasi
jalur poliol terjadi akibat peningkatan enzim aldose reduktase yang terdapat pada
jaringan saraf, retina lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat
hiperglikemia kronis. Sorbitol, merupakan senyawa gula dan alkohol yang tidak
dapat melewati membran basalis sehingga tertimbun dalam jumlah banyak dalam
sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol dalam jumlah banyak dalam
sel. Pembengkakan sel ini terjadi melalui proses osmotik. Selain itu, sorbitol juga
meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol.
Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
memodulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi saraf. Secara singkat,
akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
7
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

2. Pembentukan protein kinase C (PKC).


Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel
vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang
merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh
terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan
vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi
diabetik, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma,
sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu,
sintesis growth factor menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos
vaskular dan matriks ekstraselular termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya
terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivitas endotelin 1 yang
merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh
proses tersebut terjadi bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina.
3. Pembentukan AGE
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non
enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE.
Efek AGE saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular. Sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus
menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan
meningkatkkan resiko terjadinya oklusi vaskular retina. AGE terdapat di dalam
dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului
terjadinya kerusakan sel. Kadar 10 – 45 kali lebih tinggi pada DM daripada
non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa
maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, akumulasi ini lebih
cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4. Pembentukan reactive oxygen species (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksidase (H2O2), superosidase (O2). Pembentukan
8
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi
AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif
yang menambah kerusakan sel.
Tabel 4. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik.12
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel. inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada Aspirin
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran, edema
macula.
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh DAG Inhibitor terhadap
pada hiperglikemia. PKC b-Isoform
Nitrit Oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, Amioguanidin
Synthase meningkatkan VEGF.
Menghambat Menyebabkan hambatan terhadap jalur Belum ada
ekspresi gen metabolisme sel.
Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina, Belum ada
perisit dan sel meningkatkan hipoksia.
endotel kapiler
retina
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, Fotokoagulasi
menimbulkan kebocoran , edema makula, panretinal
neovaskular.
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun Induksi produksi
pada hiperglikemia. PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,G
H-receptor
blocker, ocreotide

Hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi


mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina. Hilangnya perfusi
(nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma
melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot.
9
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan dengan
oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal
microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot
hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik. 16

Gambar 1. Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi


di retina superficial berdekatan dengan area non perfusi.16

Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain


terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan
terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan
mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau menjadi
thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vascular. Hal ini adalah
rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam retina
yang menimbulkan edema macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun lokal.
Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma
dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak
bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling sering
berpusat di bagian temporal makula.16
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala
api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal.
Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di
lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikal.
Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran dan
10
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan


plasma.16,17

Gambar 2. Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada


Retinopati Diabetik.16

Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial


growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) diproduksi. VEGF
menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu
terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler
retina. Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada
area preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi
dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja (NVE). 16
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel
endotel tanpa sel perisit dan membran basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan
mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya
karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke
vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan.
Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata
dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada
lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan
fibrosis atau sikatriks pada retina. 16,17,18

11
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

Gambar 3. Lokasi NVD dan NVE.16

2.1.5 GAMBARAN KLINIS


Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages
vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala
klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif
dan gejala obyektif. 12,15,17
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
• Kesulitan membaca
• Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
• Penglihatan ganda
• Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
• Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika terjadi perdarahan vitreus
• Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu:


• Mikroaneurisma, yang merupakan lesi awal yang dapat dideteksi
secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil,
awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam

12
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat


mikroaneurisma dipolus posterior.

Gambar 4. Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround


diabetic retinopathy.16

• dilatasi pembuluh darah dengan lumen ireguler seperti sausage-like.

Gambar 5. Dilatasi Vena.16

• Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya


khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat
pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan
hilang dalam beberapa minggu.
13
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

Gambar 6. Hard Exudates.16


• Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan
iskemia retina. Pada oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna
kuning difus dan berwarna putih. Biasanya dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Gambar 7. Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA.16

• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah


makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam
penglihatan. Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform
luar dan lapisan nucleus dalam.
• Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-
kelok, dalam, berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam
14
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian


ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid
(preretinal) maupun perdarahan badan kaca.

2.1.6 DIAGNOSIS
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan
melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography
dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina.4 Keunggulan pemeriksaan tersebut
adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum
terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya,
retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic
Retinopathy Study (ETDRS) yang tampak pada Tabel 1. 19

Gambar 8. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula


(A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-
retina (B)

Tabel 5. Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS.20

Klasifikasi retinopati Tanda pada pemeriksaan mata


DM
Derajat 1 Tidak terdapat retinopati
Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma
Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan -

15
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma dan


satu atau lebih tanda:
• Venous loops
• Perdarahan
• Hard exudates
• Soft exudates
• Intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA)
• Venous beading
Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-
berat yang ditandai oleh:
• Perdarahan derajat sedang-berat
• Mikroaneurisma
• IRMA
Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh
neovaskularisasi dan perdarahan vitreous

Tabel 6. Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan AAO.11

Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi.
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper
wire arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papilledema

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari


pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop,
funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum
sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence
tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.7,23
16
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik,


retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak,
kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus
menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman
setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan
di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan
pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik
jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran
apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa
dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.7,23
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks
retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan
dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial
untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio.
Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup
berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio < 0,3. Pasien lalu diminta melihat ke
delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat,
perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa
dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati
diabetikum.24,25

Gambar 9. Hasil OCT Normal (A) Edema Macula pada Retinopati DM (B)

17
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan


kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula
serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk
evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau
kekeruhan media refraksi.7

2.1.7 TATALAKSANA
Tatalaksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi
setahun sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang
tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12
bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula
signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah
perburukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi
setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan
untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan
berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita
harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagulation
harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi
retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi
focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.23

Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik
yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas
menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila
dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi
18
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan


neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi
fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya
pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior
dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari
macula untuk menyusutkan neovaskular.
2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesimikrovaskular
di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea.
Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema
macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus.
Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan
kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah
studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk
degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita
melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam
waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya
memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis. Avastin
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah
pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi
vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler,
avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana
dengan dosis 0,1 mL. Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang

19
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis
0,05 mL.

Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat
juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang
mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi
pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,
RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial
pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS
mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah
perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan
vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1
secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.
DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan
managemen konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang
sangat berat.9

2.1.8 PENCEGAHAN
Rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM berdasarkan
The American Diabetes Association diantaranya:
1) Orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita
DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM
ditegakkan.
2) Penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh
dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM.
3) Pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara
rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata.

20
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

4) Frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih


hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan
apabila ditemukan tanda retinopati progresif.
5) Perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata
rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah
persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati
DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh
tentang risiko tersebut.

Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini
dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.

• Pemeriksaan rutin pada ahli mata


Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima
tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita
diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis
diabetes pertama kali. Pasien-pasien ini harus melakukan pemeriksaan
mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko
perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara
umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama
dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya.9
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur onset Rekomendasi pemeriksaan Follow up rutin minimal
DM/kehamilan pertama kali
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah Setiap tahun
diagnosis
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau sesuai
kebijakan dokter mata

21
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan,


ahli mata mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien
tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.9
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina
Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang Setiap tahun
sedikit
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 9 bulan
ringan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan
• Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan
penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum
disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya
adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif
selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati
sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko
perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang
dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif
menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti
dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%.
Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa
meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah
terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat
mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya

22
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah


yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko
kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.
UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan
mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.

2.1.9 KOMPLIKASI
Retinopati diabetik mengakibatkan pertumbuhan abnormal dari pembuluh darah
retina. Komplikasi ini dapat mengakibatkan permasalahan penglihatan yang
serius, 21 diantaranya:
• Perdarahan Vitreous. Pembuluh darah baru dapat mengalami perdarahan
pada suatu substansi yang jernih dan menyerupai jelly, yang mengisi bagian
pusat mata anda. Apabila jumlah perdarahan ini sedikit, hanya akan terlihat
suatu bintik hitam (melayang). Pada beberapa kasus yang lebih berat, darah
dapat mengisi cavitas vitreous dan secara komplit memblok penglihatan kita.
Apabila hanya terjadi perdarahan vitreous biasanya tidak mengakibatkan
hilangnya penglihatan yang permanen. Darah biasanya akan hilang dari mata
dalam beberapa minggu atau bulan. Kecuali retina mengalami kerusakan,
penglihatan akan kembali jelas seperti sebelumnya.21
• Ablasi retina. Pembuluh darah yang abnormal berhubungan dengan retinopati
diabetik akan menstimulai pertumbuhan jaringan parut, yang dapat mendorong
retina menjauh dari bagian belakang mata. Hal ini mengakibatkan bintik-
bintik mengambang dalam penglihatan, kilatan cahaya atau hilangnya
penglihatan yang berat.21
• Glaukoma. Pembuluh darah baru akan tumbuh pada bagian depan mata dan
mengganggu aliran normal cairan dari mata, yang akan mengakibatkan
peningkatan tekanan dalam bola mata (glaukoma). Penekanan ini dapat
merusak saraf yang membawa gambar dari mata ke otak (n. optikus).21
• Kebutaan. Pada akhirnya, retinopati diabetik, glaukoma ataupun keduanya
dapat mengakibatkan hilangnya penglihatan total.21

23
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

2.1.10 PROGNOSIS
Diabetes menyebabkan sekitar 8.000 mata menjadi buta setiap tahun.
Pengobatan retinopati diabetes memerlukan biaya yang sangat besar, namun telah
diperkirakan bahwa ini hanya mewakili seperdelapan dari biaya pembayaran
Jaminan Sosial untuk kehilangan penglihatan. Biaya ini tidak sebanding dengan
biaya dalam hal hilangnya produktivitas dan kualitas hidup.27
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study menemukan bahwa
operasi laser untuk edema makula mengurangi kejadian hilangnya penglihatan
moderate (dua kali lipat dari sudut visual atau kira-kira 2-line kehilangan
penglihatan) dari 30% menjadi 15% selama periode 3 tahun. Diabetic Retinopathy
Study menemukan bahwa laser panretinal photocoagulation mengurangi risiko
kehilangan penglihatan berat (<5/200) lebih dari 50%. 27
Prognosis baik, meliputi:
• Onset baru eksudat cincin
• Kebocoran yang ringan
• Perfusi perifoveal yang ringan
Prognosis buruk, meliputi:
• Edema yang diffuse, adanya beberapa kebocoran
• Deposisi lipid pada fovea
• Iskemia makula
• Edema macula cystoids
• Visus pre-operatif kurang dari 20/200

24
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

BAB III
KESIMPULAN

Retinopati DM merupakan mikroangiopati yang mengenai pembuluh-


pembuluh halus retina dan menjadi penyumbang angka kebutaan terbesar.
Masalah utama dalam penanganan retinopati DM adalah keterlambatan diagnosis
karena pada awalnya tidak ditemukan gejala yang tampak. Keterlambatan
diagnosis DM khususnya kontrol glikemik yang buruk merupakan faktor risiko
kebutaan akibat retinopati diabetik. Deteksi dini, pengendalian faktor risiko, terapi
yang memadai, serta perujukan yang tepat merupakan kunci utama tatalaksana
retinopati DM. Dua dari tiga hal tersebut dapat dilaksanakan di pelayanan
kesehatan primer sehingga peranan optimal dokter umum sangat diperlukan dalam
tata laksana retinopati DM.

25
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

DAFTAR PUSTAKA

1. Noble J, Chaudhary V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010; 182(15):1646.


2. Fong DS, Aiello L, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD, Ferris FL.
Retinopathy in diabetes. Diabetes Care. 2004;27 (Suppl1):S84-7.
3. Vaughan D. 2010. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
4. Paulus YM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: A growing concern in an
aging population. Geriatrics. 2009;64(2):16-26
5. Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical
Diabetes. 2009;27(4):140-5.
6. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002, Comtan:
U.S.A. P. 82
7. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook: Vascular Disorder. New York:
Thieme; 2000. p. 299-301, 314-18.
8. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-
5, 66-70, 129-132, ,228-31, 309, 291-331
9. American Academy of Opthamology. Retina and Vitreous. Basic and
Clinical Science Course. 2011.
10. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam: Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
p.1857,1889-1893.
11. Mitchell P. Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy:
Diabetic Retinopathy. Australia: National Health and Medical Research
Council ; 2008. p 26-31,44-47,96-104
12. Weiss J. Retina and Vitreous: Retinal Vascular Disease. Section 12
Chapter 5. Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-
128

26
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

13. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic


Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey: Humana
Press; 2006. p 23-35.
14. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In: Clinical Ophthalmology. London:
Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
15. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic Publish [Oct 06, 2009]
available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print
16. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective.
Madras Diabetes Research Foundation &Dr Mohan’s Diabetes Specialities
Centre, Chennai, India. Indian J Med Res 125; March 2007. p 297-310.
17. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) Research Group.
Fundus photographic risk factors for progression of diabetic retinopathy:
report number 12. Ophthalmology.1991; 98:823-33.
18. Kern TS, Huang S. Vascular damage in diabetic retinopathy. In: Levin LA,
Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA:
Saunders; 2010. p. 506-12
19. American Diabetes Association. 2015. Eye complications. Available from:
http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/eye-
complications/.
20. Williams GA, Scott IU, Haller JA, Maguire AM, Marcus D, McDonald
HR. Single-field fundus photography for diabetic retinopathy screening: a
report by American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology.
2004;111:1055-62
21. American Academy of Ophthalmology. Preferred Practice Patern for
Diabetic Retinopathy; 2008.
22. Benjamin L, James B. Examination of the retina and optic disc. In:
Benjamin L, James B, editor. Ophthalmology investigation examination
techniques. China: Elsevier; 2007. p. 45-50
23. Chu C, Salmon J. Examination of the fundus. The Journal of Clinical
Examination. 2007;2:7-14. 18.

27
PAPER NAMA : KEVIN OWEN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131084
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

24. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes -


2010. Diabetes Care. 2010;33(Suppl1):S11-61.
25. Abdhish R Bhavsar, MD. 2015. Diabetic Retinopathy. Medscape
Reference, Adjunct Assistant Professor, Department of Ophthalmology,
University of Minnesota Medical School; Director of Clinical Research,
Retina Center, PA; Past Chair, Consulting Staff, Department of
Ophthalmology, Phillips Eye Institute. Available
from:http://emedicine.medscape.com/

28

Anda mungkin juga menyukai