Disusun oleh:
dr. Ni Wayan Mirah Wilayadi, S.Ked
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya
sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Usulan penelitian ini diajukan
untuk ujian seleksi PPDS I Ilmu Penyakit Dalam Universitas Udayana Denpasar semester
genap tahun akademik 2021/2022.
Berkat petunjuk, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, segala hambatan dalam
penyusunan Usulan Penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis
menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak
yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan untuk perbaikan usulan penelitian
ini.
Akhir kata, meskipun tulisan ini belum sempurna, penulis berharap semoga
bermanfaat bagi pembaca dan tidak lupa mohon masukan dan sarannya untuk
penyempurnaan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................i
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
ABSTRAK .......................................................................................................................iv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
ABSTRAK
Neuropati merupakan komplikasi tersering yang berhubungan dengan Diabetes Melitus (DM) dan
Neuropati Diabetik Perifer (NDP) merupakan bentuk paling umum dari Neuropati Diabetik (ND)
yang berhubungan dengan morbiditas dan disabilitas yang signifikan menurunkan kualitas hidup.
Prevalensi NDP diperkirakan bervariasi, NDP juga sering terlihat pada penderita DM yang memiliki
masalah dengan tidak terkontrolnya glukosa darah yang salah satunya dapat dinilai dari kadar
Glycocylated Haemoglobin (HbA1c). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kadar
HbA1C dengan beratnya manifestasi klinis NDP pada penderita DM tipe 2 di RSUP Sanglah.
Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol terhadap penderita DM tipe 2 yang menjalani
pengobatan di poliklinik Diabetes dan Saraf RSUP Sanglah. NDP diperiksa dengan menggunakan
MDNS. Seluruh data dianalisis dengan analisis statistik. Data karakteristik dianalisis secara
deskriptif.Analisis bivariat untuk uji hipotesis variabel bebas dan variabel tergantung berskala
nominal dengan metode Chi-Square.Tingkat hubungan antar variabel dinilai
dengan Odds Ratio dan tingkat kemaknaan dengan α = 5%.
iv
v
BAB I
Pendahuluan
72
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mengenai pasien DM tipe 2 yang
menderita NDP dan mengetahui hubngan kadar HbA1C dengan beratnya
manifestasi klinis NDP pada komunitas penderita DM tipe 2 di RSUP Sanglah,
sehingga dapat digunakan untuk pengembangan penelitian di masa yang akan
datang.
1.4.2 Dengan mengetahui hubungan kadar HbA1C dengan beratnya manifestasi klinis
NDP diharapkan dapat dilakukan upaya deteksi dini dan penatalaksanaan optimal
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada penderita DM tipe 2.
38
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
94
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap.
c. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH), pada keadaan ini terjadi peningkatan
glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,
osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion
gap normal atau sedikit meningkat.
Penyulit kronik dapat berupa:
a. Makroangiopati, dapat mengenai pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan
pembuluh darah otak.
b. Mikroangiopati, dapat berupa retinopati diabetik, nefropati diabetik dan neuropati
diabetik.
Untuk dapat mencegah terjadinya penyulit kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik
yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah
mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan HbA1c juga mencapai kadar yang
diharapkan, demikian pula status gizi dan tekanan darah.3,8
7
12
2.4.1 Patofisiologi Neuropati Diabetik Perifer
Gejala dan tanda NDP berdasarkan perubahan patologis pada sistem saraf penderita DM,
didapatkan hilangnya serabut saraf besar dan kecil bermielin, kejadian remielinisasi segmental,
dan degenerasi aksonal. Perubahan pada struktur serabut saraf terjadi pararel dengan perubahan
pada pembuluh darah sekitarnya, seperti menebalnya dinding pembuluh darah kapiler, hiperplasi
endotel yang berperan dalam menurunkan tekanan oksigen dan hipoksia, dan penyempitan
kapiler yang meliputi serabut saraf kecil bermielin dan serabut saraf C yang tidak bermielin.14
Saat Diabetes Control and Complication Trial mengungkapkan bahwa hiperglikemia
mendasari perkembangan NDP, maka 10 tahun terakhir ini banyak dilakukan penelitian yang
memfokuskan dalam pengertian dan kerusakan vaskular pada NDP. Penelitian pada hewan dan
invitro menyatakan bahwa terdapat empat jalur utama dalam metabolisme glukosa untuk
terjadinya NDP, yaitu:
1. Peningkatan aktivitas jalur polyol yang menimbulkan akumulasi sorbitol dan
fruktosa, NADP (P)- Redox imbalance, dan perubahan pada sinyal transduksi.
2. Glikasi protein non enzimatik yang membentuk “advanced glycation endproducts”
(AGEs)
3. Aktivasi protein Kinase C (PKC) yang menginisiasi respon kaskade stres.
4. Peningkatan Hexosamine pathway flux.16
Walaupun secara inisial mekanisme tersebut terlihat berbeda, beberapa bukti penelitian
memperkirakan bahwa defek ini saling berhubungan dan secara kolektif bertanggung jawab
untuk terjadinya dan perburukan NDP. Berikut akan dijelaskan masing-masing jalur untuk
terjadinya NDP, yaitu:
a. Jalur Polyol
Kecenderungan pada jaringan yang mengalami komplikasi, kelebihan glukosa tidak
dimetabolisme melalui glikolisis yang melewati jalur polyol. Pada jalur polyol, glukosa
diubah menjadi sorbitol, kemudian menjadi fruktosa, dan hal ini berperan dalam proses
oksidasi dari nicotinamide adenine dinucleotide phosphate hydrogen (NADPH) menjadi
NADP+. Peningkatan aktivitas jalur metabolik ini selanjutnya akan menghabiskan
NADPH sehingga memerlukan regenerasi antioksidan gluthathione. Tanpa gluthatione
yang mencukupi, kemampuan sistem saraf akan menurun dan berubah menjadi Reactive
Oxygen Species (ROS), menimbulkan stres oksidatif. Sebagai tambahan, dinyatakan
bahwa saat glukosa dimetabolisme melalui jalur polyol, akan menyebabkan akumulasi
sorbitol yang nantinya akan menimbulkan stres osmotik yang mengubah potensial
antioksidan dalam sel, dan nantinya akan meningkatkan akumulasi ROS. Pengeluaran
13
8
produksi fruktosa pada jalur polyol juga menimbulkan pembentukan nonenzymatic
glycation / glycoxidation yang dapat meningkatkan ROS yang memediasi kerusakan
selular protein dan lipid. 1 6
b. Jalur AGE
Hiperglikemia intraseluler terlihat sebagai kejadian primer yang menginisiasi formasi
AGEs melalui advanced glycation end product pathway. Glycation atau glycosilation
merupakan kombinasi glukosa dengan protein (Schiff bases) membentuk produk
glycation awal pada suatu nilai proporsional konsentrasi glukosa. Schift basses
mengalami perbaikan yang baru menjadi produk glycation awal tipe amadori yang lebih
stabil. Reaksi ini bersifat reversibel dan tidak ada bukti yang menggambarkan bahwa
produk-produk awal ini berhubungan dengan komplikasi diabetes. Dikatakan pula bahwa
beberapa produk glycation awal ini berjalan lambat, yang merupakan reaksi kimiawi dari
serial komplek menjadi AGEs. Karena AGEs ini bersifat ireversibel, AGEs ini tidak akan
kembali menjadi normal walau hiperglikemia telah dikoreksi tetapi dikatakan bahwa
AGEs ini akan terakumulasi dalam perjalanan waktu. Bentuk AGEs di dalam sel akan
menimbulkan intra dan ekstraselular cross linking dari agregasi protein dengan protein
yang menghasilkan struktur-struktur tersier yang merusak fungsi sel tersebut.
Hiperglikemia dan tingginya aliran polyol akan meningkatkan proses ini. AGEs dapat
menimbulkan kerusakan neuronal spesifik dengan menghambat transport aksonal yang
menimbulkan degenerasi akson. Proses ini berhubungan dengan formasi AGE yang
memerlukan transisi metal yang menghasilkan makin banyak formasi AGE (Singh, 2001;
149
Feldman dan Vincent, 2004). AGEs yang berikatan dengan protein reseptor seperti
reseptor untuk advanced glycation end product (RAGE). Pada mesangial dan sel endotel,
aktivasi RAGE oleh AGEs menghasilkan suatu produk ROS. Mekanisme yang pasti
belum diketahui, tetapi diperkirakan ada peranan NADPH oksidase. Kejadian ini sendiri
dapat berkontribusi dalam stres oksidatif selular dan disfungsi. Sebagai tambahan,
dikatakan pula bahwa sinyal RAGE melalui phosphatidylinositol-3 kinase (PI-3 kinase),
ki-Ras dan mitogen activated protein kinase (MAP kinase) yang berinisiasi dan
memelihara translokasi dari NF-KB dari sitoplasma ke nukleus pada beberapa tipe sel
termasuk monosit sirkulasi dan sel endotel.17
Reseptor RAGE terdiri dari 2 NF-KB yang berikatan dengan regio promotornya
sehingga aktivitasi RAGE menimbulkan translokasi NF-KB yang menghasilkan
amplifikasi RAGE dan menimbulkan lingkaran keusakan dan oksidatif stres
berkelanjutan.16
c. Jalur PKC
Efek dari diabetes pada jalur PKC dikatakan sangat komplek, PKC bertanggung jawab
terhadap aktivasi dari protein esensial dan lipid di dalam sel yang berguna untuk
ketahanan hidup selular. Keseimbangan fisiologis abnormal oleh karena diabetes akan
meningkatkan stres osmotik ekstrasel. Sel yang normal berkompensasi untuk stres
dengan meningkatkan osmolaritas intrasel, seperti mengakumulasi nonpertubing organic
10
15
osmolytes, seperti sorbitol, mioinositol, dan taurine. Proses ini menurunkan taurine dan
mio-inositol. Penurunan dari taurine akan mengurangi ketahanan antioksidan, sedangkan
penurunan mio-inositol mempengaruhi sinyal intraselular phosphoinositide, penurunan
aktivitas PKC.18
Peningkatan aktivitas jalur polyol mengaktivasi PKC sebagai stimulasi osmotik
dari stress-activated protein kinase. Aktivasi PKC hampir mendekati suatu status redox
sel. Pengikatan antioksidan terhadap dopamin katalitik dari aktivitas inhibisi PKC, saat
PKC berinteraksi dengan prooksidan, dimana proses ini menjadi teraktivasi. Aktivasi
PKC akan menimbulkan aktivasi MAP-kinase dan faktor-faktor transkripsi
phosphorylasi yang akan meningkatkan ekspresi gen dan multiple stress- related gen (C-
jun kinase dan Heat shock protein) yang nantinya akan merusak sel. Walaupun aktivitas
PKC lebih baik terjadi pada retina, ginjal, dan mikrovaskular dibanding saraf, dalam
pathogenesis NDP dipercaya sebagai hasil dari efek pada aliran darah vaskular.14 Peranan
PKC kedepannya sebagai komplikasi diabetes yang diperoleh dari fakta-fakta, dikatakan
bahwa aktivasi PKC vaskular menimbulkan vasokontriksi dan iskhemi jaringan. Aktivasi
PKC memiliki bifungsional efek pada NDP. Rendahnya aktivitas PKC dapat
mengganggu aliran darah pada saraf dan konduksi saraf pada NDP. Dimana aktivitas
yang tinggi akan mengurangi fungsi saraf yang kemungkinan melibatkan regulasi
neurokimiawi.16
11
16
d. Jalur Hexosamine
Jalur Hexosamine diaktivasi saat keluaran metabolisme glikolisis terakumulasi. Jalur ini
menimbulkan perubahan pada ekspresi gen dan fungsi protein yang berkontribusi dalam
patogenis komplikasi diabetes. Sebagai contoh, beberapa protein acylglycosilated yang
diproduksi pada jalur ini merupakan faktor transkripsi yang meningkatkan protein yang
berhubungan dengan komplikasi diabetes. Protein-protein ini sering merupakan
inflamatory intermediates dan meliputi transformasi growth factor B1 yang berperan
dalam nephropati dan plasminogen-activator inhibitor yang menghambat pembekuan
darah normal, peningkatan komplikasi vaskular. Aktivasi dari jalur ini akan
meningkatkan stres oksidatif saraf pada penyakit vaskular yang menimbulkan oklusi
mikrovaskular dan memproduksi ROS.16
12
17
e. Stres oksidatif
Masing-masing dari keempat jalur diatas memiliki kontribusi untuk pembentukan
formasi ROS. Reaksi-reaksi ini terjadi melalui jalur polyol yang meningkatkan stres
oksidatif dengan menurunkan kofaktor yang berperan dalam ketahanan antioksidan.
Melalui produk ROS dari formasi AGEs akan meningkatkan stres oksidatif. Aktivasi
PKC menghasilkan penurunan aliran darah, angiogenesis, oklusi kapiler, inflamasi, dan
ROS. Jalur hexosamine menimbulkan oklusi makro dan mikrovaskular, iskhemia, dan
ROS. Pada neuron yang normal, produk ROS dikontrol, radikal bebas dari superoxide
dan hidrogen peroksidase penting dalam fungsi sel normal. Superoxide diproduksi oleh
rantai transfer elektron mithocondrial saat nicotinamide adenine dinucleotide (NADH)
dioksidasi menjadi NAD+.14
Saat jumlah glukosa berlebihan, terjadi kerusakan pada rantai transfer elektron
mithokondria dengan menghambat sintesis adenosine triphosphatase. Hal ini
menimbulkan lambatnya transfer elektron mitokondria, meningkatnya pelepasan elektron
yang berperan untuk kombinasi dengan molekular oksigen untuk memproduksi
superoxide serta menimbulkan aktivasi NADH yang menghasilkan superoxide sebagai
produknya. Superoxide dimetabolisme menjadi hidrogen peroksidase dan air dengan
bantuan enzim superoxide dismutase. Hidrogen peroksidase dapat dioksidasi dengan
mudah menjadi komponen selular multipel dan secara difus menembus membran. Saat
hidrogen peroksidase bereaksi dengan iron bebas, akan menghasilkan Hydroksill Radikal
yang bereaksi dengan lipid. Lipidperoksidase bersifat toksik terhadap sel dan memediasi
kematian sel, sehingga keluaran superoxide dan hidrogen peroksidase bersifat mematikan
atau menimbulkan kerusakan pada saraf-saraf .16
Peningkatan aktivitas pada jalur-jalur ini menimbulkan disfungsi endotel yang
nantinya akan menimbulkan perubahan mikroangiopati dan selanjutnya akan
menimbulkan hipoksia jaringan. Hasil selanjutnya pada kerusakan struktur saraf dan
neuropati reversibel atau penurunan kecepatan hantar saraf.15
19
14
Tabel 2.1 Gejala Klinis Small dan Large Fibre Diabetic (Tanenberg, 2009).
Deteksi awal NDP sangat penting untuk mendapatkan pengobatan lebih awal dan sebagai
pencegahan untuk kerusakan selanjutnya. Pada praktek klinisnya, deteksi awal dimulai dengan
anamnesis riwayat penyakit dan evaluasi gejala sensorik dan motorik. Pemeriksaan fisik meliputi
inspeksi pada kaki, evaluasi reflek pergelangan kaki dan lutut, pemeriksaan sensorik meliputi
pemeriksaan vibrasi, rasa raba, dan pin prick sensation. Sistem skoring klinis dapat digunakan
untuk menilai derajat keparahan neuropati dengan menggunakan gejala dasar, reflek, dan skor
sensorik, seperti Toronto Clinical Scoring System.15
20
15
Maximum score = 19
0-6 = no neuropathy; 6-8 = mild neuropathy: 9-11 = moderate neuropathy
≥ 12 = severe neuropathy
Dalam diagnosis klinis, terdapat beberapa kuisioner gejala untuk menskrining kelainan
ini. Michigan Neuropathy Screening Instrument dengan menggunakan 15 pertanyaan dapat
menilai gejala dan defisit serta efeknya terhadap kualitas hidup pasien. Hal yang sama juga dapat
dinilai dengan suatu skor yang menilai tanda klinis, yaitu Neuropathy Disability Score (NDS).
Penilaian ini sangat mudah dikerjakan dan hanya memerlukan waktu 1 hingga 2 menit. Skor
maksimal untuk defisit neuropati adalah 10 yang mengindikasikan hilangnya seluruh modalitas
sensorik dan tidak adanya reflek.21
Tabel 2.3. The Modified Neuropathy Disability Score (Boulton, 2005)
Salah satu modifikasi dari NDS adalah Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS).
NDP dan stadium NDP ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik kuantitas disertai pemeriksaan
hantaran saraf. Parameter klinis yang dipilih dalam MDNS memiliki prediksi yang tinggi
terjadinya neuropati diabetika dan berkorelasi denganNDS, seperti tes vibrasi, fungsi otonom
dan konduksi saraf.16
16
21
Tabel 2.4. Stadium NDP berdasarkan MDNS (Feldman, 1994)
Stadium 0 Skor MDNS < 6, dan gambaran pemeriksaan hantaransaraf
abnormal < 2, atau tidak ada neuropati.
Stadium 1 Skor MDNS <12, dan 2 abnormalitas, pemeriksaan hantaran
saraf (neuropati ringan).
Stadium 2 Skor MDNS <29, dan 3-4 abnormalitas, pemeriksaan hantaran
saraf (neuropati sedang).
Stadium 3 Skor MDNS <46, dan 5 atau lebih abnormalitas, pemeriksaan
hantaran saraf (neuropati berat).
21
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
stadium
0,1,2,3
HbA1c normal
NDP (+)
stadium
0,1,2,3
HbA1c tinggi
DM Tipe 2
HbA1c normal
NDP (-)
HbA1c tinggi
22
27
3.3.3.1 Krietria Inklusi
1. Penderita yang telah terbukti menderita DM tipe 2 dan NDP.
2. Penderita berusia 20-65 tahun.
3. Penderita kooperatif dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan
menandatangani surat persetujuan bersedia sebagai sampel penelitian
(informed consent).
3.3.3.2 Kriteria Ekslusi
1. Penderita dengan riwayat penyakit ginjal kronis, penyakit hati kronis,
dislipidemia.
2. Penderita dengan infeksi HIV, Morbus Hansen.
3. Penderita dengan keganasan yang dapat menyebabkan neuropati
4. Penderita neuropati yang sedang mengkonsumsi obat-obatan seperti anti
retroviral, obat-obat kemoterapi, dan estrogen.
5. Penderita dengan riwayat paparan toksin termasuk penggunaan alkohol,
pestisida, merkuri, organofosfat, dan timbal.
4. Penderita dengan kemungkinan gangguan pada sistem saraf tepi lainnya,
seperti penyakit neuropati jebakan (Carpal Tunnel Syndrome, CervicalRoot
Syndrome)
(P1-P2)²
α : kesalahan tipe I, ditetapkan 5% sehingga Zα = 1,96
: kesalahan tipe II, ditetapkan 10% sehingga Z= 1,28
P : proporsi total = ½ (P1+P2)
P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
25
30
DAFTAR PUSTAKA
32
33
Lampiran
1. Pemeriksaan neurologis
2. Pemeriksaan ENMG
Pemeriksaan NCS dikerjakan pada ekstremitas non dominan.
a. Nervus medianus
SNAP : latensi distal : mm/s, amplitudo : mv, KHS m/s
CMAP : latensi distal : mm/s, amplitudo : mv, KHS m/s
b. Nervus ulnaris
SNAP : latensi distal : mm/s, amplitudo : mv, KHS m/s
c. Nervus suralis
SNAP : latensi distal : mm/s, amplitudo : mv, KHS m/s
d. Nervus peroneus
SNAP : latensi distal : mm/s, amplitudo : mv, KHS m/s
Interpretasi:
Nilai abnormal adalah nilai latensi distal menurun, amplitudo menurun, KHS menurun diluar
nilai normal pada rentang first and 99th percentiles .
Kesimpulan:
MDNS:
1. Skor Pemeriksaan Neurologis: .......
2. ENMG: Saraf yang abnormal: .......
3. Stadium NDP: ..............
< 1 detik secara konsisten. Penekanan 10-g terjadi saat alat melengkung. Ditanyakan
respon penderita ya/tidak pada saat mata tertutup. Pemeriksaan dikerjakan secara
bilateral sebanyak 10 kali.
Interpretasi
- Normal (nilai 0) : 8-10 respon “ya”
- Nilai 1 : 1-7 respon “ya”
- Nilai 2 : tidak ada jawaban benar.
c. Pemeriksaan nyeri. diperiksa dengan jarum pentul.
Nyeri : pemeriksaan dengan jarum pentul di dorsum manus ibu jari kaki pertama.
Interpretasi :
- Nilai 0 : respon penderita :tidak nyeri”.
- Nilai 2 : respon penderita “nyeri”.
2. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan menggunakan palu reflek. Pemeriksaan dilakukan pada tendon Bisep,
Trisep, Patela, dan Achilles.
Interpretasi :
- Skor 0 (normal): bila sendi ada gerakan sendi dan kontraksi otot,
- Skor 1 bila reflek menurun. Hanya kontraksi otot.
- Skor 2. Tidak ada reflek
3. Pemeriksaan kekuatan otot
Interpretasi
- Nilai 0 (normal) : kekuatan otot normal, mampu melawan
tahanan maksimal pemeriksa
- Nilai 1 (ringan-sedang) : mempu melawan tahanan ringan dan sedang
pemeriksa
- Nilai 2 (berat) : penderita tidak mampu melawan gaya berat,
tahanan ringan pemeriksa
- Nilai 3 (tidak ada) : tidak ada kontraksi otot maupun gerakan
sendi.
2. Pemeriksaan studi hantaran saraf/Nerve conduction study (NCS)
1) Pemeriksaan SNAP
a. Nervus medianus
b. Nervus ulnaris
c. Nervus suralis
36
2) Pemeriksaan CMAP
d. Nervus medianus
e. Nervus peroneus