Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

Kasus Perlukaan (Trauma Tumpul) pada Peristiwa Penganiayaan

Oleh :
I Made Ananta Wiguna, S. Ked (112019124)
Lolita Lorentia Syamtori R, S. Ked (112019155)
Hardianti, S. Ked (112019237)
Regina Pongtuluran, S. Ked (112020050)
Gracela Salurante, S. Ked (112021004)

Pembimbing :
dr. Jims Ferdinan Possible T., Sp. FM, M. Ked, For.

Penguji :
dr. Chatrina Andryani, Sp. FM, MH (Kes)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA POLDA LAMPUNG
PERIODE 04 JULI – 06 AGUSTUS 2022
I. PEMICU/SKENARIO KASUS
Telah diantar oleh keluarga, seorang pasien bernama Nn. Fauzi, jenis kelamin
perempuan, berumur 18 tahun ke IGD RS Bhayangkara Polda Lampung pada hari
Rabu, 20 Juli 2022, sekitar pukul 18.30 WIB. Bersama pasien tersebut juga
disertakan Surat Permintan Visum et Repertum dari Penyidik Kepolisian dengan
nomor surat R/74/VII/2022/SEKTOR KDT. Menurut keterangan berdasarkan
Surat Permintaan Visum et Repertum, pasien tersebut mengalami tindak pidana
peristiwa penganiayaan di wilayah/daerah Jl. Indrabangsawan Gg Bangsaratu RT
03, Kel. Rajabasa, Kec. Rajabasa, yang tempatnya berlokasi di depan gang rumah
pasien.
Kondisi tubuh pasien/korban saat ditemukan di Tempat Kejadian Peristiwa
dalam keadaan tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, dan pada tubuh
pasien/korban ditemukan tanda-tanda kekerasan. Suasana/keadaan di Tempat
Kejadian Peristiwa menurut keterangan lisan dari pasien/korban disaksikan oleh
orang lain di tempat kejadian. Bersama tubuh pasien/korban (selain pakaian,
perhiasan, dan benda-benda yang ada atu melekat di tubuh pasien/korban), tidak
terdapat benda-benda lain. Hingga saat ini orang yang diduga pelaku kejahatan
(pacar korban) belum ditangkap.
II. SURAT PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM
Analisa SPV:
1. Sudah tertulis dalam ketikan rapih.
2. Terdapat kop surat dari lembaga pengirim, namun tidak terdapat logo instansi
terkait.
3. Terdapat tempat, tanggal, bulan, dan tahun dibuatnya Surat Permintaan
Visum.
4. Terdapat nama pimpinan/direktur Rumah Sakit.
5. Terdapat rujukan/dasar namun hanya terdiri dari 1 poin yaitu, laporan polisi.
Namun tidak terdapat rujukan/dasar Undang-undang No 2 tahun 2002 dan
KUHAP pasal 133 atau 179.
6. Terdapat identitas pasien.
7. Terdapat kronologis peristiwa namun tidak lengkap.
8. Terdapat penjelasan maksud dan tujuan surat tersebut diberikan.
9. Terdapat ucapan terima kasih.
10. Terdapat nama, jabatan, pangkat, no registrasi, tanda tangan, dan stempel
lembaga.
III. SURAT PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS

IV. DATA REKAM MEDIS


1. ANAMNESA
A. Anamnesa Data Pribadi pasien/korban, keterangan diperoleh dari
Autoanamnesa
 Nama : Nn.FYN
 TTL/Umur : Rajabasa, 27 Juni 2004, 18 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Warga Negara : Indonesia
 Suku : Jawa
 Pekerjaan : Mahasiswa
 Pendidikan Terakhir : SMA
 Status Pernikahan : Belum Menikah
 Status di Rumah Tangga : Anak
 Alamat Tinggal :Jl Indrabangsawan Gg Bangsaratu Rt.03
Kel. Rajabasa Kec. Rajabasa 
B. Anamnesa Data Riwayat Kesehatan pasien/korban, keterangan
diperoleh dari Autoanamnesa
1. Riwayat Penyakit Pasien Dahulu : tidak ada 
2. Riwayat Penyakit Pasien Sekarang : tidak ada
3. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada
4. Riwayat Obat Medis Dahulu : tidak ada
5. Riwayat Obat Medis Sekarang : tidak ada
6. Riwayat Penggunaan Obat dan Zat Addiktif : tidak ada
7. Riwayat Alergi terhadap Zat tertentu (Sebut nama obat) : tidak ada
8. Hal yang lain diperlukan : tidak ada
C. Anamnesa Kronologis Peristiwa (singkat dan bermanfaat) yang
dialami pasien/korban, keterangan diperoleh dari Autoanamnesa
1. Kejadian/ Peristiwa yang dialami pasien: Penganiayaan
2. Kesadaran pasien saat peristiwa terjadi: Pasien sadar penuh pada saat
kejadian dan mengetahui kronologis peristiwa yang dialami.
3. Aktifitas yang dilakukan pasien saat peristiwa awal terjadi: Sedang
duduk diatas motor.
4. Respon tubuh pasien saat peristiwa terjadi: Pasien hanya terdiam dan
tidak melakukan perlawanan.
5. Pengamatan pasien terhadap pelaku peristiwa: Pelaku adalah pacar
pasien.
6. Kondisi dan posisi tubuh pasien sebelum peristiwa terjadi, saat
peristiwa terjadi dan setelah peristiwa terjadi: Saat tiba di gang depan
rumah, pasien disuruh turun oleh pelaku, tetapi pasien tidak mau turun
dari motor dikarenakan pelaku memegang dompet dan hp pasien,
kemudian pelaku mencubit pasien sebanyak 2 kali pada lengan kanan
bagian atas dan pada paha kiri atas. Namun pasien tetap tidak mau
turun dari motor, kemudian pasien ditarik lengan bajunya oleh pelaku
sehingga pasien terjatuh ke sebelah kiri. Pada saat itu juga, pacar pasien
memutar motor kearah kiri danlangsung menarik gas motor dan
kemudian  pasien bangun dan memegang pegangan belakang motor
sehingga pasien terseret sejauh 1 meter.
7. Situasi di Tempat Kejadian Perkara: Sepi, tidak ada orang disekitar.
8. Pengamatan pasien terhadap benda yang dipakai untuk melakukan
kekerasan: tidak ada benda yang digunakan.
9. Keluhan fisik yang dirasakan oleh pasien sekarang: Nyeri disekitar luka
pasien (pinggul kanan, lengan kanan atas, lengan kanan bawah, lengan
kiri bawah, siku lengan kanan, paha kiri, lutut kiri, lutut kanan,
punggung kaki kiri, daerah ibu jari kaki kiri).
10. Hal lainnya (misal kronologis terjadinya luka-luka dan persetubuhan
di tubuh pasien): tidak ada

2. DATA HASIL PEMERIKSAAN BENDA-BENDA


- PAKAIAN, PERHIASAN, BENDA YANG MELEKAT DI TUBUH
PASIEN/KORBAN DAN BENDA LAIN YANG DIANTAR OLEH
PENYIDIK
1. Pakaian pasien/korban: Pasien memakai baju kemeja lengan panjang
berwarna hijau dan memakai celana kain warna hitam kotak-kotak
2. Perhiasan pasien/korban: tidak ada
3. Benda lain ditubuh atau dekat pasien/korban: penjepit rambut berwarna
hitam
4. Benda lain yang diantar penyidik: tidak ada
- FOTO-FOTO
Jilbab berbentuk segipanjang, berwarna hitam Kemeja lengan panjang, otif
polos, warna hijau, ukuran S.

Celana panjang kain, motif kotak-kotak, berwarna hitam dan putih, ukuran
S Sendal selop, berwarna biru muda, ukuran 36.

3. DATA HASIL PEMERIKSAAN FISIK LUAR (UMUM)


- PENILAIAN KEADAAN UMUM BERDASARKAN:
1. VITAL SIGN
- Tingkat Kesadaran: Compos mentis
- Total Score GCS: E4M6V5
- Tekanan Darah: 127/87mmHg
- Frekuensi dan Penilaian Denyut Nadi: 90x/menit, nadi kuat angkat,
reguler
- Frekuensi dan Penilaian Pernapasan: 18x/menit, pernapasan reguler
- Temperatur: 36.7C
2. PENILAIAN LAINNYA
- Keluhan dan ekspresi wajah: Tidak ada
- Emosional dan perilaku: Pasien telihat tenang, emosional stabil
- Status gizi (IMT): 18.3 (gizi normal)
- Tingkat nyeri (Wong Baker Scale Pain): 6 (nyeri sedang)
- Funsi indera penghlihatan: Dalam batas normal
- Fungsi indera penciuman: Dalam batas normal
- Fungsi indera pengecapan: Dalam batas normal
- Fungsi indera perasa (kulit) di daerah sekitar luka: Dalam batas
normal
- Fungsi reflek otot (motorik): Dalam batas normal
- Penilaian lainnya: Tidak dilakukan
- IDENTIFIKASI BERDASARKAN:
1. PENGAMATAN TANDA IDENTFIKASI UMUM
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Perkiraan umum berdasarkan penilaian : 20 tahun
 Warna kulit : Sawo matang
 Berat Badan : 43 Kg
 Tinggi Badan : 153 cm
 Ras Bangsa : Mongoloid
 Bentuk Wajah : Oval
 Penilaian Rambut (bentuk, warna dan panjang rambut): rambut
panjang, bentuk lurus, warna hitam, panjang 50 cm.
 Penilaian Gigi Geligi (jumlah dan bentuk/susunan gigi): 28 gigi
tersusun rapih.
2. PENGAMATAN TANDA IDENTIFIKASI SEKUNDER
 Kecacatan : Tidak Ada
 Jejas Bekas Operasi : Tidak Ada
 Jejas Bekas luka : Tidak Ada
 Tatto : Tidak Ada
 Tanda Kenal lahir : Tidak Ada
 Dan Hal Lain : Tidak Ada
- FOTO-FOTO
4. DATA HASIL PEMERIKSAAN FISIK LUAR (KHUSUS) “TANDA
KEKERASAN DAN DESKRIPSI LUKA”
A. TANDA KEKERASAN:
1. LUKA 
- Jumlah total luka diseluruh tubuh: 12 
- Jumlah total luka berdasarkan jenis luka: 4 (3 memar, 3 lecet serut, 1
lecet tekan, 5 lecet gores)
- Jumlah total luka berdasarkan regio tubuh: 10 (1 luka lecet serut pada
regio pinggul, 2 luka memar pada regio lengan kanan atas, 2 luka
lecet serut pada regio lengan kanan bawah, 1 luka lecet gores pada
regio lengan kiri bawah, 1 luka lecet gores pada regio siku lengan
kanan atas, 1 luka memar pada regio paha kiri, 1 luka lecet gores pada
regio lutut kiri, 1 luka lecet tekan pada regio lutut kanan, 1 luka lecet
gores pada regio punggung kaki kiri, dan 1 luka lecet gores pada regio
ibu jari kaki kiri)
2. TANDA PATAH TULANG DAN LEPAS SENDI
- Lokasi: tidak ada 
- Bentuk: tidak ada
3. PERDARAHAN
- Lokasi: tidak ada
- Perkiraan sumber perdarahan: tidak ditemukan perdarahan aktif
4. KERUSAKAN ATAU RUPTURE ORGAN
- Lokasi: tidak ada
- Jenis organ: tidak ada 

B. DESKRIPSI LUKA:
- Pada daerah pinggul kanan, terdapat luka lecet serut, bentuk luka tidak
teratur, berwarna kemerahan, tepi luka sebelah kiri berjarak dua belas
centimeter dari GPD, dan tepi luka sebelah atas berjarak empat centimeter
dari pusar, ukuran luka panjang empat koma lima centimeter, lebar luka
satu koma lima centimeter, permukaan luka tampak rata, terdapat bercak
darah, tidak terdapat memar disekitar luka, tidak terdapat tanda patah
tulang, nyeri sedang (skala nyeri enam).
- Pada daerah lengan kanan atas sisi depan terdapat memar, bentuk memar
tidak teratur, berwarna biru keunguan, tepi memar bagian bawah berjarak
delapan centimeter dari lipat siku, ukuran memar panjang satu koma lima
centimeter, lebar memar satu centimeter, permukaan memar rata, tidak
terdapat tanda patah tulang, tidak terdapat bercak darah, nyeri ringan (skala
nyeri empat).
- Pada daerah lengan kanan atas sisi depan, tepat di garis tengah, terdapat
memar, bentuk memar tidak teratur, berwarna biru keunguan, tepi luka
bagian bawah berjarak sembilan koma lima centimeter dari lipat siku,
ukuran memar panjang empat koma lima centimeter, lebar memar tiga
centimeter, permukaan memar rata, tidak terdapat tanda patah tulang, tidak
terdapat bercak darah, nyeri ringan (skala nyeri empat).
- Pada daerah siku lengan kanan atas, tepat di siku, terdapat luka lecet gores,
bentuk luka tidak teratur, berwarna kemerahan, tepi luka bagian kiri
berjarak satu centimeter dari garis tengah lengan, ukuran luka panjang nol
koma sembilan centimeter, lebar luka nol koma lima centimeter,
permukaan luka rata, tidak terdapat memar disekitar luka, tidak terdapat
tanda patah tulang, tidak terdapat bercak darah, nyeri ringan (skala nyeri
empat).
- Pada daerah lengan kanan bawah sisi belakang, terdapat luka lecet serut,
bentuk luka tidak teratur, berwarna kemerahan, tepi luka bagian atas
berjarak nol koma lima centimeter dari bawah siku, ukuran luka panjang
dua centimeter, lebar luka satu centimeter, permukaan luka rata, tidak
terdapat memar disekitar luka, tidak terdapat tanda patah tulang, tidak
terdapat bercak darah, nyeri ringan (skala nyeri empat).
- Pada daerah lengan kanan bawah sisi belakang, terdapat luka lecet serut,
bentuk luka tidak teratur, berwarna kemerahan, tepi luka bagian atas
berjarak satu koma lima centimeter dari bawah siku, ukuran luka panjang
dua koma lima centimeter, lebar luka satu centimeter, permukaan luka rata,
tidak terdapat memar disekitar luka, tidak terdapat tanda patah tulang,
tidak terdapat bercak darah, nyeri ringan (skala nyeri empat).
- Pada daerah lengan kiri bawah sisi belakang, terdapat luka lecet gores,
bentuk luka tidak teratur, berwarna kemerahan, tepi luka bagian atas
berjarak dua centimeter dari bawah siku, ukuran luka panjang dua
centimeter, lebar luka satu centimeter, permukaan luka rata, tidak terdapat
memar disekitar luka, tidak terdapat tanda patah tulang, tidak terdapat
bercak darah, nyeri ringan (skala nyeri empat).
- Pada daerah paha kiri atas sisi depan, tepat di garis tengah paha, terdapat
memar, bentuk memar tidak teratur, berwarna biru keunguan, tepi memar
sebelah atas berjarak lima belas centimeter dari pangkal paha, ukuran
memar panjang empat koma lima centimeter, lebar memar dua centimeter,
permukaan memar tampak rata, tidak terdapat tanda patah tulang, nyeri
ringan (skala nyeri empat).
- Pada daerah lutut kiri, tepat di tengah lutut, terdapat luka lecet gores,
bentuk luka tidak teratur, berwarna kemerahan, tepi luka berjarak tepat di
garis tengah dan tepat di area lutut, ukuran luka panjang dua koma lima
centimeter, lebar luka nol koma tiga centimeter, permukaan luka rata, tidak
terdapat memar disekitar luka, tidak terdapat tanda patah tulang, tidak
terdapat bercak darah, nyeri ringan (skala nyeri empat).
- Pada daerah lutut kanan, terdapat luka lecet tekan, bentuk luka tidak
teratur, berwarna kemerahan, tepi luka bagian bawah berjarak satu koma
lima centimeter dari bawah lutut, ukuran luka panjang satu koma lima
centimeter, lebar luka nol koma delapan centimeter, permukaan luka rata,
tidak terdapat memar disekitar luka, tidak terdapat tanda patah tulang,
tidak terdapat bercak darah, nyeri ringan (skala nyeri empat).
- Pada daerah punggung kaki kiri, terdapat luka lecet gores, bentuk luka
tidak teratur, berwarna kemerahan, tepi luka bagian bawah berjarak enam
koma lima centimeter dari ujung ibu jari kaki kiri, ukuran luka panjang nol
koma enam centimeter, lebar luka nol koma tiga centimeter, permukaan
luka rata, tidak terdapat memar disekitar luka, tidak terdapat tanda patah
tulang, tidak terdapat bercak darah, nyeri ringan (skala nyeri empat).
- Pada daerah ibu jari kaki kiri bagian dalam, terdapat luka lecet gores,
bentuk luka tidak teratur, berwarna kemerahan, tepi luka bagian bawah
berjarak satu koma lima centimeter dari ujung ibu jari kaki kiri, ukuran
luka panjang dua centimeter, lebar luka satu centimeter, permukaan luka
rata, tidak terdapat memar disekitar luka, tidak terdapat tanda patah tulang,
tidak terdapat bercak darah, nyeri ringan (skala nyeri empat).
5. DATA HASIL PEMERIKSAAN FISIK LUAR (KHUSUS) “TANDA
KELAINAN KLINIS (SIGN)”
- TANDA KELAINAN KLINIS
Anemis, Ikterus, Turgor kulit, Oedema prebitia, Tumor, Penyakit kulit,
Haemorroid, Petechiae, Sianosis, Peristaltik usus meningkat, Ronchii, Suara
bising jantung, Asites, Hepatomegali, Nyeri tekan atau lepas, Colic
abdomen, Melena, Haematemesis, Epiktasis, Emesis, Hiperemis
conjunctivitis, dll: Nyeri tekan sekitar luka (+)

6. DATA HASIL PEMERIKSAAN TAMBAHAN


- PEMERIKSAAN TAMBAHAN UMUM
- Hasil Pemeriksaan Darah: tidak dilakukan
- Hasil Pemeriksaan Urin: tidak dilakukan
- Hasil Pemeriksaan Feaces: tidak dilakukan
- Hasil Pemeriksaan lainnya: tidak dilakukan
- PEMERIKSAAN TAMBAHAN KHUSUS

- Hasil Pemeriksaan EKG : Tidak dilakukan pemeriksaan


- Hasil Pemeriksaan X-Ray : Disarankan untuk pemeriksaan Foto
Rontgen Pelvis, namun pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan.
- Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Hasil Pemeriksaan lainnya : Tidak dilakukan pemeriksaan

V. Lembar Visum et Repertum


VI. Tinjauan Pustaka

1. Visum Et Repertum (VER)


Pengertian secara harfiah Visum Et Repertum adalah berasal dari kata Visual, yaitu
melihat dan Repertum yaitu melaporkan, berarti; apa yang dilihat dan diketemukan,
sehingga Visum Et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli)
yang dibuat berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat dan diketemukan atas
bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain kemudian dilakukan
pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Visum et Repertum
adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi)
penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup
maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan
interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan. (Ardhyan,
2017, Afandi 2017)

1.1. Landasan/Dasar Hukum Visum Et Repertum


Landasan visum et repertum terdapat dalam kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana pasal 133 yang berbunyi sebagai berikut :

1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan pengadilan mengenai seorang


korban, baik luka, keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli dokter kehakiman atau dokter dan ahli lainya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1
dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan secara tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat,
dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagaian
badan mayat lain.
Dalam KUHAP tidak terdapat satu pasal yang memuat perkataan visum et
repertum. Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan
langsung tentang visum et repertum, yaitu pada Staatsblad (Lembaran
Negara) Tahun 1937 Nomor 350 pasal 1 dan pasal 2 ayat 1 yang
menyatakan:

A. Staatsblad no 350 Pasal 1 :


1) Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda
ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti yang sah dalam perkara-
perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan
mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang
diperiksa.
B. Staatsblad no 350 Pasal 2 ayat 2 :
1) Pada Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di
Negeri Belanda maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam Pasal 1
diatas, dapat mengucapkan sumpah sebagai berikut: Saya bersumpah
(berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyatan-
pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk
kepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
saya yang sebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan batin.

Landasan hukum visum et repertum lainnya yaitu Instruksi Kapolri Tahun


1975 tentang Tata cara permohonan/pencabutan Visum et Repertum, yaitu:
1. Mengadakan peningkatan penertiban prosedure permintaan/ pencabutan
Visum et Repertum kepada Dokter/ Ahli Kedokteran Kehakiman.
2. Dalam mengirimkan seorang luka atau mayat ke Rumah Sakit untuk
diperiksa yang berarti pula meminta Visum et Repertum, maka jangan
dilupakan bersama-sama si korban.
3. Dalam hal seseorang yang menderita luka tadi akhirnya meninggal dunia
maka harus segera mengajukan surat susulan untuk meminta Visum et
Repertum atas mayat, berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak
dibenarkan permintaan Visum et Repertum atas mayat berdasarkan
pemeriksaan luar saja.
4. Untuk kepentingan di Pengadilan dan mencegah kekeliruan dalam
pengiriman seorang mayat harus selalu diberi label dan segel pada ibu
jari kaki mayat. Pada label itu harus jelas disebutkan nama, jenis
kelamin, umur, bangsa, suku, agama, asal, tempat tinggal, dan tanda
tangan dari petugas Polri yang mengirimkannya.
5. Tidak dibenarkan mengajukan Visum et Repertum tentang keadaan
korban atau mayat yang telah lampau yaitu keadaan sebelum permintaan
Visum et Repertum diajukan kepada Dokter mengingat rahasia jabatan.
6. Bila ada keluarga korban/ mayat keberatan jika diadakan Visum et
Repertum bedah mayat maka adalah kewajiban dari petugas POLRI cq
pemeriksaan untuk segera persuasif memberikan penjelasan perlu
pentingnya otopsi untuk kepentingan penyidikan, kalau perlu bahkan
ditegakkannya pasal 222 KUHP.
7. Pada dasarnya penarikan/ pencabutan kembali Visum et Repertum tidak
dapat dibenarkan. Bila terpaksa, Visum et Repertum yang sudah diminta
harus diadakan pencabutan/ penarikan kembali, maka hal tersebut hanya
dapat diberikan oleh Komandan-Komandan Kesatuan paling rendah
tingkar Komres dan untuk kota besar hanya oleh Dan Tabes. Wewenang
penarikan/ pencabutan kembali Visum et Repertum tidak dapat
dilimpahkan kepada Pejabat/ Petugas bawahan.
8. Untuk menghindari kesalahpahaman, perlu Dokter yang memeriksa
mayat diberikan keterangan lisan tentang kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan matinya orang/ korban tersebut. Petugas wajib
datang menyaksikan dan mengikuti jalannya pemeriksaan mayat/ otopsi
yang dilakukan oleh Dokter.
9. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada waktu melakukan
otopsi, pengamanan perlu dilakukan oleh POLRI setempat.
10. Dalam hal orang luka atau mayat itu seorang ABRI, maka untuk
meminta Visum et Repertum hendaknya menghubungi Polisi Militer
setempat dari kesatuan si korban

Dan terdapat beberapa landasan hukum tambahan seperti:


Pasal 120 KUHAP:
1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang
ahli atau yang memiliki keahlian khusus.
2) Ahli tersebut harus mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di
muka penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut
pengetahuanya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena
harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan
menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang
diminta.
Pasal 179 KUHAP: 3
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran atau ahli
lainya wajib memberikan keterangan ahli demi keadalian.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangn ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangn yang
sebaik-baiknya menurut pengetahuan dalam bidang keahlianya.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Otopsi
Jenazah:

1) Pada dasarnya setiap jenazah harus dipenuhi hak-haknya, dihormati


keberadaannya dan tidak boleh dirusak.
2) Otopsi jenazah dibolehkan jika ada kebutuhan yang ditetapkan oleh
pihak yang punya kewenangan untuk itu.
3) Otopsi jenazah sebagaimana dimaksud angka 2 harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Otopsi jenazah didasarkan kepada kebutuhan yang dibenarkan secara
syar’i (seperti mengetahui penyebab kematian untuk penyelidikan
hukum, penelitian kedokteran, atau pendidikan kedokteran),
ditetapkan oleh orang atau lembaga yang berwenang dan dilakukan
oleh ahlinya.
b. Otopsi merupakan jalan keluar satusatunya dalam memenuhi tujuan
sebagaimana dimaksud pada point a.
c. Jenazah yang diotopsi harus segera dipenuhi hak-haknya, seperti
dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan.
d. Jenazah yang akan dijadikan obyek otopsi harus memperoleh izin dari
dirinya sewaktu hidup melalui wasiat, izin dari ahli waris, dan/atau
izin dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

1.2. Jenis-jenis Visum


Secara umum terdapat dua jenis visum et repertum yaitu visum untuk orang
hidup (kasus perlukaan, keracunan, perkosaan, psikiatri, dan lain lain) dan
visum jenazah. Berdasarkan waktu visum untuk orang hidup dibedakan
menjadi:

1. Visum seketika yang dibuat langsung setelah korban diperiksa dan paling
banyak yang dibuat oleh dokter.
2. Visum sementara yaitu visum saat korban masih dalam perawatan
biasanya untuk menentukan jenis perlukaan dan pada visum ini tidak
terdapat kesimpulan.

Visum lanjutan yaitu visum yang diberikan setelah korban sembuh dari
perawatan atau meninggal dan merupakan lanjutan dari visum sementara.
Pada visum ini dokter telah menulis kesimpulan dan dokter yang membuat
kesimpulan tidaklah harus dokter yang membuat visum sementara
(Budiyanto 1997, Amir 1997).
Berdasarkan teknik pemeriksaan visum et repertum dibedakan menjadi dua
yaitu:

1. Visum teknik pemeriksaan luar


2. Visum teknik pemeriksaan dalam

Berikut adalah visum et repertum berdasarkan tindak pidananya:

A. Visum et repertum perlukaan


Pemeriksaan pada korban hidup ditujukan untuk mengetahui penyebab
luka dan derajat parahnya luka tersebut. Suatu perlukaan dapat membawa
dampak dari segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan. Dokter harus
membuat catatan medik atas semua hasil pemeriksaan mediknya terhadap
setiap pasien. Pada korban yang diduga tindakan pidana pencatatan harus
lengkap dan jelas untuk kepentingan kelengkapan barang bukti di dalam
bagian Pemberitaan visum et repertum. Dalam bagian kesimpulan harus
tercantum luka atau cedera atau penyakit yang ditemukan kemudian jenis
benda yang mengakibatkannya serta derajat perlukaan. (Budiyanto 1997,
Amir 1997)

B. Visum et repertum kejahatan susila


Biasanya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et
repertumnya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan
yang diancam KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada
wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum
cukup umur. Untuk kepentingan peradilan dokter berkewajiban untuk
membuktikan dan memeriksa tanda persetubuhan, adanya kekerasan,
adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan dan kelainan psikiatrik.
Pembuktian adanya persetubuhan dilakukan dengan pemeriksaan fisik
terhadap kemungkinan deflorasi hymen, laserasi vulva atau vagina,
serta ada cairan mani dan sel sperma dalam vagina. Dalam
kesimpulan visum et repertum korban kejahatan susila harus memuat
usia korban, jenis luka, jenis kekerasan dan tanda persetubuhan.
C. Visum et repertum keracunan
Dalam pembuatan visum et repertum keracunan juga berdasarkan
adanya surat permintaan visum et repertum dari penyidik dengan
perihal pemeriksaan kasus keracunan. Format visum et repertum
keracunan memiliki kesamaan dengan format-format visum et
repertum pada umumnya yakni terdiri: pro justitia, pembukaan,
pemberitaan, kesimpulan, penutup. Namun pada bagian kesimpulan
visum et repertum keracunan, terdiri dari :
- Identitas pasien/barang bukti
- Jenis luka-luka yang ditemukan dalam pemeriksaan
- Jenis kekerasan yang didapat dari jenis luka
- Hasil pemeriksaan laboratorium (bila ada), Pemeriksaan laboratorium
diambil dari sampel hasil muntahan, kumbah lambung, darah, urin dan
sebagainya. Sampel tersebut dikirim ke laboratorium setelah memenuhi
prasyaratan yakni aspek medikolegal dan ‘chain of custody’.
D. Visum et repertum psikiatrik
Visum et repertum di bidang psikiatrik disebut Visum et repertum
Psychiatricum. Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat karena adanya
pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi “ Barang siapa melakukan
perbuatan yang tidak dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena
jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu
karena penyakit (zielkelijke storing), tidak dipidana”. (Budiyanto 1997,
Amir 1997)
Visum et repertum diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku
pidana bukan korban sebagaimana visum et repertum lainnya.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah seseorang mengalami suatu peristiwa
atau berkaitan dengan hukum. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan
rekonstruksi ilmiah untuk mencari korelasi antara hasil pemeriksaan
dengan peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu visum et repertum
psikiatrik menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang
atas tindak pidana yang dilakukannya, maka lebih baik bila pembuat
visum et repertum psikiatrik ini hanya dokter spesialis psikiatri yang
bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum. (Budiyanto 1997,
Amir 1997).
1.3. Tatacara Pelayanan Visum Et Repertum

1) Ketentuan standar dalam penyusunan visum et repertum


A. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAP
pasal 133 ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP 27/1983 adalah
Pejabat Polisi Negara RI. Sedangkan untuk kalangan militer maka
Polisi Militer (POM) dikategorikan sebagai penyidik.
B. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut KUHAP
pasal 133 ayat (1) adalah dokter dan tidak dapat didelegasikan pada
pihak lain.
C. Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah ditentukan
bahwa permintaan oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis yang
secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2).
D. Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada
Penyidik yang memintanya sesuai dengan identitas pada surat
permintaan keterangan ahli. Pihak lain tidak dapat memintanya.
2) Pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan forensik klinik
A. Dokter
B. Perawat / petugas pemulasaraan jenazah
C. Petugas Administrasi
3) Tahapan-tahapan dalam pelayanan visum et repertum
A. Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum
sampai dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada Standar
Prosedur Operasional (SPO). Yang diutamakan pada kegiatan ini
adalah penanganan kesehatannya dulu, bila kondisi telah
memungkinkan barulah ditangani aspek medikolegalnya. Tidak
tertutup kemungkinan bahwa terhadap korban dalam penanganan medis
melibatkan berbagai disiplin spesialis.
B. Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/visum et revertum
Adanya surat permintaan keterangan ahli/visum et repertum merupakan
hal yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter
sebagai penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti
adanya surat permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini
merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu
pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum
ada atau korban (hidup) datang sendiri dengan membawa surat
permintaan visum et repertum yang diberikan kepolisian. (Budiyanto
1997, Amir 1997)

Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat kriteria


tentang pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD
tidak membawa Surat Permintaan Visum, sebagai berikut:
- Setiap pasien dengan trauma
- Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
- Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
- Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan

Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum


Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam
hal pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus,
diberi tanda pada map rekam medisnya (tanda “VER”), warna sampul
rekam medis serta penyimpanan rekam medis yang tidak digabung
dengan rekam medis pasien umum.
Perlu diingat bahwa kemungkinan pasien tersebut di atas pada saat
yang akan datang, akan dimintakan visum et repertumnya dengan surat
permintaan visum yang datang menyusul.
Pada saat menerima surat permintaan visum et repertum perhatikan hal-
hal sebagai berikut seperti asal permintaan, nomor surat, tanggal surat,
perihal pemeriksaan yang dimintakan, serta stempel surat. Jika ragu
apakah yang meminta penyidik atau bukan maka penting perhatikan
stempel nya. Jika stempelnya tertulis “KEPALA” maka surat
permintaan tersebut dapat dikatakan sah meskipun ditandatangani oleh
penyidik yang belum memiliki pangkat inspektur dua (IPDA). Setelah
selesai meneliti surat permintaan tersebut dan kita meyakini surat
tersebut sah secara hukum, maka isilah tanda terima surat permintaan
visum et repertum yang biasanya terdapat pada kiri bawah. Isikan
dengan benar tanggal, hari dan jam kita menerima surat tersebut,
kemudian tuliskan nama penerima dengan jelas dan bubuhi dengan
tanda tangan.
Pasien atau korban yang datang ke rumah sakit atau ke fasilitas
pelayanan kesehatan tanpa membawa Surat Permintaan Visum (SPV)
tidak boleh ditolak untuk dilakukan pemeriksaan. Lakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar dan hasilnya dicatat dalam rekam
medis. Visum et Repertum baru dibuat apabila surat permintaan visum
telah disampaikan ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan.
(Budiyanto 1997, Amir 1997)

C. Pemeriksaan korban secara medis

Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu


forensik yang telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup
kemungkinan dihadapi kesulitan yang mengakibatkan beberapa
data terlewat dari pemeriksaan.Ada kemungkinan didapati benda
bukti dari tubuh korban misalnya anak peluru, dan sebagainya.
Benda bukti berupa pakaian atau lainnya hanya diserahkan pada
pihak penyidik. Dalam hal pihak penyidik belum mengambilnya
maka pihak petugas sarana kesehatan harus me-nyimpannya sebaik
mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan. Status benda bukti
itu adalah milik negara, dan secara yuridis tidak boleh diserahkan
pada pihak keluarga/ahli warisnya tanpa melalui penyidik.
(Budiyanto 1997, Amir 1997)

D. Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum

Pengetikan berkas keterangan ahli/visum et repertum oleh petugas


administrasi memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena
ditujukan untuk kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap
akhir alinea dengan garis, untuk mencegah penambahan kata-kata
tertentu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Contoh : “Pada
pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata sepanjang lima
senti meter --------“

E. Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum.


Undang-undang menentukan bahwa yang berhak menandatanganinya
adalah dokter. Setiap lembar berkas keterangan ahli harus diberi paraf
oleh dokter. Sering terjadi bahwa surat permintaan visum dari pihak
penyidik datang terlambat, sedangkan dokter yang menangani telah
tidak bertugas di sarana kesehatan itu lagi. Dalam hal ini sering timbul
keraguan tentang siapa yang harus menandatangani visum et repertum
korban hidup tersebut. Hal yang sama juga terjadi bila korban ditangani
beberapa dokter sekaligus sesuai dengan kondisi penyakitnya yang
kompleks.
Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang
menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang
menangani tersebut (dokter pemeriksa). (Budiyanto 1997, Amir 1997)
Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter, maka idealnya
yang menandatangani visumnya adalah setiap dokter yang terlibat
langsung dalam penanganan atas korban. Dokter pemeriksa yang
dimaksud adalah dokter pemeriksa yang melakukan pemeriksaan atas
korban yang masih berkaitan dengan luka/cedera/racun/tindak pidana.
Dalam hal dokter pemeriksa sering tidak lagi ada di tempat (diluar
kota) atau sudah tidak bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka visum
et repertum ditandatangani oleh dokter penanggung jawab pelayanan
forensik klinik yang ditunjuk oleh Rumah Sakit atau oleh Direktur
Rumah Sakit tersebut.

F. Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa

Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan


pada penyidik saja dengan menggunakan berita acara.

G. Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum.


Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh diserahkan
pada pihak penyidik yang memintanya saja. Dapat terjadi dua instansi
penyidikan sekaligus meminta surat visum et repertum. Penasehat
hukum tersangka tidak diberi kewenangan untuk meminta visum et
repertum kepada dokter, demikian pula tidak boleh meminta salinan
visum et repertum langsung dari dokter. Penasehat hukum tersangka
dapat meminta salinan visum et repertum dari penyidik atau dari
pengadilan pada masa menjelang persidangan. (Budiyanto 1997, Amir
1997)
1.4 Tatacara Penulisan Visum Et Repertum
Visum et Repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya diketik di atas sebuah
kertas putih dengan kepala surat institusi kesehatan yang melakukan
pemeriksaan, penulisan menggunakan bahasa Indonesia, tanpa menggunakan
singkatan, dan sedapat mungkin tanpa istilah asing, namun apabila terpaksa
digunakan harus diberi penjelasan bahasa Indonesia. Apabila diperlukan
gambar atau foto untuk lebih memperjelas maka gambar atau foto tersebut
diberikan dalam bentuk lampiran. Adapun petunjuk umum pembuatan Visum
et Repertum adalah sebagai berikut:

1. Karena untuk kepentingan penegakan hukum maka hendaknya dibuat


dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh penegak
hukum.
2. Isinya harus relevan dengan maksud dan tujuan dimintakannya
keterangan tersebut, yaitu untuk membuat terang perkara pidana.
Dengan kata lain, harus dapat menjawab masalah yang dihadapi
penegak hukum dalam proses peradilan perkara pidana. Oleh
karenanya isi Visum et Repertum tergantung dari jenisnya yaitu
Visum et Repertum korban hidup, Visum et Repertum korban mati,
Visum et Repertum perkosaan atau kejahatan seksual lainnya atau
Visum et Repertum psikiatrik.
3. Memenuhi persyaratan formal, yaitu dibuat dengan sumpah atau janji
yang diucapkan di depan penegak hukum atau dengan mengingat
sumpah atau janji ketika menerima jabatan.
1.5 Bagian atau Isi dari Visum Et Repertum
Umumnya bentuk Visum et Repertum terdiri atas 5 bagian yang tetap,
yaitu:

A. Projustisia
Kata “projustisia” terletak di bagian atas dan menandakan bahwa Visum
et Repertum dibuat untuk tujuan peradilan. Apabila seorang dokter sejak
awal pemeriksaan menyadari bahwa laporan yang ia buat adalah untuk
tujuan peradilan maka arti kata Projustisia sangat penting. Visum et
Repertum tidak dikenakan materai dan harus dijaga kerahasiaannya.
(Budiyanto 1997, Amir 1997)
B. Pendahuluan
Kata “Pendahuluan” tidak ditulis secara langsung namun berupa kalimat
di bawah judul yang berisikan landasan operasional:

1. Identitas penyidik atau peminta


2. Identitas dokter yang melakukan pemeriksaan
3. Identitas objek atau korban yang diperiksa
4. Alasan dimintakannya Visum et Repertum
5. Kapan dilakukan pemeriksaan
6. Dimana dilakukan pemeriksaan
Dokter tidak perlu memastikan identitas korban namun diuraikan sesuai
yang tertulis dalam surat permintaan Visum et Repertum. (Budiyanto
1997, Amir 1997)
C. Pemberitaan
Bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaan” dan merupakan bagian Visum et
Repertum yang terpenting karena pada bagian ini dokter menuliskan apa
saja yang dilihat dan ditemukan (objektif). Bagian ini berisi hasil
pemeriksaan medik mengenai keadaan kesehatan atau sakit atau luka
korban yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan
serta keadaan selesai pengobatan atau perawatan (Budiyanto, 1997).
Fakta-fakta mengenai hasil pemeriksaan yang dilakukan seorang dokter
pembuat Visum et Repertum bersama dokter lain atau ahli lain dapat
dianggap sebagai fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat
Visum et Repertum dan dapat dimasukkan ke dalam bagian ini, tetapi
fakta dari hasil pemeriksaan dokter atau ahli yang tidak dilakukan
bersama dokter pembuat Visum et Repertum tidak dapat dimasukkan ke
dalam bagian ini.
Apabila dilakukan autopsi pada jenazah maka diuraikan organ dalam yang
berkaitan dengan perkara dan matinya orang tersebut. Temuan hasil
pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan
perkaranya tidak dituangkan ke dalam bagian pemberitaan dan dianggap
tetap sebagai rahasia kedokteran. (Budiyanto 1997, Amir 1997)

D. Kesimpulan
Bagian kesimpulan diisi hasil interpretasi yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri
oleh dokter pembuat Visum et Repertum, dikaitkan dengan maksud dan
tujuan dimintakannya Visum et Repertum tersebut. Fakta yang ditemukan
oleh dokter lain atau ahli lain tidak boleh diikutsertakan sebagai landasan
bagi pembentukan interpretasi, kecuali dokter pembuat Visum et
Repertum ikut bersama-sama melakukan pemeriksaa. Hasil temuan
seorang dokter pembuat Visum et Repertum meliputi jenis perlukaan dan
jenis kekerasan atau penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab
kematian ditulis pada bagian ini. (Budiyanto 1997, Amir 1997)

E. Penutup
Pada bagian ini diisi pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut
dibuat dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau
dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum
melakukan pemeriksaan. Selain itu, pada bagian penutup dibubuhi tanda
tangan dokter pembuat Visum et Repertum. Tanda tangan Direktur
Rumah Sakit tidak perlu dan tidak ada gunanya sama sekali untuk
diikutsertakan sebab tanggung jawab hukum pembuatan Visum et
Repertum bersifat personal. Direktur hanya perlu membuat surat
pengantar untuk menyerahkan Visum et Repertum yang telah selesai
dibuat oleh dokter. (Budiyanto 1997, Amir 1997)
2. Traumatologi
2.1. Definisi Traumatologi
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada
tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang
menimbulkan jejas (Dahlan S, 2004).
2.2. Definisi Luka menurut Ilmu Kedokteran (Medis)
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh atau rusaknya
kesatuan atau komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi
jaringan yang rusak atau hilang. (Kaplan dan Hentz, 2006).
2.3. Definisi Luka menurut Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Luka adalah suatu keadaan ke-tidak-sinambungan jaringan tubuh akibat
kekerasan. (Budiyanto et al, 1997)
2.4. Definisi Kekerasan menurut Hukum
Menurut Sukanto kata kekerasan setara dengan violence dalam Bahasa
Inggris yang diartikan sebagai suatu serangan atau invasi terhadap fisik
maupun intergritas mental psikologis seseorang. Sementara kata kekerasan
dalam Bahasa Indonesia umumnya dipahami hanya serangan fisik belaka.
Dengan demikian, bila pengertian violence sama dengan kekerasan, maka
kekerasan disini merujuk pada kekerasan fisik maupun psikologis (Sukanto S,
1987).
Sedangkan menurut Santoso, kekerasan juga bisa diartikan sebagai
serangan memukul (Assault and Battery) merupakan katgori hukum yang
mengacu pada Tindakan illegal yang melibatkan ancaman dan aplikasi actual
kekuatan fisik kepada orang lain. (Santoso T, 2002).
2.5. Definisi Kekerasan menurut Ilmu Kedokteran
Kekerasan menurut WHO (World Health Organization) adalah penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman, atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan, atau sekelompok orang (masyarakat) yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan, atau perampasan hak. (WHO, 2002).
2.6. Jenis-jenis/Klasifikasi Trauma (Peristiwa Kekerasan) berdasarkan
Penyebabnya
2.6.1. Mekanik
Jenis kekerasan yang terjadi karena disebabkan oleh alat atau
senjata/benda dengan berbagai bentuk alami ataupun dibuat oleh
manusia seperti benda tumpul (luka memar,luka lecet, luka robek dan
patah tulang), benda tajam (luka iris, luka tusuk dan luka bacok) dan
akibat senjata api (luka tembak masuk dan luar).
2.6.2. Fisika
Luka dan traum akibat benda fisika. Benda fisika adalah benda yang
menghasilkan kalor atau panas dan menimbulkan efek bakar atau panas
serta berhubungan dengan adanya perubahan tekanan.
2.6.3. Kimiawi
Luka atau trauma akibat zat-zat korosif yang dapat menimbulkan luka
apabila mengenai tubuh manusia.
2.7. Mekanisme/Cara Terjadinya Trauma (Peristiwa Kekerasan) Mekanik,
Tumpul, dan Tajam
2.7.1. Mekanisme terjadiya Trauma Mekanik
Jenis kekerasan yang terjadi karena disebabkan oleh alat atau
senjata/benda dengan berbagai bentuk alami ataupun dibuat oleh
manusia seperti benda tumpul (luka memar,luka lecet, luka robek dan
patah tulang), benda tajam (luka iris, luka tusuk dan luka bacok) dan
akibat senjata api (luka tembak masuk dan luar).
2.7.2. Mekanisme terjadinya Trauma Tajam
Kekerasan tajam disebabkan pisau, pedang silet, gunting, kampak,
bayonet dan lain-lain. Senjata ini dapat menyebabkan luka sayat, tikam
dan bacok (Amir A, 2005).
2.7.3. Mekanisme terjadinya Trauma Tumpul
Trauma tumpul dapat menyebabkan perdarahan internal atau eksternal
tergantung pada lokasi dan mekanisme (O'Toole JE et al, 2019;
Ridgway Emily B, 2004). Benda tumpul yang sering mengakibatkan
luka antara lain: batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain.
Kekerasan tumpul dapat terjadi karena dua sebab yakni alat atau
senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak
(Amir A, 2005).
2.8. Jenis-jenis Luka (Definisi atau Mekanisme/Cara Terjadinya Serta Ciri)
akibat Trauma (Peristiwa Kekerasan) Tumpul
2.8.1. Luka Memar
Luka memar biasanya terjadinya dengan permukaan kulit (kontinuitas
jaringan kulit) dalam keadaan utuh, tetapi terjadi perdarahan pada
jaringan di bawah kulit / kutis, pembuluh darah kapiler dan vena yang
pecah dan memasuki jaringan ikat yang diakibatkan oleh kekerasan
benda tumpul. Luka memar yang terjadi dapat disebabkan oleh
berbagai benda tumpul dan kadang-kadang dapat memberi petunjuk
tentang benda penyebab memar seperti :
1. Jejas ban (marginal hemorrhage).
2. Jejas tapak sepatu.
3. Jejas cambuk.
4. Jejas batu/ bola.
5. Cubitan / cekikan tangan
Gambaran perubahan yang terjadi pada luka memar yaitu daerah yang
mengalami kekerasan tumpul akan membengkak dan terjadi perubahan
warna merah kebiru-biruan, rasa sakit dan menjadi lembek. Dapat
disertai mengelupasnya jaringan kutikula kulit. Besarnya memar tidak
akan selalu tergantung pada benda/ alat penyebabnya, tetapi lebih pada
daerah yang dikenainya serta kerasnya benturan yang terjadi (Parinduri
A.G, 2020; Yudianto, 2020).
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan
warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian
berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari akan
berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7
sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari
(Budiyanto A, 1997).
2.8.2. Luka Lecet
Luka lecet adalah keadaan luka berupa hilangnya atau rusaknya
permukaan epitel sel pembungkus kulit (epidermis) atau membrana
mukosa yang diakibatkan oleh tekanan pada benda keras, benda
tumpul, benda kasar ataupun senjata. Luka lecet diakibatkan oleh
karena tekanan dari sebuah benda ketika gesekan terjadi antara benda
dan kulit epidermis yang mengakibatkan tekanan. Bentuk yang
menyebabkan gesekan itu dapat berupa horizontal atau miring atau
lebih tegak lurus lagi terhadap kulit tubuh (Parinduri A.G, 2020;
Yudianto, 2020).
Gambaran luka lecet :
1. Bentuk tidak teratur.
2. Batas luka tidak teratur.
3. Tepi luka tidak rata.
4. Kadang-kadang ditemukan perdarahan kecil.
5. Permukaan tertutup oleh krusta (serum yang telah mengering).
6. Warna kecoklatan.
7. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat adanya beberapa bagian yang
masih ditutupi epitel dan reaksi jaringan (inflamasi).
Klasifikasi:
 Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang
menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit
(epidermis) di depannya dan menyebabkan lapisan tersebut
terangkat sehingga dapat menunjukan arah yang terjadi (Budiyanto
A, 1997).
 Luka lecet serut 
Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya
dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan
dengan melihat letak tumpukan epitel (Budiyanto A, 1997).
 Luka lecet tekan 
Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit
adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet akan belum
tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi
masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang khas
misalnya kisi-kisi mobil, jejas gigitan dan sebagainya.
Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah
daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya
akibat menajdi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta
terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati (Budiyanto A,
1997). 
 Luka lecet geser 
Disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser,
misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut.
Luka lecet geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan
dari luka lecet geser yang terjadi pasca mati (Budiyanto A, 1997).
2.8.3. Luka Robek
Luka robek merupakan keadaan luka dimana tubuh dikenai oleh benda
pada kulit sehingga tertarik dan tegang hingga melampaui batas
elastisitasnya dan tekanan benda hingga ke dasar kulit (bahkan ke otot)
dan akan merobek bagian yang tergenting. Karena terjadinya luka
disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari luka tersebut
tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. (Parinduri A.G,
2020; Yudianto, 2020).
Gambaran dan tanda-tanda luka robek:
 Bentuk robekan pada kulit mengenai lapisan jaringan dermis dan
epidermis bahkan sampai ke jaringan di bawah kulit (otot).
 Lukanya terbuka dengan pinggir / tepi luka tidak rata
 Sudut luka tidak tajam dan tidak teratur (sebaiknya menggunakan
kaca pembesar/lup/suryakanta) 
 Ditemukan adanya jembatan jaringan diantara kedua tepi luka atau
dinding luka
 Akar rambut masih utuh pada tepi luka mudah terjadi pada bagian
kulit yang menutupi tulang. 
 Biasanya mengalami perdarahan yang banyak. 
 Panjang dan lebar luka lebih luas dari pada dalamnya luka. 
 Dasar luka juga tidak teratur. 
2.9. Jenis-jenis Luka (Definisi atau mekanisme/Cara Terjadinya Serta Ciri)
akibat Trauma (Peristiwa Kekerasan) Tajam
2.9.1. Luka Sayat/Iris
Adalah luka yang disebabkan oleh objek tajam, biasanya mencakup
seluruh luka akibat benda-benda seperti
pisau,pedang,silet,kaca,kampak tajam dll. dengan arah kekerasan
kurang lebih sejajar dengan kulit, berbentuk seperti garis dengan
ukuran dalam luka lebih kecil dari panjang luka. Kedua sudut luka
yang diakibatkan oleh mata pisau selalu runcing. Luka iris sering
terlihat pada bunuh diri dengan senjata tajam, berupa sayatan-sayatan
sejajar dipergelangan tangan (tentative wound) atau dileher (Parinduri
A.G, 2020; Nirmalasari, 2020; Yudianto, 2020).
Ciri-ciri luka iris:
1. Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudut luka tajam
2. Jembatan jaringan tidak ada
3. Permukaan luka rata dan rambut dapat terpotong dengan potongan
yang tegas
4. Pada sekitar luka tidak didapatkan luka memar
5. Luka tidak mengenai tulang
6. Panjang luka lebih besar daripada dalam luka
2.9.2. Luka Tusuk
Luka tusuk (Stab Wound) adalah luka dengan kedalaman luka yang
melebihi panjang luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata
tajam atau bermata tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak
lurus atau serong pada permukaan tubuh. Luka ini tidaklah
menguntungkan sebab penetrasi luka ini biasanya berhubungan dengan
suatu luka tusuk karena hal itu mempunyai arti yang lain yang
disebabkan oleh sebuah pisau. Ide yang popular adalah bahwa pisau
adalah senjata yang bertanggung jawab atas terjadinya luka tusuk tetapi
alat-alat yang lainnya kebanyakan juga mengakibatkan luka penetrasi
yang sama, misalnya: sebuah pahat, sepotong kawat, logam yang tajam
atau sebuah kayu yang ujungnya tajam; semua benda yang dimiliki :
sesuatu yang mempunyai ujung yang tajam yang mengakibatkan
penetrasi pada kulit sampai ke jaringan yang ada di bawahnya
(Parinduri A.G, 2020; Yudianto, 2020).
Ciri-ciri luka tusuk
Ada 5 ciri-ciri luka tusuk yang disebabkan oleh alat yang berujung
runcing dan bermata tajam, yaitu :
 Tepi luka tajam atau rata
 Sudut luka tajam namun kurang tajam pada sisi tumpul
 Rambut terpotong pada sisi tajam
 Sekitar luka kadang terdapat luka memar (contusion). Ekimosis
karena tusukan sampai mengenai tangkai pisau.
 Kedalaman luka melebihi panjang luka
2.9.3. Luka Bacok
Luka bacok adalah luka yang diakibatkan senjata tajam, yang berat dan
diayunkan dengan tenaga akan menimbulkan luka mengaga. Tulang
dibawahnya biasanya berfungsi sebagai bantalan sehingga ikut
menderita luka. Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya
memotong hingga tulang di bawah luka yang dibuatnya. Contoh alat
yang digunakan pada luka bacok, antara lain pedang, clurit, kapak,
sabit, baling-baling kapal, dan lain-lain. Sebenarnya mirip dengan luka
iris, tetapi dengan tekanan kedalam yang lebih besar sehingga ukuran
dalam luka kurang lebih sama dengan panjang luka. Biasanya kedua
sudut luka juga runcing, kecuali jika senjata tajam berujung
tumpul/lengkung (clurit,golok daging) yang memuat luka (Parinduri
A.G, 2020; Nirmalasari, 2020).
Ciri-ciri luka bacok antara lain: 
 Ukuran luka besar dan menganga.
 Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka.
 Biasanya tulang-tulang dibawahnya ikut menderita luka.
 Tepi luka bacok tergantung pada mata senjata.
 Sudut luka bacok tergantung pada mata senjata.
 Kadang-kadang memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan.
 Di sekitar luka dapat kita temukan luka memar (contussion) atau
luka lecet (abrasion) atau aberasi.
3. Deskripsi Luka dan Derajat Kualifikasi Luka
3.1 Definisi Deskripsi Luka
Deskripsi luka merupakan penjelasan mengenai luka-luka pada tubuh korban
hidup maupun mati yang dijelaskan dengan lengkap dan baik untuk
mengetahui jenis kekerasan yang dialami (Nirmalasari, 2020).
3.2 Definisi Derajat Kualifikasi Luka
Derajat kualifikasi luka merupakan orientasi dan paradigma yang digunakan
dalam merinci luka dan kecederaan untuk membantu merekontruksi peristiwa
penyebab dan memperkirakan keparahan luka (Kelwulan et al, 2020).
3.3 Klasifikasi Derajat Kualifikasi Luka
Derajat kualifikasi luka terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Derajat luka ringan
Derajat luka ringan merupakan luka yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan dalam melakukan pekerjaan, jabatan atau pencahariannya.
(Fatriahl, 2007)
2. Derajat luka sedang
Derajat luka sedang merupakan luka yang menimbulkan penyakit yang
mengakibatkan halangan dalam melakukan pekerjaan, jabatan atau
pencahariannya untuk sementara waktu. (Fatriahl, 2007)
3. Derajat luka berat
Derajat luka berat merupakan luka yang menimbulkan penyakit yang
mengakibatkan halangan dalam melakukan pekerjaan, jabatan atau
pencahariannya dan menimbulkan luka berat sebagaimana yang sudah
diatur. (Fatriahl, 2007)
3.5 Tata Cara Membuat Deskripsi Luka
Pada penulisan deskripsi luka meliputi (Nirmalasari, 2020):
1. Jumlah luka
Jumlah luka yaitu banyaknya luka yang ada di tubuh berdasarkan lokasi dan
jenisnya.
2. Lokalisasi luka
Lokasi luka merupakan letak luka terhadap garis koordinat pada tubuh.
Koordinat tubuh menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi
dua, yaitu kanan dan kiri. Garis khayal mendatar yang melewati puting
susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal
mendatar yang melewati tumit.
3. Bentuk luka, meliputi:
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis panjang x
lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.
5. Sifat luka
a. Daerah pada garis batas luka, meliputi:
• Batas (tegas atau tidak tegas)
• Tepi (rata atau tidak rata)
• Sudut luka (runcing atau tumpul)
b. Daerah didalam garis batas luka, meliputi:
• Jembatan jaringan (ada atau tidak)
• Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terbagi oleh apa)
• Dasar luka
c. Daerah disekitar garis batas luka, meliputi:
• Memar (ada atau tidak)
• Lecet (ada atau tidak)
6. Koordinat luka
Menentukan letak luka berdasarakan jarak dari sumbu X dan Y terhadap
luka yang ada.
7. Karakteristik atau ciri atau sifat khusus luka
Karakteristik atau sifat khusus luka adalah ciri khas yang dimiliki oleh
masing-masing luka yang digunakan untuk menggambarkan luka tersebut.
8. Hal lainnya yang ada pada luka
3.6 Umur Luka
3.6.1 Umur Luka Lecet
Umumnya luka memiliki umur atau waktu yang dapat memberikan
petunjuk untuk mengetahui sudah berapa lama luka tersebut, yaitu:
1. Hari ke 1 – hari ke 3: coklat kemerahan karena eksudasi darah dan
cairan limfe.
2. Hari ke 4 – hari ke 6: warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih
suram.
3. Hari ke 7 – hari ke 14: pembentukan epidermis baru. (Yudianto A,
2020)
3.6.2 Umur Luka Memar
Umumnya luka memiliki umur atau waktu yang dapat memberikan
petunjuk untuk mengetahui sudah berapa lama luka tersebut,
berdasarkan hari terdiri atas (Yudianto A, 2020):
1. Hari ke 1 – hari ke 3: memar berwarna merah dan berubah menjadi
ungu atau hitam.
2. Hari ke 4 – hari ke 5: memar menjadi berwarna hijau.
3. Hari ke 7 – hari ke 10: memar berubah menjadi kuning.
4. Hari ke 14 – hari ke 15: memar menghilang.

4. Penganiayaan
4.1. Definisi
4.1.1. Definisi Penganiayaan
Dalam Undang-undang tidak menjelaskan definisi dari penganiayaan,
namun menurut Jurisprudensi pendagulan menyebutkan bahwa
penganiayaan adalah (Soesilo, 1995):
- Sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan)
- Menyebabkan rasa sakit
- Menyebabkan luka-luka
Sedangkan menurut Tirtaamidjaja, penganiayaan adalah perbuatan
dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain
(Tirtaamidjaja, 1955).
4.1.2. Definisi Pengeroyokan
Pengertian pengeroyokan menurut Soerodibroto bahwa mengeroyok
adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka, kesengajaan ini
harus dituduhkan dalam surat tuduhan (Soerodibroto, 2007).

4.2. Landasan Hukum


4.2.1. Landasan Hukum Penganiayaan
a. Penganiayaan berdasarkan pasal 351 KUHP:
1. Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima
tahun.
3. Jika perbuatan itu berakibat matinya orang, yang bersalah
dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
4. Dengan penganiayaan disamakan merusak Kesehatan orang
dengan sengaja.
5. Percobaan akan melakukan kejahatan ini tidak boleh
dihukum.
b. Penganiayaan Ringan berdasarkan pasal 35 KUHP:
1. Selain dari pada apa yang tersebut dalam pasal 353 dan 356,
maka penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau
halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sebagai
penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga
bulan atau dengan sebanyak-banyaknya empat ribu lima
ratus rupiah. Hukuman ini boleh ditambah dengan
sepertiganya, bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang
yang bekerja padanya atau yang ada dibawah perintahnya.
2. Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.
c. Penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu berdasarkan
pasal 353 KUHP:
1. Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih
dahulu dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
2. Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, yang bersalah
dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
3. Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, ia
dihukum penjara selama-lamanya Sembilan tahun.
d. Penganiayaan Berat berdasarkan pasal 354 KUHP:
1. Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain,
dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara
selama-lamanya delapan tahun.
2. Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, yang
bersalah dihukum penjara selama-lamanya sepuluh tahun.
e. Penganiayaan Berat dan Berencana berdasarkan pasal 351
KUHP:
1. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan
terlebih dahulu, dihukum penjara selama-lamanya dua belas
tahun.
2. Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, yang
bersalah dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun.
4.2.2. Landasan Hukum Pengeroyokan
Pasal 170 KUHP menyebutkan:
1. Barang siapa yang dimuka umum Bersama-sama melakukan
kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun.
2. Tersangka dihukum:
a. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan
sengaja merusakkan barang atau jika kekerasan yang
dilakukannya itu menyebabkan sesuatu luka
b. Dengan penjara selama-lamanya Sembilan tahun, jika
kekerasan itu menyebabkan luka berat pada tubuh.
c. Dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika
kekerasan itu menyebabkan matinya orang
3. Pasal 89 tidak berlaku.

Daftar Pustaka :
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono & et al, 1997, Ilmu kedokteran forensik,
Bagian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
2. Dahlan S, 2004, Ilmu kedokteran forensik pediman bagi dokter dan penegak hukum,
Edisi ke-3, Badan Penerbit Universitas Diponergoro, Semarang.
3. Fatriah SH, Sampurna B, & Firmansyah A, 2007, ‘Analisis medikolegal terhadap
kriteria derajat luka menurut Kitab Undang-undang’, J. Indon. Med. Assoc, Vol 67,
No. 11, H 514-21.
4. Kelwulan JE, Siwu JF & Mallo JF, 2020, ‘Penentuan derajat luka pada kekerasan
mekanik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Juli 2019, E-clinic,
Vol 8, No. 1, H 172-76.
5. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 170. Dapat diunduh pada:
https://yuridis.id/pasal-170-kuhp-kitab-undang-undang-hukum-pidana/. (Diakses pada
tanggal 25 Juli 2022).
6. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 351. Dapat diunduh pada:
https://yuridis.id/pasal-351-kuhp-kitab-undang-undang-hukum-pidana/. (Diakses pada
tanggal 25 Juli 2022).
7. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 352. Dapat diunduh pada:
https://yuridis.id/pasal-352-kuhp-kitab-undang-undang-hukum-pidana/. (Diakses pada
tanggal 25 Juli 2022).
8. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 353. Dapat diunduh pada:
https://yuridis.id/pasal-353-kuhp-kitab-undang-undang-hukum-pidana/. (Diakses pada
tanggal 25 Juli 2022).
9. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 354. Dapat diunduh pada:
https://yuridis.id/pasal-354-kuhp-kitab-undang-undang-hukum-pidana/. (Diakses pada
tanggal 25 Juli 2022).
10. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 355. Dapat diunduh pada:
https://yuridis.id/pasal-355-kuhp-kitab-undang-undang-hukum-pidana/. (Diakses pada
tanggal 25 Juli 2022).
11. Krug E, Dahlberg L, Mercy J & et al, 2002, World report on violence and health,
Geneva, WHO.
12. Nirmalasari N, 2020, Forensik bicara tentang luka traumatologi, Universtas Lampung
Mangkurat, Banjarmasin.
13. Parinduri A.G, 2020, Buku ajar kedokteran forensik dan medikolegal, UMSU Press,
Sumatera.
14. Soesilo, 1995, KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, Politeia,
Bogor, H 245.
15. Tirtaamidjaja, 1955, Pokok-pokok hukum pidana, Fasco, Jakarta.
16. Yudianto A, 2020, Buku kedokteran forensik, Scopindo Pustaka, Surabaya.

17. Ardhyan Y, Analisis atas permintaan penyidik untuk dilakukan visum et repertum
menurut KUHAP. Lex Administratum. 2017. 2(5).
18. Afandi D. Visum et repertum tatalaksana dan teknik pembuatan. Riau: Fakultas
Kedokteran Universitas Riau; 2017
19. Press Tp. KUHAP kitab undang-undang hukum acara pidana dan penjelasannya.
Jakarta: Permata Press; 2019.
20. Waluyadi. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta: Djambatan; 2000
21. Intruksi Kapolri No. Pol: Ins/E/20/IX/65 tanggal 19 September 1975 tentang Tata
Cara Permohonan/Pencabutan Visum et Repertum
22. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Rapat Komisi Fatwa, pada 12
Jumadil Akhir 1430 H / 6 Juni 2009 M tentang: Otopsi Jenazah dikutip
dari ;http://mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/47.-Otopsi-jenazah.pdf tanggal
29, bulan Juli tahun 2022
23. Budiyanto A, Widiantmaka W, Sudiono S, Mun’im T, Sidhi, Hertian S. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997

24. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2016.
25. Soerodibroto S, 2007 KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah
Agung dan Hoge Raad, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai