KASUS MEDIKOLEGAL
VULNUS ICTUM
Pendamping:
dr. Hadjerah S Amry, M.Kes
RSUD I Lagaligo
PROVINSI SULAWESI SELATAN
2018
5 dr Kelik Ismi 5
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
BORANG PORTOFOLIO V
No. ID dan Nama Peserta : dr. Ayu Hutami Syarif
No. ID dan Nama Wahana : RSUD I lagaligo
Topik : Vulnus Ictum (VER)
Tanggal (kasus) : 17 Februari 2018 Presentan : dr. Kelik Ismi Harjanto
Tanggal presentasi : 30 Maret 2018 Pendamping : dr. Hadjerah S Amry,
M.Kes
Tempat presentasi : Aula Mini RSUD I Lagaligo
Obyektif presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi/anamnesia :
Seorang laki-laki umur 16 tahun datang ke UGD diantar keluarga dan polisi.
Keluarga menyatakan bahwa ada luka di dada kiri akibat berkelahi dengan orang
dari kampung lain.
Tujuan : Melakukan penatalaksanaan pada pasien dan membuat catatan visum
Bahan bahasan : Kasus Tinjauan Pustaka Riset Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos
Data pasien : Nama : Tn M No. Registrasi : 128378
Seorang laki-laki umur 16 tahun datang ke UGD diantar keluarga dan polisi.
Keluarga menyatakan bahwa ada luka di dada kiri akibat berkelahi dengan orang
dari kampung lain. Korban tiba di Rumah Sakit mengenakan baju kaos hitam
lengan pendek, celana panjang jeans biru, ikat pinggang besi bergambar burung.
Pada daerah dada kiri atas, luka terbuka berbentuk elips, terletak sekitar 0,5 cm di
bawah tulang belikat kiri dan sekitar 6 cm dari garis tengah tubuh, ukuran ± 4 cm x
2 cm. Garis batas luka tegas, kedua ujung luka berbentuk runcing, tebing luka
terdiri dari jaringan lemak dan otot. Tidak terdapat jembatan jaringan. Dasar luka
tidak dapat dtentukan pada pemeriksaan luar. Perdarahan aktif. Daerah sekitar luka
tidak tampak memar. Selain itu, terdapat luka lecet berbentuk garis, terletak sekitar
2 cm di bawah tulang belikat kiri dan sekitar 3 cm dari garis tengah tubuh, panjang
± 10 cm. Pada daerah punggung kiri, luka terbuka berbentuk elips, terletak sekitar
10 cm dari garis yang melewati kedua titik terbawah tulang selangka 4 cm dari
garis tengah ketiak kiri, ukuran ± 5 cm x 2 cm. Garis batas Iuka tegas, kedua ujung
luka berbentuk runcing, tebing luka terdiri dari jaringan lemak dan otot. Tidak
terdapat jembatan jaringan. Dasar luka tidak dapat dtentukan pada pemeriksaan
luar. Perdarahan aktif. Daerah sekitar luka tidak tampak memar. Luka tersebut
sesuai dengan karakteristik luka terbuka oleh benda tajam; adanya ujung yang
runcing tanpa jembatan jaringan sesuai dengan sifat luka akibat persentuhan benda
tajam.
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
3. Riwayat Psikososial:
Kebiasaan :-
4. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya.
5. Riwayat Asupan Makanan :
Makanan biasa
Daftar Pustaka :
1. Afandi, Dedi.,Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan
Derajat Luka. Riau : Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas
Riau, 2010:1-8
2. Starh, Margareth. Blunt Wound in A Physicians’s Guide to Clinical Forensic
Medicine. New York: Humanew Press, 2001 : 351-386.
3. Dominich et all.,Suicide in Forensic and Clinical Justice. Second Edition. New
York : CRC Press LLC, 2001: 667-678
Hasil Pembelajaran :
1. Pembuatan visum et repertum
2. Penarikan kesimpulan atas deskripsi luka
3. Pengenalan berbagai jenis luka akibat persentuhan benda tajam
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah
terjadinya diskontinuitas jaringan tubuh akibat kekerasan.
DEFINISI
Luka adalah kehilangan kontinuitas kulit atau mukosa yang disebabkan oleh trauma,
kimia, listrik, radiasi, dan bisa juga disertai dengan kerusakan jaringan lunak dan
tulang.
ETIOLOGI
Biasanya disebabkan oleh :
Trauma benda tajam atau tumpul
Perubahan suhu
Zat kimia
Sengatan listrik
Gigitan hewan
JENIS LUKA
Secara umumnya, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi menurut
penyebabnya yaitu, trauma tumpul, trauma tajam dan luka tembak.
Berikut adalah penjelasan tentang jenis perlukaan yang terdapat pada tubuh korban.
a. Luka Benda Tajam
Luka benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya kontinuitas jaringan karena trauma
akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat benda
tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul
dan dari luka tembakan senjata api. Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam,
walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada
umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.
Luka yang disebabkan oleh beda yang berujung runjing dan bermata tajam dibagi
menurut beberapa kategori:
1. Luka tusuk (stab wound)
2. Luka Iris (Incised wound)
3. Luka Bacok (Chop wound)
Ciri-ciri luka benda tajam sering dibandingkan dengan luka benda tumpul:
Sekitar Luka Ada luka lecet atau memar Tak ada luka lain
Tepi dari luka iris cenderung memisahkan atau membuat celah pada permukaan.
Perluasan dari luka dan bentuk tersebut bergantung pada paralel, melintang, atau miring
ke arah serat yang elastis di kulit (garis Langer). Dengan demikian, garis paralel dari
luka iris ke arah serat kontraktil celahnya kurang dari satu dibuat di sudut kanan atau
miring ke arah serat karena serat akan menarik dan memisahkan tepi kulit.
VISUM ET REPERTUM
Visum et Repertum (VeR) merupakan salah satu bantuanyang sering diminta oleh pihak
penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia. Visum et
Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang tidak hanya
memenuhi standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang
disyaratkan dalam sistem peradilan.Data di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa
jumlah kasus perlukaan dan keracunan yang memerlukan VeR pada unit gawat darurat
mencapai 50-70%. Dibandingkan dengan kasus pembunuhan dan perkosaan, kasus
penganiayaan yang mengakibatkan luka merupakan jenis yang paling sering terjadi, dan
oleh karenanya penyidik perlu meminta VeR kepada dokter sebagai alat bukti di depan
pengadilan.
Dalam praktik sehari-hari seorang dokter tidak hanya melakukan pemeriksaan medis
untuk kepentingan diagnostik dan pengobatan penyakit saja, tetapi juga untuk dibuatkan
suatu surat keterangan medis. Demikian pula halnya dengan seorang pasien yang datang
ke instalasi gawat darurat, tujuan utama yang bersangkutan umumnya adalah untuk
mendapatkan pertolongan medis agar penyakitnya sembuh. Namun dalam hal pasien
tersebut mengalami cedera, pihak yang berwajib dapat meminta surat keterangan medis
atau VeR dari dokter yang memeriksa. Jadi pada satu saat yang sama dokter dapat
bertindak sebagai seorang klinisi yang bertugas mengobati penyakit sekaligus sebagai
seorang petugas forensik yang bertugas membuat VeR. Sedangkankorban yang diperiksa
dan hasilnya dijadikan alat bukti.Sebuah VeR yang baik harus mampu membuat terang
perkara tindak pidana yang terjadi dengan melibatkan buktibukti forensik yang cukup.
Tetapi hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa hanya 15,4% dari VeR perlukaan
rumah sakit umum DKI Jakarta berkualitas baiksementara di Pekanbaru menunjukkan
bahwa 97,06 % berkualitas jelek dan tidak satu pun yang memenuhi kriteria VeR yang
baik.
Dari kedua penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa bagian pemberitaan dan bagian
kesimpulan merupakan bagian yang paling kurang diperhatikan oleh dokter. Kualitas
bagian pemberitaan berturut-turut untuk Jakarta dan Pekanbaru adalah 36,9% dan
29,9%, yang berarti berkualitas buruk. Nilai kualitas bagian pemberitaan merupakan
nilai yang terendah dari ketiga bagian VeR. Unsur yang tidak dicantumkan oleh hampir
semua dokter adalah anamnesis, tanda vital, dan pengobatan perawatan. Hal tersebut
mungkin disebabkan masih adanya anggapan bahwa anamnesis, tanda vital dan
pengobatan tidak penting dituliskan dalam VeR, atau juga dapat disebabkan karena
dokter pembuat VeR tidak mengetahui bahwa unsur tersebut perlu dicantumkan dalam
pembuatan VeR. Pada penelitian yang sama didapatkan bahwa kualitas untuk bagian
kesimpulan 65,94% (kualitas sedang) di Jakarta dan 37,5% (berkualitas buruk) di
Pekanbaru. Pada bagian kesimpulan, walaupun sebanyak 68,9% dokter dapat
menyimpulkan jenis luka dan kekerasan, namun terdapat 62% dokter yang tidak dapat
menyimpulkan kualifikasi luka secara benar.
Sementara dari hasil penelitian di Pekanbaru, tidak satupun dokter pemeriksa VeR yang
mencantumkan kualifikasi luka menurut rumusan pasal 351, 352, dan 90 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP).Rumusan ketiga pasal tersebut secara implisit
membedakan derajat perlukaan yang dialami korban menjadi luka ringan, luka sedang,
dan luka berat. Secara hukum, ketiga keadaan luka tersebut menimbulkan
konsekuensipemidanaan yang berbeda bagi pelakunya. Dengan demikian kekeliruan
penyimpulan kualifikasi luka secara benar dapat menimbulkan ketidakadilan bagi
korban maupun pelaku tindak pidana. Hal tersebut dapat mengakibatkan fungsi VeR
sebagai alat untuk membantu suatu proses peradilan menjadi berkurang.
a. Berdasarkan tujuannya, paradigma yang digunakan dalam pemeriksaan medikolegal
sangat berbeda dibandingkan dengan pemeriksaan klinis untuk kepentingan
pengobatan. Tujuan pemeriksaan medikolegal pada seorang korban adalah untuk
menegakkan hukum pada peristiwa pidana yang dialami korban melalui penyusunan
VeR yang baik. Tujuan pemeriksaan klinis pada peristiwa perlukaan adalah untuk
memulihkan kesehatan pasien melalui pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan
medis lainnya. Apabila seorang dokter yang ditugaskan untuk melakukan
pemeriksaan medikolegal menggunakan orientasi dan paradigma pemeriksaan
klinis, penyusunan VeR dapat tidak mencapai sasaran sebagaimana yang
seharusnya.
b. Dari segi medikolegal, orientasi dan paradigma yang digunakan dalam merinci luka
dan kecederaan adalah untuk dapat membantu merekonstruksi peristiwa penyebab
terjadinya luka dan memperkirakan derajat keparahan luka (severity of injury).
Dengan demikian pada pemeriksaan suatu luka, bisa saja ada beberapa hal yang
dianggap penting dari segi medikolegal, tidak dianggap perlu untuk tujuan
pengobatan, seperti misalnya lokasi luka, tepi luka, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, sama-sama disadari bahwa pembuatan VeR memiliki
aspek medikolegal yang harus diperhatikan terutama penilaian klinis untuk
menentukan derajat luka. Untuk selanjutnya akan dibahas berbagai aspek
medikolegal dari VeR dan penilaian klinis sebagai bahan penyegar bagi kita semua.
4 Plan
Hecting dan rawat Luka
Ketorolac 30mg/8jam/iv
Ranitidine 50mg/12jam/iv
Cefotaxim 1gr/12jam/iv
Membuat VER dengan kesimpulan: Luka Robek akibat trauma benda tumpul