Anda di halaman 1dari 14

PORTOFOLIO IV

KASUS MEDIKOLEGAL
VULNUS ICTUM

Disusun sebagai syarat kelengkapan program dokter internship


oleh :
dr. Ayu Hutami Syarif

Pendamping:
dr. Hadjerah S Amry, M.Kes

RSUD I Lagaligo
PROVINSI SULAWESI SELATAN
2018

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO


Nama peserta : dr. Ayu Hutami Syarif
Dengan judul/topik : Vulnus Ictum
Nama pendamping : dr. Hadjerah S Amry, M.Kes
Nama wahana : RSUD I Lagaligo, Sulawesi Selatan

No Nama Peserta Presentasi No Tanda Tangan

1 dr Sudarman Arung Tiku 1

2 dr Citra Lady Angga Dewi 2

3 dr Ayu Hutami Syarif 3

4 dr Citra Lady Angga Dewi 4

5 dr Kelik Ismi 5

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

(dr. Hadjerah S Amry, M.Kes)

BORANG PORTOFOLIO V
No. ID dan Nama Peserta : dr. Ayu Hutami Syarif
No. ID dan Nama Wahana : RSUD I lagaligo
Topik : Vulnus Ictum (VER)
Tanggal (kasus) : 17 Februari 2018 Presentan : dr. Kelik Ismi Harjanto
Tanggal presentasi : 30 Maret 2018 Pendamping : dr. Hadjerah S Amry,
M.Kes
Tempat presentasi : Aula Mini RSUD I Lagaligo
Obyektif presentasi :
Keilmuan  Keterampilan Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia  Bumil
 Deskripsi/anamnesia :
Seorang laki-laki umur 16 tahun datang ke UGD diantar keluarga dan polisi.
Keluarga menyatakan bahwa ada luka di dada kiri akibat berkelahi dengan orang
dari kampung lain.
 Tujuan : Melakukan penatalaksanaan pada pasien dan membuat catatan visum
Bahan bahasan :  Kasus  Tinjauan Pustaka  Riset  Audit
Cara membahas :  Diskusi  Presentasi dan diskusi  E-mail  Pos
Data pasien : Nama : Tn M No. Registrasi : 128378

Data utama untuk bahan diskusi :

Seorang laki-laki umur 16 tahun datang ke UGD diantar keluarga dan polisi.
Keluarga menyatakan bahwa ada luka di dada kiri akibat berkelahi dengan orang
dari kampung lain. Korban tiba di Rumah Sakit mengenakan baju kaos hitam
lengan pendek, celana panjang jeans biru, ikat pinggang besi bergambar burung.
Pada daerah dada kiri atas, luka terbuka berbentuk elips, terletak sekitar 0,5 cm di
bawah tulang belikat kiri dan sekitar 6 cm dari garis tengah tubuh, ukuran ± 4 cm x
2 cm. Garis batas luka tegas, kedua ujung luka berbentuk runcing, tebing luka
terdiri dari jaringan lemak dan otot. Tidak terdapat jembatan jaringan. Dasar luka
tidak dapat dtentukan pada pemeriksaan luar. Perdarahan aktif. Daerah sekitar luka
tidak tampak memar. Selain itu, terdapat luka lecet berbentuk garis, terletak sekitar
2 cm di bawah tulang belikat kiri dan sekitar 3 cm dari garis tengah tubuh, panjang
± 10 cm. Pada daerah punggung kiri, luka terbuka berbentuk elips, terletak sekitar
10 cm dari garis yang melewati kedua titik terbawah tulang selangka 4 cm dari
garis tengah ketiak kiri, ukuran ± 5 cm x 2 cm. Garis batas Iuka tegas, kedua ujung
luka berbentuk runcing, tebing luka terdiri dari jaringan lemak dan otot. Tidak
terdapat jembatan jaringan. Dasar luka tidak dapat dtentukan pada pemeriksaan
luar. Perdarahan aktif. Daerah sekitar luka tidak tampak memar. Luka tersebut
sesuai dengan karakteristik luka terbuka oleh benda tajam; adanya ujung yang
runcing tanpa jembatan jaringan sesuai dengan sifat luka akibat persentuhan benda
tajam.
2. Riwayat Penyakit Dahulu :

o Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

3. Riwayat Psikososial:

Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan : belum bekerja

Perkawinan : belum menikah

Kebiasaan :-

4. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya.
5. Riwayat Asupan Makanan :
Makanan biasa
Daftar Pustaka :
1. Afandi, Dedi.,Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan
Derajat Luka. Riau : Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas
Riau, 2010:1-8
2. Starh, Margareth. Blunt Wound in A Physicians’s Guide to Clinical Forensic
Medicine. New York: Humanew Press, 2001 : 351-386.
3. Dominich et all.,Suicide in Forensic and Clinical Justice. Second Edition. New
York : CRC Press LLC, 2001: 667-678
Hasil Pembelajaran :
1. Pembuatan visum et repertum
2. Penarikan kesimpulan atas deskripsi luka
3. Pengenalan berbagai jenis luka akibat persentuhan benda tajam

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subyektif :
Seorang laki-laki umur 16 tahun datang ke UGD diantar keluarga dan polisi.
Keluarga menyatakan bahwa ada luka di dada kiri akibat berkelahi dengan orang
dari kampung lain.
2. Obyektif :
Keadaan Umum : Tampak sakit berat, lemah
Tanda-Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
o TD : 100/60 mmHg
o N : 105 kali/menit, regular, kuat angkat
o P : 36 kali/menit, tipe thoracoabdominal, asimetris kiri kanan.
o S : 37°C (axilla)
Status Generalis
o Kepala : anemia (+) ikterus (-)
o Telinga : Otore (-), perdarahan (-)
o Mata : Anemis (-), sklera tidak ikterus, .
o Hidung : Rinorhea (-), epistaksis (-)
o Bibir : Tidak tampak sianosis, bibir kering(-).
Leher :
o Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa tumor.
o Palpasi : Pembesaran KGB (-), Nyeri tekan (-), kaku kuduk (-)
Thorax :
o Inspeksi : Pengembangan dada asimetris kiri=kanan,
o Palpasi : Krepitasi (-)
o Perkusi : hipersonor. Batas paru hepar ICS V kanan.
o Auskultasi : Vesikuler. BT: Wh-/-, Rh+/+
Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal.
o Auskultasi : Bunyi jantung I/II dalam batas normal, bising (-)
Status lokalis (Abdomen)
o Inspeksi : datar, ikut gerak napas,
o Auskultasi : Peristaltik (+) menurun
o Palpasi : nyeri tekan(-)
massa tumor (-), Lien tidak teraba. Hepar tidak teraba.
o Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-).
Vertebra
o Inspeksi : Alignment tulang baik, tidak tampak massa tumor. warna kulit sama
dengan sekitarnya.
o Palpasi : tidak teraba massa tumor.
Ekstremitas : udem (-)
3. Assesment

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah
terjadinya diskontinuitas jaringan tubuh akibat kekerasan.
DEFINISI
Luka adalah kehilangan kontinuitas kulit atau mukosa yang disebabkan oleh trauma,
kimia, listrik, radiasi, dan bisa juga disertai dengan kerusakan jaringan lunak dan
tulang.

ETIOLOGI
Biasanya disebabkan oleh :
 Trauma benda tajam atau tumpul
 Perubahan suhu
 Zat kimia
 Sengatan listrik
 Gigitan hewan
JENIS LUKA
Secara umumnya, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi menurut
penyebabnya yaitu, trauma tumpul, trauma tajam dan luka tembak.
Berikut adalah penjelasan tentang jenis perlukaan yang terdapat pada tubuh korban.
a. Luka Benda Tajam
Luka benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya kontinuitas jaringan karena trauma
akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat benda
tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul
dan dari luka tembakan senjata api. Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam,
walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada
umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.
Luka yang disebabkan oleh beda yang berujung runjing dan bermata tajam dibagi
menurut beberapa kategori:
1. Luka tusuk (stab wound)
2. Luka Iris (Incised wound)
3. Luka Bacok (Chop wound)
Ciri-ciri luka benda tajam sering dibandingkan dengan luka benda tumpul:

Trauma Tumpul Tajam


Bentuk luka Tidak teratur Teratur

Tepi Luka Tidak rata Rata

Jembatan Jaringan Ada Tidak ada

Rambut Tidak terpotong Terpotong

Dasar Luka Tidak teratur Teratur

Sekitar Luka Ada luka lecet atau memar Tak ada luka lain

Cara mendeskripsi luka tajam hendaknya ditentukan :


1. Lokalisasi :
a. Kordinat
b. Absis
2. Ukuran
3. Jumlah luka
4. Bentuk luka
5. Benda asing
6. Terjadinya intravital/post mortal
7. Luka tersebut menyebabkan kematian/tidak
8. Cara kejadian luka:kecelakaan/bunuhdiri/pembunuhan

1. Luka tusuk (Stab wounds)


Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi
dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: belati,
bayonet, keris, clurit, kikir, tanduk kerbau.Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat
menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau
bermata dua.

Karakteristik dari luka tusuk:


· Tepi luka rata
· Dalam luka lebih besar dari panjang luka
· Sudut luka tajam
· Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam
· Sering ada memar / echymosis di sekitarnya
Identifikasi senjata pada luka tusuk:
1. Panjang Luka :
Ukuran maksimal dari lebar senjata
2. Dalam luka :
Ukuran minimal dari panjang senjata
3. Untuk luka tusuk pada bagian dada stabil
4. Untuk luka tusuk di perut tidak dapat diambil kesimpulan panjang senjatanya karena
perut sangat elastis.
Bentuk luka tusukan di kulit ditentukan tidak hanya oleh bentuk dari pisau, tetapi juga
ditentukan oleh sifat dari kulit. Jika luka tusuk terjadi saat kulit sedang dalam kondisi
meregang, akan menghasilkan luka yang panjang, namun luka akan tampak pendek
ketika kulit dalam kondisi mengendur.
Cara menentukan luka tusuk disebabkan oleh pembunuhan atau bunuh diri:
Pembunuhan Bunuh Diri
Lokalisasi di sembarang tempat, juga di Lokalisasi pada daerah tubuh yang mudah
daerah tubuh yang tak mungkin dicapai dicapai tubuh korban (dada, perut)
tangan korban
Jumlah luka dapat satu/lebih Jumlah luka yang mematikan biasanya satu
Didapatkan tanda perlawanan dari korban Tidak ditemukan “Luka Tangkisan”
yang menyebabkan luka tangkisan
Pakaian ikut terkoyak Bila pada daerah yang ada pakaian, maka
pakaian disingkirkan lebih dahulu, sehingga
tidak ikut terkoyak
Ditemukan “Luka Tusuk Percobaan” Tidak ditemukan “Luka Tusuk Percobaan”

2. Luka Iris ( Incised wounds)


Luka iris adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat
ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit.
Karakteristik luka iris :
o Pinggir luka rata
o Sudut luka tajam
o Rambut ikut terpotong
o Jembatan jaringan ( -)
o Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang

Perbedaan antara luka iris pada pembunuhan dan bunuh diri:


Pembunuhan Bunuh Diri
Sebenarnya sukar membunuh seseorang Lokalisasi luka pada daerah tubuh yang
dengan irisan, kecuali kalau fisik korban dapat
jauh lebih lemah dari pelaku atau korban dicapai korban sendiri:
dalam -leher
keadaan/dibuat tidak berdaya -pergelangan tangan
-lekuk siku, lekuk lutut
-lipatan paha
Luka di sembarang tempat, juga pada Ditemukan “Luka Iris Percobaan”
daerah
tubuh yang tidak mungkin dicapai tangan
korban sendiri
Ditemukan “ Luka tangkisan”/ tanda Tidak ditemukan “Luka Tangkisan”
perlawanan
Pakaian ikut koyak akibat senjata tajam Pakaian disingkirkan dahulu/tidak ikut
tersebut robek

Tepi dari luka iris cenderung memisahkan atau membuat celah pada permukaan.
Perluasan dari luka dan bentuk tersebut bergantung pada paralel, melintang, atau miring
ke arah serat yang elastis di kulit (garis Langer). Dengan demikian, garis paralel dari
luka iris ke arah serat kontraktil celahnya kurang dari satu dibuat di sudut kanan atau
miring ke arah serat karena serat akan menarik dan memisahkan tepi kulit.

3. Luka Bacok ( Chop Wounds)


Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang
terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit,
kapak, baling-baling kapal. Kehadiran luka iris yang terdapat pada kulit, dengan fraktur
comminuted mendasari atau terdapat alur yang dalam pada tulang, menunjukkan bahwa
disebabkan oleh senjata yang bersifat membacok.
Karakteristik pada luka bacok:
· Luka biasanya besar
· Pinggir luka rata
· Sudut luka tajam
· Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian
tubuh yang terkena bacokan
· Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, abrasi

VISUM ET REPERTUM
Visum et Repertum (VeR) merupakan salah satu bantuanyang sering diminta oleh pihak
penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia. Visum et
Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang tidak hanya
memenuhi standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang
disyaratkan dalam sistem peradilan.Data di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa
jumlah kasus perlukaan dan keracunan yang memerlukan VeR pada unit gawat darurat
mencapai 50-70%. Dibandingkan dengan kasus pembunuhan dan perkosaan, kasus
penganiayaan yang mengakibatkan luka merupakan jenis yang paling sering terjadi, dan
oleh karenanya penyidik perlu meminta VeR kepada dokter sebagai alat bukti di depan
pengadilan.

Dalam praktik sehari-hari seorang dokter tidak hanya melakukan pemeriksaan medis
untuk kepentingan diagnostik dan pengobatan penyakit saja, tetapi juga untuk dibuatkan
suatu surat keterangan medis. Demikian pula halnya dengan seorang pasien yang datang
ke instalasi gawat darurat, tujuan utama yang bersangkutan umumnya adalah untuk
mendapatkan pertolongan medis agar penyakitnya sembuh. Namun dalam hal pasien
tersebut mengalami cedera, pihak yang berwajib dapat meminta surat keterangan medis
atau VeR dari dokter yang memeriksa. Jadi pada satu saat yang sama dokter dapat
bertindak sebagai seorang klinisi yang bertugas mengobati penyakit sekaligus sebagai
seorang petugas forensik yang bertugas membuat VeR. Sedangkankorban yang diperiksa
dan hasilnya dijadikan alat bukti.Sebuah VeR yang baik harus mampu membuat terang
perkara tindak pidana yang terjadi dengan melibatkan buktibukti forensik yang cukup.
Tetapi hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa hanya 15,4% dari VeR perlukaan
rumah sakit umum DKI Jakarta berkualitas baiksementara di Pekanbaru menunjukkan
bahwa 97,06 % berkualitas jelek dan tidak satu pun yang memenuhi kriteria VeR yang
baik.

Dari kedua penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa bagian pemberitaan dan bagian
kesimpulan merupakan bagian yang paling kurang diperhatikan oleh dokter. Kualitas
bagian pemberitaan berturut-turut untuk Jakarta dan Pekanbaru adalah 36,9% dan
29,9%, yang berarti berkualitas buruk. Nilai kualitas bagian pemberitaan merupakan
nilai yang terendah dari ketiga bagian VeR. Unsur yang tidak dicantumkan oleh hampir
semua dokter adalah anamnesis, tanda vital, dan pengobatan perawatan. Hal tersebut
mungkin disebabkan masih adanya anggapan bahwa anamnesis, tanda vital dan
pengobatan tidak penting dituliskan dalam VeR, atau juga dapat disebabkan karena
dokter pembuat VeR tidak mengetahui bahwa unsur tersebut perlu dicantumkan dalam
pembuatan VeR. Pada penelitian yang sama didapatkan bahwa kualitas untuk bagian
kesimpulan 65,94% (kualitas sedang) di Jakarta dan 37,5% (berkualitas buruk) di
Pekanbaru. Pada bagian kesimpulan, walaupun sebanyak 68,9% dokter dapat
menyimpulkan jenis luka dan kekerasan, namun terdapat 62% dokter yang tidak dapat
menyimpulkan kualifikasi luka secara benar.

Sementara dari hasil penelitian di Pekanbaru, tidak satupun dokter pemeriksa VeR yang
mencantumkan kualifikasi luka menurut rumusan pasal 351, 352, dan 90 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP).Rumusan ketiga pasal tersebut secara implisit
membedakan derajat perlukaan yang dialami korban menjadi luka ringan, luka sedang,
dan luka berat. Secara hukum, ketiga keadaan luka tersebut menimbulkan
konsekuensipemidanaan yang berbeda bagi pelakunya. Dengan demikian kekeliruan
penyimpulan kualifikasi luka secara benar dapat menimbulkan ketidakadilan bagi
korban maupun pelaku tindak pidana. Hal tersebut dapat mengakibatkan fungsi VeR
sebagai alat untuk membantu suatu proses peradilan menjadi berkurang.
a. Berdasarkan tujuannya, paradigma yang digunakan dalam pemeriksaan medikolegal
sangat berbeda dibandingkan dengan pemeriksaan klinis untuk kepentingan
pengobatan. Tujuan pemeriksaan medikolegal pada seorang korban adalah untuk
menegakkan hukum pada peristiwa pidana yang dialami korban melalui penyusunan
VeR yang baik. Tujuan pemeriksaan klinis pada peristiwa perlukaan adalah untuk
memulihkan kesehatan pasien melalui pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan
medis lainnya. Apabila seorang dokter yang ditugaskan untuk melakukan
pemeriksaan medikolegal menggunakan orientasi dan paradigma pemeriksaan
klinis, penyusunan VeR dapat tidak mencapai sasaran sebagaimana yang
seharusnya.
b. Dari segi medikolegal, orientasi dan paradigma yang digunakan dalam merinci luka
dan kecederaan adalah untuk dapat membantu merekonstruksi peristiwa penyebab
terjadinya luka dan memperkirakan derajat keparahan luka (severity of injury).
Dengan demikian pada pemeriksaan suatu luka, bisa saja ada beberapa hal yang
dianggap penting dari segi medikolegal, tidak dianggap perlu untuk tujuan
pengobatan, seperti misalnya lokasi luka, tepi luka, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, sama-sama disadari bahwa pembuatan VeR memiliki
aspek medikolegal yang harus diperhatikan terutama penilaian klinis untuk
menentukan derajat luka. Untuk selanjutnya akan dibahas berbagai aspek
medikolegal dari VeR dan penilaian klinis sebagai bahan penyegar bagi kita semua.

Penentuan Derajat Luka


Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulansebuah VeR perlukaan adalah
derajat luka atau kualifikasi luka.Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila
substansi yang terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam
KUHP.
Penentuan derajat luka sangat tergantung pada latar belakang individual dokter seperti
pengalaman, keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan
dan sebagainya.
Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari segi fisik, psikis, sosial
dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka panjang.
Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan
beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.
Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan
dengan hukuman yang berbeda yaitu penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan
penjara), penganiayaan (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang
menimbulkan luka berat (pidana maksimum 5 tahun). Ketiga tingkatan penganiayaan
tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan, pasal 351 (1)
KUHP untuk penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP untuk penganiayaan yang
menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut.
Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan
menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana kecederaan korban yang
bersangkutan.
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1)
KUHP menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai
penganiayaan ringan”. Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh
sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau komplikasinya, maka luka tersebut
dimasukkan ke dalam kategori tersebut.
Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam
pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita
memeriksa seorang korban dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka
korban dimasukkan ke dalam kategori tersebut.
Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur
dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa Jika perbuatan mengakibatkan
luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP secara limitatif.
Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu luka sebagaimana
dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban tersebut dimasukkan dalam kategori
tersebut.
Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah :
 jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberiharapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
 tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;kehilangan salah satu panca indera;
 mendapat cacat berat;
 menderita sakit lumpuh;
 terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

4 Plan
Hecting dan rawat Luka
Ketorolac 30mg/8jam/iv
Ranitidine 50mg/12jam/iv
Cefotaxim 1gr/12jam/iv
Membuat VER dengan kesimpulan: Luka Robek akibat trauma benda tumpul

Anda mungkin juga menyukai