Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : wanita, usia 32 tahun, mengalami kekerasan dalam rumah tangga
Tujuan :
Melakukan pemeriksaan status lokalis dan pemeriksaan penunjang, dan menyimpulkan
hasilnya.
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka
Cara membahas Diskusi
Riset
Presentasi
Kasus
E-mail
Audit
Pos
dan diskusi
Data pasien :
Nama : Ny. P
No CM : Nama RS : RSUD Tulehu
Telp : Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran klinis :
Pasien (Ny. P) datang untuk meminta visum et repertum setelah mengalami kekerasan
fisik oleh suami korban. Namun, pasien belum melaporkan kasus kekerasan tersebut ke
Polisi.
Pasien mengeluhkan pusing setelah dipukul di kepala oleh suaminya 6 jam SMRS.
Pasien juga mengeluh pusing dan nyeri pada lengan kanan dan kiri. Pasien mengaku tidak
mengetahui sebab suami pasien memukulinya. Kejadian tersebut terjadi ketika pasien
sedang duduk dan suami pasien tiba-tiba memukulinya. Menurut pasien, suaminya dalam
kondisi sadar dan tidak mabuk. Menurut pasien, kekerasan ini adalah yang kedua kali
dialaminya. Dua bulan yang lalu, pasien mengaku ditendang di bagian paha.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien mengaku belum melakukan pengobatan apapun sejak dipukuli 6 jam SMRS
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
Riwayat Gastritis (+)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)
Riwayat asma (-)
4. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa (-)
Daftar Pustaka :
Abdul W, Irfan M (2001). Perlindungan terhadap korban kekerasan. Bandung: Refika
Aditama.
Budiyanto (1997). Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FK UI,
pp:3-11, 15-16, 26-33, 55-57, 64-70.
Departemen Hukum dan Ham (2004). Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Jakarta: Cemerlang.
Rika S (2006). Perempuan dan penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti.
Soeparmono R (2002). Keterangan ahli dan visum et repertum dalam aspek hokum acara
pidana. Bandung: Mandar Maju, p: 98.
Ihromi TO (2000). Penghapusan diskriminasi terhadap wanita. Bandung: Penerbit Alumni.
Hasil pembelajaran :
1.
2.
3.
4.
SUBJEKTIF :
kekerasan ini adalah yang kedua kali dialaminya. Dua bulan yang lalu, pasien mengaku
ditendang di bagian paha.
Pasien mengaku mempunyai penyakit maag yang kambuh-kambuhan. Pasien bekerja
sebagai ibu rumah tangga, sehari-hari beraktivitas di rumah.
OBJEKTIF:
Dari hasil pemeriksaaan fisik didapatkan pasien datang dengan kondisi baik, compos mentis.
Frekuensi napas 20 x/menit, nadi normal yaitu 84x/menit, suhu tubuh normal (36.8 C), dan
tekanan darah 110/70 mmHg. Pemeriksaan abdomen didapatkan palpasi nyeri tekan (+) di
regio epigastrium.
Status Lokalis
Wajah:
Look :
- Tampak luka memar pada dahi, berukuran 1x1cm, berada 2cm dari atas alis kanan,
dan 1,5cm dari batas rambut atas, eritem (+)
- Tampak luka memar pada pipi sebelah kiri, berukuran 5x5cm, berada 2cm dari
hidung dan 1cm dari telinga sebelah kiri.
- Tampat luka lecet pada bibir bagian dalam, berukuran 0,5x0,5cm
Feel : Nyeri tekan (+)
Lengan Kanan dan Kiri:
Look
:
- Tampak luka memar berukuran 3x3cm pada lengan sebelah kanan, berada 12cm dari
puncak bahu kanan dan 15cm dari siku kanan, eritem (+)
- Tampak luka memar berukuran 2x3cm pada lengan bawah sebelah kiri, berada 10cm
ASSESSMENT :
PLAN:
Rawat Jalan
- Antasida syr 3 x CI a.c
- Meloxicam 2 x 7.5mg
- Neurodex 2 x 1tab
- Ranitidine 2 x 1tab
Edukasi mengenai visum et repertum.
Pada pasien, diberikan obat-obatan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan.
Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung, ranitidine diberikan untuk
mengurangi produksi asam lambung. Dengan diberikan kedua obat ini, diharapkan
keluhan gastrointestinal pasien bias berkurang.
Pasien juga diberikan meloxicam sebagai AINS untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pada tempat-tempat memar yang dipukuli oleh suami pasien. Neurodex
diberikan sebagai vitamin tambahan.
Kemudian, diberikan juga edukasi tentang visum et repertum. Bahwa pasien harus
melapor terlebih dahulu ke polisi untuk dapat membuat visum et repertum.
PEMBAHASAN:
Pada kasus ini, terdapat kasus medikolegal dimana pasien ingin membuat visum et
repertum untuk melaporkan suaminya ke polisi setelah suaminya memukuli dirinya.
Namun, pasien mengaku belum melapor ke polisi. Kemudian, pasien diedukasi bahwa
untuk membuat visum et repertum harus ada surat permintaan dari polisi. Untuk saat ini,
pasien hanya dapat diperiksa, dibuatkan catatan medis dan diberi pengobatan. Pasien
setuju dan mengatakan akan melapor polisi kemudian.
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian
atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
kepentingan pro yustisia.
Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai
keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat
kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Khusus untuk
perempuan, visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter apakah seseorang
masih perawan atau tidak.
A. PERAN DAN FUNGSI
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu
perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang
di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian, visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et
repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para
praktisi hokum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,
seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan
atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari
terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai
dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/PolisiMiliter)
visum
et
repertum
berguna
untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal
untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu,
perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu rumah sakit
tentang tatalaksana pengadaan visum et repertum.
B. JENIS
1. VeR hidup
a. VeR definitif
VeR yang dibuat seketika, di mana korban tidak memerlukan perawatan dan
pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi
luka yang ditulis pada bagian kesimpulanya itu luka derajat I atau luka golongan C.
b. VeR sementara
VeR yang dibuat untuk sementara waktu karena korban memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan korban.
Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan. Manfaat
dibuatnyaVeR sementara, yaitu
1) Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
2) Mengarahkan penyelidikan
3) Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap
terdakwa
4) Menentukan tuntutan jaksa
5) Medical record
c. VeR lanjutan
VeR yang dibuat di mana luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah
rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal, maka
dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian
kesimpulanVeR.
2. VeR jenazah
VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR ini
adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise
VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban,
misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian
BENTUK KDRT
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, tindak kekerasan terhadap istri
dalam rumah tangga dibedakan ke dalam 4 macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,
menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya.
Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau
2.
3.
memaksakan kehendak.
Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri,
tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. Kekerasan seksual berat berupa:
a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ
seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina, dan merasa dikendalikan.
b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban
tidak menghendaki.
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
menyakitkan.
d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan
atau tujuan tertentu.
e. Terjadinya
hubungan
seksual
di
mana
pelaku
memanfaatkan
posisi
Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri,
bahkan menghabiskan uang istri. Kekerasan ekonomi ringan, berupa melakukan
upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya
secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif, termasuk pelacuran.
b. Melarang korban bekerja, tetapi menelantarkannya
c. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan
atau memanipulasi harta benda korban.
C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KDRT
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(marital violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja
mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami
kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh
anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan
menyalahkan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki
menurut
hukum,
2.
3.
4.
5.
6.
7.
penuntutan
dan
pemeriksaan
pengadilan,
mendengarkan
dan
mengenai hak, kewajiban dan memberikan penguatan iman dan takwa kepada
korban.
KASUS MEDIKOLEGAL
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Disusun oleh :
Nur Alfiani., dr.
Dokter Internsip RS PKU Muhammadiyah Gombong
Pendamping :
Dr. Fatah
Judul/topik
Nama Pendamping
: dr. Fatah
Nama wahana
Keterangan
Tanda tangan
1.
Presentan
2.
Dokter internship
3.
Dokter internship
4.
Dokter internship
5.
Dokter internship
6.
Dokter internship
Dokter Pendamping
Presentan
dr. Fatah