Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

Retinopati Diabetic.

Pembimbing :
dr. Moch. Soewandi.Sp.M

Disusun oleh :
Vitalis Diego Nelciano Wungubelen

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA PERIODE


23 MEI – 24 JUNI 2022

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA


WACANA RSAU DR ESNAWAN ANTARIKSA

Jakarta, 16 Juni 2022


Pembimbing

dr. Moch. Soewandi, Sp.M


LEMBAR PENILAIAN

Nama Virdan Reynaldi Limbong

NIM  112021181

Tanggal 16 Juni 2022

Judul kasus Kelainan Refraksi

Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5

Pengumpulan data          

Analisa masalah          

Penguasaan teori          

Referensi          

Pengambilan keputusan klinis          

Cara penyajian          

Bentuk laporan          

Total  

Nilai %= (Total/35)x100%  

Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)

 
Komentar penilai

Nama Penilai Paraf/Stempel

dr. Moch. Soewandi, Sp.M

Bab I
I. Latar Belakang

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), retinopati diabetik adalah


penyebab gangguan penglihatan kelima dan penyebab kebutaan keempat di
dunia. Pada tahun 2010, kondisi ini dialami oleh 39,3 juta orang di seluruh
dunia. Sedangkan di Indonesia, angka kejadian retinopati diabetik pada
penderita diabetes sebesar 42,6%. 1

Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013 menemukan sekitar 6,9%


penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun menderita DM dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta mencatat persentase komplikasi kedua terbanyak
setelah neuropati adalah retinopati diabetes.

Retinopati diabetes (RD) merupakan kelainan retina pada pasien diabetes


melitus.1 RD dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan klinis. RD nonproliferatif
ditandai dengan perubahan vaskulerisasi intraretina, sedangkan pada RD proliferatif
ditemukan neovaskulerisasi akibat iskemi.2 Angka kejadian RD pada semua populasi
diabetes meningkat seiring durasi penyakit dan usia pasien.2 RD jarang terjadi pada
anak usia kurang dari 10 tahun, namun risiko meningkat setelah usia puberitas.2
Wisconsin Epidemiology Study of Diabetic Retinopathy (WESDR) melaporkan 99%
pasien DM tipe 1 dan 60% pasien DM tipe 2 akan mengalami retinopati diabetes
dalam 20 tahun. RD proliferatif terjadi pada 50% pasien DM tipe 1 dalam 15 tahun

Retinopati diabetika adalah kelainan mata pada pasien diabetes yang


disebabkan kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan sehingga
menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai berat
bahkan sampai menjadi kebutaan permanen. Risiko mengalami retinopati
meningkat sejalan dengan lamanya menderita diabetes sehingga hiperglikemia
yang berlangsung lama diduga sebagai faktor risiko utama.1

Diabetik retiopati merupakan penyulit penyakit Diabetes Melitus yang


paling ditakuti. Karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosanya yang
kurang baik bagi penglihatan. Meskipun dapat dihindari dengan mengontrol
kadar gula darah yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata.
Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat.
Biasanya mengenai penderita berusia 20-64 tahun sedangkan di negara
berkembang setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan diabetes.4 Resiko ini
jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan meningkat setelah
pubertas . Hal ini terjadi 20 tahun setelah menderita diabetes.1

Mekanisme terjadinya penyakit mikrovaskuler diabetes masih belum jelas,


namun keadaan hiperglikemia jangka lama dapat mengubah fisiologi dan biokimia,
sehingga terjadi kerusakan endotelial.2 Hiperglikemia dan faktor genetik berkaitan
dengan patofisiologi retinopati diabetes. Terdapat beberapa mekanisme yang
diduga berperan pada kerusakan mikrovaskuler dan retinopati diabetes, antara lain:
polyol pathway, glikasi non-enzimatik, aktivasi protein kinase C (PKC), faktor genetik,
inflamasi, dan stres oksidasi.1

Bab I I
Daftar Pustaka

1.1. Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus,1 meliputi
arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena. 2

Gambar 1. Normal dan Retinopathy retina. 2


1.2. Epidemologi
Berdarkan penelitian yang dilakukan Amerika oleh Wiconsin
Epidemiologic study of Diabetic Retinopathy(WSDR), membagi
prevalensi penderita retinopati menjadi dua kelompok yaitu onset muda
dan onset tua.14 Onset muda adalah pasien yang didiagnosis diabetes
sebelum 30 tahun dengan terapi insulin dan onset tua adalah pasien yang
didiagnosis diabetes setelah 30 tahun.14 Pada onset muda, 71%
terdiagnosis dengan retinopati, 23% terkena retinopati diabetika
proliferatif dan 6% terdiagnosis clinicially significant macular
edema(CMSE).14 Pada onset tua, pasien retinopati dengan pengobatan
insulin sebesar 70% dan tanpa pengobatan 39%. Pada pasien tanpa
pengobatan insulin sebesar 3% proliferatif dan 14% CMSE, sedangkan
dengan yang pengobatan insulin 14% mencapai proliferatif dan 11%
CMSE.3
Di Eropa, berdasarkan penelitian survey populasi di Melton Mowray,
England prevalensi retinopati pada pasien dengan pengobatan insulin
sebesar 41% dan pasien tanpa pengobatan insulin sebesar 52%.14 Data dari
western Scotland prevalensi retinopati diabetika sebesar 26,7% dan
retinopati serius (RDNP,RDP,Makula) sekitar 10%. Bedasarkan penelitian
3 populasi besar di Australia, prevalensi retinopati sebesar 29,1% pada
pasien DM pada 40 tahun atau lebih pada penelitian The Melbourne
Visual Impairment Project, 32,4 % pada pasien di atas 49 tahun oleh The
Blue Mountains Eye Study dengan tanda proliferatif sebesar 1,6% dan
makula sebesar 5,5%.3
1.3. Etiologi

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini

bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemia ( kronis ) menyebabkan

perubahan fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan

endotel pembuluh darah.4 Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa

tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling

sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh

pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih

sulit ditentukan secara tepat. Perubahan abnormalitas sebagian besar

hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan

beratnya retinopati antara lain :4

 Adhesif platelet yang meningkat.

 Agregasi eritrosit yang meningkat.

 Abnormalitas lipid serum

 Fibrinolisis yang tidak sempurna.

 Abnormalitas dari sekresi growth hormon

 Abnormalitas serum dan viskositas darah.

1.4. Klasifikasi Retinopati Diabetik

Retinopati diabetika secara umum dapat dibagi menjadi dua berdasarkan


ada tidaknya pembuluh darah baru pada retina yaitu nonproliferatif dan
proliferatif.17 Menurut Early Treatment Retinopati Research Study Group
(ETDRS) retinopati dibagi atas dua stadium yaitu :4

 Retinopati Diabetika Nonproliferatif (RDNP)


Retinopati diabetika adalah bentuk retinopati yang paling ringan
dan sering tidak memperlihatkan gejala. Cara pemeriksaannya
dengan menggunakan foto warna fundus atau fundal fluoroscein
angiography(FFA). Mikroaneurisma merupakan tanda awal
terjadinya RDNP, yang terlihat dalam foto warna fundus berupa
bintik merah yang sering di bagian posterior. Kelainan morfologi
lain antara lain penebalan membran basalis, perdarahan ringan,
hard exudate yang tampak sebagai bercak warna kuning dan soft
exudate yang tampak sebagai bercak halus (Cotton Wool Spot).
Eksudat terjadi akibat deposisi dan kebocoran lipoprotein plasma.
Edema terjadi akibat kebocoran plasma. Cotton wool spot terjadi
akibat kapiler yang mengalami sumbatan.3 RDNP selanjutnya
dapat dibagi menjadi tiga stadium : 4

 Retinopati nonproliferatif minimal Terdapat satu atau lebih


tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan
intraretina yang kecil atau eksudat keras
 Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang Terdapat
satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA
 Retinopati nonproliferatif berat
Terdapat satu atau lebih tanda berupa
perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina,
dilatasi vena pada 2 kuadran, IRMA ekstensif minimal
pada 1 kuadran.
 Retinopati nonproliferatif sangat berat
Ditemukan dua atau lebih tanda pada retinopati
nonproliferatif berat.

Gambar 2. Standar fotografi dari ETDRS yang digunakan sebagai


standar dalam mennetukan derajat retinopati yang
menunjukan abnormalitas mikrovaskular (dilatasi kapiler).4

Gambar 3. Standar fotografi ETDRS menunjukkan perdarahan


retina dan mikroaneurisma.4
Gambar 4. Fotografi fundus berwarna dari RDNP menunjukkan
perdarahan, eksudat lemak kuning, dan cotton wool spot.4

 Retinopati Diabetika Proliferatif (RDP)

Retinopati diabetika proliferatif ditandai dengan terbentuknya

pembuluh darah baru (Neovaskularisasi). Dinding pembuluh

darah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapis sel endotel tanpa

sel perisit dan membrana basalis sehingga sangat rapuh dan

mudah mengalami perdarahan.3 Pembentukan pembuluh darah

baru tersebut sangat berbahaya karena dapat tumbuh menyebar

keluar retina sampai ke vitreus sehingga menyebabkan

perdarahan di vitreus yang mengakibatkan kebutaan.3 Apabila

perdarahan terus berulang akan terbentuk jaringan sikatrik dan

fibrosis di retina yang akan menarik retina sampai lepas sehingga

terjadi ablasio retina. RPD dapat dibagi lagi menjadi Retinopati

proliferatif tanpa resiko tinggi Bila ditemukan minimal adanya

neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup lebih dari satu

per empat daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau

vitreus; atau neovaskular di mana saja di retina (NVE) tanpa

disertai perdarahan preretina atau vitreus 5


a) Retinopati proliferatif resiko tinggi

Apabila ditemukan 3 atau 4 faktor risiko berikut :

 Ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina

 Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus

 Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang

mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus.5

 Perdarahan vitreus

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau

setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,

merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada

retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.5

Gambar 5. Fotografi fundus berwarna RDP yang menunjukkan


neovaskularisasi, perdarahan neovaskularisasi, pelepasan retina dari
makula.5

1.5. Patogenesis
Hiperglikemia kronik merupakan faktor utama terjadinya retinopati
diabetika. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diabetes Control
and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pasien yang
mendapat terapi insulin dengan kadar HbA1c dibawah 7% lebih jarang
terjadi retinopati yang progresif dibandingkan dengan yang tidak
mendapat terapi insulin.5 Beberapa proses biokimiawi yang terjadi pada
hiperglikemia dan menimbulkan terjadinya retinopati diabetika antara
lain:6
- Aktivasi jalur poliol
Pada hiperglikemik terjadi peningkatan enzim aldose
reduktase yang meningkatan produksi sorbitol. Sorbitol adalah
senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membran
basalis sehingga tertimbun di sel dan menumpuk di jaringan
lensa, pembuluh darah dan optik. Penumpukan ini
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik yang menimbulkan
gangguan morfologi dan fungsional sel. Konsumsi NADPH
selama peningkatan produksi sorbitol menyebabkan penigkatan
stress oksidatif yang akan mengubah aktivitas Na/K-ATPase,
gangguan metabolisme phopathydilinositol, peningkatan
produksi prostaglandin dan perubahan aktivitas protein kinase
C isoform
1. Glikasi Nonenzimatik
Kadar glukosa yang berlebihan dalam darah akan berikatan
dengan asam amino bebas, serum atau protein
menghasilkan Advanced gycosilation end product
(AGE).Interaksi antara AGE dan reseptornya menimbulkan
inflamasi vaskular dan reactive oxygen species(ROS) yang
berhubungan dengan kejadian retinopati diabetika
proliferatif.

2. Dialsilgliserol dan aktivasi protein C


Protein kinase C diaktifkan oleh diasilglierol dan
mengaktifkan VEGF yang berfungsi dalam proliferasi
pembuluh darah baru. Pada hiperglikemik terjadi
peningkatan sintesis diasilgliserol yang merupakan
regulator protein kinase C dari glukosa.6

1.6. Patofisiologi

Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetika terletak pada


kapiler retina. Dinding kapiler terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam
yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel, perbandingan jumlah
sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1 : 1. Sel perisit berfungsi
untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktibilitas,
mempertahankan fungsi barier, transportasi kapiler dan proliferasi sel
endotel; membrana basalis berfungsi untuk mempertahankan
permeabilitas; sel endotel bersama dengan matriks ekstra sel dari
membrana basalis membentuk pertahanan yang bersifat elektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul termasuk fluoroscein yang digunakan
untuk diagnosis kapiler retina. Perubahan histopatologi pada retinopati
diabetika dimulai dari penebalan membrana basalis, dilanjutkan dengan
hilangnya sel perisit dan meningkatnya proliferasi sel endotel.7

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif


Merupakan bentuk yang paling umum dijumpai. Merupakan cerminan

klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena.1

Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler , mekanisme

perubahannya tidak diketahui tapi telah diteliti adanya perubahan endotel


vaskuler ( penebalan membran basalis dan hilangnya pericyte ) dan

gangguan hemodinamik ( pada sel darah merah dan agregasi platelet ).7

Disini perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan

retina ( intraretinal ), terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi

membran internal. Karakteristik pada jenis ini adalah dijumpainya

mikroaneurisma multiple yang dibentuk oleh kapiler-kapiler yang

membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik, vena

retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan

intraretinal.1,4 Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan

berbentuk nyala api karena lokasinya didalam lapisan serat saraf yang

berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau

bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson

berorientasi vertikal.7

Retinopati Diabetik Preproliferatif dan Edema Makula

Merupakan stadium yang paling berat dari Retinopati Diabetik Non

Proliferatif.1,5 Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler

mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang berlanjut, disertai iskemik pada

dinding retina ( cotton wool spot, infark pada lapisan serabut saraf ). Hal

ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau

plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah

cotton wool spot, blot haemorrage, intraretinal Microvasculer Abnormal

( IRMA ), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. 1,3 Bila satu dari

keempatnya dijumpai ada kecendrungan untuk menjadi progresif (

Retinopati Diabetik Proliferatif ), dan bila keempatnya dijumpai maka

beresiko untuk menjadi Proliferatif dalam satu tahun.8


Edema makula pada retinopati diabetik non proliferatif merupakan

penyebab tersering timbulnya gangguan penglihatan. Edema ini terutama

disebabkan oleh rusaknya sawar retina-darah bagian dalam pada endotel

kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen plasma ke

dalam retina dan sekitarnya. Edema ini dapat bersifat fokal dan difus.

Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai

mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat

kuning kaya lemak bentuk bundar disekitar mikroaneurisma dan paling

sering berpusat dibagian temporal makula.8

Retinopati Diabetik Non Proliferatif dapat mempengaruhi fungsi

penglihatan melalui 2 mekanisme yaitu :

 Perubahan sedikit demi sedikit dari pada penutupan kapiler intraretinal

yang menyebabkan iskemik makular.

 Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema

makular.8

2. Retinopati Diabetik Proliferatif


Merupakan penyulit mata yang paling parah pada Diabetes Melitus. Pada

jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan

pembuluh- pembuluh halus ( neovaskularisasi ) yang sering terletak pada

permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer disamping itu

neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-

pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila

korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari

pembuluh tersebut maka akan terjadi perdarahan massif dan dapat timbul

penurunan penglihatan mendadak. Disamping itu jaringan


neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami fibrosis dan

membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan

menimbulkan kontaksi terus-menerus pada korpus vitreum. Ini dapat

menyebabkan pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi

robekan retina, terjadi ablasio retina regmatogenosa. Pelepasan retina

dapat didahului atau ditutupi oleh perdarahan korpus vitreum. Apabila

kontraksi korpus vitreum telah sempurna dimata tersebut, maka

retinopati proliferatif cenderung masuk ke stadium involusional atau

burnet-out.8

1.7. Gejala Klinis

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :

- Kesulitan membaca

- Penglihatan kabur

- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

- Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :

- Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler

terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah

kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus

posterior.

- Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang

biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.

- Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan


berkelok-kelok.

- Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.

Gambarannya khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan Pada

permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung.

Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

- Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches

merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi

akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan

berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah

nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

- Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina

biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak sebagai

pembuluh yang berkelok-kelok , dalam, berkelompok, dan

ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina,

kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca.

Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat

menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (

preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.8

- Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina

terutama daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam

penglihatan
Gambar 6. Proliferative Diabetic Rtinopathy.8

Gambbar 7. Hard exudate.8

Gambar 8. Hard exudate. 8


1.8. Pemeriksaan penunjang

Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema


makular pada retinopati diabetik non proliferatif dapat digunakan
stereoscopic biomicroscopic menggunakan lensa +90 dioptri. Disamping
itu Angiografi Fluoresens juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi
kelainan mikrovaskularisasi pada retinopati diabetik. Dijumpainya
kelainan pada elektroretinografik juga memiliki hubungan dengan
keparahan retinopati dan dapat membantu memperkirakan perkembangan
retinopati.9

1.9. Penatalaksanaan

Tatalaksana utama RD adalah pengendalian gula darah, hipertensi sistemik,


dan hiperkolesterolemia.3 RD nonproliferatif ringan-sedang tidak
membutuhkan terapi, namun observasi dilakukan setiap tahun dan
dilakukan pengendalian gula darah. Pada RD nonproliferatif berat perlu
pemantauan per 6 bulan untuk mendeteksi tanda-tanda progresivitas
menjadi proliferatif.10 Pada edema makula tanpa manifestasi klinis yang
signifikan dilakukan observasi tanpa tindakan laser. CSME membutuhkan
tindakan laser fokal atau difus, injeksi intravitreal triamcinolone atau injeksi
intravitreal anti-VEGF.3 RD proliferatif diberi tindakan laser cito. 10
Panretinal photocoagulation (PRP) untuk regresi pembuluh darah baru
sehingga menurunkan angka kebutaan. Vitrektomi dilakukan pada
perdarahan vitreus dan traksi vitreoretina. Intravitreal anti-VEGF
preoperatif dapat menurunkan kejadian perdarahan berulang dan
memperbaiki tajam penglihatan postoperasi.3 Fotokoagulasi Laser Terapi
laser biasanya untuk retinopati diabetes nonproliferatif disertai CSME dan
retinopati diabetes proliferatif. Tujuan laser fotokoagulasi adalah mencegah
kebocoran mikroaneurisma dan menghambat ekstravasasi cairan ke
makula.14 Penggunaan laser fotokoagulasi pada CSME menunjukkan
perbaikan hasil dengan sisa gangguan tajam penglihatan sedang (moderate
visual loss, MVL) antara pemeriksaan awal dan pemeriksaan lanjutan.
MVL adalah penggandaan sudut visual, dari 20/20 menjadi 20/40 atau
20/100 dari 20/50, perbaikan 15 atau lebih huruf pada ETDRS chart, atau
perbaikan lebih dari 3 baris pada Snellen chart. Terapi laser dapat ditunda
setelah edema makula teratasi.2,10 Terapi laser disertai injeksi intravitreal
secara signifikan memperbaiki tajam penglihatan dan penurunan ketebalan
makula (anatomi) dibandingkan terapi laser dalam 6-24 bulan.15
Fotokoagulasi laser panretinal (PRP).9
pada retinopati diabetes proliferatif bertujuan untuk regresi
neovaskuler. PRP merusak area iskemi retina dan meningkatkan tekanan
oksigen mata. Area iskemi pada mata dapat memproduksi vascular
endothelial growth factor (VEGF), sehingga progresif merusak retina.
Terapi PRP dapat satu atau beberapa sesi, menggunakan laser Argon hijau
atau biru membakar sebanyak 1200 atau lebih dari 500 µm dipisahkan satu
dengan lainnya dengan jarak satu setengah lebar luka bakar. Efek samping
scatter PRP yaitu penurunan tajam penglihatan malam hari, perubahan
penglihatan warna, sensitivitas cahaya, tajam penglihatan perifer, dan
dilatasi pupil.2 Anti-Vascular Endothelial Growth Factor (Anti-VEGF)
VEGF berperan dalam proses retinopati diabetes, sehingga menjadi salah
satu target terapi terutama neovaskulerisasi. AntiVEGF yang tersedia saat
ini renibizumab, bevacizumab, pegatanib, dan aflibercept.2 Terapi anti-
angiogenik menggunakan antiVEGF dapat memperbaiki tajam penglihatan
pasien edema makula diabetes. Aflibercept memperbaiki tajam
penglihatan dan anatomi lebih baik dari pada ranibizumab.
Ranibizumab merupakan fragmen humanized monoconal antibody
against semua isoform VEGF, bermanfaat sebagai terapi choroidal
neovascularization pada age-related macular edema. Bevacizumab
merupakan humanized monoconal IgG antibody yang berikatan dan
menghambat semua isoform VEGF dan telah dipatenkan untuk terapi
karsinoma kolorektal, namun secara off label digunakan dalam terapi
oftalmologi.17 Pegatanib merupakan 28- base ribonucleid acid aptamer
yang berikatan dan menghambat kerja VEGF ekstraseluler, terutama asam
amino 165 (VEGF165).
Aflibercept (VEGF Trap-Eye) merupakan 115- kDa recombinant
fusion protein yang berikatan dengan reseptor VEGF 1 dan 2.
kortikosteroid Triamsinolon asetonid intravitreal bermanfaat untuk edema
makula diabetes refrakter.2 Penelitian RIDE/IRISE melaporkan pada
pasien yang mendapat injeksi 0,3 mg ranibizumab setiap bulan selama 2
tahun, ketebalan foveal sentral masih lebih dari 250 µm dan tajam
penglihatan terbaik 20/40.18 Implan intravitreal deksametason 0,7 mg
(DEX implant) telah disetujui FDA sebagai terapi edema makula diabetes
dan fluocinolone acetonide (FAc) intravitreal telah disetujui FDA sebagai
terapi edema makula diabetes yang sebelumnya telah mendapat terapi
kortikosteroid dan klinis tekanan intraokular tidak meningkat.9
Kortikosteroid dapat meningkatkan tekanan intraokular dan
katarak.18 Vitrektomi Pars Plana Vitrektomi pars plana dapat menjadi
pilihan terapi pada ablasio hialoid posterior terutama jika terbukti ada
traksi posterior hialoid dan edema makula diabetes difusa.2 Indikasi
vitrektomi pada RD dengan komplikasi: Perdarahan vitreus menetap lebih
dari 1 – 6 bulan „ Ablasio retina traksi atau mengancam makula „
Abalasio retina trasksi dan regmatogenosa Edema makula diabetes difus
yang berkaitan dengan traksi hialoid posterior Perdarahan vitreus berulang
meskipun telah dilakukan PRP Neovaskulerisasi segmen anterior.9
A. Pencegahan

Suatu fakta dikemukakan bahwa insiden retinopati diabetik ini tergantung

pada durasi menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal

sederhana yang terpenting yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes

untuk dapat mencegah terjadinya retinopati adalah dengan mengontrol gula

darah, selain itu tekanan darah, masalah jantung, obesitas dan lainnya harus

juga dikendalikan dan diperhatikan.10

B.Pengobatan

Fokus pengobatan bagi pasien retinopati diabetik non proliferatif tanpa

edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit

sistemuk lainnya. Terapi Laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran

retina pada pasien yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat

memperkecil resiko penurunan penglihatan dan meningkatka fungsi

penglihatan . Sedangkan mata dengan edema makula diabetik yang secara

klinis tidak bermakna maka biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa

terapi laser. Untuk retinopati diabetik proliferatif biasanya diindikasikan

pengobatan dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara

bermakna menurunkan kemungkinan perdarahan massif korpus vitreum

dan pelepasan retina dengan cara menimbulkan regresi dan pada sebagian

kasus dapat menghilangkan pembuluh- pembuluh baru tersebut,

Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerja dengan

mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami iskemik.


Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah

sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur diseluruh retina, tidak

mengenai bagian sentral yang dibatasi oleh diskus dan pembuluh vascular

temporal utama.Untuk penatalaksanaan konservatif penglihatan monokular

yang disebabkan oleh perdarahan korpus vitreum diabetes pada pasien

binokular adalah dengan membiarkan terjadinya resolusi spontan dalam

beberapa bulan.Disamping itu peran bedah vitreoretina untuk retinopati

diabetik proliferatif masih tetap berkembang, sebagai cara untuk

mempertahankan atau memulihkan penglihatan yang baik.10

FOLLOW UP DAN PROGNOSIS

Kejadian retinopati dalam 5 tahun sejak diagnosis diabetes tipe 1 sangat


jarang, namun retinopati pada diabetes tipe 2 sangat bervariasi.19
Pengendalian gula darah dan pemeriksaan mata berkala sesuai derajat
retinopati diabetes dapat mencegah kebutaan.19 Pada penelitian Early
Treatment of Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) pada 3.711 pasien RD,
PRP dapat menurunkan risiko kebutaan sampai kurang dari 2% jika
dilakukan pada derajat keparahan yang tepat (RD nonproliferatif berat dan
RD proliferatif) dan terapi laser fokal pada kasus makula edema dapat
menurunkan angka kebutaan sampai 50%.19 Diabetic Retinopathy
Vitrectomy Study (DRVS) menyimpulkan bahwa terapi vitrektomi dini
pada kasus RD proliferatif pasien DM tipe 1 dapat mempertahankan tajam
penglihatan pasien; 2 tahun setelah operasi, 36% pasien vitrektomi dini dan
12% pasien vitrektomi terlambat memiliki tajam penglihatan 20/ 40 atau
lebih baik.10

1.9. PROGNOSIS

Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna

akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser,

daripada mata dengan edema dan perfusi yang relatif baik.

1.10. Kesimpulan

Retinopati diabetes (RD) merupakan kelainan retina pada pasien

diabetes melitus.1 Pada funduskopi dapat ditemukan mikroaneurisma,


perdarahan intraretina, venous beading, atau neovaskulerisasi.

Pemeriksaan penunjang optical coherence tomography dapat

membantu identifikasi dan memantau perubahan struktur retina dan

edema makula. Angiografi fluoresein dapat mengidentifikasi

pembuluh darah abnormal. Iskemi memperburuk prognosis edema

makula. Tatalaksana utama pencegahan progresivitas RD adalah

pengendalian gula darah, hipertensi sistemik dan hiperkolesterolemia.

Terapi mata berdasarkan lokasi dan derajat keparahan retinopati.

Skrining dan follow up rutin pada pasien DM berperan penting dalam

mempertahankan tajam penglihatan pasien

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. 3rd Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.

2. American Academy of Ophthalmology. Retina and vitreous in basic and clinical science course. 2015-

2016.

3. Riordan-Eva P, Cunningham ET. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. 18th ed. New York:

Mc Graw Hill; 2011.

4. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Indonesia. Waspada diabetes. Jakarta; 2014.

5. Eshaq RS, Aldalati AMZ, Alexander JS, Harris NR. Diabetic retinopathy: Breaking the barrier.

Pathophysiology. 2017;24(4):229-41.

6. Tarr JM, Kaul K, Chopra M, Kohner EM, Chibber R. Pathophysiology of diabetic retinopathy. ISRN

Ophthalmol. 2013;2013:343560.

7. Lorenzi M. The polyol pathway as a mechanism for diabetic retinopathy: Attractive, elusive, and

resilient. Exp Diabetes Res. 2007;2007:61038.

8. Cen S, Hsu Y, Lin Y, Huang YC, Chen CJ, Lin WD, et al. Current concepts regarding developmental

mechanisms in diabetic retinopathy in Taiwan. Biomedicine. 2016; 6:1-8.

9. Ahsan H. Diabetic retinopathy-biomolecules and multiple pathophysiology. Diab Met Syndr: Clin Res

Rev. 2014.

10. Royle P, Mistry H, Auguste P, Shyangdan D, Freeman K, Lois N, et al. Pan-retinal photocoagulation

and other forms of laser treatment and drugs therapies for nonproliferative diabetic retinopathy: Systemic
review and economic evaluation. Health Technol Assess. 2015;19(51):v-xxviii, 1-247 11. Antonetti DA,

Klein R, Gardner TW. Mechanisms of disease diabetic retinopathy. NEJM. 2012;13:1227-39

Bab III

Laporan Kasus

1. Identitas Pasien :

- Nama Pasien : Ny. M. I. S

- Usia : 54 tahun

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Tempat tanggal lahir : Jakarta 7 Mei 1954

- Agama : Islam

- Status pernikahan : Menikah

- Status Pendidikan terakhir : SMEA

2. Keluhan Utama :

OS datang dengan keluhan utama dengan keluhan mata kanan buram sejak 2

bulan yang lalu.

3. Keluhan tambahan :

OS mengaku silau melihat cahaya terutama pada siang hari, mata berair , pusing

dan nyeri kepala.

4. Riwayat penyakit sekarang :

Os datang dengan keluhan mata kanan buram sejak 2 bulan lalu. Awalnya

melihat seperti ada bayangan hitam yang berjalan , kemudian mulai buram

secara perlahan. Os mengaku silau saat melihat cahaya matahari , dan sesekali

keluar air mata, pusing dan nyeri kepala. Os belum minum obat apapun hingga
saat ini. Os mengaku tidak memiliki Riwayat darah tinggi, namun memiliki

Riwayat diabetes yang telah diderita sejak 2 tahun terakhir. Pemeriksaan kadar

gula darah terakhir 223. Os tidak memiliki riwayat alergi obat apapun dan

sekarang hanya sedang mengkomsumsi obat gula darah.

5. Riwayat penyakit dahulu

Os memiliki penyakit Diabetes. Hipertensi atau tekanan darah tinggi disangkal.

6. Riwayat obat

Os belum meminum obat apapun untuk gejala mata yang dialami. Namun

sekarang dalam pengobatan diabetes militus.

7. Riwayat penyakit keluarga

Os mengatakan bahwa ayahnya menderita hipertensi

II. Pemeriksaan Fisik.

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos metis

TTV : suhu, tekanan darah , nadi , nafas : dalam batas normal

Visus : OD : 1/300 , OS : 6/6

Pemeriksaan fisik mata ODS :

Palpebra Tenang , tidak ada edema , tidak

hiperemi

Konjungtiva Tenang , tidak hiperemi .

Kornea Jernih

Bilik mata depan Kesan dalam ,

Iris Warna cokelat , bentuk bulat dan

regular
Pupil Bentuk : bulat regular

III. Pemeriksaan penunjang :

- Shiftlamp : didapatkan adanya neovaskularisasi retina

- Funduskopi : edema macula , proliferasi , eksudat keras

mendekati fovea

IV. Diagnosa kerja :

- Retinopati diabetic nonpoliferasi

V. Diagnose banding :

- Retinopati diabetic poliferasi

VI. Tatalaksana :

- Triamisolon asetonoid

- Rujuk spesialis mata untuk fotokoagulasi laser

VII. Edukasi

- Secepatnya konsultasi dokter spesialis mata

- kontrol gula darah teratur

Anda mungkin juga menyukai