Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF

Pembimbing:

dr. Agah Gadjali, Sp.M

dr. Gartati Ismail, Sp.M

dr. H. Hermansyah, Sp.M

dr. Henry A Wibowo, Sp.M

dr. Mustafa K Shahab, Sp.M

dr. Susan Sri Anggraeni, Sp.M

Disusun oleh:
Aswan Bagastoro 1102014045
Fitria Rizki 1102014108
Irene Novita 1102014133

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 8 APRIL – 11 MEI 2019

BAB I
PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu indera pada manusia yang berfungsi dalam penglihatan.
Lebih dari setengah reseptor sensorik yang ada dalam tubuh manusia terletak di mata.
Reseptor sensorik pada mata terdapat pada retina. Retina merupakan suatu struktur yang
sangat kompleks dan sangat terorganisasi, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan
informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus ke
korteks visual.1
Beberapa gangguan dapat terjadi pada retina, salah satunya adalah retinopati.
Retinopati adalah kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang. 2 Dalam makalah ini
akan dibahas beberapa macam retinopati yang sering terjadi, antara lain retinopati diabetes,
retinopati hipertensi dan retinopati prematuritas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 RETINA
2.1.1 ANATOMI RETINA
Retina adalah bagian mata yang sensitif terhadap cahaya yang terletak di segmen
posterior mata. Retina merupakan struktur yang terorganisasi memberikan informasi visual
ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual. Retina berkembang dari cawan
optikus eksterna yang mengalami invaginasi mulai dari akhir empat minggu usia janin
(Vaughan & Asbury’s general ophthalmology, 2007).

Bola mata orang dewasa memiliki diameter sekitar 22 mm - 24,2 mm (diameter


dari depan ke belakang). Bola mata anak ketika lahir berdiameter 16,5 mm kemudian
mencapai pertumbuhannya secara maksimal sampai umur 7-8 tahun. Dari ukuran tersebut,
retina menempati dua pertiga sampai tiga perempat bagian posterior dalam bola mata.
2
Total area retina 1.100 mm . Retina melapisi bagian posterior mata, dengan pengecualian
bagian nervus optikus, dan memanjang secara sirkumferensial anterior 360 derajat pada
ora serrate. Tebal retina rata-rata 250 µm, paling tebal pada area makula dengan ketebalan
400 µm, menipis pada fovea dengan ukuran 150 µm, dan lebih tipis lagi pada ora serrata
dengan ketebalan 80 µm (Vaughan & Asburry’s general ophthalmology, 2007).

Retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri oftalmika (cabang pertama dari arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan arteri siliaris (berjalan bersama nervus optikus). Arteri
siliaris memberikan vaskularisasi pada lapisan luar dan tengah, termasuk lapisan
pleksiform luar, lapisan fotoreseptor, lapisan inti luar, dan lapisan epitel pigmen.
Gambar 2.1. Anatomi Retina (Sumber: Netter, F., 2006)
2.1.2 HISTOLOGI RETINA
Permukaan luar retina berhubungan dengan koroid, sedangkan permukaan
dalamnya berhubungan dengan badan vitreous. Retina memiliki 10 lapisan, yang terdiri
dari (dari luar ke dalam):

1. epitel pigmen

2. batang dan kerucut

3. membran limitans eksterna

4. lapisan inti luar

5. lapisan pleksiform luar

6. lapisan inti dalam

7. lapisan pleksiform dalam

8. lapisan sel ganglion

9. lapisan serat saraf

10. membran limitans interna

( Mescher, A.L., 2010)

Gambar 2.2. Histologi Lapisan Retina


Sumber: ( Mescher, A.L., 2010)
2.1.3 FISIOLOGI RETINA
Retina merupakan suatu struktur yang kompleks. Retina berfungsi sebagai
fotoreseptor dengan tersusun oleh sel batang dan sel kerucut yang berfungsi untuk
menangkap cahaya dan mengubah rangsangan cahaya menjadi menjadi impuls saraf untuk
kemudian dilanjutkan ke saraf optik ke korteks visual. Fotoreseptor memiliki susunan
kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan
kerapatan sel batang meningkat di perifer. Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan
terluar retina sensorik yang avaskular dan merupkan tempat berlangsungnya reaksi kimia
yang menjadi awal proses penglihatan.3
Vaskularisasi retina terdiri atas arteri, kapiler, dan vena. Pada arteri terbagi menjadi
dua, yaitu arteri retina sentral dan retina arteriol. Arteri retina sentral merupakan memiliki
beberapa lapisan, yaitu lapisan intima, lapisan internal elastik lamina, lapisan medial, lapisan
adventisia. Retina arterior merupakan cabang dari arteri sentral. Kapiler retina memiliki otot
polos, sel endotel, basemant mebrant, dan perisit. Pembuluh darah vena pada retina terbagi
atas venula kecil, venula besar, dan vena.4

2.2 DEFINISI
Retinopati diabetic (DR, diabetic retinopathy) adalah penyakit mikrovaskular retina
akibat hiperglikemia kronik pada penderita diabetes mellitus (DM). Retinopati yang
disebabkan oleh diabetes dapat berupa aneurisma, pelebaran vena, perdarahan, dan eksudat
lemak. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab kebutaan di negara-negara Barat,
terutama individu produktif adalah(vaughan). Retinopati diabetic merupakan salah satu
penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di seluruh dunia, dan merupakan
penyebab utama kebutaan pada pasien berusia 20 – 64 tahun.

2.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi DR terus meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi DM di
seluruh dunia. Data WHO menunjukan bahwa pada tahun 2000, penderita DM di dunia
diperkirakan mencapai 171 juta orang, yang pada tahun 2030 dapat meningkat hingga 366
juta. Tahun 2002, diperkirakan 4.8 % dari 37 juta kebutaan global disebabkan oleh DR.
Gambar 2.3 : Epidemiologi Diabetes Retinopati di Dunia

Tabel 1. Durasi DM dan hubungannya dengan prevalensi DR


Durasi Prevalensi DR (%) Durasi Prevalensi
DR ( %)
<5 tahun Sangat rendah 11 – 13 tahun 23
5 – 10 tahun 27 13 – 16 tahun 44
DM DM
tipe I 10 – 20 tahun 71 – 90 tipe II 16 – 20 tahun 60
>20 tahun 95 ( 20 – 30%PDR)
20 – 30 tahun 77
>30 tahun 96

Pada DM tipe 1, risiko untuk mengalami retinopati diabetic adalah 90 %


dibandingkan dengan risiko sebesar 45,8 % pada DM tipe 2. Retinopati diabetic tipe
proliferative memiliki kemungkinan 4 kali lebih besar untuk terjadi pada tipe 1 dibandingkan
tipe 2. Pada pasien yang memiliki durasi DM kurang dari 5 tahun, DR didapatkan pada 40 %
pasien yang menggunakan insulin dan 24 % pada yang tidak. Angka ini meningkat menjadi
84 % dan 53 % pada durasi DM hingga 19 tahun.
Di Indonesia, belum terdapat data nasional mengenai prevalensi kebutaan akibat DR.
Dari laporan di antara para penderita DM di RS Cicendo, Bandung, ditemukan 19,1 % kasus
dengan non-proliferative diabetic retinopathy atau NPDR, dan 1,5 % dengan proliferative
diabetic retinopathy atau PDR. Program skrining DR pada penyandang DM di RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, menemukan prevalensi DR sebesar 24 %. Penelitian Urban Eye
Health Study pada populasi Jakarta melaporkan prevalensi DR sebesar 58,3 % pada subjek
yang tercatat sebagai penyandang DM.

2.4 ETIOLOGI
Faktor risiko utama terjadinya DR adalah ;
a) Durasi menderita diabetes, Lamanya mengalami diabetes merupakan faktor terkuat
kejadian retinopati. Pervalensi retinopati pada pasien diabetes tipe 1 setelah 10-15
tahun sejak diagnosis ditegakkan antara 20-50%, setelah 15 tahun menjadi 75-95%
dan mencapai 100% setelah 30 tahun. 3 pada diabetes tipe 2 prevalensi retinopati
sekita 20% sejak diagnosis ditegakkan dan meningkat menjadi 60-85% setelah 15
tahun.
b) Kontrol gula darah buruk / derajat hiperglikemia, Berdasarkan penelitian WSDR
ditemukan bahwa pada pasien diabetes dengan retinopati memiliki kadar gula darah
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terdiagnosis retinopati Sehingga
kadar gula darah yang tinggi berpengaruh terhadap kejadian retinopati diabetika.

c) Hipertensi, Hipertensi merupakan komorbid tersering pasien retinopati dengan


diabetes, 17% pasien retinopati diabetika tipe 1 memiliki hipertensi dan 25%
pasien menjadi memiliki hipertensi setelah 10 tahun terdiagnosis retinopati
14
diabetika. Hipertensi berperan dalam kegagalan autoregulasi vaskularisasi retina
yang akan memperparah patofisiologi terjadinya retinopati diabetika .
d) Peningkatan lemak darah (Hiperkolesterolemia), Dislipidemia mempunyai
peranan penting pada retinopati proliferatif dan makula. Dislipidemia berhubungan
dengan tebentuknya hard exudate pada penderita retinopati. Berdasarkan penelitian
WESDR, hard exudate lebih banyak terdapat pada pasien diabetes tanpa pengobatan
oral hypolipidemic
e) Rokok.
Faktor risiko lain adalah umur, tipe DM, gangguan factor pembekuan,
kehamilan, penyakit ginjal, dan kurang aktifnya kegiatan fisik. Sedangkan keadaan –
keadaan yang memperberat retinopati diabetes :
1. Pada diabetes juvenilis, yang insulin dependent dan kehamilan dapat
merangsang timbulnya perdarahan dan proliferasi
2. Arteriosklerosis dan proses menua, pembuluh – pembuluh darah memperburuk
prognosis.
3. Hiperlipoproteinemi, diduga mempercepat perjalanan dan progresifitas kelainan
dengan cara mempengaruhi arteriosclerosis dan kelainan hemobiologik.
4. Hipertensi arteri, Memperburuk prognosis terutama pada penderita usia tua.
5. Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang mendadak.

2.5 PATOGENESIS
Hiperglikemia kronik merupakan faktor utama terjadinya retinopati diabetika.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diabetes Control and Complication Trial

(DCCT) menunjukkan bahwa pasien yang mendapat terapi insulin dengan kadar HbA1c

dibawah 7% lebih jarang terjadi retinopati yang progresif dibandingkan dengan yang tidak

mendapat terapi insulin. Beberapa proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia dan

menimbulkan terjadinya retinopati diabetika antara lain :

 Aktivasi jalur poliol

Pada hiperglikemik terjadi peningkatan enzim aldose reduktase yang

meningkatan produksi sorbitol. Sorbitol adalah senyawa gula dan alkohol yang
tidak dapat melewati membran basalis sehingga tertimbun di sel dan menumpuk di
jaringan lensa, pembuluh darah dan optik. Penumpukan ini menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik yang menimbulkan gangguan morfologi dan
fungsional sel. Konsumsi NADPH selama peningkatan produksi sorbitol
menyebabkan penigkatan stress oksidatif yang akan mengubah aktivitas Na/K-
ATPase, gangguan metabolisme phopathydilinositol, peningkatan produksi
prostaglandin dan perubahan aktivitas protein kinase C isoform.

 Glikasi Nonenzimatik

Kadar glukosa yang berlebihan dalam darah akan berikatan dengan asam
amino bebas, serum atau protein menghasilkan Advanced gycosilation end product
(AGE).5 Interaksi antara AGE dan reseptornya menimbulkan inflamasi vaskular dan
reactive oxygen species(ROS) yang berhubungan dengan kejadian retinopati diabetika
proliferatif.

 Dialsilgliserol dan aktivasi protein C

Protein kinase C diaktifkan oleh diasilglierol dan mengaktifkan VEGF yang


berfungsi dalam proliferasi pembuluh darah baru. 3 Pada hiperglikemik terjadi
peningkatan sintesis diasilgliserol yang merupakan regulator protein kinase C dari
glukosa.

Akibat perubahan – perubahan tersebut , terjadi kerusakan endotel pembuluh


darah. Perubahan vaskuler retina lain termasuk hilangnya perisit dan penebalan
membrane basal, yang menyebabkan lumen kapiler menyempit hingga tersumbat, dan
menyebabkan dekompensasi fungsi endotel yang sedianya berfungsi sebagai sawar
darah-retina internal atau inner blood-retinal barrier.
Sejumlah kelainan hematolgi dan biokimia lain yang berhubungan dengan
prevalensi dan tingkat keparahan DR adalah :

 Meningkatnya agregasi trombosit


 Meningkatnya agregasi eritrosit
 Kadar lemak darah abnormal
 Gangguan fibrinolysis
 Kadar abnormal berbagai hormone pertumbuhan (growth factors),
terutama factor pertumbuhan endotel vascular (VEGF, vascular
endothelial growth factor)
 Kelainan pada serum dan viskositas darah secara keseluruhan.

Sebagai akibat oklusi kapiler , terjadi iskemia retina yang merangsang


neovaskularisasi retina patologik, yang dimediasi oleh factor – factor angiogenik seperti
VEGF. Dengan timbulnya neovaskularisasi, maka terjadi perkembangan penyakit ke bentuk
proliferative. Neovaskularisasi adalah tanda utama dari PDR. PDR dapat menimbulkan
komplikasi perdarahan vitreus, distorsi atau ablasio retina traksional, dan glaucoma
neovascular.

2.6 PATOFISIOLOGI
Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetika terletak pada kapiler retina.
Dinding kapiler terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis
dan sel endotel, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1 : 1. Sel
perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktibilitas,
mempertahankan fungsi barier, transportasi kapiler dan proliferasi sel endotel; membrana
basalis berfungsi untuk mempertahankan permeabilitas; sel endotel bersama dengan matriks
ekstra sel dari membrana basalis membentuk pertahanan yang bersifat elektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul termasuk fluoroscein yang digunakan untuk diagnosis
kapiler retina. Perubahan histopatologi pada retinopati diabetika dimulai dari penebalan
membrana basalis, dilanjutkan dengan hilangnya sel perisit dan meningkatnya proliferasi sel
endotel, sehimgga perbandingan sel endotel dan sel perisit menjadi 10 : 1,7.
Retinopati merupakan gejala diabetes mellitus utama pada mata, dimana ditemukan
pada retina :
1. Mikroaneurisma, yaitu penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama
polus posterior. Kadang-kadang pembuluh darah ini demikian kecil sehingga tidak
terlihat dan dapat terlihat dengan bantuan angiografi fluoresein. Mikroaneurisma
merupakan kelainan diabetes melitus dini pada mata. Hal ini terbenbentuk akibat
hilangnya fungsi perisit. Mikroaneurisma ini dapat pecah dan menyebabkan
kebocoran pembuluh darah ke jaringan retina di sekitarnya.
Gambar 1. Mikroaneurisma

2. Perdarahan retina, dapat berupa titik, garis, maupun bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior. Kelainan ini dapat digunakan
sebagai prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis
yang lebih buruk dibanding yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan

permeabilitas pada mikroaneurisma, atau karena pecahnya kapiler.


Gambar Gambar 2. Perdarahan Retina Dot, Blot, dan Flame
Shaped

3. Dilatasi pembuluh darah vena dengan lumen ireguler dan berkelok-kelok.


Biasanya pembuluh darah tidak menyebabkan perdarahan. Hal ini terjadi akibat
kelainan sirkulasi dan kadang disertai dengan kelainan endotel dan eksudasi
plasma.
4. Hard exudate, merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu ireguler, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar
dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Pada mulanya tampak pada gambaran angiografi fluorescein sebagai kebocoran
fluorescein di luar pembuluh darah. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan –
bahan lipid dan banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.
Gambar 3. Hard Eksudat
5. Soft exudate, yang sering disebut cotton wool patches yang merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi daerah non
irigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
6. Pembuluh darah baru pada retina, biasanya terletak di permukaan jaringan.
Neovaskularisasi yang terjadi akibat proliferasi sel endotel akan tumbuh berkelok-
kelok dengan bentuk ireguler. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada
retinopati diabetes. Mula – mula terletak di dalam jaringan retina, kemudian
berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada
daerah – daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid
(preretinal), maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal dari suatu
neovaskularisasi biasanya diikuti proliferasi jaringan ganglia dan perdarahan
7. Edema retina, dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajan penglihatan pasien.
8. Hiperlipidemia, suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang
bila diberikan pengobatan.

2.7 KLASIFIKASI
 Klasifikasi Retinopati Diabetes berdasar ETDRS
Klasifikasi Tanda pada pemeriksaan mata
Derajat 1 Tidak terdapat retinopati DM
Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma
Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat
ringan – sedang yang ditandai oleh
mikroaneurisma dan satu atau lebih
tanda :
 Venous loops
 Perdarahan
 Hard exudates
 Soft exudates
 Intraretinal microvascular
abnormalities
 Venous beading
Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatid derajat
sedang – berat yang ditandai oleh :
 Perdarahan derajat sedang – berat
 Mikroaneurisma
 IRMA
Derajat 5 Retinopati DM proliferative yang
ditandai oleh neovaskularisasi dan
perdarahan vitreus.

A. Retinopati Diabetik Proliferatif


Retinopati diabetes proliferatif menyebabkan kebutaan kepada 50% penderita
setelah 5 tahun. Retinopati diabetika proliferatif ditandai dengan terbentuknya
pembuluh darah baru (Neovaskularisasi). Gejala umumnya merupakan penurunan
tajam penglihatan secara perlahan. Kelainan ini merupakan komplikasi mata yang
paling parah pada diabetes melitus. Iskemia retina yang progresif akan merangsang
pembentukan pembuluh darah baruyang menyebabkan kebocoran protein serum dan
fluoresens dalam jumlah besar.
Gambar 5. Retinopati Diabetes Proliferatif3

Retinopati diabetes proliferatif diawali dengan kehadiran pembuluh-pembuluh


baru pada diskus optikus (NVD) atau di bagian retina manapun (NVE). Pembuluh-
pembuluh baru yang rapuh berproliferasi ke permukaan posterior vitreus dan akan
menimbul saat vitreus mulai berkontraksi menjauhi retina. Kontraksi tersebut dapat
menyebabkan perdarahan vitreus yang masif dan penurunan penglihatan mendadak. 3,4
Jaringan neovaskularisasi dapat menyebabkan traksi vitreoretina yang dapat
menyebakan ablatio retina progresif atau ablatio retina regmentosa.3
RPD dapat dibagi lagi menjadi ;

a) Early PDR, Ditandai adanya neovaskularisasi pada papil nervus optic atau daerah
lain di retina tetapi tidak memenuhi kriteria high risk.
b) High Risk PDR, bila memenuhi 1 kriteria berikut ;
 NVD mild disertai perdarahan vitreus
 NVD moderate – severe (1/4 – 1/3 area diskus) dengan atau tanpa
perdarahan vitreus
 NVE moderate ( ½ area diskus) dengan perdarahan vitreus.
Atau ditemukan 3 dari 4 faktor risiko berikut :
 pembuluh darah baru
 pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus
 moderat-severe extent of new vessel
 Perdarahan vitreus atau pre-retina
c) Advance PDR, berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular seperti infark
miokardium, kejadian cerebrovascular, nefropati diabetic, amputasi dan kematian.

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap
adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan dua gambaran
yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan:
a) Mikroaneurisma
b) Perdarahan retina
c) Eksudate
d) Neovaskularisasi retina
e) Jaringan proliferasi di retina atau badan kaca
Pengobatan dengan mengontrol diabetes melitus baik dengan pengaturan diet
maupun pemberian obat-obatan yang sesuai.

2.8 TATALAKSANA

Tatalaksana utama pasien DR adalah dengan mengontrol factor risiko, yaitu dengan
cara mengatur kadar glukosa darah, tekanan darah, kadar lemak darah, dan menghindari
rokok. Pemeriksaan awal pada mata (skrining DR) merupakan langkah yang sangat
penting, dan perlu diikuti dengan pemeriksaan berkala, sesuai dengan keadaan klinis yang
ditemukan.
Tabel 2. Rekomendasi jadwal pemeriksaan mata untuk pasien dengan diabetes mellitus

Tipe Diabetes Rekomendasi pemeriksaan mata Rekomendasi pemeriksaan


inisial tindak lanjut
Tipe I 3 – 5 tahun setelah diagnosis Tiap tahun
DM
Tipe II Saat diagnosis Tiap tahun
Sebelum kehamilan Sebelum konsepsi dan pada awal Tidak ada retinopati, hingga mild
( tipe 1 atau tipe 2) trimester pertama atau moderate NPDR: tiap 3 –
12 bulan Severe NPDR atau
lebih buruk: tiap 1 – 3 bulan
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology [ebook]. 17 th Ed.
USA: The McGrawHill Company; 2007.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011.
3. Fletcher EC, Chong V, Shetlar D. Retina. Dalam: Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum
Vaughan dan Asbury ed. 17. Jakarta: EGC. 2007; 185-93
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach [ebook]. 7 th ed.
USA: Saunders Elsevier. 2011
5. Joanna M. Tarr, Kirti Kaul, Mohit Chopra, et all. Review Article : Pathophysiology of
Diabetic Retinopathy. Hindawi Publishing Corporation;2013
6. Sitorus R S, Sitompul R, et all. Buku Ajar Ophtalmology. Edisi 1. Jakarta: Badan
penerbit FK UI; 2017
7. American Academy of Ophtalmology. Diabetic Retinopathy. 2017
8.

Anda mungkin juga menyukai