Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Proliferative
Diabetic Retinopathy” tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada
Rasulullah, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Mata di RS Bhayangkara TK. I Raden Said Sukanto. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas
bimbingan yang telah diberikan selama pembuatan referat ini kepada dr. Agah Gadjali, Sp.M; dr. Gartati
Ismail, Sp.M; dr. Henry A. Wibowo. Sp.M; dr. H. Hermansyah, Sp.M; dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M
dan dr. Susan Sri Anggraeni, Sp.M.
Dalam menyelesaikan penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa tidak luput dari kesalahan
dan kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis memohon maaf atas
segala kekhilafan, serta dengan tangan terbuka mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
referat ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya,
serta semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, April 2019

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu indera pada manusia yang berfungsi dalam penglihatan.
Lebih dari setengah reseptor sensorik yang ada dalam tubuh manusia terletak di mata. Reseptor
sensorik pada mata terdapat pada retina. Retina merupakan suatu struktur yang sangat
kompleks dan sangat terorganisasi, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi
penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks
visual.1
Beberapa gangguan dapat terjadi pada retina, salah satunya adalah retinopati.
2
Retinopati adalah kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang. Dalam makalah ini
akan dibahas beberapa macam retinopati yang sering terjadi, antara lain retinopati diabetes.
Data WHO menunjukan bahwa pada tahun 2000, penderita DM di dunia diperkirakan
mencapai 171 juta orang, yang pada tahun 2030 dapat meningkat hingga 366 juta. Tahun 2002,
diperkirakan 4.8 % dari 37 juta kebutaan global disebabkan oleh DR.6
Penderita DM dapat mengalami berbagai macam komplikasi akibat kelainan vaskular.
Retinopati diabetik terbagi menjadi beberapa stadium, yaitu non proliferatif dan proliferatif,
dimana pada pembahasan referat ini lebih membahas ke Proliferative Diabetic Retinopathy
(PDR) yang merupakan stadium lanjutan dari NPDR yang ditandai dengan ditandai oleh
neovaskularisasi dan perdarahan vitreus.4
Gejala yang dapat ditimbulkan oleh diabetik retinopati yang dapat dilihat pada
pemeriksaan berupa mikroaneurisma, hard dan soft exudate, dilatasi pembuluh darah, dan
neovaskuarisasi. 2,4
Cara untuk mendeteksi dini dari diabetik retinopati bisa dengan skrining dan
pencegahan dari faktro risiko nya lalu bisa melakukan pemeriksaan penunjang berupa Optical
Coherence Tomography (OCT) dan Fluorescin Angiography (FA), dari pemeriksaan
penunjang bisa melakukan untuk tatalaksana selanjutnya yaitu dengan fotokoagulasi, injeksi
vitreal anti-VEGF dan vitrektomi, yang akan lebih lanjut dibahas pada referat. 4,7

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 RETINA
2.1.1 ANATOMI RETINA
Retina adalah bagian mata yang sensitif terhadap cahaya yang terletak di segmen
posterior mata. Retina merupakan struktur yang terorganisasi memberikan informasi visual
ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual. Retina berkembang dari cawan
optikus eksterna yang mengalami invaginasi mulai dari akhir empat minggu usia janin
(Vaughan & Asbury’s general ophthalmology, 2011).

Bola mata orang dewasa memiliki diameter sekitar 22 mm - 24,2 mm (diameter dari
depan ke belakang). Bola mata anak ketika lahir berdiameter 16,5 mm kemudian mencapai
pertumbuhannya secara maksimal sampai umur 7-8 tahun. Dari ukuran tersebut, retina
menempati dua pertiga sampai tiga perempat bagian posterior dalam bola mata. Total area
retina 1.100 mm2. Retina melapisi bagian posterior mata, dengan pengecualian bagian
nervus optikus, dan memanjang secara sirkumferensial anterior 360 derajat pada ora serrate.
Tebal retina rata-rata 250 µm, paling tebal pada area makula dengan ketebalan 400 µm,
menipis pada fovea dengan ukuran 150 µm, dan lebih tipis lagi pada ora serrata dengan
ketebalan 80 µm (Vaughan & Asburry’s general ophthalmology, 2011).

Retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri oftalmika (cabang pertama dari arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan arteri siliaris (berjalan bersama nervus optikus). Arteri
siliaris memberikan vaskularisasi pada lapisan luar dan tengah, termasuk lapisan pleksiform
luar, lapisan fotoreseptor, lapisan inti luar, dan lapisan epitel pigmen.

Gambar 2.1. Anatomi Retina


Sumber: Netter, F., 2006

3
2.1.2 HISTOLOGI RETINA
Permukaan luar retina berhubungan dengan koroid, sedangkan permukaan dalamnya
berhubungan dengan badan vitreous. Retina memiliki 10 lapisan, yang terdiri dari (dari luar
ke dalam):

1. epitel pigmen
2. batang dan kerucut
3. membran limitans eksterna
4. lapisan inti luar
5. lapisan pleksiform luar
6. lapisan inti dalam
7. lapisan pleksiform dalam
8. lapisan sel ganglio
9. lapisan serat saraf
10. membran limitans interna
( Mescher, A.L., 2010)

Gambar 2.2. Histologi Lapisan Retina


Sumber: ( Mescher, A.L., 2010)

4
2.1.3 FISIOLOGI RETINA
Retina merupakan suatu struktur yang kompleks. Retina berfungsi sebagai fotoreseptor
dengan tersusun oleh sel batang dan sel kerucut yang berfungsi untuk menangkap cahaya dan
mengubah rangsangan cahaya menjadi menjadi impuls saraf untuk kemudian dilanjutkan ke
saraf optik ke korteks visual. Fotoreseptor memiliki susunan kerapatan sel kerucut meningkat
di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang meningkat di
perifer. Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avaskular dan merupkan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang menjadi awal proses
penglihatan.3
Vaskularisasi retina terdiri atas arteri, kapiler, dan vena. Pada arteri terbagi menjadi dua,
yaitu arteri retina sentral dan retina arteriol. Arteri retina sentral merupakan memiliki beberapa
lapisan, yaitu lapisan intima, lapisan internal elastik lamina, lapisan medial, lapisan adventisia.
Retina arterior merupakan cabang dari arteri sentral. Kapiler retina memiliki otot polos, sel
endotel, basemant mebrant, dan perisit. Pembuluh darah vena pada retina terbagi atas venula
kecil, venula besar, dan vena.4

2.2 DEFINISI
Retinopati diabetic (DR, diabetic retinopathy) adalah Retinopati yang disebabkan oleh
diabetes dapat berupa aneurisma, pelebaran vena, perdarahan, dan eksudat lemak. Penyakit ini
merupakan salah satu penyebab kebutaan di negara-negara Barat, terutama individu produktif
adalah (Vaughan & Asbury’s general ophthalmology, 2011). Retinopati diabetic merupakan
salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di seluruh dunia, dan
merupakan penyebab utama kebutaan pada pasien berusia 20 – 64 tahun.6

2.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi DR terus meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi DM di seluruh
dunia. Data WHO menunjukan bahwa pada tahun 2000, penderita DM di dunia diperkirakan
mencapai 171 juta orang, yang pada tahun 2030 dapat meningkat hingga 366 juta. Tahun 2002,
diperkirakan 4.8 % dari 37 juta kebutaan global disebabkan oleh DR.6

5
Gambar 2.3 : Epidemiologi Diabetes Retinopati di Dunia
Sumber : (Harrison’s Principle of Internal Medicine, 17th Editions)

Tabel 1. Durasi DM dan hubungannya dengan prevalensi DR


Durasi Prevalensi DR (%) Durasi Prevalensi
DR ( %)
<5 tahun Sangat rendah 11 – 13 tahun 23
5 – 10 tahun 27 13 – 16 tahun 44
DM DM
tipe I 10 – 20 tahun 71 – 90 tipe II 16 – 20 tahun 60
>20 tahun 95 ( 20 – 30%PDR)
20 – 30 tahun 77
>30 tahun 96
(Buku Ajar Ophtalmology Edisi 1,2017)

Pada DM tipe 1, risiko untuk mengalami retinopati diabetic adalah 90 % dibandingkan


dengan risiko sebesar 45,8 % pada DM tipe 2. Retinopati diabetic tipe proliferative memiliki
kemungkinan 4 kali lebih besar untuk terjadi pada tipe 1 dibandingkan tipe 2. Pada pasien yang
memiliki durasi DM kurang dari 5 tahun, DR didapatkan pada 40 % pasien yang menggunakan
insulin dan 24 % pada yang tidak. Angka ini meningkat menjadi 84 % dan 53 % pada durasi
DM hingga 19 tahun.6
Di Indonesia, belum terdapat data nasional mengenai prevalensi kebutaan akibat DR.
Dari laporan di antara para penderita DM di RS Cicendo, Bandung, ditemukan 19,1 % kasus

6
dengan non-proliferative diabetic retinopathy atau NPDR, dan 1,5 % dengan proliferative
diabetic retinopathy atau PDR. Program skrining DR pada penyandang DM di RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, menemukan prevalensi DR sebesar 24 %. Penelitian Urban Eye
Health Study pada populasi Jakarta melaporkan prevalensi DR sebesar 58,3 % pada subjek
yang tercatat sebagai penyandang DM.6

2.4 ETIOLOGI
Faktor risiko utama terjadinya DR adalah ;
a) Durasi menderita diabetes, Lamanya mengalami diabetes merupakan faktor terkuat
kejadian retinopati. Pervalensi retinopati pada pasien diabetes tipe 1 setelah 10-15
tahun sejak diagnosis ditegakkan antara 20-50%, setelah 15 tahun menjadi 75-95% dan
mencapai 100% setelah 30 tahun.3 pada diabetes tipe 2 prevalensi retinopati sekita 20%
sejak diagnosis ditegakkan dan meningkat menjadi 60-85% setelah 15 tahun. 6
b) Kontrol gula darah buruk / derajat hiperglikemia, Berdasarkan penelitian WSDR
ditemukan bahwa pada pasien diabetes dengan retinopati memiliki kadar gula darah
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terdiagnosis retinopati Sehingga
kadar gula darah yang tinggi berpengaruh terhadap kejadian retinopati diabetika. 6
c)
Hipertensi, Hipertensi merupakan komorbid tersering pasien retinopati dengan
diabetes, 17% pasien retinopati diabetika tipe 1 memiliki hipertensi dan 25% pasien

menjadi memiliki hipertensi setelah 10 tahun terdiagnosis retinopati diabetika.14

Hipertensi berperan dalam kegagalan autoregulasi vaskularisasi retina yang akan


memperparah patofisiologi terjadinya retinopati diabetika . 6
d) Peningkatan lemak darah (Hiperkolesterolemia), Dislipidemia mempunyai
peranan penting pada retinopati proliferatif dan makula. Dislipidemia berhubungan
dengan tebentuknya hard exudate pada penderita retinopati. Berdasarkan penelitian
WESDR, hard exudate lebih banyak terdapat pada pasien diabetes tanpa pengobatan
oral hypolipidemic.6
e) Rokok.
Faktor risiko lain adalah umur, tipe DM, gangguan factor pembekuan,
kehamilan, penyakit ginjal, dan kurang aktifnya kegiatan fisik. 6 Sedangkan keadaan –
keadaan yang memperberat retinopati diabetes :
1. Pada diabetes juvenilis, yang insulin dependent dan kehamilan dapat merangsang
timbulnya perdarahan dan proliferasi6

7
2. Arteriosklerosis dan proses menua, pembuluh – pembuluh darah memperburuk
prognosis. 6
3. Hiperlipoproteinemi, diduga mempercepat perjalanan dan progresifitas kelainan
dengan cara mempengaruhi arteriosclerosis dan kelainan hemobiologik. 6
4. Hipertensi arteri, Memperburuk prognosis terutama pada penderita usia tua. 6
5. Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang mendadak.
6

2.5 PATOGENESIS
Hiperglikemia kronik merupakan faktor utama terjadinya retinopati diabetika.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diabetes Control and Complication Trial

(DCCT) menunjukkan bahwa pasien yang mendapat terapi insulin dengan kadar HbA1c

dibawah 7% lebih jarang terjadi retinopati yang progresif dibandingkan dengan yang tidak

mendapat terapi insulin.3 Beberapa proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia dan

menimbulkan terjadinya retinopati diabetika antara lain 2,4 :

 Aktivasi jalur poliol

Pada hiperglikemik terjadi peningkatan enzim aldose reduktase yang


meningkatan produksi sorbitol. Sorbitol adalah senyawa gula dan alkohol yang tidak
dapat melewati membran basalis sehingga tertimbun di sel dan menumpuk di
jaringan lensa, pembuluh darah dan optik. Penumpukan ini menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik yang menimbulkan gangguan morfologi dan
fungsional sel. Konsumsi NADPH selama peningkatan produksi sorbitol
menyebabkan penigkatan stress oksidatif yang akan mengubah aktivitas Na/K-
ATPase, gangguan metabolisme phopathydilinositol, peningkatan produksi

prostaglandin dan perubahan aktivitas protein kinase C isoform. 2,4

 Glikasi Nonenzimatik

Kadar glukosa yang berlebihan dalam darah akan berikatan dengan asam
amino bebas, serum atau protein menghasilkan Advanced gycosilation end product
(AGE).5 Interaksi antara AGE dan reseptornya menimbulkan inflamasi vaskular dan

8
reactive oxygen species(ROS) yang berhubungan dengan kejadian retinopati diabetika

proliferatif. 2,4

 Dialsilgliserol dan aktivasi protein C

Protein kinase C diaktifkan oleh diasilglierol dan mengaktifkan VEGF yang


berfungsi dalam proliferasi pembuluh darah baru.3 Pada hiperglikemik terjadi
peningkatan sintesis diasilgliserol yang merupakan regulator protein kinase C dari

glukosa. 2,4

Akibat perubahan – perubahan tersebut , terjadi kerusakan endotel pembuluh


darah. Perubahan vaskuler retina lain termasuk hilangnya perisit dan penebalan
membrane basal, yang menyebabkan lumen kapiler menyempit hingga tersumbat, dan
menyebabkan dekompensasi fungsi endotel yang sedianya berfungsi sebagai sawar

darah-retina internal atau inner blood-retinal barrier. 2,4

Sejumlah kelainan hematolgi dan biokimia lain yang berhubungan dengan


prevalensi dan tingkat keparahan DR adalah :

 Meningkatnya agregasi trombosit


 Meningkatnya agregasi eritrosit
 Kadar lemak darah abnormal
 Gangguan fibrinolysis
 Kadar abnormal berbagai hormone pertumbuhan (growth factors),
terutama factor pertumbuhan endotel vascular (VEGF, vascular
endothelial growth factor)
 Kelainan pada serum dan viskositas darah secara keseluruhan.

Sebagai akibat oklusi kapiler , terjadi iskemia retina yang merangsang neovaskularisasi
retina patologik, yang dimediasi oleh factor – factor angiogenik seperti VEGF. Dengan
timbulnya neovaskularisasi, maka terjadi perkembangan penyakit ke bentuk proliferative.
Neovaskularisasi adalah tanda utama dari PDR. PDR dapat menimbulkan komplikasi

perdarahan vitreus, distorsi atau ablasio retina traksional, dan glaucoma neovascular. 2,4

9
2.6 PATOFISIOLOGI
Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetika terletak pada kapiler retina.
Dinding kapiler terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan
sel endotel, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1 : 1. 3 Sel
perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktibilitas,
mempertahankan fungsi barier, transportasi kapiler dan proliferasi sel endotel; membrana
basalis berfungsi untuk mempertahankan permeabilitas; sel endotel bersama dengan matriks
ekstra sel dari membrana basalis membentuk pertahanan yang bersifat elektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul termasuk fluoroscein yang digunakan untuk diagnosis
3
kapiler retina. Perubahan histopatologi pada retinopati diabetika dimulai dari penebalan
membrana basalis, dilanjutkan dengan hilangnya sel perisit dan meningkatnya proliferasi sel

endotel, sehimgga perbandingan sel endotel dan sel perisit menjadi 10 : 1,7. 2,4

Retinopati merupakan gejala diabetes mellitus utama pada mata, dimana ditemukan
pada retina :
1. Mikroaneurisma, yaitu penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama
polus posterior. Kadang-kadang pembuluh darah ini demikian kecil sehingga tidak
terlihat dan dapat terlihat dengan bantuan angiografi fluoresein. Mikroaneurisma
merupakan kelainan diabetes melitus dini pada mata. Hal ini terbenbentuk akibat
hilangnya fungsi perisit. Mikroaneurisma ini dapat pecah dan menyebabkan

kebocoran pembuluh darah ke jaringan retina di sekitarnya. 2,4

Gambar 1. Mikroaneurisma (Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology, 7th


Edition, 2011)

10
2. Perdarahan retina, dapat berupa titik, garis, maupun bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurismata di polus posterior. Kelainan ini dapat digunakan sebagai
prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih
buruk dibanding yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada

mikroaneurisma, atau karena pecahnya kapiler. 2,4

Gambar 2. Perdarahan Retina Dot, Blot, dan Flame Shaped (Kanski JJ, Bowling B.
Clinical ophthalmology, 7th Edition, 2011)

3. Dilatasi pembuluh darah vena dengan lumen ireguler dan berkelok-kelok.


Biasanya pembuluh darah tidak menyebabkan perdarahan. Hal ini terjadi akibat
kelainan sirkulasi dan kadang disertai dengan kelainan endotel dan eksudasi

plasma.2,4

4. Hard exudate, merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus


yaitu ireguler, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Pada
mulanya tampak pada gambaran angiografi fluorescein sebagai kebocoran
fluorescein di luar pembuluh darah. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan – bahan

lipid dan banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia. 2,4

11
Gambar 3. Hard Eksudat (Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology, 7th Edition,
2011)
5. Soft exudate, yang sering disebut cotton wool patches yang merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi daerah non irigasi

dan dihubungkan dengan iskemia retina. 2,4

6. Pembuluh darah baru pada retina, biasanya terletak di permukaan jaringan.


Neovaskularisasi yang terjadi akibat proliferasi sel endotel akan tumbuh berkelok-
kelok dengan bentuk ireguler. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada
retinopati diabetes. Mula – mula terletak di dalam jaringan retina, kemudian
berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada
daerah – daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid
(preretinal), maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal dari suatu

neovaskularisasi biasanya diikuti proliferasi jaringan ganglia dan perdarahan. 2,4

7. Edema retina, dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula

sehingga sangat mengganggu tajan penglihatan pasien. 2,4

8. Hiperlipidemia, suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang

bila diberikan pengobatan. 2,4

12
2.7 KLASIFIKASI
 Klasifikasi Retinopati Diabetes berdasar ETDRS
Klasifikasi Tanda pada pemeriksaan mata
Derajat 1 Tidak terdapat retinopati DM
Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma
Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat
ringan – sedang yang ditandai oleh
mikroaneurisma dan satu atau lebih
tanda :
 Venous loops
 Perdarahan
 Hard exudates
 Soft exudates
 Intraretinal microvascular
abnormalities
 Venous beading
Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatid
derajat sedang – berat yang ditandai
oleh :
 Perdarahan derajat sedang – berat
 Mikroaneurisma
 IRMA
Derajat 5 Retinopati DM proliferative yang
ditandai oleh neovaskularisasi dan
perdarahan vitreus.

Sumber : (Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology, 7th Edition, 2011)

Retinopati Diabetik Proliferatif


Retinopati diabetes proliferatif menyebabkan kebutaan kepada 50% penderita
setelah 5 tahun. Retinopati diabetika proliferatif ditandai dengan terbentuknya
pembuluh darah baru (Neovaskularisasi). Gejala umumnya merupakan penurunan

13
tajam penglihatan secara perlahan. Kelainan ini merupakan komplikasi mata yang
paling parah pada diabetes melitus. Iskemia retina yang progresif akan merangsang
pembentukan pembuluh darah baruyang menyebabkan kebocoran protein serum dan
fluoresens dalam jumlah besar.4

Gambar 5. Retinopati Diabetes Proliferatif (Kanski JJ, Bowling B. Clinical


ophthalmology, 7th Edition, 2011)

Retinopati diabetes proliferatif diawali dengan kehadiran pembuluh-pembuluh


baru pada diskus optikus (NVD) atau di bagian retina manapun (NVE). Pembuluh-
pembuluh baru yang rapuh berproliferasi ke permukaan posterior vitreus dan akan
menimbul saat vitreus mulai berkontraksi menjauhi retina. Kontraksi tersebut dapat
menyebabkan perdarahan vitreus yang masif dan penurunan penglihatan mendadak.3,4
Jaringan neovaskularisasi dapat menyebabkan traksi vitreoretina yang dapat
menyebakan ablatio retina progresif atau ablatio retina regmentosa.3
RPD dapat dibagi lagi menjadi ;

a) Early PDR, Ditandai adanya neovaskularisasi pada papil nervus optic atau daerah
lain di retina tetapi tidak memenuhi kriteria high risk. 4
b) High Risk PDR, bila memenuhi 1 kriteria berikut 4 ;
 NVD mild disertai perdarahan vitreus.
 NVD moderate – severe (1/4 – 1/3 area diskus) dengan atau tanpa
perdarahan vitreus.

14
 NVE moderate ( ½ area diskus) dengan perdarahan vitreus.
Atau ditemukan 3 dari 4 faktor risiko berikut :
 pembuluh darah baru. 
 pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus. 
 moderat-severe extent of new vessel. 
 Perdarahan vitreus atau pre-retina. 
c) Advance PDR, berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular seperti infark
miokardium, kejadian cerebrovascular, nefropati diabetic, amputasi dan kematian. 4
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap
adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan dua gambaran
yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi. 4
Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan2:
a) Mikroaneurisma
b) Perdarahan retina
c) Eksudate
d) Neovaskularisasi retina
e) Jaringan proliferasi di retina atau badan kacaPengobatan dengan
mengontrol diabetes melitus baik dengan pengaturan diet maupun
pemberian obat-obatan yang sesuai.3

Sumber : AAO,Ophtalmology, 2018.


15
TATALAKSANA

Tatalaksana utama pasien DR adalah dengan mengontrol faktor risiko, yaitu


dengan cara mengatur kadar glukosa darah, tekanan darah, kadar lemak darah, dan
menghindari rokok. Pemeriksaan awal pada mata (skrining DR) merupakan langkah yang
sangat penting, dan perlu diikuti dengan pemeriksaan berkala, sesuai dengan keadaan klinis
yang ditemukan.6
Tabel 2. Rekomendasi jadwal pemeriksaan mata untuk pasien dengan diabetes mellitus
Tipe Diabetes Rekomendasi pemeriksaan mata Rekomendasi pemeriksaan
inisial tindak lanjut
Tipe I 3 – 5 tahun setelah diagnosis Tiap tahun
DM
Tipe II Saat diagnosis Tiap tahun
Sebelum kehamilan ( Sebelum konsepsi dan pada awal Tidak ada retinopati, hingga mild
tipe 1 atau tipe 2) trimester pertama atau moderate NPDR: tiap 3 –
12 bulan Severe NPDR atau
lebih buruk: tiap 1 – 3 bulan
Sumber : (Buku Ajar Ophtalmology Edisi 1,2017)

Fotokoagulasi

Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi


retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan
kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinik yang dilakukan
oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa
pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya,
sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio
retina. 4
Indikasi dilakukan terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif,
edema macula dan neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior. Panretinal
photocoagulation tidak diindikasikan pada NPDR ringan dan sedang karena resiko
progressivitas sangat rendah. Pada pasien dengan NPDR berat terapi fotokoagulasi
perlu dievaluasi lebih lanjut. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu:4

16
a. Scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya
pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior
dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari
macula untuk menyusutkan neovaskular.
b. Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular
di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea.
Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema
macula.
c. Grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema
macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid
photocoagulation.

Gambar. Laser Fotokoagulasi (diambil dari google foto pada tanggal 28 April 2019 pukul
20.00 wib)

Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki
pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah
pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi

17
vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler,
avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana
dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin
yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan
dosis 0,05 mL.4,7

Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity)
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang
mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan
bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah
fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami
perbaikan.
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial
pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS
mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah
perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan
vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe
1 secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe
2.DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan
managemen konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang
sangat berat.4,7

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Optical coherence tomography (OCT), yang menggunakan cahaya untuk menghasilkan


bayangan cross-sectional dari retina. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan
retina dan ada atau tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan
vitreomakular. Tes ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema
makular diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis. 4

18
Gambar. Gambar NVD pada OCT (diambil dari
https://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/tutorials/diabetic-retinopathy-med-students/Pre-
opTesting.htm pada tanggal 27 April 2019 pukul 20.00 wib)

Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA), untuk melihat


adanya abnormalitas microvaskular. Merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak
terhingga nilainya dalam diagnosis dan manajemen retinopathy DM : 4
 Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang tidak
membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.

19
 Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma karena
mereka tampak hipofluoresen.
 Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap homogen yang
dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
 IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai pembuluh darah
yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas luar retina yang tidak mendapat
perfusi.

Gambar. Gambar FFA pada PDR (diambil dari


https://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/tutorials/diabetic-
retinopathy-med-students/Pre-opTesting.htm pada tanggal 27 April
2019 pukul 20.00 wib)

KOMPLIKASI
Bila tidak segera diobati, pembuluh darah baru yang tumbuh secara tidak normal di retina dapat
menyebabkan gangguan penglihatan yang serius, bahkan kebutaan. Beberapa komplikasi
retinopati diabetik yang mungkin terjadi, antara lain:1,5
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering. Neovaskularisasi
pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan
iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang
paling sering adalah retinopati diabetik.
20
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman
trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan
intra okuler.

3. Perdarahan vitreus rekuren


Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.Perdarahan vitreus
terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.

4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran
bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan
penglihatan menjadi kabur.

PROGNOSIS
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:1,3,4
 Faktor prognostik yang menguntungkan
 Eksudat yang sirkuler.
 Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.
 Perfusi sekitar fovea yang baik.
 Faktor prognostik yang tidak menguntungkan
 Edema yang difus / kebocoran yang multiple.
 Deposisi lipid pada fovea.
 Iskemia macular.
 Edema macular kistoid.
 Visus preoperatif kurang dari 20/200.
 Hipertensi.

21
BAB III
KESIMPULAN

Retinopati DM adalah penyakit mikrovaskular retina akibat hiperglikemia


kronik pada penderita diabetes mellitus (DM). Penegakan diagnosis retinopati
diabetik sedini mungkin perlu dilakukan melalui upaya skrining rutin pada pasien
DM. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis antara
lain pemeriksaan angiografi floresen dan Optical Coherence Tomography (OCT).
Terapi retinopathy DM mencakup perawatan medis untuk kontrol gula darah dan
terapi oftalmologi yang mencakup terapi bedah dan medikamentosa. Prognosis
ditentukan oleh faktor-faktor yang menguntungkan dan merugikan dalam perjalanan
penyakit ini serta tindakan yang dilakukan dalam intervensinya.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology [ebook]. 18th Ed.
USA: The McGrawHill Company; 2011.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011.
3. Fletcher EC, Chong V, Shetlar D. Retina. Dalam: Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum
Vaughan dan Asbury ed. 18. Jakarta: EGC. 2011; 185-93
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach [ebook]. 7th ed.
USA: Saunders Elsevier; 2011
5. Joanna M. Tarr, Kirti Kaul, Mohit Chopra, et all. Review Article : Pathophysiology of
Diabetic Retinopathy. Hindawi Publishing Corporation;2013
6. Sitorus R S, Sitompul R, et all. Buku Ajar Ophtalmology. Edisi 1. Jakarta: Badan
penerbit FK UI; 2017
7. American Academy of Ophtalmology. Diabetic Retinopathy; 2017

23

Anda mungkin juga menyukai