Anda di halaman 1dari 33

Manuscript

Analisa Faktor Risiko Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga dengan


Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

Chorunnisa Yaumal Akhir 1102014061


Fitria Rizki 1102014108
Laura Rahardini 1102014147
M. Fikri Satria Kamal 1102014162
Rifqi Akbar Hidayat 1102011235

PEMBIMBING:
DR. Kholis Ernawati, S.Si, M. Kes

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KOMUNITAS BAGIAN ILMU


KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI PERIODE 2 SEPTEMBER – 4 OKTOBER 2019
Hubungan Faktor Risiko Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga dengan
Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang

Choirunnisa Yaumal Akhir1, Fitria Rizki1, Laura Rahardini1, M. Fikri Satria


Kamal1, Rifqi Akbar Hidayat1, Kholis Ernawati2

1. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas YARSI


2. Dosen Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas YARSI

Abstrak

Pendahuluan: Data Kemenkes tahun 2013, prevalensi stunting di Pandeglang


sebanyak 46.775 jiwa atau sebanyak 38.57% (Kemenkes RI, 2013). Beberapa
faktor yang dapat menjadikan baduta stunting diantaranya faktor lingkungan rumah
(Vilcins et al, 2018).

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan total responden
sebanyak 87 dari hasil total sampling. Data di uji secara bivariat dengan
menggunakan Chi square serta Fisher dan multivariat dengan regresi logistik linier.

Hasil: Jumlah baduta stunting di desa langensari sebanyak 18 baduta (20,7%).


Sedangkan dari hasil uji chi square dan Fisher pada faktor lingkungan rumah dan
perilaku penghuni tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan (P value >
0,05).

Kesimpulan: Terdapat 18 dari 87 responden (20,7%) baduta yang mengalami


stunting. Sedangkan dari hasil analisis bivariat maupun multivariat tidak ada
hubungan yang signifikan antara faktor risiko lingkungan rumah dan perilaku
dengan didapatkan hasil nilai p value untuk setiap analisis baik bivariat maupun
multivariat yaitu p value > 0, 05. Hasil penelitian menunjukan bahwa:

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Faktor Risiko Lingkungan Rumah
dan Perilaku Keluarga dengan kejadian stunting pada baduta di Kecamatan Saketi
Kabupaten Pandeglang.
Kata kunci: Stunting, Lingkungan rumah sehat, Perilaku penghuni.

2
The Relationship Between Home Environmental Risk Factors and Family
Behavior with Stunting Events in Baduta in Langensari Village, Saketi
District, Pandeglang Regency

Choirunnisa Yaumal Akhir1, Fitria Rizki1, Laura Rahardini1, M. Fikri Satria


Kamal1, Rifqi Akbar Hidayat1, Kholis Ernawati2

1.YARSI University Public Health Science Division

2.YARSI University Public Health Science Division Lecturer

Abstract

Introduction: Ministry of Health data in 2013, the prevalence of stunting in


Pandeglang was 46,775 people or as much as 38.57% (Kemenkes RI, 2013). Some
of the factors that can make stunting baduta include home environmental factors
(Vilcins et al, 2018).

Method: This research is a cross sectional study with a total of 87 respondents from
the total sampling results. Data were tested bivariate using Chi square and fisher
then multivariate with linear logistic regression.

Results: The number of stunting baduta in langensari village was 18 baduta


(20.7%). While the results of the chi square and Fisher test on home environmental
factors and occupant behavior did not find a significant relationship (P value> 0.05).

Conclusion: There were 18 out of 87 respondents (20.7%) who were stunted. While
from the results of bivariate and multivariate analysis there was no significant
relationship between risk factors for the home environment and behavior with p
values obtained for each analysis both bivariate and multivariate namely p value>
0, 05. The results showed that:

There is no significant relationship between Risk Factors for Home Environment


and Family Behavior with the occurrence of stunting in baduta in Saketi District,
Pandeglang Regency.
Keywords: Stunting, Healthy home environment, Occupant behavior.

3
PENDAHULUAN
Stunting merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan ketidak
seimbangan laju pertumbuhan (panjang badan atau tinggi badan terhadap usia) pada
awal kehidupan. Diperkirakan sekitar 1 dari 4 anak dibawah usia 5 tahun
mengalami kegagalan untuk mencapai batas optimal pertumbuhan berdasarkan
standar pertumbuhan anak WHO (Vilcins et al, 2018).
Stunting sering tidak dikenali di masyarakat di mana perawakan pendek
sangat umum sehingga dianggap normal. Kesulitan dalam mengidentifikasi secara
visual anak-anak stunting dan kurangnya penilaian rutin pertumbuhan linear dalam
layanan perawatan kesehatan primer menjelaskan mengapa perlu waktu lama untuk
mengenali besarnya masalah yang tersembunyi ini. Namun, setelah bertahun-tahun
lalai, stunting sekarang diidentifikasi sebagai prioritas kesehatan global utama dan
fokus dari beberapa inisiatif tingkat tinggi seperti Peningkatan Nutrisi, Tantangan
Nol Kelaparan dan Badan Nutrisi untuk Puncak Pertumbuhan. Stunting juga
merupakan jantung dari enam target nutrisi global untuk 2025 yang diadopsi
Majelis Kesehatan Dunia pada 2012 (WHO 2012), dan telah diusulkan sebagai
indikator utama untuk agenda pembangunan pasca-2015. (de Onis dan Branca
2016)

Kejadian balita pendek atau stunting merupakan salah satu masalah gizi
yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017, sekitar 150,8 juta atau
sebanyak 22,2% balita di dunia mengalami stunting. Lebih dari setengah balita
stunting di dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%)
tinggal di Afrika. Berdasarkan data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan
World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara. Rata-rata prevalensi balita
stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%. Berdasarkan hasil PSG tahun
2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami
penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun prevalensi balita pendek
kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017 (Kemenkes RI, 2018).

4
Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional tahun 2018, di Jawa Barat terdapat 29,9% atau 2,7 juta balita yang terkena
stunting (BKKBN, 2018). Data Kemenkes tahun 2013, prevalensi stunting di
Pandeglang sebanyak 46.775 jiwa atau sebanyak 38.57% (Kemenkes RI, 2013).

Penelitian oleh Vilcins et al tahun 2018 menunjukkan bahwa lingkungan


merupakan salah satu faktor risiko yang berkaitan dengan kejadian stunting.
Penelitian tersebut juga menyebutkan pentingnya mempertimbangkan bagaimana
lingkungan mempengaruhi nutrisi (Vilcins et al, 2018).

Studi di Indonesia menemukan bahwa stunting pada anak terkait lingkungan


rumah mencakup stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat, sanitasi dan
pasokan air yang tidak memadai, kekurangan bahan pangan, kondisi rumah yang
ramai dan masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga memperoleh makanan
bergizi (Beal, 2017).

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh higiene dan sanitasi yang buruk
(misalnya diare dan kecacingan) dapat menganggu penyerapan nutrisi pada proses
pencernaan. Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi dapat menyebabkan berat
badan bayi turun. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan tidak
disertai dengan pemberian asupan yang cukup untuk proses penyembuhan maka
dapat mengakibatkan stunting (Kemenkes RI, 2018).

Rumah tangga yang memiliki sanitasi layak menurut Susenas adalah apabila
fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi
dengan jenis kloset leher angsa atau plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat
pembuangan akhir tinja tangki (septic tank) atau Sistem Pembuangan Air Limbah
(SPAL), dan merupakan fasilitas buang air besar yang digunakan sendiri atau
bersama (Susenas, 2017).

Cumming pada tahun 2016 menjelaskan bahwa peningkatan akses ke


program WASH (water, sanitation and hygiene) atau air, sanitasi, dan kebersihan
yang aman dan berkelanjutan dapat memberikan manfaat kesehatan dan non-
kesehatan yang diakui secara luas. Selain itu, bukti saat ini menunjukkan bahwa

5
program WASH juga dapat membawa hasil yang signifikan dalam menangani anak
kurang gizi. Baik itu oleh umumnya jalur yang lebih baik diselidiki dari paparan
patogen enterik, akses WASH yang buruk terkait erat dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Program WASH saja tidak akan menghilangkan stunting,
tetapi memiliki potensi untuk mempercepat kemajuan dalam menghilangkan
stunting sebagai komponen penting strategi yang komprehensif.

Heeren, Tyler, dan Mandeya pada tahun 2003 memberikan bukti dari Afrika
Selatan, salah satu pengguna utama pestisida di benua Afrika, bahwa terdapat
hubungan yang signifikan secara statistik antara cacat lahir dan pajanan ibu
terhadap beberapa jenis bahan kimia pertanian tertentu. Salah satu dari tiga jenis
paparan yang ditemukan berkorelasi signifikan dengan cacat lahir adalah
penggunaan wadah plastik yang sebelumnya digunakan untuk penyimpanan bahan
kimia pertanian tetapi kemudian digunakan untuk menyimpan air untuk keperluan
rumah tangga. Selain cacat lahir, paparan latar belakang pestisida di lingkungan
juga diketahui memiliki efek buruk pada perkembangan kognitif, neurologis, dan
perilaku anak-anak (Liu dan Schelar, 2012).

Penelitian oleh Paudel et al pada tahun 2012 menunjukkan bahwa paparan


terhadap pestisida merupakan salah satu faktor risiko dari kejadian stunting. Dalam
penelitian tersebut ditemukan bahwa paparan tehadap pestisida 3.51 kali lebih
tinggi pada anak dengan stunting dibandingkan dengan yang tidak stunting (Paudel
et al, 2012).

Menurut penelitian Mbuya pada tahun 2016, paparan kronis dari lingkungan
yang terkontaminasi menciptakan keadaan kehilangan nutrisi, malabsorpsi,
pencernaan yang buruk dan pemanfaatan nutrisi yang tidak efisien. Dalam konteks
infeksi berulang, kondisi usus yang buruk ini kemungkinan menjelaskan sebagian
besar yang belum terselesaikan stunting mempengaruhi satu dari setiap tiga anak di
negara berkembang.

Penentu tambahan yang tidak secara khusus tercantum dalam perilaku


keluarga terkait stunting pada anak dalam literatur di Indonesia terkait: indikator

6
ekonomi dalam keluarga, ayah dan ibu perokok, perawakan pendek ayah, dan Pola
asuh yang buruk serta Pendidikan pengasuh yang rendah (Beal, 2017).

Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa stunting masih


merupakan masalah belum terselesaikan di Indonesia. Serta faktor lingkungan
rumah dan perilaku keluarga memegang peranan penting dalam kejadian stunting.
Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko lingkungan
rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian stunting pada bayi dibawah dua tahun
(baduta) di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten.

METODE

Penelitian ini dilakukan di desa Langensari, kecamatan Saketi, provinsi


Banten dengan menilai ibu yang memiliki baduta dan kondisi lingkungan rumah.
Baduta akan diukur panjang badan dan berat badan menggunakan alat ukur statur
dan timbangan. Kemudian, baduta akan dikelompokan menjadi kelompok stunting
dan tidak stunting. Peneliti melakukan observasi lingkungan rumah untuk menilai
kondisi rumah. Peneliti melakukan wawancara untuk menilai pengetahuan dan
perilaku komunitas. Populasi penelitian ini berjumlah 87 responden. Responden
dipilih dengan menggunakan metode total sampling, dimana peneliti mengambil
sampel secara keseluruhan dari populasi penduduk di Desa Langensari Kecamatan
Saketi sebanyak 87 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusi untuk
sampel penelitian ini adalah ibu dengan bayi berusia 0-24 bulan, sedangkan kriteria
eksklusinya adalah sikap ibu yang tidak kooperatif dan ibu menolak untuk dijadikan
sampel. Sumber data yang peneliti gunakan merupakan data primer. Penelitian ini
dimulai pada tanggal 9 – 20 September 2019 di Desa Langensari Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang.

Variabel yang dinilai adalah faktor lingkungan rumah dan perilaku keluarga
yang terdiri dari merokok dan merokok dalam rumah, penggunaan pengusir
nyamuk, jenis dan adanya anggota keluarga yang berada didalam rumah pada saat
penggunaan pengusir nyamuk, penggunaan wadah plastik untuk makanan panas

7
dan frekuensi penggunaannya di Desa Langensari Kecamatan Saketi. Adapun
teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara
terpimpin menggunakan kuesioner yang telah disusun oleh peneliti, terdapat lembar
observasi rumah dan 5 butir pertanyaan yang di observasi oleh peneliti meliputi
komponen rumah, sanitasi rumah, dan perilaku penghuni untuk mengetahui faktor
lingkungan rumah. Terdapat 7 butir pertanyaan tertutup mengenai perilaku keluarga
terdiri dari merokok dan merokok dalam rumah, penggunaan pengusir nyamuk,
jenis dan adanya anggota keluarga di dalam rumah pada saat penggunaan pengusir
nyamuk serta penggunaan wadah plastik untuk makanan panas dan frekuensi
penggunaannya. Penilaian untuk faktor lingkungan rumah dinilai menggunakan
skoring, apabila jumlah skoring 1068-1200 dikatakan Rumah Sehat dan jika nilai
skoring <1068 dikatakan Rumah Tidak Sehat.

Penelitian ini merupakan suatu penelitian kuantitatif analitik dengan desain


penelitian cross-sectional. Dilakukan analisis univariat yaitu gambaran faktor
lingkungan rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian stunting di Desa
Langensari Kecamatan Saketi serta analisis bivariat untuk mengetahui hubungan
faktor lingkungan rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian stunting di Desa
Langensari Kecamatan Saketi, Pandeglang. Kemudian dilakukan analisis
multivariat untuk mengetahui hubungan beberapa variabel seperti faktor
lingkungan rumah dan perilaku keluarga yang terdiri dari merokok dan merokok
dalam rumah, penggunaan pengusir nyamuk, jenis dan adanya anggota keluarga
yang berada didalam rumah pada saat penggunaan pengusir nyamuk, penggunaan
wadah plastik untuk makanan panas dan frekuensi penggunaannya dengan kejadian
stunting pada baduta di Desa Langensari Kecamatan Saketi, Pandeglang.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS for Mac v.23. dengan uji
Chi Square dan Fisher untuk analisis bivariat dan uji Regression Binary logistic
untuk analisis multivariat dengan metode backward.

8
HASIL

Karakteristik Responden

Responden diambil pada 87 keluarga di daerah Kecamatan Saketi, Desa


Langensari. Karakteristik responden (Ibu) berdasarkan usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan, IMT dan karakteristik responden (Ayah) berdasarkan pendidikan,
pekerjaan, jumlah pendapatan. Karakteristik responden baduta berdasarkan jenis
kelamin, status gizi, dan status stunting pada penelitian ini dapat dilihat pada
(tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Responden (Ibu)

Karakteristik Jumlah (%)


Usia (tahun)
15-25 30 34,5
26-35 43 49,4
36-45 14 16,1
>46 0 0
Total 87 100.0
Pendidikan

Tidak Bersekolah 3 3,4


SD 26 29,9
SMP 28 32,2
SMA 22 25,3
Sarjana 8 9,2
Total 87 100.0
Pekerjaan
Bekerja 14 16,1
Tidak Bekerja 73 83,9
Total 87 100.0
IMT
Kurus 8 9,2
Normal 51 58,6
Gemuk 28 32,2
Total 87 100.0

9
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa umur terbanyak
ada pada rentang usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 43 responden (49,4%) diikuti
oleh rentang usia 15-25 tahun yaitu sebanyak 30 responden (34,5%). Tingkat
pendidikan responden terbanyak pada lulusan SMP yaitu sebanyak 28 responden
(32,2%) diikuti oleh lulusan SD yaitu sebanyak 26 responden (29,9%). Pada tabel
di bawah juga dapat diketahui bahwa pekerjaan terbanyak didominasi oleh ibu
rumah tangga atau tidak bekerja yaitu sejumlah 73 responden (83,9%), sedangkan
14 responden (16,1%) bekerja.

Tabel 2. Karakteristik Responden (Ayah)


Karakteristik Jumlah (%)
Pendidikan
Tidak Bersekolah 0 0
SD 27 31,4
SMP 22 25,6
SMA 29 33,7
SARJANA 8 9,3
Total 86 100.0
Pekerjaan
Bekerja 77 89,5
Tidak Bekerja 9 10,5
Total 86 100.0
Jumlah Pendapatan
Dalam Sebulan (UMR)
<UMR 65 74,7
>UMR 22 25,3
Total 87 100.0

Berdasarkan data pada (tabel 2) dapat disimpulkan tingkat pendidikan


responden (Ayah) terbanyak pada lulusan SMA yaitu sebanyak 29 responden
(33,7%) diikuti oleh lulusan SD yaitu sebanyak 27 responden (31,4%). Pada tabel
di bawah juga dapat diketahui bahwa Ayah bekerja sebanyak 77 responden (89,5%)
dan tidak bekerja sebanyak 9 responden (10,5%). Jumlah pendapatan keluarga
dalam sebulan yang terbanyak mendapat gaji kurang dari UMR sebanyak 65
responden (74,7%) dan yang lebih dari UMR sebanyak 22 responden (25,3%).

10
Tabel 3. Karakteristik Bayi Dua Tahun (Baduta)
Karakteristik Jumlah (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 45 51,7
Perempuan 42 48,3
Total 87 100.0
Status Gizi Baduta
Buruk 5 5,7
Kurang 4 4,6
Normal 76 87,4
Overweight 2 2,3
Total 87 100.0
Status Stunting Baduta
Stunting 18 20,7
Tidak Stunting 69 79,3
Total 87 100.0

Berdasarkan (tabel 3), karakteristik responden bayi dua tahun (baduta) pada
penelitian ini berdasarkan jenis kelamin mayoritas adalah laki-laki sejumlah 45
responden (51,7%) dan perempuan sejumlah 42 responden (48,3%). Status gizi
baduta berdasarkan berat badan dibagi tinggi badan per meter kuadrat yaitu
didapatkan terbanyak status gizi normal sebanyak 76 responden (87,4%), status gizi
buruk sebanyak 5 responden (5,7%), status gizi kurang sebanyak 4 responden
(4,6%) dan status gizi overweight sebanyak 2 responden (2,3%). Status Stunting
baduta berdasarkan kurva WHO panjang badan per usia yaitu didapatkan terbanyak
status stunting normal 67 responden (77%) dan baduta yang mengalami Stunting
sebanyak 18 responden (20,7%) dan yang tinggi sebanyak 2 responden (2,3%).

Analisis Univariat

Pada penelitian ini dilakukan analisis univariat terhadap sembilan variabel


berbeda yaitu faktor lingkungan rumah, perilaku keluarga terdiri dari merokok dan
merokok didalam rumah, penggunaan pengusir nyamuk, jenis bahan untuk
mengusir nyamuk, dan adanya anggota keluarga yang ada didalam rumah pada saat

11
penggunaan pengusir nyamuk, penggunaan wadah plastik untuk makanan panas
dan frekuensi penggunaannya, dapat dilihat pada (tabel 4).

Tabel 4. Distribusi Faktor Rumah Sehat pada Keluarga Baduta di Desa


Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Rumah Sehat Jumlah (%)
Rumah Tidak Sehat 84 96,6
Rumah Sehat 3 3,4
Total 87 100.0
Berdasarkan (tabel 4) dapat ditarik kesimpulan bahwa terbanyak rumah
baduta yang memiliki rumah yang tidak sehat sebanyak 84 rumah (96,6%).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Merokok dan Merokok di Dalam Rumah pada


Keluarga Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang

Merokok Jumlah (%)


Ada 66 75,9
Tidak Ada 21 24,1
Total 87 100.0
Merokok Dalam Rumah
Ya 47 54
Tidak 40 46
Total 87 100.0
Pada tabel 5 menggambarkan situasi keluarga baduta yang merokok dan
merokok didalam rumah. Keluarga baduta yang merokok sebanyak 66 responden
(75,9%) dan yang merokok di dalam rumah sebanyak 47 responden (54%).

Tabel 6. Distribusi Penggunaan Pengusir Nyamuk, Jenis Pengusir Nyamuk


Dan Keberadaan Anggota Keluarga di Dalam Ruangan pada Keluarga
Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang

Pengusir Nyamuk Jumlah (%)


Penggunaan Pengusir Nyamuk
Ya 44 50,6

12
Pengusir Nyamuk Jumlah (%)
Tidak 43 49,4
Total 87 100.0
Jenis Pengusir Nyamuk
Tidak Pakai 43 49,4
Bakar 35 40,2
Semprot 2 2,3
Elektrik 7 8
Total 155 100.0
Anggota Keluarga di Dalam Ruangan
Ya 35 40,2
Tidak 52 59,8
Total 87 100.0

Berdasarkan (tabel 6) dapat disimpulkan frekuensi terbanyak pada keluarga


baduta yang memakai pengusir nyamuk sebanyak 44 responden (50,6%), jenis
pengusir nyamuk yang terbanyak dipakai ialah obat nyamuk bakar 35 responden
(40,2%) dan yang terbanyak anggota keluarga tidak ada di dalam ruangan 52
responden (59,8%) dan yang berada didalam ruangan 35 responden (40,2%).

Tabel 7. Distribusi Penggunaan Wadah Plastik Untuk Makanan Panas dan


Frekuensi Penggunaanya pada Keluarga Baduta di Desa Langensari,
Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Penggunaan Wadah Plastik Jumlah (%)
Tidak Pakai 87 56.1
Sering 16 10.3
Kadang-Kadang 52 33.5
Total 155 100.0

Berdasarkan (tabel 7) dapat disimpulkan jumlah terbanyak pada keluarga


baduta yang tidak memakai wadah plastik untuk makanan panas sebanyak 87
responden (56,1%) dan yang memakai wadah plastic sebanyak 68 responden
(43,9%). Frekuensi penggunaan wadah plastik dengan jumlah terbanyak ialah tidak

13
pakai sebanyak 87 responden (56,1%), penggunaan kadang-kadang 52 responden
(33,5%) dan penggunaan sering sebanyak 16 responden (10,3%).

Tabel 8. Distribusi Status Stunting pada Baduta di Desa Langensari,


Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Stunting Jumlah (%)
Stunting 18 20,7
Tidak Stunting 69 79,3
Total 87 100.0
Berdasarkan (tabel 8) status stunting baduta di dapatkan jumlah terbanyak
yaitu status dengan baduta perawakan normal sebanyak 67 responden (77%) dan
yang mengalami stunting sebanyak 18 responden (20,7%) dan yang perawakan
tinggi sebanyak 2 responden (2,3%).

Analisis Bivariat

Hubungan antara Komponen Rumah Sehat dengan kejadian Stunting pada


Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 9. Hubungan Aspek Fisik Rumah Sehat dengan Kejadian Stunting pada
Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang

Status Stunting Nilai OR


Total
Stunting Tidak stunting P (95%CI)
Aspek Tidak 14 51 81
Fisik sehat (21,5%) (78,5%) (100%)
1,328
Rumah 4 18 6
Sehat 1 (0.145-
Sehat (18,2%) (83,3%) (100%) 12,139)
18 69 87
Total
(20,7%) (79,3%) (100%)
Pada analisis bivariat antara variabel aspek fisik rumah sehat dengan
kejadian stunting pada baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, mayoritasnya
berada pada kategori rumah tidak sehat dengan status perawakan normal yaitu
sebanyak 51 (78,5%) responden. Pada aspek fisik rumah yang tidak sehat dengan
kejadian stunting didapatkan 14 (21,5%) responden dan untuk aspek fisik rumah
sehat dengan kejadian stunting didapatkan 4 (18,2%) responden. Penelitian ini

14
menggunakan uji non-parametrik yaitu Fisher dengan hasil Asymp. Sig > 0,05 p =
(1); OR=1.328; 95%CI=0.145 – 12.139) yang menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan antara aspek fisik rumah sehat dengan kejadian stunting di desa
Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang.

Tabel 10. Hubungan Aspek Sanitasi Rumah dengan Kejadian Stunting pada
Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang

Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
(95%CI)
Stunting stunting
Aspek Tidak 17 64 81
Sanitasi Sehat (21,0%) (79%) (100%)
Sehat 1 5 6 1,328 (0.145-
1 12,139)
(16,7%) (83,3%) (100%)
Total 18 69 87
(20,7%) (79,3%) (100%)

Pada analisis bivariat antara variabel aspek sanitasi rumah dengan kejadian
stunting pada baduta di Kecamatan Saketi, mayoritasnya berada pada kategori
aspek sanitasi rumah tidak sehat dengan status perawakan normal yaitu sebanyak
64 (79%) responden. Pada aspek sanitasi rumah tidak sehat dengan kejadian
stunting didapatkan 17 (21,0%) responden dan untuk aspek sanitasi rumah sehat
dengan kejadian stunting didapatkan 1 (16,7%) responden. Penelitian ini
menggunakan uji non-parametrik yaitu Fisher dengan hasil Asymp. Sig > 0,05 p =
(1); OR=1,328; 95%CI=0.145 – 12,139) yang menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan antara aspek sanitasi rumah dengan kejadian stunting di Kecamatan
Saketi, Kabupaten Pandeglang.

15
Tabel 11. Hubungan Aspek Perilaku Penghuni Rumah dengan Kejadian
Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang

Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
(95%CI)
Stunting stunting
Aspek Tidak 15 65 80
perilaku Sehat (18,8%) (81,3%) (100%)
Sehat 3 4 7 0,308(0.062-
0,152 1,522)
(42,9%) (57,1%) (100%)
Total 18 69 87
(20,7%) (79,3%) (100%)

Pada analisis bivariat antara variabel komponen perilaku penghuni rumah


dengan kejadian stunting pada baduta di Kecamatan Saketi, mayoritasnya berada
pada kategori aspek perilaku pada rumah tidak sehat dengan status perawakan
normal yaitu sebanyak 65 (81,3%) responden. Pada aspek perilaku rumah tidak
sehat dengan kejadian stunting didapatkan 15 (18,8%) responden dan untuk aspek
perilaku di rumah sehat dengan kejadian stunting didapatkan 3 (42,9%) responden.
Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik yaitu Fisher dengan hasil Asymp.
Sig > 0,05 p = (0,152); OR=0,308; 95%CI=0.062 – 1,522) yang menunjukkan
bahwa tidak adanya hubungan antara aspek perilaku penghuni rumah dengan
kejadian stunting di Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang.

Tabel 12. Hubungan Rumah Sehat dengan Kejadian Stunting pada Baduta di
Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang

Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
Stunting (95%CI)
Stunting
1.824
Rumah Tidak 18 66 84
1,00 (1,138 –
Rumah Sehat (21,4%) (78,6%) (100%)
1,423)
Sehat
0 3 3
Rumah Sehat
(0,0%) (100%) (100%)

16
Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
Stunting (95%CI)
Stunting
Total 18 69 87

Pada analisis bivariat antara variabel rumah sehat dengan kejadian stunting
pada baduta di Kecamatan Saketi, mayoritasnya berada pada kategori rumah tidak
sehat dengan status perawakan normal yaitu sebanyak 66 (78,6%) responden. Pada
rumah tidak sehat dengan kejadian stunting didapatkan 18 (21,4%) responden dan
untuk rumah sehat dengan kejadian stunting didapatkan 0 (0,0%) responden.
Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik yaitu Fisher dengan hasil Asymp.
Sig > 0,05 p = (1,00); OR=1.824; 95%CI=1,138 – 1,423) yang menunjukkan bahwa
tidak adanya hubungan antara rumah sehat dengan kejadian stunting di Kecamatan
Saketi, Kabupaten Pandeglang.

Tabel 13. Hubungan Merokok dengan Kejadian Stunting pada Baduta di Desa
Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang

Status Stunting
Tidak Total Nilai P OR (95%CI)
Stunting
stunting

16 50 66 3,040 (0.638-
Ada
(24,2%) (75,8%) (100%) 0.218 14,496)
Merokok
Tidak 2 19 21
Ada (9,5%) (90,5%) (90,5%) 3,040 (0.638-
0.218
18 69 87 14,496)
Total
(20,7%) (79,3%) (100%)

Pada analisis bivariat antara variabel merokok dengan kejadian stunting


pada baduta di Kecamatan Saketi, mayoritasnya berada pada kategori adanya
keluarga baduta yang merokok dengan status perawakan normal yaitu sebanyak 50
(75,8%) responden. Pada keluarga yang merokok dengan kejadian stunting

17
didapatkan 16 (24,2%) responden dan untuk keluarga yang tidak merokok dengan
kejadian stunting didapatkan 2 (9,5%) responden. Penelitian ini menggunakan uji
non-parametrik yaitu Fisher dengan hasil Asymp. Sig > 0,05 P = (0,218);
OR=3,040; 95%CI(0.638-14,496) yang menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan antara merokok dengan kejadian stunting di Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang.

Tabel 14. Hubungan Merokok Dalam Rumah dengan Kejadian Stunting pada
Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang

Status Stunting
Tidak Total Nilai p OR (95%CI)
Stunting
stunting
11 36 47
Merokok Ya
(23,4%) (76,6%) (100%)
dalam
7 33 40 1,440 (0.500-
Rumah Tidak
(17,5%) (82,5%) (100%) 0,680 4,153)
18 69 87
Total
(20,7%) (79,3) (100%)

Pada analisis bivariat antara variabel merokok dalam rumah dengan


kejadian stunting pada baduta di Kecamatan Saketi, mayoritasnya berada pada
kategori adanya keluarga baduta yang merokok dalam rumah dengan status
perawakan normal yaitu sebanyak 36 (76,6%) responden. Pada keluarga yang
merokok dalam rumah dengan kejadian stunting didapatkan 11 (23,4%) responden
dan untuk keluarga yang tidak merokok dalam rumah dengan kejadian stunting
didapatkan 7 (17,5%) responden. Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik
yaitu Chi Square dengan hasil Asymp. Sig > 0,05 p=(0,680); OR=1.440;
95%CI(0.500 – 4.153) yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara
merokok dalam rumah dengan kejadian stunting di Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang.

18
Tabel 15. Hubungan Penggunaan Bahan Insektisida Pengusir Nyamuk dengan
Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang

Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
Stunting (95%CI)
stunting
Penggunaan 10 35 45
Ya
Insektisida (22,2%) (77,8%) (100%)
pengusir 8 34 42
Tidak 0,920 1,214 (0.428-
nyamuk (19,0%) (81,0%) (100%)
18 69 87 3,445)
Total
(20,7%) (79,3%) (100%)

Pada analisis bivariat antara variabel penggunaan bahan insektisida


pengusir nyamuk dengan kejadian stunting pada baduta di Kecamatan Saketi,
mayoritasnya berada pada kategori menggunakan bahan insektisida pengusir
nyamuk dengan status perawakan normal yaitu sebanyak 35 (77,8%) responden.
Pada keluarga yang menggunakan bahan insektisida pengusir nyamuk dengan
kejadian stunting didapatkan 10 (22,2%) responden dan untuk keluarga yang tidak
menggunakan pengusir nyamuk dengan kejadian stunting didapatkan 8 (19,0%)
responden. Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik yaitu Chi Square
dengan hasil Asymp. Sig < 0,05 p = (0,920); OR 95%CI= 1.214 (0.428 – 3.445)
yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara penggunaan bahan
insektisida pengusir nyamuk dengan kejadian stunting di Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang.

19
Tabel 16. Hubungan Jenis Bahan Insektisida Pengusir Nyamuk dengan
Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang

Status Stunting
Tidak Total Nilai P
Stunting
stunting
8 27 35
Bakar
(22,9%) (77,1%) (100%)
Jenis Bahan 0 2 2
Semprot
Insektisida (0%) (100%) (100%)
Pengusir 2 5 7
Elektrik 0,801
Nyamuk (28,6%) (71,4%) (100%)
8 35 43
Tidak Pakai
(18,6%) (81,4%) (100%)
18 69 87
Total
(20,7%) (79,3) (100%)

Berdasarkan hasil bivariat antar jenis bahan insektisida pengusir nyamuk


dengan kejadian stunting di Kecamatan Saketi didapatkan hasil dengan jumlah
terbanyak yaitu tidak pakai jenis bahan insektisida pengusir nyamuk apapun dengan
status perawakan normal dengan 35 (81,4%) responden. Sedangkan untuk jenis
bahan insektisida pengusir nyamuk bakar dengan status stunting didapatkan 8
(22,9%) responden, untuk bahan insektisida pengusir nyamuk semprot 0 (0%)
responden. Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik yaitu Chi Square
dengan hasil Asymp. Sig > 0,801 yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan
antara jenis bahan insektisida pengusir nyamuk dengan kejadian stunting di
Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang.

20
Tabel 17. Hubungan Adanya Anggota Keluarga di Dalam Rumah pada Saat
Penggunaan Bahan Insektisida Pengusir Nyamuk dengan Kejadian Stunting
pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang

Status Stunting
Tidak Total Nilai P OR (95%CI)
Stunting
stunting
Anggota 8 27 35
Ya
Keluarga (22,9%) (77,1%) (100%)
Dalam 10 42 52 1,244
Tidak 0,889
Ruangan (19,2%) (80,8%) (100%) (0.436-3.549)
18 69 87
Total
(20,7%) (79,3%) (100%)

Berdasarkan hasil bivariat antar adanya anggota keluarga di dalam rumah


pada saat penggunaan bahan insektisida pengusir nyamuk dengan kejadian
stunting di Kecamatan Saketi didapatkan hasil dengan jumlah terbanyak yaitu
tidak adanya anggota keluarga di dalam rumah pada saat bahan insektisida
penggunaan pengusir nyamuk dengan status perawakan normal dengan 42
(80,8%) responden sedangkan untuk tidak adanya anggota keluarga di dalam
rumah pada saat penggunaan bahan insektisida pengusir nyamuk dengan kejadian
stunting didapatkan 10 (19,2%) responden, dan adanya anggota keluarga didalam
rumah dengan kejadian stunting sebanyak 8 (22,9%) responden. Penelitian ini
menggunakan uji non-parametrik yaitu Chi Square dengan hasil Asymp. Sig >
0,05 p= (0,889); OR 95%CI= 1.244 (0.436 – 3.549) yang menunjukkan bahwa
tidak adanya hubungan antara adanya anggota keluarga di dalam rumah pada saat
penggunaan bahan insektisida pengusir nyamuk dengan kejadian stunting di
Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang.

21
Tabel 18. Hubungan Penggunaan Wadah Plastik Untuk Makanan Panas
dengan Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan
Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Stunting (%)
OR
Tidak Total Nilai P
Stunting (95%CI)
stunting
11 44 55
Ya
(20%) (80%) (100%)
Wadah Plastik 0,893
7 25 32
Tidak 0,1 (0,307-
(21,9%) (78,1%) (100%)
2.596)
18 69 87
Total
(20,7%) (79,3) (100%)

Berdasarkan hasil bivariat antar penggunaan wadah plastik dengan kejadian


stunting di Kecamatan Saketi didapatkan hasil dengan jumlah terbanyak yaitu
menggunakan wadah plastik dengan status perawakan normal dengan 44 (80%)
responden. Sedangkan untuk menggunaan wadah plastik dengan kejadian stunting
didapatkan 11(20%) responden, dan tidak menggunakan wadah plastik dengan
kejadian stunting sebanyak 7 (21,9%) responden. Penelitian ini menggunakan uji
non-parametrik yaitu Chi Square dikarenakan datanya tidak terdistribusi dengan
normal dengan hasil Asymp. Sig > 0,05 p=(0,1); OR 95%CI=0.893 (0.307 - 2.596)
yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara penggunaan wadah plastik
untuk makanan panas dengan kejadian stunting di Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang.

22
Tabel 19. Hubungan Frekuensi Penggunaan Wadah Plastik Untuk Makanan
Panas dengan Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan
Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Tunting
Tidak Total Nilai p
Stunting stunting
2 13 15
Sering
(13,3%) (86,7%) (100%)
Seberapa 9 32 41
Kadang-Kadang (22,0%) 0,740
Sering (78,0%) (100%)
7 24 31
Tidak pakai (22,6%) (77,4%) (100%)
18 69 87
Total (20,7%) (79,3%) (100%)

Berdasarkan hasil bivariat antar frekuensi penggunaan wadah plastik


dengan kejadian stunting di Kecamatan Saketi didapatkan hasil dengan jumlah
terbanyak yaitu kadang - kadang menggunakan wadah plastik dengan status
perawakan normal dengan 32 (78,0%) responden. Sedangkan untuk kadang -
kadang menggunakan wadah plastik dengan kejadian stunting didapatkan 9
(22,0%) responden, penggunaan wadah plastik tidak pakai dengan kejadian stunting
sebanyak 7 (22,6%) responden, dan penggunaan wadah plastic frekuensi sering
dengan kejadian stunting sebanyak 2 (13,3%) responden. Penelitian ini
menggunakan uji non-parametrik yaitu Chi Square Asymp. Sig > 0,05 (0,740) yang
menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara frekuensi penggunaan wadah
plastik untuk makanan panas dengan kejadian stunting di Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang.

Hasil Multivariat

Pada tahap awal dilakukan uji regresi logistik sedarhana untuk menganalisa
P value pada masing-masing variable independent dengan menggunakan uji regresi
logistik sederhana. Bila didapatkan P <0,25 maka variabel independen tersebut
dimasukan dalam analisa multivariat. Daftar hasil uji regresi logistik sederhana
pada 9 variable independen dapat dilihat pada tabel 20.

23
Tabel 20. Hasil Analisis Uji regresi logistik sederhana Variabel Independen
dengan Kejadian Stunting Pada Baduta Di Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang

No Variabel P value Keterangan


1 Komponen Lingkungan Rumah 0,734 Bukan Kandidat
2 Komponen Sanitasi 0,796 Bukan Kandidat
3 Komponen Perilaku 0,164 Kandidat
4 Lingkungan Rumah 0,234 Kandidat
5 Anggota Keluarga yang Merokok 0,122 Kandidat
6 Merokok Dalam Rumah 0,496 Bukan Kandidat
7 Penggunaan Pengusir Nyamuk 0,715 Bukan Kandidat
Anggota Keluarga Dalam Rumah
8 Saat Penggunaan Pengusir 0,683 Bukan Kandidat
Nyamuk
Penggunaan Wadah Plastik untuk
9 0,836 Bukan Kandidat
Makan Panas
Setelah dilakukan dilakukan uji regresi logistik sederhana pada semua
variabel yang telah dianalisis secara bivariat, sebagaimana hasil rekapitulasi pada
analisis bivariat dilihat nilai p masing-masing variabel. Dari 9 variabel yang telah
dianalisis bivariat yang mempunyai nilai < 0,25 selanjutnya dilakukan analisis
multivariat dengan metode backward, yaitu komponen perilaku, lingkungan rumah,
dan anggota keluarga yang merokok. Hasil analisis multivariat dapat dilihat sebagai
berikut:

Tabel 21. Hasil Analisis Uji Multivariat Regresi 1 Variabel Komponen


Perilaku, Faktor Lingkungan Rumah, Dan Keluarga Yang Merokok Dengan
Kejadian Stunting Pada Baduta Di Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang

Variabel Nilai-p OR (95% CI)


Lingkungan 0,999 1,042E+9 (0,000)
Rumah
Perilaku 0,075 0,196 (0,032-1,181)
penghuni
Anggota keluarga 0,141 3,234 (0.677-15,445)
yang merokok

24
Hasil dari uji regresi logistik multivariat membuktikan bahwa dengan
memperhitungkan variabel komponen perilaku, lingkungan rumah, dan anggota
keluarga yang merokok terbukti tidak ada yang signifikan. Kemudian, variabel total
penilaian lingkungan rumah di keluarkan dari uji.

Tabel 22. Hasil Analisis Uji Multivariat Regresi 2 Variabel Komponen


Perilaku Dan Keluarga Yang Merokok Dengan Kejadian Stunting Pada
Baduta Di Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Variabel Nilai-p OR (95% CI) Delta OR
Perilaku
0,130 0.278 (0,053-1,454) 41%
penghuni
Anggota
keluarga yang 0,141 3.254 (0,663-15,973) 0,61%
merokok
Dari Tabel 22 didapatkan kedua variabel tidak memiliki hubungan yang
signifikan terhadap kejadian stunting. Didapatkan Delta OR pada variabel Aspek
perilaku penghuni >10% maka dilakukan uji regresi ganda ke 3 dengan memasukan
kembali variabel total penilaian rumah sehat dan mengeluarkan variabel anggota
keluarga yang merokok.

Tabel 23. Hasil Analisis Uji Multivariat Regresi 3 Variabel Komponen


Perilaku dan Faktor Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Stunting Pada
Baduta Di Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Variabel Nilai-p OR (95% CI) Delta OR
Perilaku penghuni 0,097 0,238 (0,044-1.299) 21,4%
Total Penilaian
0,999 734739416 (0.000) -
Rumah Sehat

Pada hasil uji regresi ke 3 dengan memasukan 2 variabel yaitu Komponen


Perilaku dan Faktor Lingkungan didapatkan keduanya tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan kejadian stunting di Desa Langensari Kecamatan Saketi.
Dengan hasil delta OR pada variabel aspek perilaku penghuni >10%. Maka hasil
ujia regresi logistik pertama dengan ketiga variable dijadikan sebagai hasil akhir

25
Tabel 24. Hasil Analisis Uji Multivariat Regresi 4 Variabel Komponen
Perilaku, Faktor Lingkungan Rumah, dan Keluarga Yang Merokok Dengan
Kejadian Stunting Pada Baduta Di Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang

Variabel Nilai-p OR (95% CI)


Lingkungan 0,999 1,042E+9 (0,000)
Rumah
Perilaku 0,075 0,196 (0,032-1,181)
penghuni
Anggota keluarga 0,141 3,234 (0.677-15,445)
yang merokok

Pada tabel diatas disimpulkan bahwa ketiga variable yang diuji, tidak
menampilkan hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada Desa
Langensari di Kecamatan Saketi.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui kejadian Stunting pada baduta di


Kabupaten pandeglang sebanyak 18 responden (20,6%) dari 87 baduta yang ada di
Desa Langensari, Kecamatan Saketi. Persentase tersebut lebih rendah dibandingkan
prevalensi kejadian stunting nasional berdasarkan data Riskesdas 2013 yaitu
sebesar 37,2 persen. Kejadian Stunting pada baduta di Desa Langensari didasari
oleh data faktor risiko terjadinya Stunting ditinjau dari aspek perilaku yaitu
sebanyak 47 responden (54%) merokok dalam rumah, penggunaan bahan
insektisida pengusir nyamuk ketika anggora keluarga didalam rumah sebanyak 35
responden (40,2%) dan penggunaan wadah plastik untuk makanan panas sebanyak
68 responden (43.8%).

Pada penelitian ini juga ditemukan sebagian besar responden miliki rumah
tidak sehat yaitu sebanyak 84 responden (93,6%), hal ini tidak sesuai dengan profil
kesehatan provinsi Banten tahun 2015, persentase rumah sehat memenuhi syarat
dilihat dari penyebaran di kabupaten/kota maka dapat diketahui bahwa dari 8
kabupaten/kota yang ada sekitar 74,5% kabupaten/kota di Provinsi mencapai target

26
persentase rumah memenuhi syarat kesehatan. Ini berarti daerah perkotaan lebih
memiliki banyak rumah yang memenuhi syarat kesehatan.

Hasil penelitian yang di dapat berdasarkan hasil uji statistik (tabel 9) tentang
hubungan variabel aspek fisik rumah sehat dengan kejadian Stunting pada baduta
diperoleh nilai probabilitas (p) yaitu sebesar (1) yang menunjukkan bahwa tidak
adanya hubungan aspek fisik rumah sehat dengan kejadian stunting di Desa
Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Hal ini sesuai dengan hasil
telaah literatur oleh Vilcins tahun 2018 yang menjelaskan bahwa lantai tanah hanya
merupakan faktor risiko terhambatnya pertumbuhan. Asosiasi antara stunting dan
bahan bangunan tidak dapat disimpulkan.

Hasil analisis statistik dengan uji Chi-square tabel 10 bahwa tidak


menunjukkan adanya hubungan signifikan antara komponen rumah sanitasi rumah
dengan kejadian stunting dengan nilai p = 1. Hal ini berbanding terbalik dengan
penelitian Torlesse tahun 2016 di Indonesia pada 1424 baduta, bahwa kejadian
stunting dalam rumah tangga yang memiliki air minum yang tidak diolah dapat
berisiko lebih dari tiga kali lebih tinggi jika rumah tangga menggunakan jamban
yang tidak diperbaiki, sementara di rumah tangga yang minum air yang sudah
diolah dengan baik kemungkinannya anak yang stunting adalah 27% lebih tinggi
jika rumah tangga menggunakan jamban yang tidak diperbaiki.

Hal yang sama pada penelitian Dearden tahun 2017 di negara India, Peru,
Vietnam, dan Etiopia bahwa dari empat negara dengan penghasilan rendah dan
menengah tersebut ditemukan anak-anak dengan akses ke air dan toilet yang lebih
baik memberikan pengurangan risiko stunting, dibandingkan dengan anak-anak
dengan usia yang sama tanpa memiliki akses tersebut yaitu air dan toilet yang baik.

Hasil analisis statistik dengan uji Chi-square tabel 11 bahwa tidak


menunjukkan adanya hubungan signifikan antara komponen perilaku dengan
kejadian stunting dengan nilai p = 0,1. Hal ini sesuai dengan penelitian Torlesse
tahun 2016 di Indonesia pada 1424 baduta, bahwa kejadian stunting tidak memiliki

27
hubungan dengan metode yang digunakan untuk membuang kotoran anak sebagai
salah satu komponen perilaku.

Hasil analisis statistik dengan uji Chi-square tabel 12 bahwa tidak


menunjukkan adanya hubungan signifikan antara rumah sehat dengan kejadian
stunting dengan nilai p = 1. Hal ini sesuai dengan penelitian Hien tahun 2009
dengan hasil temuan menunjukkan bahwa jenis rumah, jenis jamban, sumber air
tidak secara signifikan terkait dengan stunting.

Hasil analisis statistik dengan uji Chi-square tidak menunjukkan adanya


hubungan signifikan antara merokok dengan kejadian stunting p = 0,218 (tabel 13)
dan hubungan antara merokok dalam rumah dengan stunting p= 0,680 (tabel 14).
Hal ini sesuai dengan penelitan Kyu tahun 2009 bahwa hubungan antara laki-laki
yang merokok dan tinggi badan anak adalah negatif atau tidak berhubungan. Hal
ini juga dijelaskan pada penelitian Utami tahun 2013 di Brebes yang menjelaskan
bahwa hasil penelitian tersebut tidak menunjukkan adanya hubungan signifikan
antara riwayat pajanan asap rokok dengan kejadian stunting dengan nilai-p=0,25;
OR=2,18 (95% CI:0,73-6,55).

Hasil analisis statistik dengan uji Chi-square tidak menunjukkan adanya


hubungan signifikan antara penggunaan bahan insektisida pengusir nyamuk dengan
kejadian stunting p = 0,920 (tabel 15) dan jenis pengusir nyamuk dengan stunting
p= 0,801 (tabel 16). Berdasar salah satu penelitian oleh Paudel pada tahun 2012 di
Nepal menjelaskan bahwa paparan pestisida kepada anak-anak secara statistic
signifikan dengan stunting. Paparan dari pestisida 3,51 kali lebih tinggi di antara
anak-anak yang stunting dibandingkan dengan tidak stunting (OR=3.51, CI 1.33-
9.23). Seringnya menggunakan pestisida sangat berbahaya dikaitkan dengan efek
kesehatan yang merugikan. Pada penelitian ini juga menjelaskan bahwa tidak ada
hubungan antara penggunaan bahan insektisida pengusir nyamuk di dalam rumah
dengan kejadian stunting dengan nilai p= 0,889.

Pada penelitian Utami tahun 2013 di Brebes menjelaskan bahwa wadah


plastik untuk makanan panas tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian

28
stunting. Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa tidak ada hubungan
penggunaan wadah plastik dengan kejadian stunting (tabel 18) di desa Langensari
(p= 0,1) dan hubungan antara frekuensi penggunaan wadah plastik untuk makanan
panas terhadap kejadian stunting (tabel 19) dengan p=0,740.

Pada hasil uji regresi logistik sederhana yang dilakukan pada 9 variabel
independent seperti yang ditunjukan pada tabel 20 menunjukan bahwa hanya 3
variable (Aspek Perilaku Penghuni Rumah, Rumah sehat, Anggota keluarga yang
merokok) yang memberikan gambaran adanya hubungan yang cukup signifikan
terhadap kejadian stunting di Desa Langensari. Sehingga dalam uji lanjutan yang
dilakukan berupa uji regresi logistik berganda hanya variable inilah yang diuji.

Pada tabel 24 yang merupakan tabel akhir dari uji regresi logistik berganda
yang peneliti lakukan didapatkan bahwa ketiga variable ini memiliki hubungan
yang kurang signifikan terhadap kejadian stunting di Desa Langensari (P>0,05).
Namun beberapa penelitian lain justru memberikan hasil yang sejalan dengan data
yang peneliti dapatkan antara lain penelitian Torlesse tahun 2016, Hien tahun 2009,
dan Utami tahun 2013 dimana korelasi antara tiga variable ini dengan kejadian
stunting tidak memiliki hubungan yang signifikan. Degan OR pada variable
perilaku penghuni 0,196 menggambarkan bahwa rumah dengan penghuni yang
memiliki aspek perilaku buruk berkemungkinan sekurang kurangnya 0,032 kali
memiliki baduta stunting dan paling banyak 1,181 kali memiliki baduta stunting
dibanding keluarga dengan perilaku baik. Pada variable perilaku merokok keluarga
juga memberikan gambaran pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
merokok memiliki kemungkinan stunting sekurang kurangnya 0,677 kali sampai
paling tinggi 15,44 kali dibanding keluarga yang tidak memiliki anggota keluarga
yang merokok.

29
KESIMPULAN

Terdapat 18 dari 87 responden (20,6%) baduta yang mengalami stunting.


Sedangkan dari hasil analisis bivariat maupun multivariat tidak ada hubungan yang
signifikan antara faktor risiko lingkungan rumah dan perilaku dengan didapatkan
hasil nilai p untuk setiap analisis baik bivariat maupun multivariat yaitu p > 0, 05.
Hasil penelitian menunjukan bahwa:

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor risiko lingkungan


rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian stunting pada baduta di Kecamatan
Saketi Kabupaten Pandeglang.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penelitian ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, yang terlibat dalam
terlaksananya. Peneliti mengucapkan terimakasih pada masing-masing pihak yang
turut andil dalam terlaksana penelitian ini, diantaranya

• Kepala Desa Langensari


• Kader Posyandu Desa Lagensari
• Masyarakat Desa Langensari
• Kepala Puskesmas Kecamatan Saketi beserta jajarannya.
• Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. ACC/SCN 1997. Report on The World Nutrition. Geneva.


2. ACC/SCN 2000. Report The World Nutrition Situation: Nutrition
throughout The Life Cycle. Geneva.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Riset kesehatan dasar (Riskesdas). Jakarta: Balitbang Kemenkes RI;
2013. 

4. Beal T, Tumilowicz A, Sutrisna A, Izwardy D, Neufeld L. (2018) A review
of child stunting determinants in Indonesia. Maternal Child Nutrition ;14:
e12617
5. Cumming, O dan Cairrncross, S. 2016. Can water, sanitation and hygiene
help eliminate stunting? Current evidence and policy implications.
Maternal & child nutrition, 12(S1), 91-105.
6. De Onis M, Branca F. (2016) Childhood stunting: a global perspective.
Maternal & child nutrition. 12(S1):12–26.
7. De Onis M., Onyango A.W., Borghi E., Garza C., Yang H. & the WHO
Multicentre Growth Reference Study Group (2006a) Comparison of the
WHO Child Growth Standards and the NCHS/WHO international growth
reference: implications for child health programmes. Public Health
Nutrition 9, 942–947
8. Dearden, et al. 2017. Children with access to improved sanitation but not
improved water are at lower risk of stunting compared to children without
access: a cohort study in Ethiopia, India, Peru, and Vietnam. BMC Public
Health (2017) 17:110 DOI 10.1186/s12889-017-4033-1.
9. Depkes RI 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan. Departemen Kesehatan RI.
10. Diamanti E, Kandarakis, et al. 2009 Endocrine-Disrupting Chemicals: An
Endocrine Society Scientific Statement, The Endocrine Society.
11. Dorsey, J.L., Manohar, S., Neupane, S., et al. 2017. Individual, Household,
and Community Level Risk Factors of Stunting in Children Younger Than

31
5 Years; Findings from a National Surveillance System in Nepal, [online]
Maternal & child nutrition, 14 (1). Diperoleh dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28233455 [22 April 2019].
12. Heeren, G. A., J. Tyler, and A. Mandeya. 2003. “Agricultural Chemical
Exposures and Birth Defects in the Eastern Cape Province, South Africa: A
Case–Control Study.” Environmental Health 2–11
13. Hien, NN; Hoa, NN. 2009. Nutritional Status and Determinants of
Malnutrition in Children under Three Years of Age in Nghean, Vietnam.
Pakistan Journal of Nutrition 8 (7): 958-964, 2009.
14. Kapoor, D., and Jones, T.H. 2005 Smoking and hormones in health and
endocrine disorders, European Journal of Endocrinology.
15. Kemekes RI, 2013.100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak
Kerdil (Stunting) tahun 2017. Diakses pada tanggal 30 Juli 2019 pukul
19.10. Dapat diakses di
http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Binder_Volume2.pdf
16. Kemenkes RI, 2018. Situasi Balita Pedek (Stunting) di Indonesia. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Diakses pada tanggal 30 Juli 2019
pukul 19.00. Dapat diakses di
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/B
uletin-Stunting-2018.pdf
17. Kyu, H.H; Georgiades, K; Boyle, MH. 2009. Maternal Smoking, Biofuel
Smoke Exposure and Child Height-For-Age in Seven Developing
Countries. International Journal of Epidemiology 2009; 38:1342–1350
doi:10.1093/ije/dyp253
18. Liu, J., and E. Schelar. 2012. “Pesticide Exposure and Child
Neurodevelopment: Summary and Implications. Workplace Health &
Safety 60 (5): 235–243.
19. Mbuya, M. N., & Humphrey, J. H. 2016. Preventing environmental enteric
dysfunction through improved water, sanitation and hygiene: an opportunity
for stunting reduction in developing countries. Maternal & child nutrition,
12(S1), 106-120.

32
20. Ni’mah, K dan Nadhiroh, S. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Media Gizi Indonesia. 10(1) : 13-19.
21. Paudel R, Pradhan B, Wagle RR, et al. Risk factors for stunting among
children: A community-based case control study in Nepal. Kathmandu Univ
Med J (KUMJ). 2012; 10(39): 18–24.
22. Paudel R, Pradhan B, Wagle RR, Pahari DP, Onta SR. Risk Factors for
Stunting Among Children: A Community Based Case Control Study in
Nepal. Kathmandu Univ Med J 2012;39(3):18-24.
23. Stewart C.P., Iannotti L., Dewey K.G., Michaelsen K.F. & Onyango A.W.
(2013) Contextualizing complementary feeding in a broader framework for
stunting prevention. Maternal & Child Nutrition 9 (Suppl 2), 27–45
24. Torlesse, H; Cronin, AA; Sebayang, SK; Nandy, R. 2016. Determinants of
stunting in Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey
indicate a prominent role for the water, sanitation and hygiene sector in
stunting reduction. BMC Public Health (2016) 16:669 DOI
10.1186/s12889-016-3339-8.
25. Utami, RP; Suhartono; Nurjazuli; Kartini. A; Rasipin. 2013. Faktor
Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
pada Siswa SD di Wilayah Pertanian (Penelitian di Kecamatan Bulakamba
Kabupaten Brebes). Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia (2013) Vol. 12
No. 2.
26. Vilcins D, et al. 2018. Environmental Risk Factors Associated with Child
Stunting: A Systematic Review of the Literature. Annals of Global Health.
2018; 84(4), pp. 551–562. DOI: https://doi.org/10.29024/aogh.2361
27. WHO (2012) Resolution WHA65.6. Maternal, infant and young child
nutrition. In: Sixty-fifth World Health Assembly, Geneva, 21–26 May.
Resolutions and decisions, annexes. World Health Organization: Geneva.
(WHA65/2012/REC/1).
28. Dinas Kesehatan Provinsi Banten. (2015). Profil kesehatan Provinsi Banten
Tahun 2015. Dinas Kesehatan Provinsi Banten.

33

Anda mungkin juga menyukai