DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
PEMBIMBING:
DR. Kholis Ernawati, S.Si, M. Kes
Abstrak
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan total responden
sebanyak 87 dari hasil total sampling. Data di uji secara bivariat dengan
menggunakan Chi square serta Fisher dan multivariat dengan regresi logistik linier.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Faktor Risiko Lingkungan Rumah
dan Perilaku Keluarga dengan kejadian stunting pada baduta di Kecamatan Saketi
Kabupaten Pandeglang.
Kata kunci: Stunting, Lingkungan rumah sehat, Perilaku penghuni.
2
The Relationship Between Home Environmental Risk Factors and Family
Behavior with Stunting Events in Baduta in Langensari Village, Saketi
District, Pandeglang Regency
Abstract
Method: This research is a cross sectional study with a total of 87 respondents from
the total sampling results. Data were tested bivariate using Chi square and fisher
then multivariate with linear logistic regression.
Conclusion: There were 18 out of 87 respondents (20.7%) who were stunted. While
from the results of bivariate and multivariate analysis there was no significant
relationship between risk factors for the home environment and behavior with p
values obtained for each analysis both bivariate and multivariate namely p value>
0, 05. The results showed that:
3
PENDAHULUAN
Stunting merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan ketidak
seimbangan laju pertumbuhan (panjang badan atau tinggi badan terhadap usia) pada
awal kehidupan. Diperkirakan sekitar 1 dari 4 anak dibawah usia 5 tahun
mengalami kegagalan untuk mencapai batas optimal pertumbuhan berdasarkan
standar pertumbuhan anak WHO (Vilcins et al, 2018).
Stunting sering tidak dikenali di masyarakat di mana perawakan pendek
sangat umum sehingga dianggap normal. Kesulitan dalam mengidentifikasi secara
visual anak-anak stunting dan kurangnya penilaian rutin pertumbuhan linear dalam
layanan perawatan kesehatan primer menjelaskan mengapa perlu waktu lama untuk
mengenali besarnya masalah yang tersembunyi ini. Namun, setelah bertahun-tahun
lalai, stunting sekarang diidentifikasi sebagai prioritas kesehatan global utama dan
fokus dari beberapa inisiatif tingkat tinggi seperti Peningkatan Nutrisi, Tantangan
Nol Kelaparan dan Badan Nutrisi untuk Puncak Pertumbuhan. Stunting juga
merupakan jantung dari enam target nutrisi global untuk 2025 yang diadopsi
Majelis Kesehatan Dunia pada 2012 (WHO 2012), dan telah diusulkan sebagai
indikator utama untuk agenda pembangunan pasca-2015. (de Onis dan Branca
2016)
Kejadian balita pendek atau stunting merupakan salah satu masalah gizi
yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017, sekitar 150,8 juta atau
sebanyak 22,2% balita di dunia mengalami stunting. Lebih dari setengah balita
stunting di dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%)
tinggal di Afrika. Berdasarkan data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan
World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara. Rata-rata prevalensi balita
stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%. Berdasarkan hasil PSG tahun
2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami
penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun prevalensi balita pendek
kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017 (Kemenkes RI, 2018).
4
Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional tahun 2018, di Jawa Barat terdapat 29,9% atau 2,7 juta balita yang terkena
stunting (BKKBN, 2018). Data Kemenkes tahun 2013, prevalensi stunting di
Pandeglang sebanyak 46.775 jiwa atau sebanyak 38.57% (Kemenkes RI, 2013).
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh higiene dan sanitasi yang buruk
(misalnya diare dan kecacingan) dapat menganggu penyerapan nutrisi pada proses
pencernaan. Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi dapat menyebabkan berat
badan bayi turun. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan tidak
disertai dengan pemberian asupan yang cukup untuk proses penyembuhan maka
dapat mengakibatkan stunting (Kemenkes RI, 2018).
Rumah tangga yang memiliki sanitasi layak menurut Susenas adalah apabila
fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi
dengan jenis kloset leher angsa atau plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat
pembuangan akhir tinja tangki (septic tank) atau Sistem Pembuangan Air Limbah
(SPAL), dan merupakan fasilitas buang air besar yang digunakan sendiri atau
bersama (Susenas, 2017).
5
program WASH juga dapat membawa hasil yang signifikan dalam menangani anak
kurang gizi. Baik itu oleh umumnya jalur yang lebih baik diselidiki dari paparan
patogen enterik, akses WASH yang buruk terkait erat dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Program WASH saja tidak akan menghilangkan stunting,
tetapi memiliki potensi untuk mempercepat kemajuan dalam menghilangkan
stunting sebagai komponen penting strategi yang komprehensif.
Heeren, Tyler, dan Mandeya pada tahun 2003 memberikan bukti dari Afrika
Selatan, salah satu pengguna utama pestisida di benua Afrika, bahwa terdapat
hubungan yang signifikan secara statistik antara cacat lahir dan pajanan ibu
terhadap beberapa jenis bahan kimia pertanian tertentu. Salah satu dari tiga jenis
paparan yang ditemukan berkorelasi signifikan dengan cacat lahir adalah
penggunaan wadah plastik yang sebelumnya digunakan untuk penyimpanan bahan
kimia pertanian tetapi kemudian digunakan untuk menyimpan air untuk keperluan
rumah tangga. Selain cacat lahir, paparan latar belakang pestisida di lingkungan
juga diketahui memiliki efek buruk pada perkembangan kognitif, neurologis, dan
perilaku anak-anak (Liu dan Schelar, 2012).
Menurut penelitian Mbuya pada tahun 2016, paparan kronis dari lingkungan
yang terkontaminasi menciptakan keadaan kehilangan nutrisi, malabsorpsi,
pencernaan yang buruk dan pemanfaatan nutrisi yang tidak efisien. Dalam konteks
infeksi berulang, kondisi usus yang buruk ini kemungkinan menjelaskan sebagian
besar yang belum terselesaikan stunting mempengaruhi satu dari setiap tiga anak di
negara berkembang.
6
ekonomi dalam keluarga, ayah dan ibu perokok, perawakan pendek ayah, dan Pola
asuh yang buruk serta Pendidikan pengasuh yang rendah (Beal, 2017).
METODE
Variabel yang dinilai adalah faktor lingkungan rumah dan perilaku keluarga
yang terdiri dari merokok dan merokok dalam rumah, penggunaan pengusir
nyamuk, jenis dan adanya anggota keluarga yang berada didalam rumah pada saat
penggunaan pengusir nyamuk, penggunaan wadah plastik untuk makanan panas
7
dan frekuensi penggunaannya di Desa Langensari Kecamatan Saketi. Adapun
teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara
terpimpin menggunakan kuesioner yang telah disusun oleh peneliti, terdapat lembar
observasi rumah dan 5 butir pertanyaan yang di observasi oleh peneliti meliputi
komponen rumah, sanitasi rumah, dan perilaku penghuni untuk mengetahui faktor
lingkungan rumah. Terdapat 7 butir pertanyaan tertutup mengenai perilaku keluarga
terdiri dari merokok dan merokok dalam rumah, penggunaan pengusir nyamuk,
jenis dan adanya anggota keluarga di dalam rumah pada saat penggunaan pengusir
nyamuk serta penggunaan wadah plastik untuk makanan panas dan frekuensi
penggunaannya. Penilaian untuk faktor lingkungan rumah dinilai menggunakan
skoring, apabila jumlah skoring 1068-1200 dikatakan Rumah Sehat dan jika nilai
skoring <1068 dikatakan Rumah Tidak Sehat.
8
HASIL
Karakteristik Responden
9
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa umur terbanyak
ada pada rentang usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 43 responden (49,4%) diikuti
oleh rentang usia 15-25 tahun yaitu sebanyak 30 responden (34,5%). Tingkat
pendidikan responden terbanyak pada lulusan SMP yaitu sebanyak 28 responden
(32,2%) diikuti oleh lulusan SD yaitu sebanyak 26 responden (29,9%). Pada tabel
di bawah juga dapat diketahui bahwa pekerjaan terbanyak didominasi oleh ibu
rumah tangga atau tidak bekerja yaitu sejumlah 73 responden (83,9%), sedangkan
14 responden (16,1%) bekerja.
10
Tabel 3. Karakteristik Bayi Dua Tahun (Baduta)
Karakteristik Jumlah (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 45 51,7
Perempuan 42 48,3
Total 87 100.0
Status Gizi Baduta
Buruk 5 5,7
Kurang 4 4,6
Normal 76 87,4
Overweight 2 2,3
Total 87 100.0
Status Stunting Baduta
Stunting 18 20,7
Tidak Stunting 69 79,3
Total 87 100.0
Berdasarkan (tabel 3), karakteristik responden bayi dua tahun (baduta) pada
penelitian ini berdasarkan jenis kelamin mayoritas adalah laki-laki sejumlah 45
responden (51,7%) dan perempuan sejumlah 42 responden (48,3%). Status gizi
baduta berdasarkan berat badan dibagi tinggi badan per meter kuadrat yaitu
didapatkan terbanyak status gizi normal sebanyak 76 responden (87,4%), status gizi
buruk sebanyak 5 responden (5,7%), status gizi kurang sebanyak 4 responden
(4,6%) dan status gizi overweight sebanyak 2 responden (2,3%). Status Stunting
baduta berdasarkan kurva WHO panjang badan per usia yaitu didapatkan terbanyak
status stunting normal 67 responden (77%) dan baduta yang mengalami Stunting
sebanyak 18 responden (20,7%) dan yang tinggi sebanyak 2 responden (2,3%).
Analisis Univariat
11
penggunaan pengusir nyamuk, penggunaan wadah plastik untuk makanan panas
dan frekuensi penggunaannya, dapat dilihat pada (tabel 4).
12
Pengusir Nyamuk Jumlah (%)
Tidak 43 49,4
Total 87 100.0
Jenis Pengusir Nyamuk
Tidak Pakai 43 49,4
Bakar 35 40,2
Semprot 2 2,3
Elektrik 7 8
Total 155 100.0
Anggota Keluarga di Dalam Ruangan
Ya 35 40,2
Tidak 52 59,8
Total 87 100.0
13
pakai sebanyak 87 responden (56,1%), penggunaan kadang-kadang 52 responden
(33,5%) dan penggunaan sering sebanyak 16 responden (10,3%).
Analisis Bivariat
Tabel 9. Hubungan Aspek Fisik Rumah Sehat dengan Kejadian Stunting pada
Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
14
menggunakan uji non-parametrik yaitu Fisher dengan hasil Asymp. Sig > 0,05 p =
(1); OR=1.328; 95%CI=0.145 – 12.139) yang menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan antara aspek fisik rumah sehat dengan kejadian stunting di desa
Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang.
Tabel 10. Hubungan Aspek Sanitasi Rumah dengan Kejadian Stunting pada
Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
(95%CI)
Stunting stunting
Aspek Tidak 17 64 81
Sanitasi Sehat (21,0%) (79%) (100%)
Sehat 1 5 6 1,328 (0.145-
1 12,139)
(16,7%) (83,3%) (100%)
Total 18 69 87
(20,7%) (79,3%) (100%)
Pada analisis bivariat antara variabel aspek sanitasi rumah dengan kejadian
stunting pada baduta di Kecamatan Saketi, mayoritasnya berada pada kategori
aspek sanitasi rumah tidak sehat dengan status perawakan normal yaitu sebanyak
64 (79%) responden. Pada aspek sanitasi rumah tidak sehat dengan kejadian
stunting didapatkan 17 (21,0%) responden dan untuk aspek sanitasi rumah sehat
dengan kejadian stunting didapatkan 1 (16,7%) responden. Penelitian ini
menggunakan uji non-parametrik yaitu Fisher dengan hasil Asymp. Sig > 0,05 p =
(1); OR=1,328; 95%CI=0.145 – 12,139) yang menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan antara aspek sanitasi rumah dengan kejadian stunting di Kecamatan
Saketi, Kabupaten Pandeglang.
15
Tabel 11. Hubungan Aspek Perilaku Penghuni Rumah dengan Kejadian
Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang
Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
(95%CI)
Stunting stunting
Aspek Tidak 15 65 80
perilaku Sehat (18,8%) (81,3%) (100%)
Sehat 3 4 7 0,308(0.062-
0,152 1,522)
(42,9%) (57,1%) (100%)
Total 18 69 87
(20,7%) (79,3%) (100%)
Tabel 12. Hubungan Rumah Sehat dengan Kejadian Stunting pada Baduta di
Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
Stunting (95%CI)
Stunting
1.824
Rumah Tidak 18 66 84
1,00 (1,138 –
Rumah Sehat (21,4%) (78,6%) (100%)
1,423)
Sehat
0 3 3
Rumah Sehat
(0,0%) (100%) (100%)
16
Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
Stunting (95%CI)
Stunting
Total 18 69 87
Pada analisis bivariat antara variabel rumah sehat dengan kejadian stunting
pada baduta di Kecamatan Saketi, mayoritasnya berada pada kategori rumah tidak
sehat dengan status perawakan normal yaitu sebanyak 66 (78,6%) responden. Pada
rumah tidak sehat dengan kejadian stunting didapatkan 18 (21,4%) responden dan
untuk rumah sehat dengan kejadian stunting didapatkan 0 (0,0%) responden.
Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik yaitu Fisher dengan hasil Asymp.
Sig > 0,05 p = (1,00); OR=1.824; 95%CI=1,138 – 1,423) yang menunjukkan bahwa
tidak adanya hubungan antara rumah sehat dengan kejadian stunting di Kecamatan
Saketi, Kabupaten Pandeglang.
Tabel 13. Hubungan Merokok dengan Kejadian Stunting pada Baduta di Desa
Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Stunting
Tidak Total Nilai P OR (95%CI)
Stunting
stunting
16 50 66 3,040 (0.638-
Ada
(24,2%) (75,8%) (100%) 0.218 14,496)
Merokok
Tidak 2 19 21
Ada (9,5%) (90,5%) (90,5%) 3,040 (0.638-
0.218
18 69 87 14,496)
Total
(20,7%) (79,3%) (100%)
17
didapatkan 16 (24,2%) responden dan untuk keluarga yang tidak merokok dengan
kejadian stunting didapatkan 2 (9,5%) responden. Penelitian ini menggunakan uji
non-parametrik yaitu Fisher dengan hasil Asymp. Sig > 0,05 P = (0,218);
OR=3,040; 95%CI(0.638-14,496) yang menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan antara merokok dengan kejadian stunting di Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang.
Tabel 14. Hubungan Merokok Dalam Rumah dengan Kejadian Stunting pada
Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Stunting
Tidak Total Nilai p OR (95%CI)
Stunting
stunting
11 36 47
Merokok Ya
(23,4%) (76,6%) (100%)
dalam
7 33 40 1,440 (0.500-
Rumah Tidak
(17,5%) (82,5%) (100%) 0,680 4,153)
18 69 87
Total
(20,7%) (79,3) (100%)
18
Tabel 15. Hubungan Penggunaan Bahan Insektisida Pengusir Nyamuk dengan
Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang
Status Stunting
OR
Tidak Total Nilai P
Stunting (95%CI)
stunting
Penggunaan 10 35 45
Ya
Insektisida (22,2%) (77,8%) (100%)
pengusir 8 34 42
Tidak 0,920 1,214 (0.428-
nyamuk (19,0%) (81,0%) (100%)
18 69 87 3,445)
Total
(20,7%) (79,3%) (100%)
19
Tabel 16. Hubungan Jenis Bahan Insektisida Pengusir Nyamuk dengan
Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang
Status Stunting
Tidak Total Nilai P
Stunting
stunting
8 27 35
Bakar
(22,9%) (77,1%) (100%)
Jenis Bahan 0 2 2
Semprot
Insektisida (0%) (100%) (100%)
Pengusir 2 5 7
Elektrik 0,801
Nyamuk (28,6%) (71,4%) (100%)
8 35 43
Tidak Pakai
(18,6%) (81,4%) (100%)
18 69 87
Total
(20,7%) (79,3) (100%)
20
Tabel 17. Hubungan Adanya Anggota Keluarga di Dalam Rumah pada Saat
Penggunaan Bahan Insektisida Pengusir Nyamuk dengan Kejadian Stunting
pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Stunting
Tidak Total Nilai P OR (95%CI)
Stunting
stunting
Anggota 8 27 35
Ya
Keluarga (22,9%) (77,1%) (100%)
Dalam 10 42 52 1,244
Tidak 0,889
Ruangan (19,2%) (80,8%) (100%) (0.436-3.549)
18 69 87
Total
(20,7%) (79,3%) (100%)
21
Tabel 18. Hubungan Penggunaan Wadah Plastik Untuk Makanan Panas
dengan Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan
Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Stunting (%)
OR
Tidak Total Nilai P
Stunting (95%CI)
stunting
11 44 55
Ya
(20%) (80%) (100%)
Wadah Plastik 0,893
7 25 32
Tidak 0,1 (0,307-
(21,9%) (78,1%) (100%)
2.596)
18 69 87
Total
(20,7%) (79,3) (100%)
22
Tabel 19. Hubungan Frekuensi Penggunaan Wadah Plastik Untuk Makanan
Panas dengan Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Langensari, Kecamatan
Saketi, Kabupaten Pandeglang
Status Tunting
Tidak Total Nilai p
Stunting stunting
2 13 15
Sering
(13,3%) (86,7%) (100%)
Seberapa 9 32 41
Kadang-Kadang (22,0%) 0,740
Sering (78,0%) (100%)
7 24 31
Tidak pakai (22,6%) (77,4%) (100%)
18 69 87
Total (20,7%) (79,3%) (100%)
Hasil Multivariat
Pada tahap awal dilakukan uji regresi logistik sedarhana untuk menganalisa
P value pada masing-masing variable independent dengan menggunakan uji regresi
logistik sederhana. Bila didapatkan P <0,25 maka variabel independen tersebut
dimasukan dalam analisa multivariat. Daftar hasil uji regresi logistik sederhana
pada 9 variable independen dapat dilihat pada tabel 20.
23
Tabel 20. Hasil Analisis Uji regresi logistik sederhana Variabel Independen
dengan Kejadian Stunting Pada Baduta Di Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang
24
Hasil dari uji regresi logistik multivariat membuktikan bahwa dengan
memperhitungkan variabel komponen perilaku, lingkungan rumah, dan anggota
keluarga yang merokok terbukti tidak ada yang signifikan. Kemudian, variabel total
penilaian lingkungan rumah di keluarkan dari uji.
25
Tabel 24. Hasil Analisis Uji Multivariat Regresi 4 Variabel Komponen
Perilaku, Faktor Lingkungan Rumah, dan Keluarga Yang Merokok Dengan
Kejadian Stunting Pada Baduta Di Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang
Pada tabel diatas disimpulkan bahwa ketiga variable yang diuji, tidak
menampilkan hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada Desa
Langensari di Kecamatan Saketi.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini juga ditemukan sebagian besar responden miliki rumah
tidak sehat yaitu sebanyak 84 responden (93,6%), hal ini tidak sesuai dengan profil
kesehatan provinsi Banten tahun 2015, persentase rumah sehat memenuhi syarat
dilihat dari penyebaran di kabupaten/kota maka dapat diketahui bahwa dari 8
kabupaten/kota yang ada sekitar 74,5% kabupaten/kota di Provinsi mencapai target
26
persentase rumah memenuhi syarat kesehatan. Ini berarti daerah perkotaan lebih
memiliki banyak rumah yang memenuhi syarat kesehatan.
Hasil penelitian yang di dapat berdasarkan hasil uji statistik (tabel 9) tentang
hubungan variabel aspek fisik rumah sehat dengan kejadian Stunting pada baduta
diperoleh nilai probabilitas (p) yaitu sebesar (1) yang menunjukkan bahwa tidak
adanya hubungan aspek fisik rumah sehat dengan kejadian stunting di Desa
Langensari, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Hal ini sesuai dengan hasil
telaah literatur oleh Vilcins tahun 2018 yang menjelaskan bahwa lantai tanah hanya
merupakan faktor risiko terhambatnya pertumbuhan. Asosiasi antara stunting dan
bahan bangunan tidak dapat disimpulkan.
Hal yang sama pada penelitian Dearden tahun 2017 di negara India, Peru,
Vietnam, dan Etiopia bahwa dari empat negara dengan penghasilan rendah dan
menengah tersebut ditemukan anak-anak dengan akses ke air dan toilet yang lebih
baik memberikan pengurangan risiko stunting, dibandingkan dengan anak-anak
dengan usia yang sama tanpa memiliki akses tersebut yaitu air dan toilet yang baik.
27
hubungan dengan metode yang digunakan untuk membuang kotoran anak sebagai
salah satu komponen perilaku.
28
stunting. Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa tidak ada hubungan
penggunaan wadah plastik dengan kejadian stunting (tabel 18) di desa Langensari
(p= 0,1) dan hubungan antara frekuensi penggunaan wadah plastik untuk makanan
panas terhadap kejadian stunting (tabel 19) dengan p=0,740.
Pada hasil uji regresi logistik sederhana yang dilakukan pada 9 variabel
independent seperti yang ditunjukan pada tabel 20 menunjukan bahwa hanya 3
variable (Aspek Perilaku Penghuni Rumah, Rumah sehat, Anggota keluarga yang
merokok) yang memberikan gambaran adanya hubungan yang cukup signifikan
terhadap kejadian stunting di Desa Langensari. Sehingga dalam uji lanjutan yang
dilakukan berupa uji regresi logistik berganda hanya variable inilah yang diuji.
Pada tabel 24 yang merupakan tabel akhir dari uji regresi logistik berganda
yang peneliti lakukan didapatkan bahwa ketiga variable ini memiliki hubungan
yang kurang signifikan terhadap kejadian stunting di Desa Langensari (P>0,05).
Namun beberapa penelitian lain justru memberikan hasil yang sejalan dengan data
yang peneliti dapatkan antara lain penelitian Torlesse tahun 2016, Hien tahun 2009,
dan Utami tahun 2013 dimana korelasi antara tiga variable ini dengan kejadian
stunting tidak memiliki hubungan yang signifikan. Degan OR pada variable
perilaku penghuni 0,196 menggambarkan bahwa rumah dengan penghuni yang
memiliki aspek perilaku buruk berkemungkinan sekurang kurangnya 0,032 kali
memiliki baduta stunting dan paling banyak 1,181 kali memiliki baduta stunting
dibanding keluarga dengan perilaku baik. Pada variable perilaku merokok keluarga
juga memberikan gambaran pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
merokok memiliki kemungkinan stunting sekurang kurangnya 0,677 kali sampai
paling tinggi 15,44 kali dibanding keluarga yang tidak memiliki anggota keluarga
yang merokok.
29
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31
5 Years; Findings from a National Surveillance System in Nepal, [online]
Maternal & child nutrition, 14 (1). Diperoleh dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28233455 [22 April 2019].
12. Heeren, G. A., J. Tyler, and A. Mandeya. 2003. “Agricultural Chemical
Exposures and Birth Defects in the Eastern Cape Province, South Africa: A
Case–Control Study.” Environmental Health 2–11
13. Hien, NN; Hoa, NN. 2009. Nutritional Status and Determinants of
Malnutrition in Children under Three Years of Age in Nghean, Vietnam.
Pakistan Journal of Nutrition 8 (7): 958-964, 2009.
14. Kapoor, D., and Jones, T.H. 2005 Smoking and hormones in health and
endocrine disorders, European Journal of Endocrinology.
15. Kemekes RI, 2013.100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak
Kerdil (Stunting) tahun 2017. Diakses pada tanggal 30 Juli 2019 pukul
19.10. Dapat diakses di
http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Binder_Volume2.pdf
16. Kemenkes RI, 2018. Situasi Balita Pedek (Stunting) di Indonesia. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Diakses pada tanggal 30 Juli 2019
pukul 19.00. Dapat diakses di
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/B
uletin-Stunting-2018.pdf
17. Kyu, H.H; Georgiades, K; Boyle, MH. 2009. Maternal Smoking, Biofuel
Smoke Exposure and Child Height-For-Age in Seven Developing
Countries. International Journal of Epidemiology 2009; 38:1342–1350
doi:10.1093/ije/dyp253
18. Liu, J., and E. Schelar. 2012. “Pesticide Exposure and Child
Neurodevelopment: Summary and Implications. Workplace Health &
Safety 60 (5): 235–243.
19. Mbuya, M. N., & Humphrey, J. H. 2016. Preventing environmental enteric
dysfunction through improved water, sanitation and hygiene: an opportunity
for stunting reduction in developing countries. Maternal & child nutrition,
12(S1), 106-120.
32
20. Ni’mah, K dan Nadhiroh, S. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Media Gizi Indonesia. 10(1) : 13-19.
21. Paudel R, Pradhan B, Wagle RR, et al. Risk factors for stunting among
children: A community-based case control study in Nepal. Kathmandu Univ
Med J (KUMJ). 2012; 10(39): 18–24.
22. Paudel R, Pradhan B, Wagle RR, Pahari DP, Onta SR. Risk Factors for
Stunting Among Children: A Community Based Case Control Study in
Nepal. Kathmandu Univ Med J 2012;39(3):18-24.
23. Stewart C.P., Iannotti L., Dewey K.G., Michaelsen K.F. & Onyango A.W.
(2013) Contextualizing complementary feeding in a broader framework for
stunting prevention. Maternal & Child Nutrition 9 (Suppl 2), 27–45
24. Torlesse, H; Cronin, AA; Sebayang, SK; Nandy, R. 2016. Determinants of
stunting in Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey
indicate a prominent role for the water, sanitation and hygiene sector in
stunting reduction. BMC Public Health (2016) 16:669 DOI
10.1186/s12889-016-3339-8.
25. Utami, RP; Suhartono; Nurjazuli; Kartini. A; Rasipin. 2013. Faktor
Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
pada Siswa SD di Wilayah Pertanian (Penelitian di Kecamatan Bulakamba
Kabupaten Brebes). Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia (2013) Vol. 12
No. 2.
26. Vilcins D, et al. 2018. Environmental Risk Factors Associated with Child
Stunting: A Systematic Review of the Literature. Annals of Global Health.
2018; 84(4), pp. 551–562. DOI: https://doi.org/10.29024/aogh.2361
27. WHO (2012) Resolution WHA65.6. Maternal, infant and young child
nutrition. In: Sixty-fifth World Health Assembly, Geneva, 21–26 May.
Resolutions and decisions, annexes. World Health Organization: Geneva.
(WHA65/2012/REC/1).
28. Dinas Kesehatan Provinsi Banten. (2015). Profil kesehatan Provinsi Banten
Tahun 2015. Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
33