Retinopati Diabetik
Oleh:
Zenita Hendra Savitri, S.Ked
NIM. 2030912320027
Pembimbing:
dr. Agus Fitrian Noor, Sp.M
Halaman
COVER ..................................................................................................... i
B. Epidemiologi ...................................................................... 3
C. Patofisiologi ........................................................................ 4
D. Klasifikasi ........................................................................... 7
G. Diagnosis ............................................................................ 11
H. Tatalaksana ......................................................................... 16
I. Pencegahan ......................................................................... 19
J. Prognosis ............................................................................ 21
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
komplikasi yang paling sering terjadi adalah retinopati diabetik dengan perkiraan
prevalensi global sebanyak 382 juta.2,3 Berdasarkan The DiabCare Asia (2012),
prevalensi retinopati diabetik di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 42,6% atau
pada pasien yang tepat. Oleh karenanya, pasien memerlukan penanganan yang tepat
serta edukasi dini mengenai bahaya diabetes serta retinopati diabetik agar terhindar
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
penyebab utama kebutaan di dunia terutama pada kelompok usia kerja adalah
lama seseorang menderita diabetes maka risiko mengalami retinopati diabetik juga
hidup pasien diabetes, dan pada saat yang sama juga membawa beban ekonomi
Gambar 2.1 Ilustrasi Retina Normal dan Retina dengan Retinopati Diabetik11
2
B. Epidemiologi
penderita diabetes meningkat setiap tahun. Jumlah penderita diabetes pada tahun
2019 meningkat menjadi 487,3 juta orang dibandingkan tahun 2018 sebanyak 451
juta orang. Indonesia berada pada posisi ke-7 dari 10 negara teratas di dunia dengan
10,7 juta penderita diabetes berusia 20-79 tahun. Jumlah penderita diabetes
diperkirakan akan meningkat menjadi 612,5 juta pada tahun 2030 dan 762,3 juta
pada tahun 2045. Berdasarkan The DiabCare Asia (2012), 42% penyandang
Eropa, dan Asia melaporkan bahwa penderita diabetes melitus terancam mengalami
merupakan penyebab paling sering dari kasus kebutaan baru di antara orang dewasa
kelima penyebab paling umum kebutaan yang dapat dicegah dan penyebab kelima
paling umum dari gangguan penglihatan sedang hingga berat.5 Berdasarkan jurnal
Jonas dan Sabanayagam pada tahun 2019, dari 32,4 juta orang buta dan dari 191
juta orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun 2010, 830.000
(2,6%) orang buta dan 3,7 juta (1,9%) orang mengalami gangguan penglihatan
2004 melaporkan bahwa 4,8% penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat
3
retinopati diabetik yang menduduki peringkat ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan
degenerasi makula.4
prevalensi retinopati diabetik di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 42,6% atau
C. Patofisiologi
diabetik, antara lain: polyol pathway, glikasi non-enzimatik, aktivasi protein kinase
1. Polyol pathway
dan tidak dapat berdifusi ke dalam membran sel, sehingga terjadi akumulasi yang
perisit, dan penebalan membran dasar. Fruktosa berikatan dengan fosfat menjadi
4
fructose-3-phosphate dan kemudian dipecah menjadi 3-deoxyglucosone, yang
2. Glikasi non-enzimatik
AGE merupakan protein atau lemak yang dihasilkan dari reaksi glikasi non-
enzimatik dan oksidasi setelah terpapar gula aldose. Produk awal reaksi non-
enzimatik adalah schiff base, yang kemudian spontan berubah menjadi Amadori
product. Proses glikasi protein dan lemak menyebabkan perubahan molekuler yang
menghasilkan AGE. AGE ditemukan di pembuluh darah retina dengan kadar serum
reseptor permukaan sel seperti RAGE, galectin-3, CD36, dan reseptor makrofag.
sintesis diacylglycerol (DAG), yang merupakan aktivator PKC. PKC β1/2 berperan
penting dalam proses terjadinya retinopati diabetes. Aktivasi PKC berperan dalam
5
endothelial growth factor (VEGF) di jaringan retina juga ikut meningkat, memicu
4. Faktor genetik
5. Inflamasi
molekul, sinyal VEGF, reseptor AGE, dan perubahan regulasi nitric oxide.
meningkatkan tajam penglihatan. AntiTNF α dalam proses penelitian fase III untuk
6. Stres oksidasi
antara pembentukan dan eliminasi reactive oxygen species (ROS). Pada fisiologi
normal, ROS membantu tubuh untuk merusak mikroorganisme asing yang dapat
merusak sel. Akan tetapi, kadar ROS tinggi dapat merusak sel melaui peroksidase
6
metabolit glikolitik. Metabolit ini kemudian mengaktifkan AGE, PKC, polyol, dan
D. Klasifikasi
proliferatif (PDR). NPDR merupakan tahap awal dari retinopadi diabetik. Selama
tahap ini, patologi retina termasuk mikroaneurisma, perdarahan dan hard excudate
dapat dideteksi dengan fotografi fundus. NPDR memiliki tingkat keparahan ringan,
lanjutan, kondisi ini ditandai dengan adanya neovaskularisasi. Selama tahap ini,
penglihatan.6,13,14
7
E. Gejala Klinis
retinopati diabetik, akan tetapi pada tahap penyakit yang lebih lanjut, pasien
mungkin akan mengalami gejala yang meliputi floaters, penglihatan kabur, distorsi,
1. Mikroaneurisma
kecil, mereka terjadi ketika mikroaneurisma pecah di lapisan retina yang lebih
Perdarahan serpihan yang terjadi di lapisan serat saraf yang lebih superfisial
4. Edema makula
yang dipicu oleh rusaknya dinding darah-retina. Kondisi ini dapat terjadi pada
setiap tahap retinopati diabetik dan menyebabkan distorsi gambar visual dan
8
5. Hard excudate
eksudasi lipid dan protein yang secara klinis diberi label sebagai hard
exudates. Kondisi ini sering dikaitkan dengan tingkat lipid serum yang tinggi
area foveal
6. Cotton-wool spots
Infark lapisan serat saraf dari oklusi arteriol prekapiler, bentuknya hamper
Sering terjadi berdekatan dengan area nonperfusi, pada tanda klinis ini
9
F. Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan keparahan dari retinopati
4. Kolesterol Tinggi
5. Kehamilan
6. Kebiasaan merokok
7. Genetik
8. Obesitas
Selain yang telah disebutkan diatas, faktor umur dan jenis kelamin juga
tampak berperan sebagai faktor risiko dari retinopati diabetik. Diketahui bahwa
jenis kelamin laki-laki memiliki faktor risiko lebih tinggi, hal ini umumnya
dikarenakan gaya hidup yang tidak sehat dan memperparah kondisi tersebut, seperti
merokok. Sedangkan berdasarkan umur, diketahui bahwa orang tua lebih rentan
dari 5 tahun menderita retinopati diabetik lebih banyak yaitu berjumlah 110 orang
10
terjadinya retinopati diabetik. Diketahui bahwa pasien yang telah menderita
diabetes melitus selama 10-19 tahun memiliki resiko terkena retinopati diabetik dua
kali lebih tinggi, dan meningkat menjadi tiga kali lipat setelah 20 tahun.21
kejadian dan keparahan retinopati diabetik sebesar 1-1,2 kali. Hal ini disebabkan
keadaan hiperperfusi retina yang menyebabkan kerusakan pada kapiler retina yang
G. Diagnosis
diabetes. Berikut ini adalah penanda diabetes yang wajib pada semua pasien yang
Kadar glukosa darah puasa normalnya adalah kurang dari 110 mg/dl. Kadar
gula darah puasa 110-125 mg/dl dianggap pradiabetes, dan apabila lebih dari
126 mg/dl, setidaknya dalam dua sampel, maka ditetapkan sebagai diabetes.
Usia 0-50 tahun normalnya adalah <140 mg/dl, 50-60 tahun <150 mg/dl dan
Kisaran normal HbA1c adalah antara 4% hingga 5,6%. Tingkat antara 5,7%
11
Beberapa tes mata digunakan untuk skrining retinopati diabetik. Sensitivitas
(kemampuan tes untuk mendeteksi penyakit, jika ada) dan spesifisitas (kemampuan
tes untuk menemukan tidak ada yang salah, jika tidak ada penyakit) merupakan
faktor penting dalam menerapkan tes. Sensitivitas tes dapat bervariasi sesuai
dengan siapa yang melakukan pemeriksaan dan seberapa baik terampilnya mereka
dalam melakukan tes tersebut, hal ini penting untuk tes seperti oftalmoskopi
langsung.15
Retinopati diabetik paling baik didiagnosis dengan adanya dilatasi pupil yang
komprehensif, hal ini dilakukan dengan memberikan obat tetes mata pada pasien,
agar pupil dapat berdilatasi, sehingga dokter dapat memeriksa mata pasien dengan
baik. Dilatasi pupil dapat berlangsung selama beberapa jam dan dapat
pasien oleh dokter ahli dengan menggunakan oftalmoskop atau melalui pengamatan
terhadap hasil rekaman citra digital dari kamera fundus.7 Berikut instrumen-
Pemeriksaan ini tidak memerlukan peralatan yang khusus dan relatif murah,
retina yang diperiksa lebih luas dari pada pemeriksaan oftalmoskopi direk.
12
Gambar 2.4 Pemeriksaan Oftalmoskopi Direk dan Indirek15
2. Slit-Lamp biomikroskopi
pemeriksaan retina secara luas, akan tetapi pemeriksaan ini cenderung mahal
13
3. Optical coherence tomography (OCT)
Pemeriksaan ini merupakan salah satu cara terbaik untuk menilai edema
perlu digunakan bersama dengan tes skrining lainnya seperti slit-lamp atau
Pemeriksaan ini dapat memeriksa lapangan retina secara adekuat, serta dapat
disimpan dalam jangka waktu lama, dan dapat digunakan kembali nantinya
14
mengurangi jumlah gambar yang tidak mungkin untuk dinilai; kamera
maksimum.
5. Angiografi fluoresen
15
6. B-scan ultrasonography
retinopati diabetik dapat muncul dengan perdarahan dot blot dan mikroaneurisma,
hanya pada retinopati diabetik yang akan meluas melintasi raphe horizontal.24
pada penyakit sel sabit, atau produksi rantai hemoglobin yang tidak mencukupi,
H. Tatalaksana
Dasar manajemen medis retinopati diabetik terdiri dari kontrol medis intensif
pada glukosa darah, tekanan darah dan lipid darah.26 Selain itu, perawatan efektif
yang tersedia untuk pasien dengan retinopati diabetik meliputi fotokoagulasi laser,
16
dan dalam beberapa kasus dapat memperbaiki penglihatan jika diberikan lebih
1. Fotokoagulasi laser
bertujuan untuk regresi neovaskuler. PRP merusak area iskemi retina dan
merusak retina.
VEGF berperan dalam proses retinopati diabetes, sehingga menjadi salah satu
pasien edema makula diabetes. Jika defisit pada awal ringan, tidak ada
sedangkan, jika kerusakan awal sudah lebih lanjut, aflibercept lebih efektif
tajam penglihatan dan serta anatomi organ menjadi lebih baik dari pada
ranibizumab.
17
3. Suntikan steroid intravitreal
dapat menstabilkan dinding darah retina. Banyak jalur metabolisme dan sel
signifikan pada pasien dengan hipertensi okular dan katarak, terutama pada
4. Vitrektomi
Vitrektomi pars plana memiliki peran penting pada pasien retinopati diabetik
dilakukan lebih sedikit daripada di masa lalu, hal ini dikarenakan karena
perawatan lain yang kurang invasif dan lebih dapat diterima telah tersedia
setiap tahun dan dilakukan pengendalian gula darah. Sedangkan pada NPRD berat
18
perlu pemantauanan setiap 6 bulan untuk mendeteksi tanda-tanda progresivitas
menjadi proliferatif. PRD memerlukan tindakan laser segera, dengan tindakan PRP
kurangnya akses ke dokter mata dan sumber daya perawatan kesehatan yang
I. Pencegahan
menerapkan strategi manajemen pribadi seperti pilihan gaya hidup sehat mengenai
nutrisi dan olahraga, serta rutin mengkontrol glukosa darah, tekanan darah dan lipid
darah.5,26
19
atau menunda timbulnya retinopati diabetik. Pencegahan primer mencakup
retinopati diabetik
tekanan darah
pengelihatan
20
memulihkan penglihatan, dan meningkatkan kualitas hidup mereka yang
J. Prognosis
21
BAB III
PENUTUP
masyarakat di dunia. Komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi adalah
retinopati diabetik di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 42,6% atau sekitar 24.600
dari kasus kebutaan baru di antara orang dewasa berusia 20–74. Dasar manajemen
medis retinopati diabetik terdiri dari kontrol medis intensif pada glukosa darah,
tekanan darah dan lipid darah. Selain itu, perawatan efektif yang tersedia untuk
sekunder dan tersier. Prognosis retinopati diabetik bergantung pada durasi diabetes,
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Manao LI, Hutami HT, Rahmi FL, Saubig NA. The association of diabetes
duration with the severity of diabetic retinopathy. Diponegoro Medical
Journal. 2021;10(1): 64-48.
23
11. Mayo Clinic Staff. Diabetic Retinopathy [Internet]. Mayo Clinic. 2021 [Cited
22 Agustus 2021]. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/diabetic-retinopathy/symptoms-causes/syc-20371611
16. Bhasvas AR. What are the signs and symptoms of diabetic retinopathy?
[Internet]. Medscape. 2020 [Cited 22 Agustus 2021]. Available from:
https://www.medscape.com/answers/1225122-100692/what-are-the-signs-
and-symptoms-of-diabetic-retinopathy
20. Noventi I. Faktor resiko retinopati diabetika : a case – control. The Indonesian
Journal of Health Science. 2018;10(2):2476-9614.
21. Dewi PN, Fadrian, Vitresia H. Profil tingkat keparahan retinopati diabetik
dengan atau tanpa hipertensi pada di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2019;8(2):204-210.
24
22. Mayo Clinic Staff. Diagnosis & Treatment in Diabetic Retinopathy [Internet].
Mayo Clinic. 2021 [Cited 22 Agustus 2021]. Available from:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetic-
retinopathy/diagnosis-treatment/drc-20371617
24. Cochran ML, Mahabadi N, Czyz CN. Branch Retinal Vein Occlusion in
StatPearl. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.
26. Mansour SE, Browning DJ, Wong K, Flynn HW, Bhavsar AR. The evolving
treatment of diabetic retinopathy. Clinical Ophthalmology. 2020;14:653–678.
25