Anda di halaman 1dari 28

Referat

Retinopati Diabetik

Oleh:
Zenita Hendra Savitri, S.Ked
NIM. 2030912320027

Pembimbing:
dr. Agus Fitrian Noor, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Agustus, 2021
DAFTAR ISI

Halaman

COVER ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... . 2

A. Definisi dan Etiologi ........................................................... 2

B. Epidemiologi ...................................................................... 3

C. Patofisiologi ........................................................................ 4

D. Klasifikasi ........................................................................... 7

E. Gejala klinis ........................................................................ 8

F. Faktor Risiko ....................................................................... 10

G. Diagnosis ............................................................................ 11

H. Tatalaksana ......................................................................... 16

I. Pencegahan ......................................................................... 19

J. Prognosis ............................................................................ 21

BAB III PENUTUP ................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 23

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Ilustrasi Retina Normal dan Retina dengan Retinopati Diabetik....... 2

2.2 Klasifikasi Retinopati Diabetik ......................................................... 7

2.3 Contoh Gambaran Klinis Retinopati Diabetik .................................. 9

2.4 Pemeriksaan Oftalmoskopi Direk dan Indirek ................................. 13

2.5 Pemeriksaan Slit-Lamp Biomikroskopi ............................................ 13

2.6 Pemeriksaan Optical Coherence Tomography ................................. 14

2.7 Pemeriksaan Fotografi Retina ........................................................... 15

2.8 Contoh Hasil Pemeriksaan Angiografi Fluoresen ............................ 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi

masyarakat di dunia. Menurut International Diabetes Federation (IDF), jumlah

penderita diabetes semakin meningkat setiap tahunnya.1 Pasien dengan diabetes

sering mengalami komplikasi mata, glaukoma, katarak, dan neuropati, namun

komplikasi yang paling sering terjadi adalah retinopati diabetik dengan perkiraan

prevalensi global sebanyak 382 juta.2,3 Berdasarkan The DiabCare Asia (2012),

42% penyandang diabetes melitus di Indonesia mengalami komplikasi retinopati

diabetik.4 Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa

prevalensi retinopati diabetik di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 42,6% atau

sekitar 24.600 orang. Sedangkan pada tahun 2030, prevalensinya diperkirakan

meningkat menjadi 98.400 orang.1 Retinopati diabetik secara klasik dijelaskan

sebagai perubahan progresif pada mikrovaskular yang menyebabkan iskemia retina,

neovaskularisasi, perubahan permeabilitas retina, maupun edema makula. Sebagai

catatan, retinopati diabetik adalah penyebab utama kebutaan, terutama pada

populasi pekerja dewasa.3 Kesalahan diagnosa pada pasien retinopati diabetik

beresiko memperparah komplikasi. Data penelitian menyebutkan bahwa 90% dari

meningkatnya keparahan RD dapat dicegah dengan pemeriksaan dan perawatan

pada pasien yang tepat. Oleh karenanya, pasien memerlukan penanganan yang tepat

serta edukasi dini mengenai bahaya diabetes serta retinopati diabetik agar terhindar

dari kondisi tersebut maupun kebutaan.5,6,7

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Etiologi

Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi

masyarakat di dunia. Komplikasi diabetes melitus yang merupakan salah satu

penyebab utama kebutaan di dunia terutama pada kelompok usia kerja adalah

retinopati diabetik. Retinopati diabetik secara klasik dijelaskan sebagai perubahan

progresif pada mikrovaskular yang menyebabkan iskemia retina, neovaskularisasi,

perubahan permeabilitas retina, maupun edema makula. Diketahui bahwa semakin

lama seseorang menderita diabetes maka risiko mengalami retinopati diabetik juga

semakin meningkat.1,3,9 Retinopati diabetik secara serius mengancam kualitas

hidup pasien diabetes, dan pada saat yang sama juga membawa beban ekonomi

yang serius bagi masyarakat.10

Gambar 2.1 Ilustrasi Retina Normal dan Retina dengan Retinopati Diabetik11

2
B. Epidemiologi

Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi

masyarakat di dunia. Menurut International Diabetes Federation (IDF), jumlah

penderita diabetes meningkat setiap tahun. Jumlah penderita diabetes pada tahun

2019 meningkat menjadi 487,3 juta orang dibandingkan tahun 2018 sebanyak 451

juta orang. Indonesia berada pada posisi ke-7 dari 10 negara teratas di dunia dengan

10,7 juta penderita diabetes berusia 20-79 tahun. Jumlah penderita diabetes

diperkirakan akan meningkat menjadi 612,5 juta pada tahun 2030 dan 762,3 juta

pada tahun 2045. Berdasarkan The DiabCare Asia (2012), 42% penyandang

diabetes melitus di Indonesia mengalami komplikasi retinopati diabetik.1,4

Penelitian epidemologis di beberapa benua antara lain di Amerika, Australia,

Eropa, dan Asia melaporkan bahwa penderita diabetes melitus terancam mengalami

kebutaan karena mengalami komplikasi retinopati diabetik. Retinopati diabetik

merupakan penyebab paling sering dari kasus kebutaan baru di antara orang dewasa

berusia 20–74.4,8 Sejak tahun 1990-2010, retinopati diabetik menempati peringkat

kelima penyebab paling umum kebutaan yang dapat dicegah dan penyebab kelima

paling umum dari gangguan penglihatan sedang hingga berat.5 Berdasarkan jurnal

Jonas dan Sabanayagam pada tahun 2019, dari 32,4 juta orang buta dan dari 191

juta orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun 2010, 830.000

(2,6%) orang buta dan 3,7 juta (1,9%) orang mengalami gangguan penglihatan

disebabkan karena retinopati diabetik.9 Organisasi Kesehata Dunia (WHO) tahun

2004 melaporkan bahwa 4,8% penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat

3
retinopati diabetik yang menduduki peringkat ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan

degenerasi makula.4

Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa

prevalensi retinopati diabetik di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 42,6% atau

sekitar 24.600 orang. Sedangkan pada tahun 2030, prevalensinya diperkirakan

meningkat menjadi 98.400 orang.1

C. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya penyakit mikrovaskuler diabetes masih belum jelas,

namun keadaan hiperglikemia jangka lama dapat menyebabkan perubahan fisiologi

dan biokimia, sehingga terjadi kerusakan endotelial. Hiperglikemia dan faktor

genetik berkaitan dengan patofisiologi retinopati diabetik. Terdapat beberapa

mekanisme yang diduga berperan pada kerusakan mikrovaskuler dan retinopati

diabetik, antara lain: polyol pathway, glikasi non-enzimatik, aktivasi protein kinase

C (PKC), faktor genetik, inflamasi, dan stres oksidasi.12

1. Polyol pathway

Aldose reductase mereduksi glukosa menjadi sorbitol dengan kofaktor

nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH). Kemudian sorbitol diubah

menjadi fruktosa oleh sorbitol dehydroginase (SDH). Sorbitol bersifat hidrofilik

dan tidak dapat berdifusi ke dalam membran sel, sehingga terjadi akumulasi yang

menyebabkan kerusakan osmotik endotel pembuluh darah retina, kehilangan

perisit, dan penebalan membran dasar. Fruktosa berikatan dengan fosfat menjadi

4
fructose-3-phosphate dan kemudian dipecah menjadi 3-deoxyglucosone, yang

nantinya dibentuk menjadi advanced glycation end products (AGEs).

2. Glikasi non-enzimatik

AGE merupakan protein atau lemak yang dihasilkan dari reaksi glikasi non-

enzimatik dan oksidasi setelah terpapar gula aldose. Produk awal reaksi non-

enzimatik adalah schiff base, yang kemudian spontan berubah menjadi Amadori

product. Proses glikasi protein dan lemak menyebabkan perubahan molekuler yang

menghasilkan AGE. AGE ditemukan di pembuluh darah retina dengan kadar serum

berkorelasi dengan derajat keparahan retinopati. AGE dapat berikatan dengan

reseptor permukaan sel seperti RAGE, galectin-3, CD36, dan reseptor makrofag.

AGE memodifikasi hormon, sitokin, dan matriks ekstraseluler, sehingga terjadi

kerusakan vaskuler. Selain itu, AGE juga menghambat sintesis DNA,

meningkatkan mRNA VEGF, meningkatkan NF-kB di endotelium vaskuler, dan

memicu apoptosis perisit retina.

3. Aktivasi protein kinase C (PKC)

PKC merupakan serine kinase yang berperan dalam transduksi hormonal,

neuronal, dan stimulus growth factor. Keadaan hiperglikemia meningkatkan

sintesis diacylglycerol (DAG), yang merupakan aktivator PKC. PKC β1/2 berperan

penting dalam proses terjadinya retinopati diabetes. Aktivasi PKC berperan dalam

kejadian komplikasi diabetes, seperti: perubahan aliran darah, mengatur sintesis

protein matriks ekstraseluler, permeabilitas pembuluh darah, angiogenesis, sel

pertumbuhan, dan enzymatic activity alteration (MAPK). Selain itu, vascular

5
endothelial growth factor (VEGF) di jaringan retina juga ikut meningkat, memicu

terjadinya edema makula dan retinopati proliferasi.

4. Faktor genetik

Gen aldo-keto reductase family 1 member B1 (AKR1B1) berkaitan dengan

komplikasi mikrovaskuler termasuk retinopati

5. Inflamasi

Hiperglikemia merupakan keadaan proinflamasi, meningkatkan sintesis nitrit

oksida (iNOS), leukotrien, dan cyclooxigenase-2 (COX2). Respons inflamasi

memperburuk proses inflamasi pada pathway lainnya melalui sitokin, adhesi

molekul, sinyal VEGF, reseptor AGE, dan perubahan regulasi nitric oxide.

Beberapa obat anti-inflamasi seperti intravitreal triamcinolone acetonide (IVTA)

dan obat anti-inflamasi nonsteroid dilaporkan dapat menurunkan aktivasi VEGF,

menormalisasi permeabilitas endotel, menurunkan apoptosis dan leukostasis, dan

meningkatkan tajam penglihatan. AntiTNF α dalam proses penelitian fase III untuk

menurunkan ketebalan makula

6. Stres oksidasi

Salah satu faktor penyebab retinopati diabetes adalah ketidakseimbangan

antara pembentukan dan eliminasi reactive oxygen species (ROS). Pada fisiologi

normal, ROS membantu tubuh untuk merusak mikroorganisme asing yang dapat

merusak sel. Akan tetapi, kadar ROS tinggi dapat merusak sel melaui peroksidase

lipid, modifikasi DNA, destruksi protein, dan kerusakan mitokondria. ROS

mengaktifkan poly-(ADP-ribose)-polymerase (PARP). PARP menghambat

glyceraldehyde phosphate dehydrogenase (GAPDH), sehingga terjadi akumulasi

6
metabolit glikolitik. Metabolit ini kemudian mengaktifkan AGE, PKC, polyol, dan

hexosamine pathway, sehingga memperburuk keadaan retinopati.

D. Klasifikasi

Berdasarkan keparahannya retinopati diabetik dapat diklasifikasikan menjadi

dua, yaitu retinopati diabetik non-proliferatif (NPDR) dan retinopati diabetik

proliferatif (PDR). NPDR merupakan tahap awal dari retinopadi diabetik. Selama

tahap ini, patologi retina termasuk mikroaneurisma, perdarahan dan hard excudate

dapat dideteksi dengan fotografi fundus. NPDR memiliki tingkat keparahan ringan,

sedang, dan berat. Sedangkan PDR merupakan stadium retinopadi diabetik

lanjutan, kondisi ini ditandai dengan adanya neovaskularisasi. Selama tahap ini,

pasien mungkin mengalami gangguan penglihatan yang parah ketika pembuluh

darah abnormal baru berdarah ke dalam vitreous (perdarahan vitreous) atau

terdapatnya distorsi atau traksi retinal detachment, yang menyebabkan hilangnya

penglihatan.6,13,14

Gambar 2.2 Klasifikasi Retinopati Diabetik15

7
E. Gejala Klinis

Pasien umumnya tidak menunjukkan gejala pada tahap awal terkenanya

retinopati diabetik, akan tetapi pada tahap penyakit yang lebih lanjut, pasien

mungkin akan mengalami gejala yang meliputi floaters, penglihatan kabur, distorsi,

dan kehilangan ketajaman visual yang progresif. Tanda-tanda retinopati diabetik

adalah sebagai berikut:12,16,17,18

1. Mikroaneurisma

Mikroaneurima merupakan tanda klinis paling awal dari retinopati diabetik;

kondisi ini merupakan pembengkakan pembuluh darah berukuran mikro dan

dapat terlihat sebagai titik-titik kemerahan pada retina

2. Hemoragik dot dan blot

Kondisi ini tampak mirip dengan mikroaneurisma tetapi ukurannya lebih

kecil, mereka terjadi ketika mikroaneurisma pecah di lapisan retina yang lebih

dalam, seperti lapisan inti dalam dan lapisan pleksiform luar.

3. Hemoragik berbentuk api

Perdarahan serpihan yang terjadi di lapisan serat saraf yang lebih superfisial

4. Edema makula

Edema makula merupakan penyebab utama gangguan penglihatan pada

pasien dengan diabetes. Kondisi ini ditandai dengan pembengkakan atau

penebalan makula akibat akumulasi cairan sub dan intra-retina di makula

yang dipicu oleh rusaknya dinding darah-retina. Kondisi ini dapat terjadi pada

setiap tahap retinopati diabetik dan menyebabkan distorsi gambar visual dan

penurunan ketajaman visual.

8
5. Hard excudate

Edema makula dihasilkan dari pemecahan dinding darah-retina dari

pembuluh darah intraretinal, hal ini akan mengarah pada peningkatan

eksudasi lipid dan protein yang secara klinis diberi label sebagai hard

exudates. Kondisi ini sering dikaitkan dengan tingkat lipid serum yang tinggi

dan dapat berkontribusi pada kehilangan penglihatan ketika mereka berada di

area foveal

6. Cotton-wool spots

Infark lapisan serat saraf dari oklusi arteriol prekapiler, bentuknya hamper

mirip seperti mikroaneurisma dan hiperpermeabilitas vaskular

7. Venous loops and venous beading

Sering terjadi berdekatan dengan area nonperfusi, pada tanda klinis ini

tampak peningkatan iskemia retina, dan kejadiannya adalah prediktor paling

signifikan dari perkembangan menjadi retinopati diabetik proliferatif (PDR).

8. Abnormalitas mikrovaskular intraretina

Gambar 2.3 Contoh Gambaran Klinis Retinopati Diabetik12

9
F. Faktor Risiko

Siapapun yang memiliki diabetes dapat mengembangkan retinopati diabetik.

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan keparahan dari retinopati

diabetik, diantaranya adalah:11,19

1. Menderita diabetes dalam waktu lama

2. Kontrol kadar gula darah yang buruk

3. Tekanan darah tinggi

4. Kolesterol Tinggi

5. Kehamilan

6. Kebiasaan merokok

7. Genetik

8. Obesitas

Selain yang telah disebutkan diatas, faktor umur dan jenis kelamin juga

tampak berperan sebagai faktor risiko dari retinopati diabetik. Diketahui bahwa

jenis kelamin laki-laki memiliki faktor risiko lebih tinggi, hal ini umumnya

dikarenakan gaya hidup yang tidak sehat dan memperparah kondisi tersebut, seperti

merokok. Sedangkan berdasarkan umur, diketahui bahwa orang tua lebih rentan

terhadap kejadian retinopati diabetik, dimana kondisi ini ditemukan meningkat

dengan bertambahnya usia.20

Berdasarkan durasi menderita diabetes melitus, penderita dengan durasi lebih

dari 5 tahun menderita retinopati diabetik lebih banyak yaitu berjumlah 110 orang

(68%). Lama menderita diabetes melitus berperan penting dalam memprediksi

10
terjadinya retinopati diabetik. Diketahui bahwa pasien yang telah menderita

diabetes melitus selama 10-19 tahun memiliki resiko terkena retinopati diabetik dua

kali lebih tinggi, dan meningkat menjadi tiga kali lipat setelah 20 tahun.21

Hipertensi kronis yang ditemukan padap enderita DM dapat memengaruhi

kejadian dan keparahan retinopati diabetik sebesar 1-1,2 kali. Hal ini disebabkan

keadaan hiperperfusi retina yang menyebabkan kerusakan pada kapiler retina yang

menyebabkan peningkatan aliran darah dan memperburuk retinopati diabetik.21

G. Diagnosis

Retinopati diabetik merupakan komplikasi mata paling umum bagi penderita

diabetes. Berikut ini adalah penanda diabetes yang wajib pada semua pasien yang

diskrining untuk retinopati diabetik:2,19

1. Glukosa darah puasa

Kadar glukosa darah puasa normalnya adalah kurang dari 110 mg/dl. Kadar

gula darah puasa 110-125 mg/dl dianggap pradiabetes, dan apabila lebih dari

126 mg/dl, setidaknya dalam dua sampel, maka ditetapkan sebagai diabetes.

2. Kadar glukosa darah postprandial setelah 2 jam

Usia 0-50 tahun normalnya adalah <140 mg/dl, 50-60 tahun <150 mg/dl dan

60 tahun ke atas <160mg/dl.

3. HbA1C (hemoglobin terglikosilasi)

Kisaran normal HbA1c adalah antara 4% hingga 5,6%. Tingkat antara 5,7%

dan 6,4% menunjukkan kemungkinan tinggi menderita diabetes. Kadar lebih

dari 6,5% menunjukkan diabetes.

11
Beberapa tes mata digunakan untuk skrining retinopati diabetik. Sensitivitas

(kemampuan tes untuk mendeteksi penyakit, jika ada) dan spesifisitas (kemampuan

tes untuk menemukan tidak ada yang salah, jika tidak ada penyakit) merupakan

faktor penting dalam menerapkan tes. Sensitivitas tes dapat bervariasi sesuai

dengan siapa yang melakukan pemeriksaan dan seberapa baik terampilnya mereka

dalam melakukan tes tersebut, hal ini penting untuk tes seperti oftalmoskopi

langsung.15

Retinopati diabetik paling baik didiagnosis dengan adanya dilatasi pupil yang

komprehensif, hal ini dilakukan dengan memberikan obat tetes mata pada pasien,

agar pupil dapat berdilatasi, sehingga dokter dapat memeriksa mata pasien dengan

baik. Dilatasi pupil dapat berlangsung selama beberapa jam dan dapat

menyebabkan penglihatan kabur, biasanya terjadi selama 2 sampai 24 jam

tergantung pada jenis obat tetes mata yang digunakan.15,22

Metode konvensional yang digunakan untuk mendiagnosa level retinopati

diabetik adalah dengan melakukan pemeriksaan langsung ke dalam bola mata

pasien oleh dokter ahli dengan menggunakan oftalmoskop atau melalui pengamatan

terhadap hasil rekaman citra digital dari kamera fundus.7 Berikut instrumen-

instrumen yang dapat digunakan dalam mendiagnosis retinopati diabetik:2,15,22,23

1. Oftalmoskopi direk dan indirek

Pemeriksaan ini tidak memerlukan peralatan yang khusus dan relatif murah,

akan tetapi pemeriksaan ini kurang efektif dikarenakan sensitivitasnya yang

kurang. Oftalmoskopi indirek sedikit berbeda dengan direk, dimana lapangan

retina yang diperiksa lebih luas dari pada pemeriksaan oftalmoskopi direk.

12
Gambar 2.4 Pemeriksaan Oftalmoskopi Direk dan Indirek15

2. Slit-Lamp biomikroskopi

Pemeriksaan ini merupakan gold standard bagi pelatihan kesehatan

professional dalam pemeriksaan retina. Pemeriksaan dapat melakukan

pemeriksaan retina secara luas, akan tetapi pemeriksaan ini cenderung mahal

dan memerlukan adanya lensa khusus.

Gambar 2.5 Pemeriksaan Slit-Lamp Biomikroskopi15

13
3. Optical coherence tomography (OCT)

Pemeriksaan ini merupakan salah satu cara terbaik untuk menilai edema

makula (penebalan retina dan edema intraretina), namun pemeriksaan ini

perlu digunakan bersama dengan tes skrining lainnya seperti slit-lamp atau

fotografi retina untuk mendeteksi retinopati diabetik serta juga biaya

pemeriksaannya relatif mahal.

Gambar 2.6 Pemeriksaan Optical Coherence Tomography15

4. Fotografi retina (midriatik dan nonmidriatik)

Pemeriksaan ini dapat memeriksa lapangan retina secara adekuat, serta dapat

dihubungkan ke komputer. Gambar yang didapatkan saat pemeriksaan dapat

disimpan dalam jangka waktu lama, dan dapat digunakan kembali nantinya

untuk digunakan sebagai evaluasi lanjutan. Terdapat perbedaan pada lensa

midriatik dan nonmidriatik, berikut penjelasannya:

a Kamera nonmidriatik tidak memerlukan penerapan dilatasi pada 80-90%

kasus, meskipun beberapa dokter akan menerapkan dilatasi pupil untuk

14
mengurangi jumlah gambar yang tidak mungkin untuk dinilai; kamera

midriatik mengharuskan setiap orang untuk memiliki dilatasi pupil.

b Kamera nonmidriatik membutuhkan ruang gelap untuk pelebaran pupil

maksimum.

Gambar 2.7 Pemeriksaan Fotografi Retina15

5. Angiografi fluoresen

Setelah pupil mata berdilatasi, pewarna disuntikkan ke pembuluh darah di

lengan pasien. Kemudian gambar diambil saat pewarna beredar melalui

pembuluh darah mata pasien. Gambar dapat menunjukkan dengan tepat

pembuluh darah yang tertutup, rusak atau bocor.

Gambar 2.8 Contoh Hasil Pemeriksaan Angiografi Fluoresen2

15
6. B-scan ultrasonography

Ultrasonografi B-scan dapat digunakan untuk mengevaluasi status retina jika

media terhalang oleh perdarahan vitreous.

Retinopati diabetik sering dibandingkan dengan penyakit lain seperti Oklusi

Vena Retina Cabang (OVRC) dan Retinopati Hemoglobinopati. Retinopati diabetik

dapat dibedakan dari OVRC berdasarkan beberapa fitunya, retinopati diabetik

biasanya bilateral sedangkan OVRC biasanya unilateral. Meskipun OVRC dan

retinopati diabetik dapat muncul dengan perdarahan dot blot dan mikroaneurisma,

hanya pada retinopati diabetik yang akan meluas melintasi raphe horizontal.24

Sedangkan untuk penyakit retinopati hemoglobinopati, tidak seperti

retinopati diabetik yang disebabkan oleh diabetes melitus, hemoglobinopati

merupakan kelainan genetik yang ditandai dengan hemoglobin abnormal, seperti

pada penyakit sel sabit, atau produksi rantai hemoglobin yang tidak mencukupi,

seperti pada talasemia. Retinopati sabit nonproliferatif (NPSR) ditandai dengan

adanya bercak salmon, bintik-bintik warna-warni, dan sunbursts hitam.25

H. Tatalaksana

Dasar manajemen medis retinopati diabetik terdiri dari kontrol medis intensif

pada glukosa darah, tekanan darah dan lipid darah.26 Selain itu, perawatan efektif

yang tersedia untuk pasien dengan retinopati diabetik meliputi fotokoagulasi laser,

obat anti-VEGF intravitreal, suntikan steroid intravitreal, dan vitrektomi.

Perawatan ini dapat mencegah kehilangan penglihatan, menstabilkan penglihatan,

16
dan dalam beberapa kasus dapat memperbaiki penglihatan jika diberikan lebih

awal.5 Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai tatalaksana retinopati diabetik:12,23

1. Fotokoagulasi laser

Terapi laser biasanya untuk retinopati diabetes nonproliferatif disertai

clinically significant macular edema (CSME) dan retinopati diabetes

proliferatif. Tujuan laser fotokoagulasi adalah mencegah kebocoran

mikroaneurisma dan menghambat ekstravasasi cairan ke makula.

Fotokoagulasi laser panretinal (PRP) pada retinopati diabetes proliferatif

bertujuan untuk regresi neovaskuler. PRP merusak area iskemi retina dan

meningkatkan tekanan oksigen mata. Area iskemi pada mata dapat

memproduksi vascular endothelial growth factor (VEGF), sehingga progresif

merusak retina.

2. Obat anti-VEGF intravitreal

VEGF berperan dalam proses retinopati diabetes, sehingga menjadi salah satu

target terapi terutama neovaskulerisasi. Anti-VEGF yang tersedia saat ini

renibizumab, bevacizumab, pegatanib, dan aflibercept. Terapi anti-

angiogenik menggunakan anti-VEGF dapat memperbaiki tajam penglihatan

pasien edema makula diabetes. Jika defisit pada awal ringan, tidak ada

perbedaan yang signifikan antara aflibercept, bevacizumab atau ranibizumab

sedangkan, jika kerusakan awal sudah lebih lanjut, aflibercept lebih efektif

dalam meningkatkan penglihatan. Aflibercept diketahui dapat memperbaiki

tajam penglihatan dan serta anatomi organ menjadi lebih baik dari pada

ranibizumab.

17
3. Suntikan steroid intravitreal

Kortikosteroid memiliki efek anti-inflamasi dan anti-angiogenik, dimana

dapat menstabilkan dinding darah retina. Banyak jalur metabolisme dan sel

yang melepaskan faktor inflamasi terlibat dalam patogenesis retinopati

diabetik. Kortikosteroid yang digunakan dalam pengobatan meliputi

dexamethasone, fluocinolone acetonid, dan triamcinolone acetonide.

Fluocinolone acetonide dapat digunakan pada pasien yang tidak kunjung

sembuh dengan terapi anti-VEGF intravitreal. Obat ini telah menunjukkan

kemanjuran dan keamanan, akan tetapi tingkat perlu pengamatan yang

signifikan pada pasien dengan hipertensi okular dan katarak, terutama pada

mata yang diobati dengan triamcinolone.

4. Vitrektomi

Vitrektomi pars plana memiliki peran penting pada pasien retinopati diabetik

terkait dengan perdarahan vitreous, ablasi retina traksi, kelainan antarmuka

vitreoretinal dan edema makula yang tidak mempan terhadap injeksi

intravitreal. Secara teori, pengangkatan badan vitreus dan membran hialoid

selama pembedahan vitrektomi dapat meningkatkan oksigenasi retina,

meningkatkan pergantian sitokin intraokular dan menghilangkan hambatan

mekanis terhadap jalan keluar cairan dan metabolit. Penerapan vitrektomi

dilakukan lebih sedikit daripada di masa lalu, hal ini dikarenakan karena

perawatan lain yang kurang invasif dan lebih dapat diterima telah tersedia

NPRD ringan-sedang tidak membutuhkan terapi, namun observasi dilakukan

setiap tahun dan dilakukan pengendalian gula darah. Sedangkan pada NPRD berat

18
perlu pemantauanan setiap 6 bulan untuk mendeteksi tanda-tanda progresivitas

menjadi proliferatif. PRD memerlukan tindakan laser segera, dengan tindakan PRP

untuk regresi pembuluh darah baru sehingga menurunkan angka kebutaan.

Vitrektomi dilakukan pada perdarahan vitreus dan traksi vitreoretina. Intravitreal

anti-VEGF preoperatif dapat menurunkan kejadian perdarahan berulang dan

memperbaiki tajam penglihatan postoperasi.12

Sayangnya, di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, terjadi

kekurangan skrining dan pengobatan retinopati diabetik, hal ini dikarenakan

kurangnya akses ke dokter mata dan sumber daya perawatan kesehatan yang

terbatas seperti mesin laser dan terapi anti-VEGF.5

I. Pencegahan

Edukasi masyarakat tentang diabetes memainkan peran penting untuk

meningkatkan kesadaran penderita diabetes. Selanjutnya, penderita diabetes harus

menerapkan strategi manajemen pribadi seperti pilihan gaya hidup sehat mengenai

nutrisi dan olahraga, serta rutin mengkontrol glukosa darah, tekanan darah dan lipid

darah.5,26

Selain itu, pencegahan retinopati diabetik dapat digolongkan atas beberapa

kelompok, meliputi pencegana primer, sekunder dan tersier. Berikut penjelasan

lebih lanjut mengenai pencegahan tersebut:6

1. Pencegahan primer diterapkan pada individu dengan diabetes tetapi tanpa

bukti adanya retinopati diabetik, pencegahan ini bertujuan untuk mencegah

19
atau menunda timbulnya retinopati diabetik. Pencegahan primer mencakup

berbagai tindakan, yaitu:

a Modifikasi gaya hidup dan perilaku sebelum perkembangan diabetes atau

retinopati diabetik

b Kesadaran yang meningkat akan retinopati diabetik

c Manajemen diri diabetes dan hipertensi

d Intervensi farmakologis untuk meningkatkan kontrol glikemik dan

tekanan darah

e Skrining retinopati diabetik untuk deteksi dini retinopati diabetik.

2. Pencegahan sekunder diterapkan pada mereka dengan tahap awal retinopati

diabetik, dengan tujuan mencegah perkembangan retinopati diabetik ke tahap

yang mengancam penglihatan. Strategi pencegahan sekunder dapat

mencakup salah satu atau semua tindakan berikut:

a Kelanjutan intervensi farmakologis untuk meningkatkan kontrol glikemik

dan tekanan darah

b Skrining dan pemantauan retinopati diabetik untuk perkembangan

retinopati diabetik awal menjadi retinopati diabetik yang mengancam

pengelihatan

c Implementasi pedoman dan kebijakan di semua negara khusus untuk

sistem perawatan kesehatan mereka untuk pengelolaan retinopati diabetik.

3. Pencegahan tersier diterapkan pada mereka dengan retinopati diabetik yang

mengancam pengelihatan, dan bertujuan untuk mencegah kebutaan,

20
memulihkan penglihatan, dan meningkatkan kualitas hidup mereka yang

kehilangan penglihatan. Pencegahan tersier meliputi:

a. Fotokoagulasi laser untuk PDR

b. Terapi anti-VEGF untuk edema makula dan PDR

c. Vitrektomi pada pasien dengan retinopati diabetik dengan lanjutan

d. Peningkatan kualitas hidup dengan rehabilitasi visual di antara mereka

dengan kebutaan retinopati diabetik

J. Prognosis

Prognosis retinopati diabetik bergantung pada durasi diabetes, kontrol

glikemik, kondisi komorbid terkait, serta kepatuhan pasien terhadap jalur

pengobatan yang tepat.19

21
BAB III

PENUTUP

Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi

masyarakat di dunia. Komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi adalah

retinopati diabetik. Berdasarkan The DiabCare Asia (2012), 42% penyandang

diabetes melitus di Indonesia mengalami komplikasi retinopati diabetik. Data

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi

retinopati diabetik di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 42,6% atau sekitar 24.600

orang. Sedangkan pada tahun 2030, prevalensinya diperkirakan meningkat menjadi

98.400 orang. Berdasarkan keparahannya retinopati diabetik dapat diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu retinopati diabetik non-proliferatif (NPDR) dan retinopati

diabetik proliferatif (PDR). Retinopati diabetik merupakan penyebab paling sering

dari kasus kebutaan baru di antara orang dewasa berusia 20–74. Dasar manajemen

medis retinopati diabetik terdiri dari kontrol medis intensif pada glukosa darah,

tekanan darah dan lipid darah. Selain itu, perawatan efektif yang tersedia untuk

pasien dengan retinopati diabetik meliputi fotokoagulasi laser, obat anti-VEGF

intravitreal, suntikan steroid intravitreal, dan vitrektomi. Pencegahan retinopati

diabetik dapat digolongkan atas beberapa kelompok, meliputi pencegana primer,

sekunder dan tersier. Prognosis retinopati diabetik bergantung pada durasi diabetes,

kontrol glikemik, kondisi komorbid terkait, kepatuhan pasien terhadap jalur

pengobatan yang tepat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Manao LI, Hutami HT, Rahmi FL, Saubig NA. The association of diabetes
duration with the severity of diabetic retinopathy. Diponegoro Medical
Journal. 2021;10(1): 64-48.

2. Bhasvas AR. Diabetic Retinopathy [Internet]. Medscape. 2020 [Cited 22


Agustus 2021]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview

3. Sinclair SH, Schwartz SS. Diabetic retinopathy – an underdiagnosed and


undertreated inflammatory, neuro-vascular complication of diabetes.
Frontiers in Endocrinology. 2019;10:843.

4. Setyoputri NT, Adi S, Sasono W. Prevalensi dan karakteristik pasien


retinopati diabetik di Poli Mata RSUD Dr.Soetomo. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kedokteran Universitas Airlangga. 2017;9(1):20-25.

5. Wahyu T, Syumarti. The Epidemiology of Diabetic Retinopathy. Bandung:


Community ophthalmology; 2019.

6. Wong TY, Sabanayagam C. Strategies to tackle the global burden of diabetic


retinopathy: from epidemiology to artificial intelligence. Ophthalmologica.
2020;243:9-20.

7. Faurina R, Purwandari EP, Pratama MT, Agustian I. Klasifikasi level non-


proliferatif retinopati diabetik dengan ensemble convolutional neural
network. Jurnal Pseudocode. 2021;8(1): 2355-5920.

8. Edgina AS, Octavius GS, Tanto S, Tobing W. Kadar kalsifediol sebagai


prediktor derajat keparahan retinopati diabetik pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2. JIMKI. 2021;8(3):211-224.

9. Jonas JB, Sabanayagam C. Epidemiology and Risk Factors for Diabetic


Retinopathy in Diabetic Retinopathy and Cardiovascular Disease.
Karger;2019.

10. Hou Y, Cai Y, Jia Z, Shi S. Risk factors and prevalence of


diabeticretinopathy. Medicine. 2020;99(42): e22695.

23
11. Mayo Clinic Staff. Diabetic Retinopathy [Internet]. Mayo Clinic. 2021 [Cited
22 Agustus 2021]. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/diabetic-retinopathy/symptoms-causes/syc-20371611

12. Elvira, Suryawijaya EE. Retinopati diabetes. CDK Journal. 2019;46(3):220-


224.

13. Liu Y, Li J, Ma J, Tong N. The threshold of the severity of diabetic


retinopathy belowwhich intensive glycemic control is beneficial in diabetic
patients: estimation using data from large randomizedclinical trials. Journal
of Diabetes Research. 2020;2020: 8765139.

14. Hertapanndika IN, Sutyawan IWE, Triningra AAMP. Profil retinopati


diabetik di divisi vitreo–retina Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
1 Januari –30 Juni 2015. Jurnal Medika Udayana. 2020.

15. World Health Organization. Diabetic Retinopathy Screening: a Short Guide


Increase Effectiveness, Maximize Benefits and Minimize Harm. World
Health Organization: 2020.

16. Bhasvas AR. What are the signs and symptoms of diabetic retinopathy?
[Internet]. Medscape. 2020 [Cited 22 Agustus 2021]. Available from:
https://www.medscape.com/answers/1225122-100692/what-are-the-signs-
and-symptoms-of-diabetic-retinopathy

17. Wang W, Lo ACY. Diabetic retinopathy: pathophysiology and treatments.


International Journal of Molecular Sciences. 2018;19:1-14.

18. Loganadane P, Delbosc B, Saleh M. Short-term progression of diabetic hard


exudates monitored with high-resolution camera. Ophthalmic Res
2019;61:3–9.

19. Shukla UV, Tripathy K. Diabetic Retinopathy in StatPearl. Treasure Island


(FL): StatPearls Publishing; 2021.

20. Noventi I. Faktor resiko retinopati diabetika : a case – control. The Indonesian
Journal of Health Science. 2018;10(2):2476-9614.

21. Dewi PN, Fadrian, Vitresia H. Profil tingkat keparahan retinopati diabetik
dengan atau tanpa hipertensi pada di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2019;8(2):204-210.

24
22. Mayo Clinic Staff. Diagnosis & Treatment in Diabetic Retinopathy [Internet].
Mayo Clinic. 2021 [Cited 22 Agustus 2021]. Available from:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetic-
retinopathy/diagnosis-treatment/drc-20371617

23. Stiglia E, Caccioppo A, Castellino N, Reibaldi M, Porta M. Emerging drugs


for the treatment of diabetic retinopathy. Expert Opin Emerg Drugs.
2020;25(3):261-271.

24. Cochran ML, Mahabadi N, Czyz CN. Branch Retinal Vein Occlusion in
StatPearl. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.

25. Foreze KB, Azevedo AM. Retinopathy Hemoglobinopathies in StatPearl.


Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.

26. Mansour SE, Browning DJ, Wong K, Flynn HW, Bhavsar AR. The evolving
treatment of diabetic retinopathy. Clinical Ophthalmology. 2020;14:653–678.

25

Anda mungkin juga menyukai