iii
ABSTRACT
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
3
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN..................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14
4
5
BAB I
PENDAHULUAN
Peningkatan penyakit Diabetes Melitus (DM) di Indonesia telah menunjukkan tingkat yang
mengkhawatirkan. Indonesia kini telah menjadi negara dengan jumlah penderita DM keempat di
dunia (pdpersi.co.id, 2014). International Diabetes Federation (Suyono, 2013) memperkirakan
jumlah penderita penyakit ini di Indonesia mencapai 5,6 juta jiwa pada tahun 2000 dengan
prevalensi nasional untuk DM diperkirakan mencapai 5,7% (Suyono, 2013). Dengan demikian
diprediksi jumlah penderita ini akan meningkat hingga 2-3 kali lipat pada tahun 2020.
American Diabetes Association (ADA) menyebutkan DM merupakan peyakit metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia. Berdasarkan International Society for pediatrics and adolescent
Diabetes, hiperglikemia merupakan kondisi dimana terjadinya peningkatan kadar gula darah di
dalam tubuh seseorang, yakni pada saat glukosa darah sewaktu menunjukkan 200 mg/dl
ditambah dengan gejala diabetes atau glukosa darah puasa 126 mg/dl. Penyebab penyakit ini
bervariasi mulai dari faktor genetik, kelainan pada kerja insulin atau sekresi insulin ataupun
keduanya, faktor pola hidup, dan lain-lain.
Komplikasi menahun yang paling sering ditemui pada penderita Diabetes adalah Neuropati
Diabetik (ND). Prevalensi penderita ND pada DM diperkirakan sebesar 66% dengan 8% sudah
terdiagnosis pada saat didiagnosis menderita diabetes (Pasnoor dkk, 2013). ND merupakan
kumpulan gejala-gejala gangguan saraf yang diakibatkan oleh adanya degenerasi saraf perifer
atau otonom akibat penyakit Diabetes (Syahrir, 2006). Gejala-gejala manifestasi Neuropati pada
penderita Diabetes seringkali bervariasi tergantung pada bagian sistem saraf atau organ tubuh
yang terserang.
Gangguan-gangguan saraf tersebut muncul dan dipicu oleh berbagai mekanisme akibat dari
tingginya kadar gula darah dalam tubuh atau hiperglikemi (Fazan dkk, 2010). Studi epidemiologi
menunjukkan bahwa tidak terkontrolnya kadar gula dalam darah meningkatkan resiko
munculnya komplikasi neuropati seperti diabetic foot hingga amputasi suatu bagian tubuh. Oleh
karena itu ND sangat berkaitan erat dengan DM. Adanya hubungan yang kuat antara
hiperglikemi dengan ND inilah yang membuat peneliti merasa perlu untuk meneliti adanya
1
korelasi antara kadar gula darah terhadap tingkat keparahan Neuropati Diabetik pada penderita
Diabetes.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bermaksud untuk menemukan apakah ada korelasi
kadar gula darah dengan tingkat keparahan Neuropati Diabetik pada penderita diabetes.
Untuk menganalisis korelasi antara kadar gula darah dengan tingkat keparahan Neuropati
Diabetik pada Penderita Diabetes.
2
Dengan menganalisis korelasi antara kadar gula darah dengan tingkat keparahan penyakit
Neuropati Diabetik pada penderita Diabetes, diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam
penentuan prognosis penderita penyakit Neuropati Diabetik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi maupun rujukan dalam
menentukan manajemen yang tepat untuk penanganan yang komprehensif terhadap penyakit
Neuropati Diabetik.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang muncul pada seseorang
yang dikarenakan meningkatnya kadar gula darah (Suyono dkk, 2009). Berdasarkan American
Diabetes Association (ADA) pada tahun 2005, DM dijabarkan sebagai penyakit metabolik yang
berkarakteristik hiperglikemia yang diakibatkan oleh kelainan pada kerja insulin, sekresi insulin
maupun keduanya.
2.1.2 Diagnosis DM
DM ditegakkan dengan uji diagnostik dan screening melalui pemeriksaan glukosa atau kadar
gula darah. Pemeriksaan darah yang paling efektif adalah secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Hal ini dikarenakan konsentrasi air dan kadar glukosa lebih tinggi 11 persen bila
dibandingkan darah biasa dengan catatan kadar hematokrit normal (Suyono dkk, 2009). Berikut
adalah beberapa jenis pemeriksaan kadar glukosa darah:
a. Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu. Dilakukan bila muncul gejala klasik DM seperti
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya.
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
b. Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa. Dilakukan bila muncul gejala klasik Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
c. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Tes ini dilaksanakan apabila terjadi kasus
hiperglikemia yang tidak dapat dijelaskan, glukosuria yang penyebabnya tidak jelas, serta
pada kehamilan yang dicurigai menderita diabetes. TTGO menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
4
Tabel di bawah menunjukkan tingkat glukosa darah baik sewaktu maupun puasa untuk
menegakkan diagnosis penderita DM:
Tabel 1. Tingkat Glukosa Darah untuk Diagnosis DM
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Plasma vena <100 100 199 200
Darah Kapiler <90 90 - 199 200
Pengendalian glikemik pada penderita DM sangat penting untuk dilaksanakan begitu diagnostik
ditegakkan. Studi dari The United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) telah
membuktikan bahwa resiko komplikasi akan menurun hingga 37 persen untuk setiap 1 persen
turunnya A1C (Suyono dkk, 2009). Resiko komplikasi yang dimaksud adalah komplikasi
mikrovaskuler seperti neuropati, nefropati, dan retinopati. Berikut adalah target glikemik dari
beberapa organisasi diabetes dunia:
Tabel 2. Target Glikemik beberapa Organisasi Diabetes Dunia
ESC/EASD
5
Sumber : Penatalaksanaan Diabetess Melitus Terpadu, Prof. dr. Slamet Suyono, SpPD-KEMD
dkk, 2009
Neuropati Diabetik (ND) merupakan kumpulan gejala-gejala gangguan saraf yang disebabkan
oleh degenerasi saraf perifer atau otonom akibat dari penyakit Diabetes Melitus (DM)
(PERDOSSI, 2011). ND juga didefinisikan sebagai kumpulan simptom disfungsi saraf pada
penderita Diabetes yang diakibatkan oleh penyakit Diabetes Melitus itu sendiri (Syahrir, 2006).
Pada tabel di bawah ditunjukkan garis besar gambaran klinis, klasifikasi, dan pola dari Neuropati
Diabetik
Tabel 2. Gambaran Klinis, Klasifikasi, dan Pola Neuropati Diabetik
A. Clinical Classification of Diabetic Neuropathies
a. Polyneuropathy Sensory
Acute Sensory
Chronic Sensorimotor
b. Multiplex Autonomic
Cardiovascular Isolated Peripheral
Gastrointestinal
Genitourinary Truncal
Other
c. Proximal Motor (amyotrophy)
6
Hyperglycemic neuropathy
b) Generalized symmetrical polyneuropathies
Sensorimotor (chronic)
Acute sensory
Autonomic
c) Focal and multifocal neuropathies
Cranial
Thoracolumbar radiculoneuropathy
Focal Limb
Proximal motor (amyotrophy)
Sumber : Boulton, A.J.M, Malik, R.A., Arezzo, J.C., Sosenko. Diabetic Somatic
Neuropathies. Diabetes Care.
7
2.2.3 Faktor-Faktor Etiologi
2.2.4 Diagnosis
Tidak ada standar utama dalam mendiagnosis ND. Namun ada beberapa metode yang dianggap
sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnosis ND (Meijer dkk, 2000):
1) Skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE)
Terdapat 4 macam pemeriksaan yang dinilai dalam metode ini (Meijer dkk, 2000):
Kekuatan otot, meliputi quadrisep femoris dan tibialis anterior.
Refleks pada trisep surae / tendo Achiles
Sensibilitas pada jari telunjuk, yakni sensitivitas terhadap tusukan jarum
Sensibilitas pada ibu jari kaki, yakni sensitivitas pada tusukan jarum, sentuhan,
persepsi getar, dan posisi sendi.
Penilaian skor dari 4 pemeriksaan di atas adalah: skor 0 = normal; skor 1 = defisit ringan
hingga sedang; skor 2 = defisit berat. Skor maksimal setelah diakumulasikan adalah 16
dengan diagnosis menderita ND bila skor >3 dari total skor maksimal.
2) Skoring Diabetic Neuropathy Symptom (DNS)
8
Metode skoring yang menilai gejala-gejala ND dengan nilai maksimum 4. Berdasarkan
metode ini, seseorang didiagnosis positif menderita ND apabila memiliki nilai skor /< 1
(Meijer dkk, 2000).
3) Elektromiografi
Elektromiografi (E.M.G.) merupakan pemeriksaan elektrodiagnosis dengan melakukan
perekaman pada gelombang potensial yang timbul pada saraf dan otot (Purnomo, 2003).
Dengan pemeriksaan ini terlihat bahwa ada muatan listrik pada membran serat otot
sebesar 90mV yang kemudian direkam untuk menghitung Kecepatan Hantaran Saraf
(KHS), baik motorik maupun sensorik (Ngoerah, 1991).
4) Kecepatan Hantaran Saraf Tepi (KHST) Motorik dan Sensorik
KHST digunakan untuk menghitung masa latensi pada saraf tepi lengan (N.Ulnaris) dan
tungkai (N. Medianus) (Ngoerah, 1991). Masa latensi merupakan waktu yang diperlukan
elektrode perangsang untuk mencapai elektrode pencatat.
Jarak antara elektrode perangsang dan elektrode pencatat
KHS =
Masa laten
Apabila terjadi degenerasi ataupun demielinisasi pada saraf tepi, maka perhitungan KHS
pada saraf tersebut menunjukkan terjadinya penurunan. Penurunan terjadi bila masa laten
lebih besar daripada nilai KHST yang dianggap normal seperti pada tabel di bawah:
9
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
Kerangka berpikir disusun dari uraian tinjauan pustaka pada bab sebelumnya. Adapun kerangka
berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang disebabkan oleh hiperglikemik.
Gejala-gejala klasik dari penyakit ini berupa poliura, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak jelas penyebabnya. Pemeriksaan glukosa darah perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis bila gejala-gejala tersebut muncul.
Neuropati Diabetes merupakan salah satu komplikasi menahun yang paling sering ditemui pada
DM. Neuropati merupakan gejala-gejala variatif degenerasi struktur saraf yang diakibatkan oleh
penyakit Diabetes. Faktor-faktor etiologi Neuropati Diabetik adalah faktor vaskular, Metabolik,
neurotropik, dan imunologik. Hiperglikemik menyebabkan kerusakan saraf dengan variasi gejala
yang berbeda tergantung pada bagian yang terkena. Hal ini memunculkan dugaan bahwa kadar
gula darah berkolerasi dengan tingkat keparahan ND pada penderita Diabetes.
3.2 KerangkaHiper
Teori
glike
mi
Vasku
lar
Diabe Meta Neur
Kerus
tes bolik opati
Neuro akan
Melit Diabe
tropik Saraf
us tik
Imun
ologik
Gambar 1. Kerangka Teori
10
3.3 Kerangka Konseptual
GDP
GDS Hiperglik
emi
HbA1
C
Diabetes
Melitus Skor Diabetic
Neuropathy Examination
Neuropa Skoring Diabetic
Neuropathy Symptom
ti Elektromiograf
Diabetik Kecepatan Hantaran
Saraf Tepi Motorik dan
Sensorik
Gambar 2. Kerangka Konseptual
3.4 Hipotesis
Berdasarkan uraian yang dijelaskan pada latar belakang dan tinjauan pustaka, peneliti menyusun
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Kadar Gula Darah Berkolerasi terhadap Tingkat Keparahan Neuropati Diabetik pada Penderita
Diabetes.
11
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat analitis inferensial hipotesis.
Rancangan ini bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel bukan sebab akibat dengan
terlebih dahulu mengadakan penelitian secara deskriptik untuk mencari data dasarnya (Hidayat,
2007). Data yang akan dipakai adalah data primer yang didapat dari observasi lapangan dan data
sekunder dari penelitian-penelitian serupa yang telah ada sebelumnya.
Populasi merupakan seluruh objek yang akan diteliti dalam penelitian dengan karakteristik
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya (Notoadmojo, 2005). Populasi di dalam penelitian ini
adalah seluruh penderita DM yang menunjukkan gejala penyakit Neuropati.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan menjadi subyek penelitian atau sejumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sampel harus memenuhi kriteria
inklusi dan tidak terdapat dalam kelompok kriteria eksklusi. Kriteria inklusi berarti subyek
penelitian memenuhi syarat sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi berarti subyek
penelitian tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2005).
A. Kriteria Inklusi:
Pasien DM yang berobat ke tempat yang menjadi lapangan penelitian ini
minimal dari 3 bulan terakhir.
Menunjukkan atau datang dengan keluhan gejala neuropati
Berumur 25 75 tahun
Tidak buta aksara
Bersedia untuk menjadi responden penelitian ini
B. Kriteria Eksklusi:
12
Pasien DM yang berobat ke tempat yang menjadi lapangan penelitian ini namun
tidak menunjukkan gejala neuropati.
Berumur di bawah 25 tahun dan di atas 75 tahun
Pasien tidak bersedia menjadi responden
Buta aksara
Pasien DM yang menderita komplikasi berat atau kronis sehingga tidak mampu
untuk menjadi respoden
Pasien DM yang berobat lebih dari 3 bulan yang lalu
Penelitian ini menggunakan teknik Simple random sampling dengan data proporsi dan 1
populasi kasus. Dengan asumsi jumlah populasi adalah infinit (tidak diketahui), maka rumus
yang digunakan adalah berikut (Lemeshowb dkk, 1997):
n = Z2 1 a / 2 . P(1 P)
2
Keterangan :
n = Besar sampel minimum
Z2 1 a / 2 = nilai distribusi normal baku pada a tertentu = 1,962
P = Estimasi proporsi hal yang diteliti, apabila tidak ditemukan dari penelitian atau
literatur lain, maka dilakukan estimasi maksimal, yakni P = 0,5
= Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir = 0,05 atau 5%
4.3 Identifikasi Variabel
4.3.1 Variabel Independen
Variabel independen (X) adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel
dependen (Hidayat, 2007). Dalam penelitian ini variabel independen adalah Kadar gula darah
(HbA1c). definisi operasionalnya adalah kadar gula darah yang dimiliki oleh penderita DM yang
menunjukkan gejala ND.
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat (Hidayat, 2007).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah skor ND pada penderita DM yang menunjukkan
gejala ND.
13
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang akan digunakan adalah observasi, yakni mengumpulkan data dengan
pengamatan langsung terhadap responden penelitian sehingga dapat dicari perubahan atau faktor-
faktor yang diteliti. Alat-alat yang digunakan adalah lembar observasi, panduan pengamatan, dan
lembar checklist.
Pengujian validitas pada penelitian ini akan menggunakan pengolahan data dengan program
SPSS for Windows dan menggunakan rumus Pearson Product Moment untuk uji validitas.
Sedangkan uji reliabilitas akan dilakukan dengan rumus Spearman Brown (Hidayat, 2007).
Penelitian ini menekankan etika penelitian selama proses penelitian yang meliputi:
a) Penelitian akan dimintakan ethical clearance dari Komisi Etik yang bersangkutan serta
permohonan izin dari pihak tempat yang akan dijadikan lapangan penelitian sebelum
penelitian dimulai
b) Persetujuan Responden melalui lembar informed consent.
c) Anonim : Tanpa mencantumkan nama pasien untuk menjaga kerahasiaan pasien.
d) Confidential : Kerahasiaan informasi dan data pasien yang diberikan dijamin
kerahasiaannya.
e) Tidak ada biaya selama proses hingga selesainya penelitian.
14
f) DAFTAR PUSTAKA
g)
h) Hidayat, A. Aziz Alimut. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Surabaya: Salemba Medika : : 44 45, 63 64, 78, 93, 100
i)
j) Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian
Kesehatan (terjemahan). Yogyakarta : Gadjahmada University Press.
k)
l) http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=23&mid=5&nid=618, didownload
pada tanggal 15 September 2014 pukul 12.00
m)
n) Suyono, Prof. dr. Slamet, SpPD-KEMD dkk. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI : 8, 19, 22, 152 153,
o)
p) Boulton, A.J.M, Malik, R.A., Arezzo, J.C., Sosenko., 2004. Diabetic Somatic
Neuropathies. Diabetes Care. 27:1458-1486
q)
r) Ngoerah, Prof. dr. I Gst. Ng. Gd. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya:
Airlangga University Press : 229 230.
s)
t) Meijer, Jan-Willem G, MD and friends. 2000. Diabetic Neuropathy Examination: A
Hierarchical Scoring System to Diagnose Distal Polyneuropathy in Diabetes. Diabetes
Care 23: 750 753
u)
v) Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
w)
x) Mamatha Pasnoor, Mazen M. Dimachkie, Patricia Kluding, Richard J. Barohn. 2013.
Diabetic Neuropathy Part 1: Overview and Symmetric Phenotypes pp. 425 - 445.
Didownload pada http://www.neurologic.theclinics.com/issues?issue_key=S0733-
8619%2813%29X0002-7 tanggal 10 September 2014 pukul 10.00 wita.
y)
15
z) Mamatha Pasnoor, Mazen M. Dimachkie, Richard J. Barohn. 2013. Diabetic Neuropathy
Part 2 : Proxinal and Asymmetric Phenotypes pp. 447 - 462. Didownload pada
http://www.neurologic.theclinics.com/issues?issue_key=S0733-8619%2813%29X0002-7
tanggal 10 September 2014 pukul 10.00 wita.
aa)
ab) Fazan, S.V.P, De Vasconcelos, C.C.A, Valenca, M.M, Nessler, R., Moore K. 2010.
Diabetic Peripheral Neurophaties: A Morphometric Overview. Int. J. Morphol, 28 (I): 51
64. Didownload pada http://www.scielo.cl/pdf/ijmorphol/v28n1/art07.pdf tanggal 10
September 2014 pukul 12.00
ac)
ad) Vincent, AM, Russell J.W., Low P., Feldman E.L. 2004. Oxidative Stress in the
Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocr Rev 2004; 25 (4): 612 628.
ae)
af) Sjahrir, H. 2006. Diabetic Neuropathy: The Phatoloneubiology and Treantment Update.
Medan: USU Press.
ag)
ah) Purnomo, H., Basuki M., Widjaya D. 2003. Petunjuk Praktis Elektrodiagnostik. Surabaya
: Airlangga University Press.
ai)
aj)
ak)
al)
am)
an)
16