GANGREN DIABETIK
Paper ini disusun untuk melengkapi persyaratan mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah
RSUD dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar 2016
Disusun Oleh :
FERA LISYA
(7111080099)
Dokter Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
2015
KATA PENGANTAR
FERA LISYA
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gangren ini dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan
pembusukan, dan dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama di bagian distal
tungkai bawah. Ganggren diabetikum merupakan salah satu komplikasi menahun
diabetes mellitus (DM). Komplikasi menahun ini terutama berupa kelainan
pembuluh darah yaitu aterosklerosis yang mengenai pembuluh darah kecil dan
kapiler atau mikroangiopati, maupun pembuluh darah sedang dan besar atau
makroangiopati
Ada juga yang mengatakan bahwa gangren diabetikum adalah luka terbuka
pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
anaerob
oleh bakteri aerob maupun .
2
Gambar 1. Gangren Diabetikum
2.2 Epidemiologi
3
lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama).
Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak
jarang memerlukan tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah
dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi
dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu,
dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat
munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri
patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes
yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi.
Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan
tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob
berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan
sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar
gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD
menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena
penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada
borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa
berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita
diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain :
- Luka kecelakaan - Trauma sepatu
- Stress berulang - Trauma panas
- Iatrogenik - Oklusi vaskular
- Kondisi kulit atau kuku
Faktor risiko demografis :
- Usia
Semakin tua semakin berisiko
- Jenis kelamin
Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak
jelas – mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis
- Etnik
Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap
komplikasi kaki. Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku,
psikologis, atau berhubungan dengan status sosial ekonomi, atau transportasi
menuju klinik terdekat.
- Situasi sosial
Hidup sendiri dua kali lebih tinggi
Faktor risiko perilaku :
Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya
komplikasi gangren diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian terhadap
kerentanan.
Faktor risiko lain :
- Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus)
- Berat badan
- Merokok
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe
angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat
obstruksi, dan status vaskuler.
Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangren
panas karena walaupun terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak tetap merah dan
terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal.
Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila
sumbatan terjadi secara akut, emboli akan memberikan gejala klinis berupa 5P,
yaitu Pain, Paleness, Paresthesia, Pulselessness dan Paralisis dan bila terjadi
sumbatan secara kronis, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine,
yaitu Pada stadium I; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau
geringgingan), stadium II; terjadi klaudikasio intermiten, stadium III; timbul nyeri
saat istirahat dan stadium IV; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena
anoksia (ulkus).
a. Pemeriksaan Fisik
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan
untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan
pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya
pulsasi arteri tungkai dan pedis.
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau,
bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada
ulkus yang dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit
hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar
kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia
bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk
ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau
kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon,
tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di
permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit:
37%) dan daerah dorsum pedis (11%).
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab
terjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan
sensoris, pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan uji monofilamen. Uji
monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah
mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tesdikatakan tidak normal
apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalahdi sisi plantar (area metatarsal, tumit
dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada
sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga
mudah terluka dan kemudian mengalami infeksi.
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan
vaskuler pada penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah.
Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus
dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau
hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis
teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi aksial normal.
Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri femoralis
superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak
didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita
diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal dan karena itu
meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan poplitea tapi tidak didapatkan
pulsasi distalnya.
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat
murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai
marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita
mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya
tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti
stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama
atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas
(brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka
akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik
ankle dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari
ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah
terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler
berat.
Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri
kaki bagian bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan
lebih dari 1,2 sehingga angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis.
Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya amputasi)
karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari
terapi obat dan latihan.
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
CBC (Complete BloodCount), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar,
elektrolit.
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa
pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah
dijelaskan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous
oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan
invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance
angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy (CTA).
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih
diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi
maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu
dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer
adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular
menjadi pilihan terapi.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran
destruksi tulang dan osteolitik.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan kelainan gangren diabetik terdiri dari pengobatan umum yaitu
pengendalian diabetes dan pengobatan khusus yaitu penanganan terhadap
kelainan kaki.
1. Umum
a. Istirahat
Istirahat tempat tidur mutlak pada setiap penderita kelainan kaki diabetes.
Dengan berjalan akan memberi tekanan pada daerah ulkus dan merusak
jaringan fibroblas; sehingga akan menghalangi penyembuhan. Selain itu
setiap tekanan pada luka menciptakan kondisi iskemia pada daerah yang
sakit dan sekitarnya sehingga penyembuhan menjadi semakin sulit.
b. Pengendalian Diabetes (dengan insulin)
Langkah awal penanganan pasien dengan gangren diabetik adalah dengan
melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik
karena kebanyakan pasien dengan gangren diabetik juga menderita
malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis.
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satu-
nya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat
selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan
terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat.
Dalam mengelola diabetes mellitus langkah yang harus dilakukan
adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan
kegiatan jasmani.Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut
sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjut-
kan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau
pengelolaan farmakologis.
Perencanaan makanan pada penderita diabetes mellitus masih tetap
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus,
meskipun sudah sedemikian majunya riset dibidang pengobatan diabetes
dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir.
Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya
berdasarkan dua hal, yaitu; a).Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi
serat, atau b).Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh berikatan
tunggal.
Sarana pengendalian secara farmakologis pada penderita diabetes
mellitus dapat berupa ;
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
- Golongan Sulfonylurea
- Golongan Biguanid
- Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
- Golongan Insulin Sensitizing
c. Antibiotik
Setiap luka pada kaki membutuhkan antibiotik, walaupun demikian
tidaklah berarti pemberian antibiotik boleh dilakukan secara
serampangan.Biakan kuman mutlak harus dilakukan untuk mendapat jenis
antibiotik yang sesuai.Dari pengalaman, hampir setiap infeksi
menghasilkan biakan kuman ganda. Dari salah satu penelitian di New
England Deaconess Hospital selalu ditemukan 3 kelompok kuman, yaitu:
gram positif coccus, gram negatif coccus dan kelompok anaerob.
Tampaknya semakin buruk keadaan infeksi, semakin banyak pula
jenis kuman gram negatif.Bila infeksi yang berat ditemukan adanya jenis
gram negatif Proteus, Enterococcus, dan Pseudomonas, prognosis
umumnya buruk.Gas gangren harus dicurigai sebagai tanda adanya infeksi
oleh kuman anaerob.Oleh karena infeksi pada diabetes cenderung untuk
cepat memburuk, pengobatan antibiotik sebaiknya segera dimulai.Pada
infeksi kaki yang memburuk, sebaiknya pilihan antibiotik (sambil
menunggu hasil biakan) ialah pemberian intravena.Dua kelompok
kombinasi yang dianggap baik yaitu kombinasi aminoglikosida, ampisilin
dan klindamisin atau sefalosporin dan kloramfenikol.
A. Strategi pencegahan
Fokus utama penanganan gangren diabetik adalah pencegahan terhadap
terjadinya luka.Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan
kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi.
Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan mengguna-kan sepatu,
hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak.Sepatu atau sandal
dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi risiko terjadinya kerusakan
jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki.
Pada penderita diabetes mellitus dengan gangguan penglihatan sebaiknya
memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki putih dapat
memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus adalah
kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya
kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar.
Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta
penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat penderita
datang untuk kontrol.
B. Penanganan Ulkus
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat
dengan baik.Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau
penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian
membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang
sering diikuti oleh infeksi sekunder.
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu;
a. Tingkat 0 :
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan
pelengkap alas kaki yang dianjurkan.Sepatu atau sandal yang dibuat secara
khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat
tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya
diatasi dengan pengguna-an alas kaki buatan umumnya memerlukan
tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan
pembenahan deformitas.
b. Tingkat I :
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,
perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
c. Tingkat II :
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
d. Tingkat III :
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral
yang sesuai dengan kultur.
e. Tingkat IV :
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau
amputasi seluruh kaki.
Debridemen
Debridemen berarti menggunakan alat untuk mengeluarkan sebanyak
mungkin jaringan nekrotik.Tindakan ini tidak hanya mengeluarkan jaringan tetapi
juga membuka jalur-jalur di sekitar nanah agar drainase menjadi baik.Setelah
dibersihkan, luka dapat dikompres dengan larutan Betadine (pengenceran 4 kali)
atau larutan Neomisin 1%.Kedua larutan ini baik sekali untuk luka bernanah.Pada
luka yang bernanah sangat banyak, sebaiknya dilakukan dua kali sehari.
Sebaiknya jangan merendam kaki yang sudah gangren, karena air hangat dapat
menambah kebutuhan metabolisme jaringan sehingga memperburuk iskemia.
Amputasi
Perkataan amputasi selalu menakutkan bagi setiap penderita diabetes, oleh
karena selalu dikaitkan dengan pikiran tidak bisa berjalan lagi.Dengan sendirinya
hal ini tidak selalu benar, amputasi jari kaki saja dengan sendirinya tidak
mengganggu kegiatan jalan.Tindakan amputasi pada diabetes dapat pada jari kaki,
transmetatarsal, di bawah lutut dan di atas lutut.Hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan amputasi adalah tindakan ini harus dilakukan pada daerah di mana
sirkulasi masih baik dan bebas infeksi agar luka dapat sembuh.
2.9 Prognosis
Menurut penelitian pada penderita gangren diabetik yang telah dilakukan
amputasi transtibial, dalam kurun waktu 2 tahun terdapat 36% penderita
meninggal.
Prognosis penderita gangren diabetik sangat tergantung dari usia karena
semakin tua usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan
masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes
mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan
dari tenaga medis atau paramedis.
BAB III
KESIMPULAN