RSUD MAKASSAR
Disusun oleh :
NIM : 7121441919
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
RETINOPATI DIABETIK
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Retinopati Diabetik (RD) merupakan kelainan pada retina yang ditandai
dengan komplikasi mikrovaskular pada penderita Diabetes Mellitus yang
berkepanjangan, dapat ditandai dengan pelebaran vena dan penumpukan lemak
eksudat (Nurainy dkk, 2014). Kelainan ini merupakan gangguan retina non-
inflamasi akibat adanya gangguan suplai darah ke mata.
2. ETIOLOGI
Menurut Kanski (2011 dalam Lutfitasari, 2018) Retinopati diabetik terjadi
karena diabetes mellitus yang tidak terkontrol dan diderita lama. Pada macula terjadi
hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati
dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak.
Semua orang yang mengidap DM tipe 1 maupun tipe 2 beresiko mengalami
Retinopati Diabetik. menurut hasil riset yang dipublikasikan di jurnal American
Diabetes Association, orang yang hidup dengan diabetes selama 20-25 tahun lebih
mungkin menderita Retinopati Diabetik.
Factor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
a. Pasien dengan dibetes mellitus tipe 2
b. Pasien dengan diabetes pada kehamilan
c. Gula darah yang tidak terkontrol
d. Tekanan darah yang tidak terkontrol
e. Pasien dengan gangguan ginjal
f. Durasi dari diabetes
3. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Ilyas (2008) dalam Lutfitasari (2018) gejala klinis dari retinopati
diabetik sebagai berikut:
a. Gejala subjektif yang dapat ditemui berupa :
1) Kesulitan membaca
2) Penglihatan kabur
3) Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
4) Melihat lingkaran cahaya
5) Melihat bintik gelap dan kelap-kelip
b. Gejala objektif dapat ditemui pada retina :
1) Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama pada
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior
2) Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
3) Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok.
4) Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
macula sehingga sangat mengganggu tajamnya penglihatan.
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya Retinopati Diabetik masih belum jelas, namun beberapa
studi menyatakan bahwa hiperglikemia kronis merupakan penyebab utama
kerusakan multiple organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan
menyebabkan perfusi yang tidak adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah
organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Hiperglikemia yang berlangsung
lama akan menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia aliran darah dan berakhir
dengan terjadinya kerusakan endotel kapiler (intraretinal angiopati). Mikroangiopati
ini pada pemeriksaan histologi adalah hilangnya perisit dan menebalnya dinding
pembuluh darah sehingga mengecilnya lumen pembuluh darah kapiler bahkan dalam
keadaan ini berat terjadinya penyumbatan pembuluh darah kapler retina, keadaan ini
diperberat dengan terjadinya fenomena lumpur dari rheology darah sehingga
menimbulkan terbentuknya mikroaneurisme dan daerah hipoksia di retina (iskemia)
Rahmawati (2007) dalam Lutfitasari (2018).
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang
diduga berhubungan dengan timbulnya Retinopati Diabetik (Anonym, 2018), antara
lain :
a. Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi
jalur polyol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang
terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh
darah akibat hiperglikemia kronis.
b. Pembentukan Protein Kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vascular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol yang
merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh
terhadap agregrasi trombosit, permeabilitas vascular, sintesis growth factor dan
vasokrintriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi
diabetik dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vascular retina.
c. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non
enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa
AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan
peningkatan permeabilitas vascular, sintesis growth factor, aktivasi endotel 1
sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses ini tentunya
akan meningkatkan resiko terjadinya oklusi vascular retina.
d. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion mental atau enzim yang
menghasilkan hydrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan
ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur polyol dan degradasi
AGE. Akumulasi ROS dijaringan akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif
yang menambah kerusakan sel.
Pada saat salah satu arteri sirkulasi darah di retina tersumbat, berkurangnya
aliran darah menyebabkan penurunan kemampuan melihat.
PATHWAY
5. KOMPLIKASI
Jika tidak segera diobati, pembuluh darah baru yang tumbuh secara tidk normal
di retina dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius hingga kebutaan.
Beberapa komplikasi retinopati diabetik yang mungkin terjadi antara lain :
a. Perdarahan vitreous
Pembuluh-pembuluh darah yang baru terbentuk akan rentan pecah,
sehingga darah akan masuk ke bagian tengah mata. Jika darah yang bocor hanya
sedikit, mungkin hanya akan melihat bayangan gelap yang melayang-layang di
lapangan pandang. Semakin banyak darah yang bocor maka semakin terhalang
pula penglihatan. Walau darah dapat berangsur-angsur menghilang dalam
hitungan minggu atau bulan, penderita tetap beresiko kehilangan penglihatannya
secara permanen jikat retina telah rusak (Kanski, 2003) dalam Lutfitasari
(2018).
b. Glaucoma neovaskular
Glaucoma neovaskular adalah glaucoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akbat pertumbuhan jaringan fibrovaskular pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aqueous humor
dan dapat meningkatkan tekanan intaokuler. Nama lain dari glaucoma ini adalah
glaucoma hemoragik, glaucoma kongestif, glaucoma trombotik, dan glaucoma
rubeotik (Pandelaki, 2010) dalam Lutfitasari (2018).
c. Rubeosis iridis progresif atau neovaskularisasi pada iris
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia pada retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun luar mata yang paling serinh adalah retinopati diabetik.
Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetik dipengaruhi
oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis dilaporkan sekitar 25-
42% setelah tindakan vitrektomi, sedangkan timbulnya glaucoma neovaskular
sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi
(Pandelaki, 2010) dalam Lutfitasari (2018).
d. Ablasio retina atau terlepasnya retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensory retino dari
lapisan pigmen epitelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau
kilatan cahay, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur (WHO, 2005)
dalam Lutfitasari (2018).
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut buku Nurse’s Quick Check : Diseases, 2nd Ed terdapat 2 pemeriksaan
penunjang pada RD ini yaitu :
a. Pemeriksaan oftalmoskopi tidak langsung; yaitu menunjukkan perubahan retina,
seperti mikroaneurisma (perubahan yang paling awal), hemoragik dan edema
retina, dilatasi dan lekukan vena, eksudat lemak, pita fibrosis di dalam vitreus,
dan pertumbuhan pembuluh darah baru. Juga dapat mengamati infark pada
serabut saraf.
b. Angiografi fluorensens; yaitu memperlihatkan kebocoran pada fluoresens dari
dinding pembuluh yang lemah dan mikroaneurisme yang berkilauan, untuk
membedakannya dari perdarahan sebenarnya
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Manajemen primer untuk progesitas RD berupa pencegahan terutama dengan
melakukan pengendalian ketat terhadap hiperglikemia, tekanan darah, dan
hiperkolesterolemia. Intervensi sekunder untuk RD dapat dilakukan tergantung dari
lokasi dan keparahannya, farmakoterapi, terapi laser fotokoagulasi, maupun operasi
vitreoktomi.
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) adalah hormone yang diproduksi
oleh sel-sel retina sebagai respon dari iskemia. VEGF merupakan proimotor yang
kuat bagi permeabilitas vascular dan neovaskularisasi sehingga menjadikannya
target utama untuk manajemen pada RD. Beberapa percobaan klinis telah
membuktikan keberhasilan anti-VEGF dilakukan sesuai prosedur dengan anstesi
topical, dan diindikasikan untuk edema macula yang tidak dapat dilakukan terapi
laser.
Untuk edema macula yang signifikan secara klinis, terapi laser yang dilakukan
berupa fokal laser fotokoagulasi jika lesinya setempat, dan grid laser fotokoagulasi
jika lesinya difus.
Vitrektomi merupakan operasi pengangkatan vitreous, darah, dan jaringan
fibrovaskular retina. Indikasi pengobatan ini untuk PDR parah yang tidak resonsif
terhadap Panretinal Photocoagulation (PRP), kejadian perdarahan vitreous berat,
traksi ablasi retina, proliferasi fibrovaskular hialoid anterior (Yuliana, 2017).
2. ANALISA DATA
Dalam melakukan analisis data diperlukan kemampuan mengaitkan data dan
prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulam dan mencantumkan masalah
kesehatan dan keperawatan klien (Nursalam, 2013). Analisa data bentuk perumusan
masalah yang dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil
pengumpulan data.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko cedera dibuktikan dengan perubahan sensasi
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
c. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan metabolik
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
SDKI SLKI SIKI
DX
Resiko cedera L.14136
1.
Definisi : Seseorang yang beresiko mengalami bahaya Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Manajemen keselamatan lingkungan
atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang keperawatan keluarga selama ...x24
tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik. jam diharapkan keluarga mampu Observasi:
Factor risiko : memodifikasi lingkungan klien guna 1) Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis.kondisi
Eksternal: menurunkan tingkat resiko cedera, fisik, fungsi kognitif dan riwayat perilaku)
1) Terpapar pathogen meliputi : 2) Monitor perubahan status keselamatan
2) Terpapar zat kimia toksik Dengan kriteria Luaran utama : lingkungan
3) Terpapar agen nosocomial 1. Tingkat cedera
4) Ketidakamanan transportasi 1) Toleransi aktivitas dari menurun Terapeutik:
menjadi meningkat 3) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
Internal: 2) Nafsu makan meningkat bahaya dan resiko
1) Ketidaknormalan profil darah 3) Kejadian cedera menurun 4) Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
2) Perubahan orientasi afektif 4) Luka/lecet menurun (missal.commode chair dan pegangan tangan)
3) Perubahan sensasi 5) Ketegangan otot menurun
4) Disfungsi autoimun 6) Perdarahan menurun Edukasi:
5) Disfungsi biokimia 7) Ekspresi wajah grimace/kesakitan 5) Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok
6) Hipoksia jaringan menurun resiko tinggi bahaya lingkungan
7) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh 8) Iritabilitas menurun 2. Pencegahan cedera
8) Malnutrisi 9) Gangguan mobilitas menurun
9) Perubahan fungsi psikomotor 10) Gangguan kognitif menurun Observasi:
10) Perubahan fungsi kognitif 11) Tekanan darah dalam kisaran batas 1) Identifikasi lingkungan yang berpotensi
normal (110/80-120/90 mmHg) menyebabkan cedera
12) Denyut nadi dalam kisaran batas 2) Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
normal (60-100x/mnt) cedera
13) RR dalam kisaran batas normal
(12-20x/mnt) Terapeutik:
2. Fungsi sensori 3) Sediakan pencahayaan yang memadai
1) Ketajaman penglihatan sedang 4) Gunakan lampu tidur selama jam tidur
5) Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat (mis.penggunaan telepon,
tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi
kamar mandi)
6) Guanakan alas lantai jika beresiko mengalami
cedera serius
7) Sediakan alas kaki antislip
8) Pastikan bel telepon atau panggilan mudah
dijangkau
9) Pastikan barang-barang pribadi mudah
dijangkau
10) Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang
sesuai (mis.tongkat atau alat bantu jalan lain)
11) Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi:
12) Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
13) Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan
duduk selama beberapa menit sebelum berdiri
Objektif:
1) Tampak meringis
2) Gelisah
3) Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Obejktif:
1) Bersikap protektif (mis.posisi menghindari nyeri)
2) Waspada
3) Pola tidur berubah
4) Anoreksia
5) Focus menyempit
6) Berfokus pada diri sendiri
Objektif:
1) Distrosi sensori
2) Respons tidak sesuai
3) Bersikap seolah melihat, mendengar, merasakan,
atau mencium sesuatu
Objektif:
1) Menyendiri
2) Melamun
3) Konsentrasi buruk
4) Disorientasi waktu, tempat, orang, atau situasi
5) Curiga
6) Melihat ke satu arah
7) Mondar-mandir
8) Bicara sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2018. Retinopati Diabetika Komplikasi Diabetes pada Mata. Rumah Sakit Nasional
Diponegoro Universitas Diponegoro.
Budiono, Sjamsu dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga
University Press (AUP)
Ernawati, D. A., Gumilas, N. S. A., & Setyanto, M. R. (2020). Skrining Retinopati Diabetika
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas 1 Sumbang. Prosiding, 9 (1).
http://jurnal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/index.php/Prosiding/article/view/1051. Diakses
tanggal 3 Februari 2021
Fadhilla, Annisa. 2018. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Keluarga pada Lansia
dengan Mobilitas Fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang.
Poltekkes Kemenkes Padang. http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=6138. Diakses tanggal 3 Februari 2021
Hanifah, A. U. M. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Lansia Dengan Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Juanda Samarinda. http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/390/. Diakses tanggal 17 Februari 2021
Herdman, TH, Shigemi K. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2018-2020 Edisi 11. Jakarta: EGC
Heryawan, Lukman. (2017). Deteksi Dini Retinopati Diabetik dengan Pengolahan Citra
Berbasis Morfologi Matematika. IJCCS (Indonesian Journal of Computing and
Cybernetics Systems), 11(2), 209-218.
https://journal.ugm.ac.id/ijccs/article/view/24761.
Indrakila, Senyum, dkk. 2018. Buku Pedoman Keterampilan Klinis Pemeriksaan mata Untuk
Semester 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
http://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/08/MANUAL-SKILLSLAB-
SEMESTER-5-MATA-2018.pdf. Diakses tanggal 19 Februari 2021.
Izzati, Zikra. 2017. Laporan Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang. Poltekkes
Kemenkes Padang. http://pustaka.poltekkes-