Anda di halaman 1dari 22

CLINICAL SCIENCE SESSION

DIABETIC RETINOPATHY

Preceptor:
Susi Heryati, dr., Sp.M (K)
Rusti Hanindya Sari, dr., SpM

Disusun oleh :
Desta Yulitasari 130112180565
Dinda Yulia 130112180566
Rahmanovarina N R 130112180583

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT MATA CICENDO
2019
I. Definisi1,2

Diabetik retinopati merupakan penyakit kelainan pembuluh darah (microangiopathy)


pada retina yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus. Bersifat progresif dan
dikarakteristikan dengan kerusakan pembuluh darah kecil dan adanya oklusi.
Gambaran patologis awal ditandai dengan adanya penebalan pada membran basal
endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.

II. Faktor resiko1,2

 Lamanya diabetes menjadi faktor penentu. Sekitar 50% pasien berkembang


menjadi diabetik retinopati setelah 10 tahun, 70% setelah 20 tahun, dan 90%
setelah 30 tahun sejak munculnya penyakit. Skrining diabetik retinopati harus
dimulai dalam 3 tahun setelah diagnosis, baik pada tipe I maupun tipe II
diabetes mellitus dan diulang setiap tahun.
 Jenis kelamin. Insiden lebih pada wanita dibandingkan laki-laki (4: 3).
 Kontrol metabolik yang buruk. Kontrol gula darah yang baik akan mencegah
dan mengurangi pembentukan atau progresi dari diabetik retinopati.
 Hipertensi
 Keturunan.
 Kehamilan. Diabetik retinopati dapat berkembang cepat selama kehamilan.
Oleh karena itu, pada wanita hamil dengan diabetes diperlukan skrining dimulai
dari trimester pertama sebanyak 3 bulan sekali hingga kelahiran.
 Faktor resiko lain: merokok, hiperkolesterolemia, obesitas

III. Klasifikasi1,2

A. Retinopati Nonproliferatif

Pada retinopati nonproliferatif, dapat ditemukan fitur-fitur berupa :


 Mikroaneurisma yang merupakan penonjolan dinding kapiler.
 Perdarahan baik dangkal (flame-shaped) maupun dalam (dot and blot) engan
bentuk berupa bintik merah kecil.
 Eksudat berwarna putih kekuningan dan seperti lilin yang bergumpal atau
melingkar.
 Edema pada retina yang ditandai dengan penebalan retina.
 Cotton-wool spots (tanda iskemia retina, bercak berwarna kuning dan putih).
 Abnormalitas vena berupa pelebaran dan pelengkungan.
 Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA).

Retinopati nonproliferatif diklasifikasikan berdasarkan keparahan menjadi ringan,


sedang dan berat yang ditandai oleh:

1. Retinopati nonproliferatif ringan

 Minimal adanya satu mikroaneurisma atau perdarahan intraretinal.


 Eksudat mungkin/tidak mungkin didapatkan.

Gambar 1. Retinopati nonproliferatif ringan (Sumber : Khurana, K.


Comprehensive Ophthalmology 4th ed.)

2. Retinopati nonproliferatif sedang

 Banyak mikroaneurisma atau perdarahan intraretinal


 Pelebaran vena dan/atau cotton wool spots.
 IRMA ringan.
 Eksudat mungkin/tidak mungkin didapatkan.

Gambar 2. Retinopati nonproliferatif sedang (Sumber : Khurana, K.


Comprehensive Ophthalmology 4th ed.)
Gambar 3. Retinopati nonproliferatif sedang menunjukkan adanya
mikroaneurisma, perdarahan dalam, pendarahan superfisial (flame-shaped),
eksudat dan cotton wool spots. (Sumber: Vaughan General Ophthalmology
18th ed.)

3. Retinopati nonproliferatif berat

 Cotton-wool spots.
 Banyak mikroaneurisma atau perdarahan intraretinal pada empat
kuadran.
 Pelebaran vena pada dua kuadran.
 IRMA pada satu kuadran.

Gambar 4. Retinopati nonproliferatif berat (Sumber : Khurana, K.


Comprehensive Ophthalmology 4th ed.)

B. Makulopati

Diabetik makulopati ditandai adanya penebalan atau edema pada retina baik
fokal atau difus yang disebabkan oleh adanya kerusakan inner blood-retinal barrier
pada endotel kapiler retina yang diikuti dengan adanya kebocoran cairan plasma ke
sekeliling retina. Lebih sering terjadi pada diabetes tipe 2. Penatalaksanaan harus
segera dilakukan bila terbukti secara klinis :

 Setiap penebalan retina dalam 500 mikron fovea.


 Eksudat padat pada 500 mikron fovea dengan adanya penebalan retina.
 Penebalan retina lebih dari diameter satu diskus.

Makulopati dapat juga disebabkan karena terjadinya iskemia yang ditandai


dengan adanya edema makular (dikarenakan peningkatam permeabilitas dari kapiler
retina), perdarahan dalam, dan sedikit eksudat.

Secara klinis-angiografi, diabetik makulopati dapat diklasifikasikan menjadi 4


tipe :

1. Focal exudative maculopathy


Dikarakteristikkan dengan mikroaneurisma, perdarahan, edema macular,
dan eksudat yang tersusun melingkar. Dengan angiografi fluoresensi
didapatkan kebocoran fokal dengan perfusi makular.
2. Diffuse exudative maculopathy
Dikarakteristikkan dengan edema retina yang diffuse dan penebalan
sepanjang kutub posterior, sedikit eksudat. Dengan angiografi fluoresensi
didapatkan kebocoran diffuse pada kutub posterior.
3. Ischaemic maculopathy
Timbul akibat adanya penyumbatan mikrovaskuler. Secara klinis
dikarakteristikkan sebagai kehilangan visual dengan mikroaneurisma,
perdarahan, edema makular ringan/tidak ada, sedikit eksudat. Dengan
angiografi fluoresensi didapatkan area yang non-perfusi (foveal avascular
zone/FAZ), pada tahap lanjut ditemukann penyumbatan arteriol
4. Mixed maculopathy
Kombinasi antara makulopati iskemik dan eksudatif.
Gambar 5. Kiri : Diabetik makulopati dengan adanya eksudat
Gambar 6. Kanan : Diabetik makulopati tipe iskemia dengan adanya pembesaran
zona avascular fovea.
Sumber: Vaughan General Ophthalmology 18th ed.

Gambar 7. Diabetik makulopati eksudatif (Sumber : Khurana, K. Comprehensive


Ophthalmology 4th ed.)

C. Retinopati Proliferatif

Komplikasi diabetes yang berat akan menyebabkan retinopati proliferatif.


Iskemi retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh darah
baru (neovaskularisasi) yang rapuh dengan sedikit protein serum (juga fluoresens) di
dalam bola mata. Retinopati proliferatif awal ditandai oleh munculnya pembuluh darah
baru pada diskus optikus (NVD) atau pada tempat lain di retina (NVE). Karakteristik
resiko tinggi retinopati proliferatif didefinisikan sebagai :

 Setiap munculnya pembuluh darah baru pada diskus optikus yang meluas
sampai lebih dari sepertiga diameter diskus.
 Setiap munculnya pembuluh darah baru pada diskus optikus yang berhubungan
dengan perdarahan vitreous.
 Adanya pembuluh darah baru pada daerah lain di retina yang memanjang
sampai lebih dari setengah diameter diskus dan berhubungan dengan
perdarahan vitreous.

Pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif dan adanya adesi vitreoretinal
yang persisten, peningkatan neovaskular menyebabkan adanya perubahan pada
jaringan fibrosa dan membentuk ikatan vibrovaskuler yang erat, ini dapat
menyebabkan traksi vitreoretinal. Hal ini dapat menyebabkan retina traksi yang
progresif atau dengan adanya robekan retina, ablasi regmatogen (rhegmatogenous
detachment). Ablasi retina yang mungkin tersembunyi karena perdarahan badan kaca
(vitreous). Penyakit diabetic retinopati yang sudah lanjut akan menyebabkan
komplikasi pada iris yaitu neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan glaucoma
neovaskuler.

Retinopati proliferatif muncul pada 50% pasien diabetes tipe I dalam 15 tahun
setelah diagnosis. Jumlahnya lebih sedikit pada pasien diabetes tipe II. Tetapi karena
jumlah pasien diabetes tipe II lebih banyak dibandingkan tipe I. Maka, jumlah penderita
retinopati proliferatif lebih banyak pada diabetes tipe II.

Gambar 4. Neovaskular pada diabetik retinopati proliferatif (Sumber: Vaughan


General Ophthalmology 18th ed.)
IV. Diagnosis2

Anamnesis

 Apakah ada penurunan tajam penglihatan secara gradual/kehilangan tajam


penglihatan yang akut
 Apakah memiliki riwayat DM (sudah berapa lama, terkontrol atau tidak kadar
gula darah, atau ada kelainan sistemik lain akibat DM)
 Riwayat pengobatan
 Riwayat pada mata ( baik trauma, operasi pada mata, penyakit mata lain)

Pemeriksaan Fisik

 Tajam penglihatan

 Kelainan segmen anterior

 Pemeriksaan lampu celah untuk menyingkirkan neovaskularisasi iris

 Pemeriksaan funduskopi (pendarahan intraretina, edema retina, kelainan


mikrovaskular intraretina, cotton wool spots, mikroaneurisma,
neovaskularisasi, pendarahan vitreous, ablasio retina traksional)

Pemeriksaan fisik menggunakan oftalmoskop

a. Mikroaneurisma

Sebuah out-pouchings yang terlokalisasi berbentuk sakular dari dinding kapiler yang
terbentuk akibat dilatasi dari dinding kapiler atau bertemunya dua cabang dari loop
kapiler. Pada funduskopi ditemukan titik kecil merah dan pembuluh darah yang
berkelok-kelok dan biasanya terletak pada daerah yang tidak tervaskularisasi oleh
kapiler. Kehilagan perisitmenyebabkan proliferasi sel endotel dengan terbentuknya
mikroaneurisma selular. Mikroaneurisma yang pecah akan mengeluarkan konten
plasma ke retina yang menyebabkan adanya trombus.
a & b; pada pemeriksaan retina setelah di injeksi dengan Indian Ink, pada gambar a
terlihat mikroaneurisma yang terbentuk akibat fusi dari 2 kapiler. Pada gambar b
terlihat mikroaneurisma terletak pada daerah disekitar daerah retina yang tidak
tervaskularisasi oleh epitel.

Pada gambar ini ditemukan red dots disekitar pembuluh darah. Ini merupakan
pertanda awal adanya mikroaneurisma. Tidak dapat dibedakan dengan red dots akibat
hipertensi

b. Pendarahan Retina

Dapat terjadi pendarahan pada 3 daerah berdasarkan potongan histologi.


Retinal nerve fibre layer haemorrhages - pendarahan pada lapisan arterioles pre-
kapiler di daerah superfisial (B); perdarahan intraretinal berasal dari akhir vena
kapiler pada daerah lapisan tengah dari retina (C) dan pendarahan yang gelap dan
dalam pada lapisan tengah dari retina akan tetapi sudah menunjukan retinal infark
akibat pendarahan (D).

c. Eksudat

Diakibatkan oleh edema retina lokal yang kronik dan terbentuk disekitar area dari
retina yang edem dan retina yang normal. Eksudat ini terdiri dari lipoprotein dan
makrofag yang berisi lemak. Eksudat terletak diluar lapisan plexiform. Pada
hyperlipidemia akan meningkatkan terjadinya eksudat.

Lesi berwarna kuning berbatas jelas merupakan gambaran dari eksudat. Biasanya
eksudat mengelilingi daerah mirkoaneurisma yang bocor. Seiring berjalannya waktu
ukuran dan jumlah akan meingkat sehingga bisa sampai pada fovea. Ketika
kebocoran aneurisma semakin banyak, eksudat akan terabsorbsi ke satu daerah baik
itu ke bagian kapiler yang sehat ataupun oleh fagosit. Pada saat keadaan kronis dan
pecah akan menyebabkan terjadinya deposisi kolestrol kristalin.

d. Edema Makular Diabetik/edema, eksudat atau iskemia vofea.

Edema makular biasanya dalam keadaan difus, diakibatkan oleh kebocoran kapiler
yang ekstensif dan kebocoran fokal di sekitar daerah mikroaneurisma dan dilatasi
segmen kapiler. Cairan terletak diantara lapisan outer plexiform dan inner nuclear.
Pada pemeriksaan fluorescent didapatkan diffuse late hyperfluorescence.

e. Makulopati

Makulopati yang ditemukan dapat berupa fokal, difus, atau iskemik. Letaknya
biasanya disebelah temporal dari makula pada fokal. Pada makulopati difus tidak
dapat lagi melokalisasi fovea.

Fokal: penebalan retina yang well-circumscribed dihubungkan dengan adanya


komplit atau tidaknya ring eksudat. Biasanya perfusi macular masih baik.

Difus: penebalan retina yang difus, yang dihubungkan dengan adanya perubahan
cystoid, bisa juga diikuti dengan adanya mikroaneurisma dan perdarahan kecil.

Iskemik: macula terlihat relative normal meskipun terjadi penurunan ketajaman


penglihatan.
f. Perubahan Vena dan Intraretinal microvascular abnormalities

Perubahan vena dapat berupa looping, beading atau segmentasi vena. Abnormalitas
pada mikrovaskular intraretinal adalah shunt arteriolar-venular yang terbentuk; shunt
ini akan melewati kapiler sehingga kapiler yang tidak terperfusi oleh darah akan
terlihat hipoperfusi.
\

g. Cotton wool spots

Merupakan akumulasi dari neuronal debris yang terletak di lapisan serabut saraf.
Diakibatkan oleh disrupsi dari akson saraf sehingga terbentuk cystoid body yang
terlihat pada retina.

h. Proliferatif retinopati

Terdiri dari NVD (new vessel at the disc), NVE (new vessel elsewhere) and NVI
(new vessel on the iris)
Diagnosis PDR:

I. Perdarahan preretinal (retrohyaloid, A), intragel (B) atau keduanya

II. Tractional retinal detachment (C) karena kontraksi terus menerus


membranous fibrovascular pada vitreoretinal attachment

III. Tractional retinoschisis with or without retinal detachment

IV. Rubeosis iridis (iris neovascularization –D)


Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan urine

 Pemeriksaan kadar gula darah

 Angiografi fluorescein, yaitu sebuah pemeriksaan mata dengan menggunakan


pewarnaan fluorescein dan sebuah kamera fundus untuk melihat aliran darah pada
retina.

 Fundus photography, teknik untuk mendekteksi adanya diabetik retinopati,


keparahannya, adanya NVE dan NVD, respon terapi.
V. Diagnosis Banding5

1. Hypertensive retinopathy

Perdarahan superfisial dan menyerupai nyala api terutama pada kutub posterior,
bergantung pada derajat hipertensi. Soft exudate dan papill edema dapat terlihat.

2. Ocular ischemic syndrome

Dapat terjadi secara unilateral. Arteri retina mengalami penyempitan disertai


perdarahan akibat iskemia pada mid-perifer retina. Rubeosis iridis dan peradangan bilik
mata depan sering ditemukan.

3. Radiation retinopathy

Perdarahan retina karena iskemia pada bagian mid-perifer. Riwayat radioterapi untuk
uveal melanoma penting dalam menegakkan diagnosis.

VI. Penatalaksanaan1

Umum

1. Edukasi pasien, termasuk: pasien mematuhi untuk diperiksa dan mematuhi


jadwal serta optimis dalam menjalani pengobatan untuk mendapatkan dampat
penglihatan yang lebih baik

2. Dapat mengontrol diabetes secara optimis

3. Faktor risiko lain, secara umum hipertensi dan hyperlipidemia harus terkontrol

4. Fenofibrate 200 mg setiap hari, untuk mengurangi progress diabetes retinopati


pada pasien DM tipe-2

5. Pemberhentian merokok

6. Modifikasi faktor lain sepertianemia dan gagal ginjal harus dilakukan


penanganan yang sesuai
Khusus

1. Skrining untuk diabetik retinopati

Untuk mencegah Visual loss dari diabetik renopati sangat penting dilakukannya
follow-up secara berkala untuk deteksi dini. Rekomendasi waktu untuk
melakukan pemeriksaan funduscopy yaitu:

 Setiap tahun, sampai tidak ada diabetik retinopati atau non-proliperatif


diabetik retinopati.
 Setiap 6 bulan, pada moderate NPDR
 Setiap 3 bulan, pada severe NPDR
 Setiap 2 bulan, pada proliferatif diabetik retinopati dengan tidak adanya
karakteristik resiko tinggi.

2. Penatalaksanaan medis

Terapi dilakukan tergantung dari lokasi dan keparahan retinopati.

I. Control of systemic risk factors


 Kontrol kadar gula darah yang sangat ketat.
 Pengurangan lemak
 Kontrol terkait dengan anemia
 Kontrol terkait dengan hypoproteinemia

II. Role of pharmacological modulation

Pharmakologi dapat menginhibisi biochemikal terjadinya phatogenesis


perubahan retina pada penderita diabetes. Berikut adalah
pharmakologikal inhibitor, yaitu :

 Protein kinase C (PKC ) inhibitors


 Vascular endothelial growth factors (VEGF) inhibitors
 Aldose reductase and ACE inhibitors
 Antioxidants such as vitamin E
III. Role of intravitreal steroids

Tindakan ini berfungsi untuk mengurangi diabetic macular oedema.


Sebagai berikut :

 Flucinolone acetonide intravireal implant


 Intravireal injection of triacinolone (2 to 4 mg )

3. Fotokoogulasi

Mata dengan edema makula yang tidak signifikan hanya dimonitor secara tanpa
dilakukan terapi laser. Terapi laser fotokoagulasi dilakukan pada kondisi edema
makula yang mengganggu secara signifikan. Terapi laser fotokoagulasi dapat
mengurangi munculnya pembuluhan baru dan mengurangi insidensi kehilangan
penglihatan pada diabetik retinopati proliferatif sebanyak 50%. Injeksi triamcinolone
atau anti-VEGF secara intravitreal juga efektif.

i. Macular photocoagulation

Tindakan pada macula hanya dilakukan dengan laser jika terdapat clinically significant
macular edema (CSME). Pada pasien dengan ischemic diabetic maculopathy tidak
dianjurkan untuk dilakukan tindakan laser. Macula photocoagulation memiliki 2
teknik, yaitu :

 Focal treatment

Teknik ini menggunakan laser argon dengan menghilangkan semua


lesi ( microaneurysms, IRMA or short capillary segments)

 Grid treatment

Grid pattern laser burns are applied in the macular area for diffuse
diabetic macular oedema.

ii. Laser fotokoagulasi pan retinal (PRP)

Dapat mengurangi insidensi kehilangan penglihatan pada diabetik retinopati sebanyak


50% dan mengurangi pertumbuhan pembuluh darah baru. Walaupun mekanismenya
tidak diketahui secara pasti, namun diduga bahwa PRP menyebabkan berkurangnya
rangsangan angiogenik oleh retina yang iskemik dengan laser dan xenon sehingga
mengurangi daerah iskemik. Neovaskularisasi retina sendiri tidak mengganggu
penglihatan. Jika tidak ada kelainan patologis di makula, mungkin tidak ada keluhan.
Karena banyak penyulit berat yang dapat diatasi dengan pengobatan laser dalam waktu
singkat, maka deteksi dini dan pengamatan teratur merupakan hal yang sangat penting.

indikasi :

• PDR dengan HRCs

• Neovascularization of iris (NVI)

• Severe NPDR assosiated with :

- kontrol tidak teratur

- sebelumnya operasi katarak/ YAG capsulotomy

- gagal ginjal

- hamil

4. Terapi operasi

Bila perdarahan badan kaca ini dalam waktu 6 bulan tidak menjernih secara spontan
dapat dilakukan vitrektomi. Vitrektomi dapat menjernihkan perdarahan vitreous
(badan kaca) yang menyebabkan turunnya tajam penglihatan dan
mengurangi/membebaskan traksi vitreoretina pada ablasi retina traksi dan scleral
buckling untuk membantu mempertautkan retina kembali. Vitrektomi dini dapat
diindikasikan pada pasien diabetes tipe I yang memiliki perdarahan vitreous parah dan
retinopati proliferatif aktif dan dengan penglihatan yang buruk. Vitrektomi dapat
ditunda sampai setahun dimana 20% mata dengan perdarahan vitreous dapat jernih
secara spontan. Vitrektomi untuk retinopati proliferatif dengan perdarahan vitreous
ringan hanya berguna pada mata yang sebelumnya telah dilakukan PRP dan pembuluh
darah baru telah mulai membentuk jarinngan fibrosa.
Indikasi pars plana vitrectomy :

Komplikasi vitrektomi lebih sering terjadi pada pasien diabetes tipe I yang menunda
vitrektomi dan pasien diabetes tipe II yang melakukan vitrektomi dini. Komplikasi
yang terjadi dapat berupa phthisis bulbi, meningkatnya tekanan intraokular dengan
edema kornea, pelepasan retina dan infeksi.

Pemberian suntikan kortikosteroid atau anti-VEGF ke dalam mata sebagai terapi


tambahan pada vitrektomi mampu membantu mengurangi perdarahan saat operasi dan
mampu mengurangi insidensi rekurensi pendarahan vitreous paska operatif.

VII. Komplikasi
1. Vitreous hemorrhage
Pembuluh darah baru mengalami perdarahan yang mengisi vitreous cavity dan
dapat memblokade penglihatan pada kasus yang berat. Perdarahan ini tidak
menyebabkan kehilangan penglihatan secara permanen dan biasanya akan
membaik dalam beberapa minggu sampai bulan.
2. Retinal detachment
Retinopati diabetik menstimulasi terbentuknya jaringan parut yang menyebabkan
retina tertarik ke depan. Hal ini dapat mengakibatkan penglihatan kabur hingga
kehilangan penglihatan.
3. Neovascular glaucoma
Bocornya pembuluh darah dan pertumbuhan pembuluh darah baru retina yang
abnormal menyebabkan pembuluh darah pada iris tumbuh abnormal sehingga
mengganggu aliran cairan pada mata. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan bola
mata yang dapat merusak saraf optik dan menyebabkan kerusakan penglihatan
secara permanen.

VIII. Prognosis
 Prognosis retinopati diabetik dipengaruhi pada fase mana ditemukan dan diterapi.
Pasien dengan fase yang lebih lanjut umumnya memiliki progresivitas penyakit
dan penurunan visus yang lebih cepat.
 Beberapa faktor prognosis yang berkaitan dengan penurunan visus yang signifikan
pada retinopati diabetik antara lain adanya edema difus, kebocoran multipel,
eksudat pada fovea, dan iskemia makula.
 Penurunan visus akan terjadi terus menerus pada pasien retinopati diabetik
maupun hipertensi hingga terjadi kebutaan yang permanen. Sekitar 8.000 mata
menjadi buta setiap tahunnya akibat retinopati diabetik.

IX. Prevensi

Skrining retinopati diabetik harus dilakukan 3 tahun setelah pasien terdiagnosis


DM tipe 1 atau saat pasien terdiagnosis DM tipe 2, dan setiap tahun setelahnya.
Skrining dilakukan dengan pemeriksaan fotografi fundus digital dengan gold standard
seven-field photography. Namun, pemeriksaan two-45 degree field yang berpusat pada
makula dan optic disk lebih banyak digunakan.

Retinopati diabetik dapat berkembang cepat pada masa kehamilan sehingga


setiap ibu hamil yang memiliki diabetes harus dilakukan skrining penglihatan pada
trimester pertama dan diulangi setiap 3 bulan sampai persalinan.
Referensi

1. Khurana, K. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Age International


(P) Ltd., 2007.
2. Riordan-Eva P, TC Emmett, Jr. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology. 18th ed. Mc-Graw-Hill. 2011.
3. Pang C, Jia L, Jiang S, Liu W, Hou X, Zou Y, Diabetes Metab Res Rev 2011,
in press
4. McHugh D, Gupta B, Saeed M, Clin Ophthalmol, 2011, 5: 1543-8.
5. Bhavsar AR. Diabetic retinopathy. https://emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai