Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

RETINOPATHY OF PREMATURITY

Oleh :
Nur Rahmi
K1A1 14 036

Pembimbing :
dr. Rizky Magnadi, Sp. M.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nur Rahmi

NIM : K1A1 14 036

Judul : Retinopathy Of Prematurity

Bagian : Ilmu Penyakit Mata

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2019

Pembimbing

dr. Rizky Magnadi, Sp. M


Retinopathy Of Prematurity

Nur Rahmi, Rizky Magnadi

A. PENDAHULUAN

Retinopathy of prematurity (ROP) adalah suatu penyakit yang mengenai

retina pada bayi-bayi prematur. ROP merupakan suatu penyakit proliferatif

yang mengenai bayi-bayi prematur yang berat lahirnya rendah.1 Perubahan

patologi yang khas yaitu berupa neovaskularisasi retina, mempunyai beberapa

gambaran yang mirip dengan retiopati proliferatif lain seperti retinopati diabetik

dan retinopati sickle cell.2

Pertama kali ditemukan oleh Terry pada tahun 1942, laporan Terry

menyebutkan kondisi retrolental fibroplasia berdasarkan temuaannya mengenai

sebuah proliferasi dari sistem embrionik hyaloid yang mana menggabungkan

retina. Dia mempelajari spesimen patologis unilateral (kemungkinan PHPV) dan

memberikan detail yang mana dipikirnya mungkin saja identik dengan kasus

bilateral dari retrolental fibroplasia.2

Pada tahun 1951, Campbell menyatakan bahwa efek toksik dari kadar

oksigen yang tidak terkontrol pada bayi yang baru lahir mungkin saja

merupakan penyebab ROP.2

Penelitian selanjutnya menunjukkan level yang tinggi dari oksigen

menghilangkan pembuluh darah dari retina neonatus. Kontrol penggunaan dari

oksigen bagaimanapun dapat menurunkan proporsi kebutaan, namun hal ini

meningkatkan kematian neonatus akibat atelektasis dan disstress pernapasan

akibat hyaline membran disease.2


B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Retina merupakan suatu struktur sangat kompleks yang terbagi menjadi

10 bagian, terdiri dari fotoreseptor (sel batang dan kerucut) dan neuron,

beberapa diantaranya (sel ganglion) bersatu membentuk serabut saraf optik.

Bertanggung jawab untuk mengubah cahaya menjadi sinyal listrik. Retina akan

meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda sebagai

rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal pada retina terdapat

sel batang sebagai sel pengenal sinar dan sel kerucut yang mengenali frekuensi

sinar. Sel kerucut bertanggung jawab untuk penglihatan siang hari.

Gambar 1. Anatomi Retina3

Subgroup dari sel kerucut responsive terhadap panjang gelombang

pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau, merah). Sel-sel ini terkonsentrasi di

fovea yang menjadi pusat penglihatan.Sel batang untuk penglihatan malam. Sel-

sel ini sensitif terhadap cahaya dan tidak memberikan sinyal informasi panjang

gelombang (warna). Sel batang menyusun sebagian besar fotoreseptor di retina

bagian lainnya.
Gambar 2. Fisiologi Retina3

Retina terdiri dari 10 lapisan, mulai dari sisi dalam hingga luar, yaitu :

 Membran limitans interna , yaitu membran hialin antara retina dan badan

kaca

 Lapisan sel saraf, yang mengandung akson–akson sel ganglion yang

berjalan menuju nervus optikus. Dilapisan ini terletak sebagian besar

pembuluh darah retina

 Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron

kedua

 Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion

dengan sel amakrin dan sel bipolar

 Lapisan inti dalam badan–badan sel bipolar, amakrin dan horisontal

 Lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan

sel horisontal dengan fotoreseptor


 Lapisan inti luar sel fotoreseptor merupakan susunan lapis nukleus sel

kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat

metabolisme dari kapiler koroid

 Membrana limitans eksterna merupakan membran ilusi

 Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri atas sel

batang dan sel kerucut

 Epitel pigmen retina

Retina adalah selembaran tipis jaringan saraf yang semitransparan dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan

berakhir ditepi ora serrata.3

Perkembangan retina dimulai pada minggu keempat kehamilan.

Neuroretina,epitel pigmenretina/retinal pigment epithelium (EPR) dan saraf

optik berasal dari neuro-ektoderm. Perkembangan EPR terlihat pada minggu

kelima dan terdiri dari dua atau tiga lapis sel kolumnar, yang kemudian akan

menipis pada minggu keenam sampai memiliki ketebalan satu sel. EPR

memanjang secara posterior sebagai lapisan luar dari sel tangkai optik pada

minggu ketujuh dan minggu kedelapan mengalami maturasi. Saat trimester

kedua semua pendukung utama retina seperti fotoreseptor, lapisan plaksiform

eksterna, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform interna, lapisan sel ganglion,

lapisan serat saraf, dan membrana limitans interna telah muncul. Diferensiasi

fotoreseptor batang terlihat saat bulan ketujuh. Fotoreseptor serta daerah

subretinal tampak memanjang hingga ora serrata saat bulan kedelapan


kehamilan. Retina sudah berdiferensiasi dengan baik pada bulan kehamilan

kesembilan yang ditandai dengan maturasi sel EPR dan fotoreseptor. 4

Gambar 3. Perkembangan mata minggu ke 4-54

Gambar 4. Perkembangan mata minggu ke 6-84


C. VASKULOGENESIS

Perkembangan vaskuler retina normal

Merupakan hal yang sulit untuk mempelajari perkebangan vaskular

retina karena vaskularisasi terjadi sebelum usia kelahiran dan sulit untuk

menentukan kualitas jaringan fetus. Sehingga, kebanyakan penelitian mengenai

perkembangan vaskular retina merupakan hasil dari bayi hewan dan merupakan

hal yang penting untuk meninjau penelitian yang telah dilakukan pada mata

manusia.5

Retina imatur memiliki dua sumber vaskuler, pembuh darah choroidal

luar dan pembuluh darah retina dalam. Pada usia gestasi 6 minggu, arteri

hyaloid, cabang mayor dari arteri oftalmik dorsal primitive memasuki bola mata

dan tumbuh terus hingga mencapai kutub posterior dari lensa (Gambar 5).

Hingga minggu ke 16 gestasi ,hanya pembuluh darah choroidal sendiri

yang menutrisi baik bagian retina luar dan dalam, sebenarnya retina dalam masih

avaskular. Sekitar usia gestasi 16 minggu suplai darah pertama untuk retina

bagian dalam muncul dalam bentuk mesenkimal “spindle cell” yang tumbuh

dari adventisia arteri hyaloid. Spindle cell bermigrasi ke retina dalam dari optic

disc dan mencapai ora serrata.


Gambar 5. Vaskulogenesis Normal5

Spindle cell yang menuju perifer membentuk apron circumferensial,

yang mana meninggalkan solid cord yang menyalurkan dan berubah bentuk

menjadi pembuluh darah mature.

Laju pertumbuhan dari spindle cell lanjutan adalah 0,1mm/hari dan

mencapai ora serata normal pada bulan ke 7 dan 8 dan kemudian temporal ora

serrata pada bulan ke 9 gestasi atau pada waktu kelahiran (Gambar 6 A-C). Hal

ini karena temporal ora serrata lebih jauh jaraknya dari disc dibandingkan nasal

ora serrata.2
Gambar 6 A-C. A: Retina Temporal Imatur Pada Bayi Dengan Usia Gestasi 34 Minggu.

B:Retina Temporal Imatur Pada Bayi Dengan Usia Gestasi 38 Minggu. C: Retina

Temporal Matur Pada Bayi Dengan Usia Gestasi 40 Minggu. 2


D. EPIDEMIOLOGI

Akhir-akhir ini diperkirakan bahwa insidensi dari ROP adalah 0,17%

namun hampir 16% diantaranya adalah bayi prematur. Insidensi, gejala klinis,

dan sejarah ROP dipelajari dalam Multicenter Trial of Cryotherapy for

Retinopathyof Prematurity (CRYO-ROP). Usia rata-rata dari kejadian stadium 1

ROP adalah pada usia kehamilan 34 minggu.1

E. ETIOPATOGENSIS

Terdapat dua hipotesis penting yang menggambarkan kondisi ini adalah

teori klasik dan teori spindle cell. Teori klasik diajukan oleh Arthon dan Patz.

Administrasi suplemental oksigen disadari merupakan faktor penyebab utama.

Peningkatan PO2 arteri menyebabkan vasokonstriksi retina, yang berujung pada

penutupan vaskuler dan jika vasokonstriksi terus terjadi, okslusi vaskuler

permanen dapat terjadi. Proliferasi sel endotel berdekatan untuk menutup kapiler

yang mana terjadi ketika neonatus kembali ke udara ruangan dengan demikian

berujung pada neovaskularisasi. Perluasan yang selanjutnya dari

neovaskularisasi ini dapat mencapai vitereus, menyebabkan perdarahan yang

berujung pada fibrosis dan menyebabkan traksi viterus serta retinal detachment.

Teori spindle cell adalah teori lain yang diungkapkan oleh Kretzer et al,

yang mengatakan bahwa induksi dari neovaskularisasi retina dan vitreus

disebabkan oleh pengaruh spindle cell. Pada bayi prematur yang baru lahir,

retina perifer bersifat avaskuler dan tipis. Setelah kelahiran, spindle cell

terekspos oleh lingkungan yang hyperoxic karena peningkatan difusi oksigen

melalui retina ini dari vaskulat koroidal. Radikal bebas oksigen berupa agen
sitotoksik menyerang spindle cell yang terkompromasi, yang mana mempunyai

kurang memiliki mekanisme pertahanan anti-oksidan. Spindle cell abnormal ini

menghentikan migrasi dan kanalisasi.2

Untuk memahami apa yang salah dengan ROP, sangat membantu jika

ditunjukkan beberapa kejadian yang berhubungan yang terjadi pada bayi aterm

dan preterm, termasuk peran dari stres oksigen dan oksidatif, serta defisiensi

nutrisi, yang mana berhubungan dengan ROP.

Dalam uterus, telah diperkirakan bahwa oksigen pada bayi yang sedang

berkembang adalah sekitar 30-40mmHg, sehingga lingkungan sekitar setelah

lahir relatif hiperoksik, terutama ketika tambahan oksigen diberikan dalam hal

resusitasi.

Oksigen yang tinggi saat kelahiran telah dianggap sebagai penyebab

vasoatteuation dan kematian sel endotel yang baru terbentuk, menghasilkan area

retina tanpa bantuan kapiler. Tampakan white pupil menujukkan scar

fibrovaskular retrolental dengan retinal detachment.5,6

Kebanyakan dukungan nutrisi ke fetus terjadipada trimester terakhir dari

kelahiran, sehingga ketika seorang bayi lahir secara prematur, maka dukungan

nutrisi maternal tersebut menjadi hilang. Penelitian telah menunjukkan

pentingnya Insulin-like growth factor (IGF-1) dan insulin-like growth factor

binding protein 3 (IGF-IBP3) untuk perkembangan fetus, yang mana menurun

pada bayi preterm yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan

vaskular retina.5,6
F. KLASIFIKASI1,2,5,7

The International Classification dari Retinopathy of Prematurity

(ICROP) dibuat pada 1984 yang bertujuan untuk menyediakan standar untuk

pemeriksaan klinis ROP berdasarkan tingkat keparahan dan lokasi anatomi dari

penyakit tersebut.

Stadium 1: Demarction line, ditandai dengan munculnya struktur berwarna

putih yang tipis. Garis ini adalah struktur yang tegas namun tipis yang

memisahkan retina avaskular anterior dari retina tervaskularisasi di posterior.

Ada percabangan pembuluh darah yang abnormal. Sifatnya rata, terletak

didalam bidang retina, dan berwarna putih.

Gambar 7. ROP Stadium 15

Stadium 2: Ridge. Demarction line berkembang sehingga memilki lebar dan

tinggi, memiliki volume, dan melebar ke luar bidang retina. Dapat berubah

warna dari putih menjadi merah muda.


Gambar 8. ROP Stadium 25

Stadium 3: Ridge dengan fibrovaskular ekstra retina. Pembuluh darah tumbuh

ke dalam dan ke atas ridge (proliferasi fibrovaskular ekstraretina). Proliferasi

ekstravaskular ini dapat meluas ke dasar vitreus dan menyebabkan perdarahan

vitreus dan preretinal.

Gambar 9. ROP Stadium 35

Stadium 4: Kontraksi dari proliferasi fibrovaskular menyebabkan traksi retina

yang mengarah pada parsial retinal detachment


A: Tidak mencakup makula

Gambar 10. ROP Stadium 4A5

B: Mencakup makula

Gambar 11. ROP Stadium 4B5

Stadium 5: Total retinal detachment. Pelepasan retina yang terjadi berbentuk

seperti funnel (Gambar 13) dan digambarkan sebagai anterior tertutup atau

terbuka, atau posterior tertutup atau terbuka. Leukocoria didapatkan dari

proliferasi fibrovaskular dan retinal detachment lanjut mengarah pada fibroplasia

retrolental.
Gambar 12. ROP Stadium5

Gambar 13. Tampilan Konfigurasi Ada ROP Stadium 5. A. Anterior Open, Posterior

Open, B. Anterior Open Posterior Narrow, C. Anterior Narrow, Posterior Open,

D. Anterior Narrow, Posterior Narrow. 5

Pada fase akut (neovaskular), ROP adalah penyakit vaskular progresif

dengan peningkatan dilatasi dan pembuluh darah retinal perifer yang melekuk-
lekuk, rigiditas pupil, dan vitreus yang keruh. ‘Penyakit Plus’ mengarah pada

keberadaan dilatasivena dan arteri yang melekuk-lekuk di kutub posterior.

Penyakit plus merupakan tanda khas dari ROP yang progresif.

ROP juga diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomik (zona) (Gambar

14). Zona 1 didefinisikan sebagai lingkaran, yang berpusat pada disc dan

radiusnya adalah 2 kali jarak disc ke fovea. Zona 2 adalah daerah berbentuk

donat yang meluas dari batas anterior dari zona 1 ke diameter disc dari

oraserrata nasal dan ke temporal. Zona 3 mencakup sisa retina temporal

Klasifikasi internasional dari ROP

Zona I (Kutub posterior dan zona dalam): batas zona 1 didefinisikan 2 kali jarak

diskus fovea dari semua arah dari optik disk.

Zona II Pelebaran dari tepi zona 1 ke arah perifer hingga titik tangential dan

nasal ora serrata.

Zona III adalah sisa crescent temporal dari retina anterior hingga zona 2.

Gambar 14. Pembagian Zona Pada Fundus Berdasarkan Klasifikasi ICROP


Definisi dari ROP ambang bervariasi dalam beberapa percobaan klinis.

Pada CRYO-ROP didefiniskan sebagai keparahan ROP dimana ada

kemungkinan spontan regresi atau progresi menuju ke keadaan yang tidak

diinginkan. Didefinisikan sebagai ROP stage 3 di zona 1 atau 2 dengan retina

yang terkena adalah 5 angka jam yang berdekatan atau 8 jam yang tidak

berdekatan.

G. FAKTOR RISIKO2,8

Penyebab utama (definite)

1. Prematuritas/usia gestasi/ berat lahir

2. Suplementasi oksigen

Faktor lain:

1. Cahaya

2. Defisiensi vit. E

3. Apnea dengan ventilasi bag/mask

4. Pemberiaan methyl xanthine

5. Respiratory Distress Syndrome

6. Asfiksia/hipoksia

7. Syok

8. Hipercarbia/hipocarbia

9. Asidosis/alkalosis

10. Sepsis

11. PDA/Indometasin

12. Transfusi darah/ transfusi tukar


13. Perdarahan intraventrikular

14. Hipoksia in utero kronik

15. Faktor maternal: anemia

Ada sumber yang menjelaskan mengenai persentasi risiko ROP berdasarkan

berat lahir dan usia gestasi:

- ≤28 minggu + ≤800g- Risiko tinggi (ROP zona 1)- 90%

- ≤32minggu + ≤1000g- Risiko sedang – 60%

- ≤32minggu + ≤1200g – Risiko rendah – 30%

- ≤32minggu +≤1500g- Risiko rendah- 10%

H. DETEKSI DINI2

Rekomendasi untuk deteksi dini dari Early treatment of retinopathy of

prematurity cooperative group (ETROP).

Screening umum:

- Pada usia kelahiran<32 minggu

- Berat lahir <1500g

- Kriteria khusus: neonatologis menyebutkan untuk memasukkan semua bayi

agar dapat dilakukan deteksi dini ketika mereka disadari pernah menderita

sepsis, transfusi darah multiple, RDS, pneumonitis, bantuan oksigen yang

tidak biasa.

Beberapa persiapan yang harus diperhatikan saat melakukan pemeriksaan untuk

deteksi ROP
a. Tempat: tempat yang idealuntuk pemeriksan adalah ruang yang suhunya

terkontrol, karena bayi prematur rentan terhadap hipotermia.

b. Persiapan bayi: pupil didilatasikan dengan capuran Phenylephrine 2,5% dan

Tropinamide 0,5% diteteskan 3 kali setiap 10menit selama kurang lebih 1

jam sebelum jadwal pemeriksaan. Untuk alternatif, dapat diberikan

kombinasi cyclopentolate 0.2% dan phenylephrine 2.5% dapat diteteskan 2

kali setiap 5 menit

c. Peralatan: deteksi untuk ROP dilakukan menggunakan oftalmoskop indirek

pada retina perifer. Karena mata bayi kecil, speculum bayi sangat membantu

untuk membuat kelopak mata tetap terbuka

d. Prosedur: setelah mengurangi pencahayaan, pertama periksa kutub posterior

untuk melihat penyakit Plus. Kemudian bagian perifer diperiksa untuk

mencari luasnya perubahan. Pemeriksa tidak boleh memberikan terlalu

banyak tekanan di bola mata. Indentasi bola mata dapat memberikan kesan

yang salah terhadap penyakit plus, sehingga penyakit plus harus dilihat tanpa

indentasi.

I. LANGKAH PENEGAKAN DIAGNOSIS1, 9

Pemeriksaan ophthakmoscopic dari bayi primatur dapat dilakukan di

perawatan. Dua tetes dari 2,5% phenylephrine dan 0,5% tropicamide diberikan,

dan spekulum palpebra diletakkan antara kelopak mata. Pemeriksaan dari

segmen anterior, yang harus diperhatikan adalah pembuluh darah iris, lensa dan

tunika vesikulosa lentis. Funduskopi dilakukan dengan ophthalmosope indirect

dan lensa 28D serta 30D. Scleral depression digunakan untuk menilai retina
temporal, juga retina nasalis, untuk menentukan dekatnya pembuluh darah retina

ke ora serrata. Sceral depression dapat dilakukan pada semua kasus.

1. Screening untuk ROP sebaiknya dilakukan pada semua bayi dengan

berat lahir <1500g ( 3lb, 4oz ) atau yang memiliki usia kelahiran ≤32

mgg, begitu juga pasien yang memiliki berat 1500-2000g (4lb 6 oz)

dengan gejala klinis yangtidak stabil dan dipercaya berada pada

kelompok risiko tinggi

2. Pada kebanyakan kasus, kurang lebih 2 pemeriksaan harus dilakukan.

Satu pemeriksaan dapat dikurangi jika tampak dengan jelas bahwa

vaskularisasi retina bilateral sudah lengkap. Pemeriksaan pertama

sebaiknya dilakukan antara minggu 4 dan 6 dari umur kronologis

(postnatal), atau antara 31-33 minggu dari PCA (Post Conceptional

Age- dihitung berdasarkan usia gestasi ditambah umur kronologis).

3. Bayi dengan retina tervaskularisasi immatur (bukan ROP) yang

masuk kedalam zona 2 atau 3 dapat diperiksa setiap 2 minggu

4. Bayi dengan penyakit pretreshold tipe 2 membutuhkan pemeriksaan

mingguan atau 2 kali seminggu.

5. Bayi dengan penyakit pretreshold tipe 1 harus dilakukan ablasi laser

perifer.

J. DIAGNOSIS BANDING1,2,5

Pada stadium 1,2 dan 3 kondisi penting yang disadari pada diagnosis

banding adalah vitreoretinopati eksidatif familial. Tentu saja pada anak yang
lebih tua suatu hal yang sedikit tidak mungkin untuk membuat diagnosis yang

tepat tanpa adanya informasi mengenai riwayat keluarga.

Vitreoretinopati eksudatif familial adalah sebuah penyakit autosomal

dominan, yang mana pada bentuk akutnya ditandai dengan avaskuler perifer

pada temporal retina. Neovaskularisasi yang berhubungan dengan penyakit ini

hampir tidak dapat dibedakan dengan apa yang terlihat pada ROP akut.

Perubahan pada vitreoretinopati eksudatif familial dapat berkembang seperti

pada ROP, untuk menarik retina temporal, eksudasi subretina, pembentukan

sikatriks, dan retinal detachment. Perubahan yang berat biasanya asimetris dan

umumnya terdeteksi kapanpun sejak lahir hingga usia 10 tahun. Asimptomatik

mempengaruhi anggota keluarga yang lebih tua sering kali hanya sebatas

avaskularitas dari retina temporal perifer. Berbeda dengan yang terjadi pada

ROP, pertumbuhan neovaskular dapat muncul beberapa tahun setelah kelahiran

pada vitreoretinopati eksudatif familial

Riwayat prematuritas tanpa adanya riwayat keluarga sebelumnya

membantu mengeluarkan diagnosis vitreoretinopati eksudatif familial.

Kami telah menemukan bahwa kasus tidak khas dari penyakit Coat,

Eales, dan kadang retinoschisis akan sering dilihat mirip dengan ROP. Tidak

adanya riwayat prematuritas biasanya mengeliminasi kasus-kasus ini dari ROP.

Pada stadium 4 dan 5 yang berhubungan dengan leukocoria, mirip

dengan gejala pada retinoblastoma. Kondisi lain mencakup persistent

hyperplastic vitreus, katarak kongenital dan penyakit Norrie.


1. Retinoblastoma

Secara umum, pasien dengan retinoblastoma mempunyai riwayat

kelahiran cukup bulan, dimana ROP biasanya dihubungkan dengan

prematuritas. Keadaan yang terbalik dari kedua penyakit ini cukup

jarang ditemukan.

Retinoblastoma biasanya lebih sering mengenai salah satu mata,

berbeda dengan ROP yang biasanya bilateral dan simetris.

2. Penyakit Norrie

Penyakit Norrie adalah displasia retina kongenital yang dapat sangat

mirip dengan tampakan ROP yang berat. Penyakit ini adalah X-

linked recessive syndrome. Tidak ditemukannya prematuritas yang

mana merupakan faktor penting untuk membuat perbedaan.

Pemeriksaan pada usia 4-6 mgg dapat menjadi penolong yang baik

dalam membedakan diagnosis. Pasien dengan penyakit Norrie

menunjukkan leukocoria lebih awal dibandingkan mereka dengan

ROP. Penyakit Norrie umumnya dihubungkan dengan ketuliaan dan

retardasi mental.

K. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi ROP adalah pencegahan retinal detachment atau pembentukan

skar, dan mengoptimalkan hasil akhir penglihatan. Pilihan terapi mencakup

farmakologi untuk memblokade efek VEGF, ablasi dari retina avaskuler retina,

dan pembedahan.
1. Ablasi dari retina avaskuler perifer

Ablasi retina perifer telah menjadi terapi utama untuk retinopati

vasoproliferatif prematur berdasarkan penelitian CRYO-ROP.Cryotheraphy

telah dllakukan untuk mencapai ablasi retina perifer pada ROP sejak tahun

1970-an namun sekarang digantikan oleh laser. Indikasi untuk dilakukan

cryotheraphy termasuk visibilitas fundus yang buruk, ketidak tersediaan

laser, dan ketidakfamiliaran dokter dengan teknik laser tidak langsung.2

Laser fotokoagulasi telah terlihat kurang lebih sama efektifnya

dibandingkan cryotheraphy untuk penyakit threshold. Pada kemungkinan

yang lebih besar, perbandingan acak dari laser fotokoagulasi denga

cryotheraphy, mata yang ditangani menggunakan laser secara signifikan

kurang lebih memiliki ketajam visual 20/50 atau lebih baik dan kurang

terjadi miopia.2,5

Keuntungan dari penggunaan laser paling besar pada mata dengan

penyakit zona 1: hasil anatomi yang diinginkan dilaporkan pada sekitar 83-

85% kasus, dibandingkan pada mata zona 1 yang diterapi dengan cryopexy

yang hanya mencapai 25%.

Keuntungan dari laser fotokoagulasi dibandingkan cryotherpathy

termasuk meringankan terapi, portabilitas, dan menurunkan komplikasi

sistemik. Fotokoagulasi diberikan melalui pupilyang terdilatasi dengan

menggunakan lensa 20D atau 28D. Titik akhir adalah ablasi yang

berdekatan dengan bagian terbakar yang berjarak satu setengah lebar dari

bagian terbakar lainnya, dari ora serrata, namun tidak termasuk ora serrata

tersebut dengan daerah 360o. Retina sebaiknya diperiksa untuk skip area dan
bayi harus diperiksa ulang dalam 1 minggu. Penyakit plus persistent atau

proliferasi fibrovaskular merupakan indikasi untuk dilakukannya terapi

tambahan. Komplikasi dari terapi laser adalah iskemia segmen anterior,

katarak, dan luka bakar pada kornea, iris,atau tunika vaskulosa lentis.

Batasan untuk ablasi retina perifer mencakup: kerusakan retina perifer

yang meluas dan ireversibel, bersamaan dengan penurunan lapangan

pandang,sulitnya terapi karena tingginya level kemampuan yang dibutuhkan

untuk melakukannya dan untuk memonitor terapi.2

2. Peran terapi Anti VEGF pada ROP

Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dianggap sebagai

faktoryang penting dalam perkembangan vaskuler retina pada ROP.

Bevacizumab adalah sebuah antibodi VEGF monoklonal human

rekombinan yang berikatan dengan semua isoform VEGF, memblok

angiogenesis yang diinduksioleh VEGF. Sebuah literatur klinis menjelaskan

penggunaan bevacizumab diberikan melalui injeksi intravitreal pada bayi-

bayi dengan ROP berat.

Dimasa depan, mungkin saja akan ada peran penting bagi terapi anti

VEGF dalam penatalaksanaan ROP.2, 10

3. Pembedahan pada ROP

Walaupun ablasi retina efektif pada kebanyakan kasus ROP, jumlah

yang signifikan juga terus ditemukan terkait retinal detachment. Detachment

paling banyak bersifat traksional, berasal dari ridge di sirkumferensial.

Stadium yang berat dari ROP (Stadium 4A, 4B, dan 5) kurang dapat

dimengerti. Kesalahpahaman yang sering terjadi adalah detachment retinal


parsial tanpa mengenai makula kebanyakn jinak, sehingga pembedahan

sebaiknya ditunda hingga makula ikut terlepas, sehingga pengencangan

skleraadalah prosedur perlekatan retina yang dianjurkan, dan visus yang

sempurna tidak bisa didapatkan padamata dengan total detachment (stadium

5). Pengencangan sklera dan vitreoctomy telah digunakan untuk terapi

stadium 4A. Kekurangan pengencangan sklera pada ROP stadium 4A adalah

miopia anisometrik dramatik dan intervensi kedua dibutuhkan untuk

transeksi atau pemisahan sehingga mata dapat terus tumbuh. Pembedahan

vitreus dapat mencegah progresif dari 4Ake 4B atau 5 dengan secara

langsung mengarah pada traksi transvitreal yang berasal dari proliferasi

fibrous.

Pembedahan untuk retinal detachment akibat traksi yang meliputi makula

(stadium 4B) dilakukan untuk meminimalkan distorsi retina dan mencegah

total detachment (stadium 5). Tujuan fungsionalnya adalah penglihatan yang

membaik.

L. Prosedur Postoperatif2

Farmakologi

Satu tetes homatropine 2 %, atropin ½ % atau scopolamine 0,25% diberikan

sekali atau 2 kali sehari pada kedua mata selama kurang lebih 5 hari post

operasi. Obat-obatan yang mengandung steroid mungkin dapat digunakan

tergantung pilihan dokter bedah.


Follow Up dan perawatan kembali

Diharapkan bahwa perawatan primer akan selesai; bagaimanapun, indikasi

untuk perawatan kembali termasuk adanya area yang tidak ditangani (terlewati)

dan menetapnya penyakit plus yang berhubungan pada hal-hal berikut:

1. Retinal detachment segmental dari daerah yang terlewati

2. Progresi dari proliferasi fibrovaskular ekstraretina berdekatan dengan daerah

yang terlewati

Retinal detachment eksudatif postoperatif dapat berkembang dan meluas ke

dalam kutub posterior. Detachment sering kali dangkal namun dapat dikenali

karena hilangnya pola koroidal dan elevasi yang dapat ditemukan dengan

oftalmoskop indirek. Walaupun sering ditemukan bersamaan dengan permulaan

penarikan retina , retinal detachment eksudatif mungkin menunjukkan penyakit

plus yang persisten dan area dari retina avaskuler yang tidak tertangani. Ketika

penanganan ulang dilakukan, fotokoagulasi sebaiknya dilakukan hanya untuk

retina avaskular yang tak tertangani sebelumnya di sektor area bekas pegerjaan.

Penangan ulang tidak dilakukan jika penyakit plus telah regresi lengkap.

Saat ini belumada standar baku untuk penilaian post terapi. Sekurang-

kurangnya ada 4 faktor klinis yang harus di tandai pada setiap pemeriksaan

setelah terapi :

1. Penyakit plus harus dijelaskan sebagai keadaan sekarang, sedang

penyembuhan, dan sembuh. Kata sekarang sebaiknya digunakan ketika

dilatasi yang jelas dan liku arteriol dan vena ditemukan pada setidaknya
dua kuadran pada kutub posterior. Sembuh sebaiknya digunakan untuk

menandai tidak adanya dilatasi atau liku pembuluh darah apapun di

kutub posterior, dan sedang penyembuhan untuk menggambarkan

keadaan diantara dua kondisi sebelumnya.

2. Penyakit yang pada stadium 3 sebaiknya dibuktikan sesuai dengan

klasifikasi internasional dari ROP, dengan pencatatan yang hati-hati dari

jumlah angka jam pada setiap neovaskualrisasi yang masih ada. Skema

klasifikasi ini sejarah jelas membatasi gambaran involusi dari

neovaskularisasi stadium 3, karena reduksi dalam jumlah angkajam dan

pemisahan dari jaringan neovaskular dari ridge adalah tanda dari involusi

penyakit

3. Status dari vitreus yang berdekatan dengan penghubung

vaskular/avaskular harus diperhatikan. Gambaran dari organisasi vitreus

dengan mudah tampak jelas. Jika tidak ada organisasi vitreus yang

terlihat, maka tidak dibutuhkan perhatian yang spesifik. Tampilan,

jumlah jam yang terlibat, dan densitas dari organisasi vitreus dapat

ditampilkan dalam diagram atau deskripsi.

4. Karena perdarahan vitreus yang berat sepertinya merupakan tanda

prognosis yang penting, disarankan untuk memperhatikan area dimana

visualisasi dari retina terhalang oleh vitreus yang mengalami perdarahan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Yanoff, M., Duker, J S. 2014. Opthalmology: Fourth Edition. USA: Elsevier

Saunders.

2. Azad, RV. 2006. Retinopathy of Prematurity: A text and Atlas. New Delhi:

Jaypee Brothers Medical Publishers (P) LTD.

3. Eva, P.R., Fletcer, E.C., Shetlar, D.J. Dalam: Vaughan, DG., Asbury, T.

Oftalmologi Umum, Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013.

Hal. 208-209.

4. Wisnuwardani, F., Sovani, I., Panggabean, D., dkk. Perkembangan dan Struktur

Retina. 2013. Universitas Padjajaran. Bandung. Jawa Barat.

5. Kychenthal AB, Dorta PS. Retinopathy of Prematurity: Current Diagnosis and

Management. Chile: Springer.

6. Hartnett, ME. 2017. Advance in Understanding and Management of

Retinopathy of Prematurity. Moran Eye Center.

7. Ilyas S. 2011. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta Balai Penerbit FKUI.

8. Hellstrom A, Smith LEH, Dammann O. 2013. Retinopathy of Prematurity.

Department of Public Health and Community Medicine.

9. Kim SJ, Port AD, Swan R,Campbell JP, Chan P, Chiang MF. 2018. Retinopathy

of Prematurity: A Review of Risk Factor and Their Clinical Significance.

10. Perti L, Steinwender G, Mayer C, Hausberger S, Poschi EM, Wackernagel W, et

al. 2015. A systemic review dan meta-analysis on the safety of vascular

endothelial growth factor (VEGF) inhibitors for treatment of retinopathy of

prematurity. Plos One.

Anda mungkin juga menyukai