Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

Retinophaty of Prematurity (ROP)

Pembimbing
dr. Minggaringrum Sp.M

Disusun Oleh :
Dhea Devika Wijaya
201920401011186
K33

SMF ILMU KESEHATAN MATA


RS BHAYANGKARA KEDIRI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020

1
REFERAT

LEMBAR PENGESAHAN

Retinophaty of Prematurity (ROP)

Disusun Oleh :
Dhea Devika Wijaya
201920401011186
K33

Hari, Tanggal : Juli 2020

Mengetahui dan menyetujui untuk dilakukan presentasi

Pembimbing

2
dr. Minggaringrum Sp.M

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan hidayah-Nya, penulisan referat stase Mata ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW,

keluarga, para sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Referat yang akan disampaikan dalam penulisan ini mengenai “Retinophaty of


Prematurity (ROP)”. Penulisan referat ini diajukan untuk memenuhi tugas
individu stase Mata.

Dengan terselesaikannya referat ini kami ucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dr. Minggaringrum Sp.M selaku pembimbing kami,

yang telah membimbing dan menuntun kami dalam pembuatan referat ini.

Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun.

Akhirnya, semoga referat ini dapat bermanfaat.

Kediri, Juli 2020

Penulis

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ROP (Retinophaty of Prematurity) adalah penyakit vasoproliferatif pada


retina yang dihubungkan dengan kelahiran prematur. Telah diketahui bahwa
ROP merupakan penyebab gangguan penglihatan utama pada bayi prematur
yang sebenarnya sangat mungkin untuk dihindari. Gangguan penglihatan ini
bersifat permanen dan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas hidup
pasien. Sebagian besar ROP derajat rendah dapat sembuh sendiri, walaupun
demikian retina dapat lepas dan terjadi kebutaan. Skrining terhadap ROP telah
dianjurkan di banyak negara. (Dewi 2012).
Angka kejadian ROP pada bayi kurang bulan sekitar 16%. Lebih dari 50%
bayi dengan berat badan kurang dari 1500gr. (Ayu, 2017). Angka kejadian
ROP di Indonesia terdiri dari beberapa kota yaitu di Jakarta yaitu sebesar
30,3% dan di daerah Pekanbaru telah dilakukan evaluasi selama tiga tahun
didapatkan angka kejadian ROP sebesar 18,3%.5. (Ayu, 2017).

Faktor resiko retinopati pada prematuritas adalah multifaktorial, antara


lain faktor usia kehamilan, berat badan lahir yang sangat rendah, kecil masa
kehamilan, sepsis, distress pernafasan, apneu, asfiksia, tranfusi darah, terapi
oksigen berkepanjangan, saturasi oksigen tidak stabil, defisiensi vitamin E,
paparan sinar pada mata bayi dan sebagainya. (Lukitasari, 2012)

1.2 Tujuan Penelitian


Referat ini bertujuan untuk mengetahui tentang kelainan refraksi meliputi
definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, diagnosis banding, terapi, komplikasi, dan prognosisnya
1.3 Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan mengenai penyakit mata khususnya kelainan


refraksi.

4
2. Sebagai bahan pembelajaran untuk memenuhi salah satu persyaratan
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik bagi Dokter Muda Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.di SMF Mata RS
Bhayangkara Kediri.

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Retina
2.1.1 Embriologi Retina
Pembentukan mata merupakan proses yang sangat kompleks dimana

setiap tahap memerlukan koordinasi antar jaringan yang berkontribusi.

Perkembangan mata mulai tampak pada tahap embrio (22 hari setelah

ovulasi) sebagai sepasang lekukan dangkal pada sisi kanan dan kiri otak

depan. (Barishak, 2005)

a. Trisemester Pertama

Perkembangan retina dimulai dari minggu ke 4 kehamilan.

Neuroretina, epitel pigmen retina dan saraf optik berasal dari neuro-

ektoderm. Vesikel optik mulai mengalami invaginasi dan membentuk

optic cup yang berdinding rangkap segera menempel pada dinding

ektoderm. Kedua lapisan ini nantinya akan berkembang menjadi epitel

pigmen retina pada lapisan luar, dan pada lapisan dalam akan berubah

menjadi retina sensoris. (Moore, 2003)

b. Trisemester Kedua

Semua pendukung utama retina seperti fotoreseptor, lapisan plaksiform

eksterna, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform interna, lapisan sel

ganglion, lapisan serat saraf, dan membrana limitans interna telah muncul

saat trimester kedua. Fovea putatif muncul pada bagian posterior zona inti

luar. Proses maturasi dimulai dari polus posterior dan berlangsung menuju

bagian perifer dengan kecepatan yang sama dengan vaskularisasi retina.

6
Proses lain yang terjadi saat trimester kedua ini adalah munculnya

physiological cup, ora serrata, ruang subretina.

c. Trimester ketiga

Diferensiasi fotoreseptor batang terlihat saat bulan ketujuh.

Vaskularisasi retina berlanjut ke arah perifer namun tidak memanjang ke

ora serrata, sehingga pada saat ini zona avaskular retina tetap berada di

perifer. Retina sudah berdiferensiasi dengan baik pada bulan kehamilan

kesembilan yang ditandai dengan maturasi sel EPR dan fotoreseptor.

Pigmentasi makular terjadi saat minggu ke-34-35 kehamilan dan

menghasilkan penampakan merah gelap yang berbeda dari retina

sekitarnya. Pembuluh darah retina berlanjut ke ora serrata bagian temporal

pada usia gestasi 40 minggu dan akan berkembang lengkap sampai

beberapa minggu setelah lahir (Eva.2007)

Gambar: Embriogenesis

7
Retina adalah lembaran jaringan syaraf berlapis yang yang tipis

dan melapisi bagian 2/3 posterior dinding bola mata bagian dalam. Retina

membentang ke anterior sampai ke corpus cilliaris dan berakhir di ora

serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada sebagian tempat jaringan retina

mudah sekali terlepas dari epitel pigmen retina sehingga terjadi ablasio

retina dan terbentuk ruang di subretina. Namun pada area diskus optikus

dan ora serrata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuar

sehingga dapat membatasi perluasan cairan subretina akibat dari ablasio

retina. (AAO, 2015)

Lapisan lapisan retina mulai dari paling dalam adalah sebagai berikut:

(1) membran limitans eksterna, (2) lapisan serat syaraf, (3) lapisan sel

ganglion, (4) lapisan pleksiform dalam, (5) lapisan inti dalam, (6) lapisan

pleksiform luar, (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor, (8) membran limitans

8
eksterna, (9) lapisan fotoreseptor bagian dalam, (10) epitel pigmen retina.

Gambar: Lapisan retina

Retina memiliki ketebalan 0,1 mm pada area ora serata dan pada

bagian tengah terdapat makula yang berdiameter 5-5,6 mm dengan area

tepinya di kelilingi oleh pembuluh darah retina temporal. Pada area tengah

makula terdapat fovea yang merupakan jaringan avaskular dengan ukuran

diameter kurang lebih 1,5 mm. Retina mendapatkan suplai darah dari 2

9
arteri yaitu koriakpilaris yang mensuplai darah 1/3 luar retina dan arteri

centralis retina yang mensuplai 2/3 bagian dalam retina (Eva.2007).

2.1.2 Vaskularisasi Retina


Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada

tepat di luar membran Bruch, yang memvaskularisasi sepertiga luar retina,

termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan

lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari srteria centralis

retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya

divaskularisasi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak

dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina

mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar

darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar

darah-retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

(Riordan-Eva, 2012).

Gambar Vaskularisasi retina

10
Pasokan darah ke mata berasal dari arteria ophtalmica, yang

merupakan cabang pertama arteria karotis interna. Cabang-cabang pertama

arteria ophtalmica adalah arteria sentralis retina dan arteria siliaris

posterior longus. Retina dipendarahi oleh pembuluh-pembuluh retina dan

koroid yang membentuk sirkulasi anatomik dan fisiologik yang berbeda.

Arteri-arteri retina dapat disamakan dengan arteriol pada sirkulasi

sistemik. Pembuluh darah ini berfungsi sebagai end-artery dan

membentuk rangkaian kapiler yang terdiri dari kapiler-kapiler kecil (7µm)

dengan taut endotel yang erat. Sawar darah retina dipertahankan oleh

susunan anatomik ini, dan sistem ini dijalankan secara autoregulasi karena

tidak ada serat-serat saraf otonom. Namun, sebagian besar darah dalam

mata berada dalam sirkulasi koroid yang memiliki ciri beraliran deras,

regulasinya otonom, dan susunan anatomiknya berupa cabang kolateral

dan kapiler-kapiler besar (30 µm); semua struktur ini memiliki fenestra

yang posisinya berbatasan dengan membran Bruch. Pemeriksaan

pembuluh-pembuluh retina dipermudah oleh angiografi fluoresein dan

sinar bebas-merah, sedangkan indocyanine green angiography memberi

informasi lebih lanjut mengenai pembuluh-pembuluh koroid (Riordan-

Eva, 2012).

Dalam keadaan normal, tidak terlihat pulsasi pada arteri rertina.

Namun sekitar 80-90% orang, dapat terlihat pulsasi vena di dekat diskus

optikus dimana vena berbelok secara tajam akibat tekanan intraokuli.

Tekanan vena paling rendah di dekat diskus optikus, terdapat tahanan

aliran darah melewati terowongan sempit pada lamina cribosa. Setiap

11
pulsasi arteri menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli mendadak

sehingga pembuluh darah vena menjadi kolaps. Hal ini menyebabkan

aliran darah vena mata terhenti pada saat sistole dan mengalir kembali

pada saat diastole (Sihota & Tandon, 2011).

2.2 Retinophaty of Prematurity (ROP)

2.2.1 Definisi

Retinopathy of Prematurity adalah kelainan pada mata yang

menyebabkan perkembangan abnormal pembuluh darah retina pada bayi

prematur. Faktor risiko yang paling signifikan adalah bayi prematur

dengan usia kehamilan kurang dari 31 minggu dengan berat kurang dari

1250gr. (Jafferies, 2015).

2.2.2 Faktor Risiko

Faktor risiko dari banyak studi klinis dan studi hewan yang dibagi dalam

dua kategori:

1. Faktor prenatal

Faktor yang mencerminkan tingkat perkembangan neurovaskular yang

belum lengkap saat lahir menunjukkan kerentanan retina untuk rusak

a. Usia kehamilan saat lahir <37 minggu

b. Berat lahir <1500 gram (Jafferies, 2015).

2. Faktor setelah kelahiran prematur yang berbeda dari lingkungan dalam

rahim pada trimester ketiga sehingga tidak cocok dengan kebutuhan di luar

uterus bayi dan mencegah kembalinya pertumbuhan neurovaskular retina

setelah lahir.

12
a. paparan oksigen yang lebih tinggi atau lebih bervariasi daripada yang

ditemukan selama kehamilan akan mengganggu faktor pertumbuhan

yang diregulasi oksigen. (Jafferies, 2015). Pada bayi premature

meningkatkan terjadinya hiperoksia neonatus, hal ini terjadi karena

disaat keadaan transisi mendadak dari intrauterine (yang

memiliki tekanan oksigen lebih rendah, sekitar 30 -35 mmhg)

ke ekstrauterina (tekanan oksigen yang lebih tinggi, sekitar 50-80

mmhg) dialami segera setelah lahir dan selama hari-hari pertama

kehidupan yang menghasilkan gangguan pada vaskularisasi normal

dan selanjutnya terjadi iskemia pada retina.

b. Kehilangan interaksi ibu dan janin menyebabkan: kebutuhan metabolik

meningkat dalam menghadapi kehilangan nutrisi (termasuk asam

lemak esensial); penurunan kadar insulin-like growth factor (IGF-1)

dan kehilangan faktor-faktor yang menghasilkan pertumbuhan

postnatal dan penambahan berat badan yang buruk (Shah, 2016).

2.2.3 Patogenesis

Patogenesis pada ROP dibagi menjadi 2 tahap. Tahap pertama

yaitu obliterasi pembuluh darah. Pada bayi premature meningkatkan

terjadinya hiperoksia neonatus, hal ini terjadi karena disaat keadaan

transisi mendadak dari intrauterine (yang memiliki tekanan oksigen

lebih rendah, sekitar 30 -35 mmhg) ke ekstrauterina (tekanan oksigen

yang lebih tinggi, sekitar 50-80 mmhg) dialami segera setelah lahir dan

selama hari-hari pertama kehidupan, yang menghasilkan gangguan

pada vaskularisasi normal dan selanjutnya terjadi iskemia pada retina

13
(fase I: obliterasi pembuluh darah). Fase pertama ini terjadi dari

kelahiran sekitar usia kehamilan 30-31 minggu. Tahap kedua terjadi

neovaskularisasi Pada kondisi normal, pembuluh darah mulai tumbuh

saat usia 16 minggu masa gestasi. Pembuluh darah berkembang dari

diskus optikus menuju ora serata. Pembuluh darah akan mencapai

daerah nasal pada usia 8 bulan kehamilan dan daerah temporal setelah

bayi lahir, jadi pada bayi yang lahir prematur, pembuluh darah retina

sudah komplit. Bila bayi lahir secara prematur sebelum pertumbuhan

pembuluh darah ini mencapai tepi retina, maka pertumbuhan

pembuluh darah (yang normal akan terhenti sehingga bagian tepi retina

yang tidak ditumbuhi pembuluh darah) tidak mendapatkan oksigen dan

nutrisi yang cukup. Hal ini menyebabkan bagian tepi retina akan

mengirimkan sinyal ke daerah retina yang lain untuk mecukupi

kebutuhan oksigen dan nutrisinya. Sebagai akibatnya maka pembuluh

darah abnormal mulai tumbuh dimana pembuluh darah

(neovaskularisasi) ini sangat lemah .dan mudah pecah/berdarah serta

menyebabkan pertumbuhan jaringan perut pada retina yang dapat

menyebabkan tarikan pada retina sampai terlepasnya retina dari

tempelanny/ablasio retina. (Vasantha, 2015).

2.2.4 Klasifikasi

Retinopathy of Prematurity dibagi menjadi tiga zona dan lima stadium:

14
Zona I: Dengan disk optik sebagai titik tengah, dan dua kali lipat jarak dari disk

ke fovea, lingkaran yang terbentuk adalah zona I.

Zona II: Dimulai dari tepi zona I dan memanjang sampai ora serrata bagian nasal.

Zona III: Zona III adalah bulan sabit (cressent). Ora serrata bagian temporal.

Retinophaty of Prematurity (ROP) dibagi kedalam 5 stadium:

Tahap 1 - garis demarkasi: Garis demarkasi membagi retina vaskular dan

avaskular. Ini adalah sebuah struktur tipis yang terletak di bidang retina.

Tahap 2 - ridge: Garis demarkasi tumbuh tinggi dan lebar untuk membentuk

punggungan di atas bidang retina. Terlihat pembuluh darah baru

dinamakan "popcorn" mungkin terlihat di posterior ridge.

Tahap 3 – Proliferasi pembuluh darah retina

Tahap 4 - ablasi retina subtotal: Di sini terlihat sebagai detachment retina

Ini dibagi menjadi sebagai berikut:


15
1. Detachment retina parsial tidak melibatkan fovea (stadium 4A)

2. Detachmeent retina parsial melibatkan fovea (stadium 4B)

Tahap 5 - detasemen retina total: Ablasi retina pada anak biasanya hadir dengan

leukocoria (refleks pupil putih). (Shah, 2016).

Plus disease

“Plus disease” merupakan vena yang berdilatasi dan arteri yang berkelok-

kelok pada fundus posterior. “Plus disease” dapat muncul pada stadium

manapun. Menunjukkan tingkat yang signifikan dari dilatasi vaskular dan

tortuosity yang ada di pembuluh darah retina belakang. Hal ini

16
menggambarkan adanya peningkatan aliran darah yang melewati retina.

Apabila terdapat tanda-tanda penyakit plus ini, ditandai dengan tanda ‘plus’

pada stadium penyakit. (Lukitasari, 2012).

2.2.5 Diagnosis

Amerika Academy of Pediatrics menyatakan bahwa, bayi dengan

kelahiran berat ≤ 1500 g atau usia kehamilan ≤ 30 minggu atau bayi

yang dipilih dengan berat lahir antara 1500 dan 2000 g atau usia

kehamilan lebih dari 30 minggu dengan perjalanan klinis yang tidak

stabil, harus diskrining untuk ROP. Faktor risiko lain untuk ROP

termasuk sindrom gangguan pernapasan berat, anemia, neonatal sepsis,

trombositopenia, beberapa transfusi darah dan apnea. Skrining ROP

harus dimulai pada 31 minggu setelah konsepsi atau 4 minggu setelah

lahir. (Shah, 2016).

2.2.6 Pemeriksaan

Teknik pemeriksaan secara konvensional melibatkan dua

langkah yaitu dilatasi pupil dan oftalmoskopi indirect dengan lensa 28D.

Lebih dipilih untuk melakukan dilatasi pupil 45 menit sebelum

dimulainya skrining. Dilatasi drop yang digunakan adalah campuran

siklopentolat (0,5%) dan fenilefrin (2,5%) turun untuk diaplikasika dua

hingga tiga kali sekitar 10-15 menit terpisah. Atau, tropicamide (0,4%)

dapat digunakan sebagai pengganti siklopentolat. Siklopentolat juga

dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan efek samping

sistemik. Penggunaan atropin harus dihindari. (Shah, 2016).

17
Sekarang, pemeriksaan retina bayi dengan risiko ROP

menggunakan kamera digital RetCam sistem menggunakan lensa sudut

lebar dengan tinggi yang dapat mendokumentasikan foto interpretasi

jarak jauh dengan gambar. Tapi telescreening ini hanya disarankan di

tempat-tempat yang tidak ada dokter mata. Skrining dilakukan di sisi

tempat tidur. Namun, krining pencitraan digital tidak dapat

menggantikan oftalmoskopi indirect. (Shah, 2016).

Gambar RetCam ( Retina Camera)


2.2.7 Diagnosis Banding
Pada ROP stadium 1, 2 dan 3 harus dipertimbangkan dengan

diagnosis banding Familial Exudative Vitreoretinopathy (FEVR) yang

merupakan salah satu penyakit herediter yang menganggu angiogenesis

retina. Insiden FEVR tidak banyak dilaporkan dan merupakan penyakit

yang langka. Perubahan FEVR dapat berkembang, seperti pada ROP.

Perubahan parah biasanya asimetris dan umumnya terdeteksi di mana saja

sejak lahir hingga usia 10 tahun. Berbeda dengan ROP, untuk

pertumbuhan neovaskular FEVR dapat terjadi beberapa tahun setelah

lahir. Pada ROP stadium 3, dan 4 dapat dipertimbangkan dengan diagnosis

banding yakni retinoblastoma. (Subramanian, 2015).

18
2.2.8 Tata Laksana ROP

Pedoman terapi pada beberapa pusat kesehatan mengacu pada the

Early Treatment of Retinopathy of Prematurity (ETROP). Terapi ROP

oleh dokter mata direkomendasikan pada 72 jam pada :

1. Setiap ROP di zona 1 dengan penyakit plus

2. Zona 1 pada stadium 3 tanpa penyakit plus

3. Zona 2 stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus

Observasi penyakit pada :

1. Zona 1 pada stadium 1/2 tanpa penyakit plus

2. Zona 2 pada stadium 3 tanpa penyakit plus. Dapat dilakukan observasi

selama 1 minggu. Tahapan 1 atau 2 di zona II membutuhkan dua

mingguan observasi, sedangkan tahap 1 atau 2 di zona III

membutuhkan tiga minggu observasi.(Shah, 2016)

a. Fotokoagulasi laser

Fotokoagulasi laser merupakan gold standart, telah teruji dan

sukses sejak bertahun-tahun. Keuntungannya dapat dilakukan dengan

anestesi topikal. Namun banyak institusi yang lebih memilih anestesi

umum demi kenyamanan pasien. Ablasi laser membuat hipoksia pada

pembuluh darah retina sehingga anoksik, sehingga dapat mengurangi

stimulus untuk pertumbuhan dan perkembangan pembuluh darah baru.

Studi ETROP dari analisis enam tahun menegaskan bahwa mata

dengan ROP tipe 1 mendapat manfaat dari perawatan laser dengan

tingkat kegagalan 9,6%, lebih baik daripada hasil yang ditunjukkan

oleh studi CRYO-ROP.

19
b. Anti VEGF

Obat anti (VEGF) secara langsung memblokir efek VEGF, dan

injeksi intravitreal tunggal cepat dilakukan dan lebih murah

dibandingkan dengan laser. Hasil yang sangat sukses dengan obat

anti-VEGF pada orang dewasa penyakit pembuluh darah retina

menyebabkan uji coba pada anak retinopati sebagai monoterapi

serta dalam kombinasi dengan laser. Bevacizumab Intravitreal

sebagai mono awal terapi dilaporkan menyebabkan regresi tipe 1

ROP di 88% kasus dengan 9% membutuhkan perawatan laser

tambahan dan 1% membutuhkan injeksi tambahan. Bevacizumab

menghilangkan ancaman angiogenik dari ROP. Dilakukan uji coba

secara acak yang dilakukan membandingkan anti-VEGF dengan

laser konvensional. (Shah, 2016).

Berdasarkan studi Chen, pemberian anti VEGF bevacizumab

dengan dosis 0,25mg tiap mata selama 7 hari dapat menurunkan

serum VEGF. (Chen, 2019).

c. Manajemen Bedah

Bedah dicadangkan untuk tahap lanjut dari ROP (tahap 4 dan

Hal ini menunjukkan bahwa hasil anatomi dan visual terbaik dapat

tercapai jika intervensi bedah dilakukan pada stage 4A ROP seperti

menghentikan perkembangan ke tahap yang lebih buruk. Opsi

bedah tersedia untuk tahap 4 ROP adalah lens sparing vitrektomy

atau scleral buckel. Untuk stage 5, vitrektomi dengan lensectomy

atau open sky vitrectomy dapat dilakukan. Hasil pada stage 4B dan

20
5 sangat buruk dan dapat menyebabkan kebutaan permanen. (Shah,

2016)

2.2.9 Prognosis

Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan

stadiumnya. Pada pasien yang tidak mengalami perburukan dari

stadium I atau II memiliki prognosis yang baik dibandingkan

pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior atau stadium III, IV,

dan V. Faktor yang penting adalah deteksi awal dan penangganan

yang tepat.

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi ROP di masa depan

antara lain: Glaukoma, Kelainan refraksi, dan Katarak.

21
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology Staf b. 2014-2015. Retinopathy Of

Prematurity. Basic and Clinical Science Course. Sec.12. San Francisco: AAO;

hal. 157-170

AL Jefferies; Canadian Paediatric Society. Retinopathy of prematurity:

Recommendations for screening. Paediatr Child Health 2010;15(10):667-0.

Accessed from http://www.cps.ca/documents/position/retinopathy-of-prematurity-

screening on 16th February, 2015

Barishak YR, Spierer A. Embryology of the retina and developmental

disorders. In: Hartnett ME, editor. Pediatric retina. 1st ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins; 2005. hal. 3-12

Eva Paul Riordan. 2007. Vaughan and Asbury: Anatomi dan Embriologi

Mata Hal 1- 27. Jakarta. EGC

Lukitasari, Arti, Retinopati pada Prematuritas, JKS 2012; 2: 118-121

Moore KL, Persaud TVN. The eye and ear. In: Moore KL, Persaud TVN,

editors. The developing human- clinically oriented embryology. 7th ed.

Philadelphia: Saunders; 2003. p. 466- 76

Rizalya Dewi, Rudolf Tuhusula, Rinawati Rohsiswatmo, Skrining

Retinophaty of Prematurity di Rumah Sakit Fasilitas Terbatas, Sari Pediatri, Vol.

14, No. 3, Oktober 2012.

Shah Parag, Retinophaty of Prematurity: Past, Present, Future, In: World

Journal of Clinical Pediatric, doi:10.5409/wjcp.v5.i1.35, 2016.

22
Vasantha H.S. Kumar, MD, Pathogenesis and Management of

Retinopathy of Prematurity in Premature Infants, Pediatrics And Neonatal

Nursing, http://dx.doi.org/10.17140/PNNOJ-2-110, 2015.

Xuting Chen, Lin Zhou,1 Qi Zhang, Yu Xu, Peiquan Zhao , and Hongping

Xia, Serum Vascular Endothelial Growth Factor Levels before and after

Intravitreous Ranibizumab Injection for Retinopathy of Prematurity, Journal of

Ophtalmology, https://doi.org/10.1155/2019/2985161, 2019.

23

Anda mungkin juga menyukai