Anda di halaman 1dari 14

Reviewer: Dhea Devika Wijaya (K33)

Pembimbing: dr. Minggaringrum, Sp.M

RETINOPATHY OF PREMATURITY: PAST, PRESENT AND


FUTURE
A. Data Jurnal
1. Nama Penulis:
Parag K Shah, Vishma Prabhu, Smita S Karandikar, Ratnesh Ranjan,
Venkatapathy Narendran, Narendran Kalpana
2. Judul Tulisan:
Journal Review: Retinopathy Of Prematurity: Past, Present And Future

3. Jurnal asal:
World Journal of Clinical Pediatrics (2016) 8; 5(1): 35-46
B. Isi Jurnal

Pendahuluan

Retinopati prematuritas (ROP) dahulu disebut sebagai retrolental


fibroplasia (RLF) pada tahun 1940-an. RLF istilahnya pertama kali diciptakan
pada tahun 1942 oleh Terry dan didefinisikan sebagai kelainan progresif pada
bayi premature dengan berat badan lahir rendah, dimana terbentuk jaringan
fibrosa di belakang lensa yang dapat mengakibatkan kebutaan dan gangguan
penglihatan yang parah. Awalnya, tidak banyak orang yang tertarik mengenai
penyakit ini, namun 10 tahun kemudian ROP menjadi masalah utama bagi semua
dokter anak dan dokter mata. Saat ini ROP telah mengenai ribuan anak di seluruh
dunia.

Metode Pembelajaran
Pencarian literatur di PubMed dilakukan pada periode tahun 1940-2015
berkaitan dengan retinopati prematuritas, fibroplasia retrolental, klasifikasi,
pengobatan, laser, anti faktor pertumbuhan endotel vaskular.

Dahulu

Banyak penelitian dilakukan di seluruh dunia sejak 1951 untuk

menentukan mekanisme pasti gangguan ini. Literatur ilmu mata masa lalu
mengungkapkan, anoxia pada bayi prematur menjadi faktor penyebab utama

perkembangan RLF, oleh karena itu pada tahun 1952 didefinisikan sebagai

retinopati anoksik. Sebuah studi oleh Szewczyk, mengungkapkan bahwa RFL

merupakan respon dari jaringan saraf yang imatur dan menyebabkan anoxia. Hal

ini dikarenakan tekanan oksigen rendah pada pembuluh darah janin prematur

sehingga menyebabkan pembuluh darah retina dilatasi, dan ketika pembuluh

darah retina belum tercukupi kebutuhan oksigennya dapat menyebabkan edema,

transudasi dan perdarahan. Campbell pertama kali dibawa untuk melihat

perkembangan RLF pada bayi yang menjalani terapi oksigen intensif. Sebuah

studi klinikopatologi di rumah sakit Wanita Melbourne, Australia oleh Ryan

antara tahun 1948-1950 an terdapat 23 kasus RLF. Hal tersebut tercata bahwa

belum ada kasus RLF yang dilaporkan sebelum pengenalan oksigen. Staf perawat

memberikan oksigen secara bebas kepada semua bayi dengan cot oksigen yang

dapat menyebabkan peningkatan kejadian RLF. Kemudian, mulai Oktober 1950,

oksigen dibatasi hanya untuk bayi dengan sianosis dan sejak itu penurunan jumlah

RLF terlihat. Dengan penelitian ini dipahami bahwa, semua janin dalam keadaan

sianosis itu normal, karena pembuluh darah arteri tidak membawa oksigen dari

arteri mana pun. Sejak konsentrasi oksigen yang tinggi beracun bagi orang

dewasa, konsentrasi normal juga beracun bagi jaringan imatur. Karenanya

disimpulkan bahwa RLF dapat dicegah dengan memberi oksigen hanya untuk

bayi prematur yang membutuhkannya.

Dilaporkan bahwa anoxia dapat terjadi di tingkat sel selama terapi

oksigen, meskipun oksigen lingkungan dan kadar oksigen darah meningkat.

Situasi paradoks ini, disebut sebagai "hipoksia-anoksia" akan terjadi sebagai


akibat dari inaktivasi enzim oksidatif dari pajanan yang lama dengan kadar

oksigen tinggi.

Hal ini juga dilakukan penarikan dari oksigen untuk meminimalkan

kerusakan retina yang disebabkan oleh hiperoksia. Sebuah studi oleh Bedrossian

et al, melaporkan Insiden RLF secara signifikan lebih tinggi pada bayi yang

diberika oksigen berkelanjutan dibandingkan dengan kelompok di mana oksigen

berada secara bertahap berkurang.

Oleh karena itu, pemantauan oksigen perlu dilakukan. Berikut pedoman

untuk terapi oksigen yang direkomendasikan, oksigen harus diberikan pada bayi

prematur terbukti hipoksia, Ketika konsentrasi oksigen tinggi diperlukan meotode

pengukuran, selain mengukur tingkat oksigen inkubator, pemantauan tekanan

oksigen arteri juga harus dilakukan, Pemantauan ofthalmoskopik untuk

vasokonstriksi retina harus dilakukan secara berkala, dan ketika vaso konstriksi

terdeteksi, pengurangan segera dalam konsentrasi oksigen yang diberikan

sehingga dapat mencegah kerusakan pada retina. Bahkan untuk bayi cukup bulan,

vascularisasi retina tidak lengkap untuk sementara, maka terapi oksigen harus

dikelola secara hati-hati dan hanya dilakukan sesuai indikasi.

Patogenesis

Efek oksigen pada retina pada pembuluh darah imatur dijelaskan dalam dua tahap,

tahap primer atau fase vasokonstriktif. Hal ini terjadi selama pajanan hingga

menyebabkan hiperoksia. Adanya penekanan normal pada vaskularisasi retina.

Sehingga menyebabkan penekanan faktor pertumbuhan endotel vaskular. Tahap

sekunder atau fase vasoproliferatif. Ini terjadi selama perpindahan dari oksigen ke

suhu ruang, yang melibatkan dilatasi neovaskularisasi dan proliferasi pembuluh


darah baru ke dalam cairan vitreus. Ini terjadi karena lonjakan tiba-tiba faktor

pertumbuhan endotel pembuluh darah.

Epidemiologi ROP

Variasi jumlah kasus terlihat di era yang berbeda dan di berbagai negara. Ini

disebut sebagai epidemi dalam ROP. Pemicu awal mula epidemi adalah

suplementasi oksigen yang tidak terawasi dalam akhir 1940-an dan 1950-an di

Eropa dan Amerika Utara. Setelah kejadian ini, penggunaan oksigen yang

berlebihan dihentikan dan pemberian oksigen secara hati-hati direkomendasikan.

Epidemi kedua dihadapi oleh negara-negara maju, pada bayi prematur dan berat

badan lahir rendah (<1000 g saat lahir). India dan negara berkembang lainnya

berada di bawah epidemi ketiga yang ditandai oleh ROP parah pada bayi prematur

yang lebih besar. Alasannya lagi karena kurangnya perawatan neonatal yang tepat

dan tidak patut pemberian oksigen. Oleh karenanya ada pedoman ketat

pemantauan oksigen dan ahli neonatologis memainkan peran utama dalam aspek

ini.

Sekarang

Komite untuk klasifikasi ROP dibentuk di Jakarta 1984, yang mengusulkan

klasifikasi internasional ROP (ICROP) dengan membagi retina menjadi tiga zona,

mulai dari retina posterior ke anterior dan menggambarkan sejauh mana ROP

dalam jam-jam keterlibatan. Namun dengan kemajuan dalam teknik pencitraan

retina, klasifikasi ICROP direvisi yang diajukan menggambarkan zona dengan

lebih baik.

Zona
Tiga zona konsentris, berpusat di retina antero-posterior merupakan lokasi

retinopati.

Zona I: Dengan disk optik sebagai titik tengah, dan dua kali lipat jarak dari disk

ke fovea, lingkaran yang terbentuk adalah zona I. Menggunakan lensa

pengkondensasi 25 atau 28 diopter (D).

Zona II: Dimulai dari tepi zona I dan memanjang sampai ora serrata bagian nasal.

Zona III: Zona III adalah bulan sabit. Ora serrata bagian temporal

Tingkat retinopati

Luasnya ROP didokumentasikan dengan jumlah jam yang terlibat. Untuk

pengamat memeriksa masing-masing mata, sisi temporal mata kanan adalah jam 9

dan mata sebelah kiri adalah jam 3 dan sebaliknya.

Stage ROP

Ini menunjukkan tingkat perubahan vaskular. Ada lima tahap.

Tahap 1 - garis demarkasi: Garis demarkasi membagi retina vaskular dan

avaskular. Ini adalah sebuah struktur tipis yang terletak di bidang retina

(Gambar 1A).

Tahap 2 - ridge: Garis demarkasi tumbuh tinggi dan lebar untuk membentuk

punggungan di atas bidang retina (Gambar 1B). Terlihat pembuluh darah

baru dinamakan "popcorn" mungkin terlihat di posterior ridge.

Tahap 3 – Proliferasi pembuluh darah retina

Tahap 4 - ablasi retina subtotal: Di sini terlihat sebagai detachment retina

Ini dibagi menjadi sebagai berikut: (1) Detasemen retina parsial tidak

melibatkan fovea (stadium 4A) (Gambar 1D); dan (2) Detasemen retina

parsial melibatkan fovea (tahap 4B) (Gambar 2A).


Tahap 5 - detasemen retina total: Ablasi retina pada anak biasanya hadir dengan

leukocoria (refleks pupil putih) (Gambar 2B).

Plus disease: Ini adalah indikator tingkat keparahan penyakit dan didefinisikan

sebagai pelebaran vena dan arteri pembuluh darah(Gambar 2C).

Pre plus disease: Didefinisikan sebagai pelebaran pembuluh darah lebih dari

normal, namun belum mencapai plus disease

Skrining ROP

Amerika Academy of Pediatrics menyatakan bahwa, bayi dengan kelahiran berat

≤ 1500 g atau usia kehamilan ≤ 30 minggu atau bayi yang dipilih dengan berat

lahir antara 1500 dan 2000 g atau usia kehamilan lebih dari 30 minggu dengan

perjalanan klinis yang tidak stabil, harus diskrining untuk ROP. Faktor risiko lain

untuk ROP termasuk sindrom gangguan pernapasan berat, anemia, neonatal

sepsis, trombositopenia, beberapa transfusi darah dan apnea. Skrining ROP harus

dimulai pada 31 minggu setelah konsepsi atau 4 minggu setelah lahir.


Gambar a: Stage 4

Gambar b: plus disease

Teknik Pemeriksaan

Teknik pemeriksaan secara konvensional melibatkan dua langkah yaitu dilatasi

pupil dan oftalmoskopi indirect dengan lensa 28D. Lebih dipilih untuk melakukan

dilatasi pupil 45 menit sebelum dimulainya skrining. Dilatasi drop yang

digunakan adalah campuran siklopentolat (0,5%) dan fenilefrin (2,5%)

diaplikasikan dua hingga tiga kali sekitar 10-15 menit terpisah. Atau, tropicamide

(0,4%) dapat digunakan sebagai pengganti siklopentolat. Siklopentolat juga dapat

digunakan untuk mengurangi kemungkinan efek samping sistemik. Penggunaan

atropin harus dihindari.

Pemeriksaan Sekarang

Pemeriksaan retina bayi dengan risiko ROP menggunakan kamera digital RetCam

sistem menggunakan lensa sudut lebar dengan tinggi yang dapat

mendokumentasikan foto interpretasi jarak jauh dengan gambar. Tapi

telescreening ini hanya disarankan di tempat-tempat yang tidak ada dokter mata.
Skrining dilakukan di sisi tempat tidur. Namun, krining pencitraan digital tidak

dapat menggantikan oftalmoskopi indirect.

Gambar dengan RetCam

Penatalaksanaan ROP

Cryotherapy pada ROP dimulai pada stage 3 yang terletak pada zona I

atau zona II.


Perawatan awal untuk retinopati prematuritas (ETROP)

mendefinisikan kembali pedoman ini. Mereka mendefinisikan secara

aktif dapat diobati dan observasional Setiap ROP di zona 1 dengan

penyakit plus

1. Zona 1 pada stadium 3 tanpa penyakit plus

2. Zona 2 stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus

Observasi penyakit pada :

1. Zona 1 pada stadium 1/2 tanpa penyakit plus

2. Zona 2 pada stadium 3 tanpa penyakit plus. Dapat dilakukan observasi

selama 1 minggu. Tahapan 1 atau 2 di zona II membutuhkan dua


mingguan observasi, sedangkan tahap 1 atau 2 di zona III

membutuhkan tiga minggu observas.

Cryotherapy

Penatalaksanan pada bagian retina yang avaskular menggunakan cryoprobe untuk

mengurangi risiko dari ROP seperti ablasi retina. Cryotherapy menyebabkan stres

bagi bayi dan menciptakan banyak peradangan periokular.

Fotokoagulasi laser

Fotokoagulasi laser merupakan gold standart, telah teruji dan sukses sejak

bertahun-tahun. Keuntungannya adalah dapat dilakukan dengan anestesi topikal.

Namun banyak institusi yang lebih memilih anestesi umum demi kenyamanan

pasien. Ablasi laser membuat hipoksia pada pembuluh darah retina sehingga

anoksik, sehingga dapat mengurangi stimulus untuk pertumbuhan dan

perkembangan pembuluh darah baru. Studi ETROP dari analisis enam tahun

menegaskan bahwa mata dengan ROP tipe 1 mendapat manfaat dari perawatan

laser dengan tingkat kegagalan 9,6%, lebih baik daripada hasil yang ditunjukkan

oleh studi CRYO-ROP.

Anti VEGF

Obat anti (VEGF) secara langsung memblokir efek VEGF, dan injeksi intravitreal

tunggal cepat dilakukan dan lebih murah dibandingkan dengan laser. Hasil yang

sangat sukses dengan obat anti-VEGF pada orang dewasa penyakit pembuluh

darah retina menyebabkan uji coba pada anak

retinopati sebagai monoterapi serta dalam kombinasi dengan laser. Bevacizumab

Intravitreal sebagai mono awal terapi dilaporkan menyebabkan regresi tipe 1 ROP

di 88% kasus dengan 9% membutuhkan perawatan laser tambahan dan 1%


membutuhkan injeksi tambahan. Bevacizumab menghilangkan Ancaman

angiogenik dari ROP. Dilakukan uji coba secara acak yang dilakukan

membandingkan anti-VEGF dengan laser konvensional. Kondisi ROP parah pada

zona II tidak dapat ditentukan karena ukuran sampel yang tidak memadai.

Keamanan adalah masalah utama dengan penggunaan obat anti-VEGF pada

kelompok usia anak dan penelitian ini tidak dapat membuktikannya karena tindak

lanjut yang singkat. Studi terbaru juga ditunjukkan bahwa level VEGF sistemik

tetap ditekan selama 8 minggu setelah injeksi bevacizumab intravitreous. Terapi

laser masih menjadi gold standart dan penggunaan VEGF sesuai dengan kasus

tertentu.

Manajemen bedah

Bedah dicadangkan untuk tahap lanjut dari ROP (tahap 4 dan 5). Hal ini

menunjukkan bahwa hasil anatomi dan visual terbaik dapat tercapai jika intervensi

bedah dilakukan pada stage 4A ROP seperti menghentikan perkembangan ke

tahap yang lebih buruk. Opsi bedah tersedia untuk tahap 4 ROP adalah lens

sparing vitrektomy atau scleral buckel. Untuk stage 5, vitrektomi dengan

lensectomy atau open sky vitrectomy dapat dilakukan. Hasil pada stage 4B dan 5

sangat buruk dan dapat menyebabkan kebutaan permanen.

Tren skrining ROP Masa Depan

Proporsi Berat Badan Rendah

Saat ini, kenaikan berat badan yang rendah dalam enam minggu kehidupan setelah

kelahiran prematur dinilai sebagai faktor risiko untuk menyebabkan ROP.

Proporsi berat didefinisikan sebagai berat pada 6 minggu kehidupan dikurangi


berat lahir dibagi dengan berat lahir. Berat badan rendah, misalnya kenaikan berat

badan kurang dari 50% dari kelahiran dalam 6 minggu pertama kehidupan.

Algoritma WINROP

Algoritma pengawasan WINROP dikembangkan oleh Löfqvist et al untuk

mendeteksi bayi dengan risiko ROP parah. WINROP didasarkan pada pengukuran

mingguan berat badan dan serum IGF-1 tingkat dari lahir sampai usia

postconceptional 36 minggu. Studi prospektif pertama, yang termasuk 50 bayi

prematur, algoritma WINROP dapat mengidentifikasi semua bayi prematur

didiagnosis dengan ROP parah. Sejak itu WINROP Algoritma telah divalidasi

dalam banyak kohort yang berbeda negara dengan sensitivitas mulai dari 85%

hingga 100%.. Saat ini, WINROP sedang diuji coba dalam uji coba multinasional

multi-pusat besar untuk memvalidasinya sebagai universal alat skrining.

ROP Score

ROPScore didasarkan pada berat lahir, usia gestasional, pertambahan berat badan

dan transfusi darah dari lahir sampai minggu ke-6 kehidupan dan penggunaan

oksigen. Eckert et al pada awalnya menganalisis 16 variabel dan menetapkan skor

ini setelah regresi linier. Penelitian dengan 474 pasien. Mereka menyimpulkan

ROPScore sebagai alat yang menjanjikan yang mungkin lebih bisa diprediksi.

IGF-1

Terlepas dari penggunaan IGF-1 dalam algoritma WINROP, kegunaan tingkat

IGF-1 dievaluasi secara prospektif studi oleh Pérez-Muñuzuri et al. Mereka

mempelajari 74 bayi baru lahir secara prematur dan menyimpulkan bahwa

penentuan kadar serum IGF-1 pada minggu ke-3 pascakelahiran adalah prognosis

baik untuk mengidentifikasi bayi yang berisiko tinggi terkena ROP.


Plasma Soluble E-selection

Peningkatan plasma larut Level E-selectin (sE-selectin) telah ditemukan

hubungannya dengan ROP dan telah dilaporkan sebagai prediktor risiko untuk

ROP oleh Pieh et al. Mereka menyimpulkan bahwa skor berdasarkan usia

kehamilan tingkat plasma anak prematur dan sE-selectin akan meningkatkan

prediksi ROP. Peningkatan 10 ng / mL meningkatkan ROP risiko 1,6 kali lipat.

Untuk tujuan ini, konsentrasi plasma harus dinilai 2 hingga 3 minggu setelah lahir,

bayi premature.

Telescreening

Optical Coherence Tomography

Ini adalah alat pencitraan yang memberikan gambar penampang retina dan telah

banyak digunakan pada orang dewasa. Meskipun tidak banyak digunakan dalam

ROP, teknologi ini sudah menyediakan wawasan baru di tingkat seluler dan

subseluler.

Pengobatan Terbaru Untuk ROP

1. Anti VEGF terbaru

Sebuah penelitian terbaru menunjukkan peran pegaptanib intravitreal bersama

dengan laser. Terapi ini memberikan manfaat stabil pada pasien ROP sebesar 90%

dibandingkan dengan hanya dirawat menggunakan laser sebesar 60%. Efikasi

ranibizumab dan bevacizumab untuk menurunkan ROP telah dibandingkan dan

dihasilkan persamaan dalam uji retrospektif.

2. Propanolol

Sebuah studi tentang retinopati yang diinduksi oksigen dalam model tikus

menunjukkan bahwa propranolol menurunkan produksi berlebih VEGF di retina


hipoksia. Selain itu, blokade beta-AR tidak memiliki efek pada tingkat VEGF di

jantung, otak atau paru-paru. Berdasarkan temuan ini, keamanan dan kemanjuran

propranolol pada bayi baru lahir dengan studi ROP telah dilakukan. Hal ni

mengevaluasi keamanan dan kemanjuran obat oral propranolol diberikan kepada

bayi prematur yang baru lahir memiliki usia di tahapan ROP. Dalam penelitian

ini, 26 bayi prematur dengan stadium 2 ROP diobati dengan propranolol oral

(0,25 atau 0,5 mg / kg per 6 h) menunjukkan lebih sedikit progres ke stadium 3

atau stadium 3 plus dan pengurangan risiko relatif 100% untuk perkembangan ke

tahap 4.

3. IGF

Konsentrasi IGF akan naik pada trimester ketiga dan akan turun setelah bayi lahir.

Studi terbaru menunjukkan hal itu pemberian intravena IGF-1 rekombinan

(rhIGF-1) dengan protein pengikat 3 (rhIGFBP-3) ke bayi prematur meningkatkan

konsentrasi serum IGF-1 dan IGFBP-3, dan ternyata membuat bayi aman dari

risiko ROP.

4. Granulocyte Colony Stimulating Factor

Potensi peran faktor stimulasi koloni granulosit (G-CSF), sitokin biologis yang

biasa digunakan untuk meningkatkan leukosit pada pasien neutropenia, saat ini

sedang dievalusi untuk mencegah ROP. Dalam ulasan retrospektif 213 neonatus

yang menerima G-CSF untuk non-oftalmik indikasi, Bhola et al mempelajari 50

bayi dengan kelahiran berat <1500 g dan usia kehamilan <32 minggu. Hanya 10%

bayi yang menerima G-CSF membutuhkan laser dibandingkan dengan 18,6%

pada kelompok kontrol.

5. Omega 3 Polyunsaturated Fatty Acid


Studi pada tikus model ROP telah menunjukkan bahwa suplemen omega-3 PUFA

serta peningkatan omega-3 retina dan omega-6 Rasio PUFA menghasilkan efek

perlindungan terhadap patologis neovaskularisasi retina.

6. Terapi Gen

Baru baru ini studi yang dilakukan tentang genetik dan lingkungan pengaruh pada

ROP pada 257 bayi termasuk 38 monozigot kembar, 66 kembar dizigotik, dan 153

kelahiran sederhana ditemukan heritabilitas ROP menjadi 0,73.

Anda mungkin juga menyukai