Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

KATARAK

Oleh:

Dhea Devika Wijaya

201920401011186

K-33

PEMBIMBING :

dr. Minggaringrum, Sp.M

SMF ILMU KESEHATAN MATA

RS BHAYANGKARA KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
BAB I

RESPONSI KASUS

Identitas :

- Nama : Ny. M

- Usia : 66 tahun

- Jenis kelamin : Perempuan

- Suku : Jawa

- Agama : Islam

- Alamat : Jamsaren, Kota Kediri

- Pekerjaan : Tukang masak

- Datang ke Poli Mata tanggal 15 Juni 2021

Keluhan Utama:

Mata kanan dan kiri seperti ada kabut dan merasa silau

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan pandangan seperti ada kabut pada mata kanan dan kiri,

kadang merasa silau. Pandangan kabur dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Terasa

sepeti ada kotoran di mata. Pasien tidak merasakan cenut-cenut atau kemeng.

Tidak ada sekret, tidak perih atau panas, tidak nerocoh/berair, mata kiri ada

sensasi mengganjal saat berkedip. Keluhan dirasakan lebih berat pada mata kiri.

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat memakai kacamata : kacamata untuk baca

- Riwayat trauma : (-)

- Riwayat alergi : obat (-), makanan (-)


- Riwayat diabetes melitus : (_)

- Riwayat hipertensi : (-)

- Riwayat operasi : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : (-)

Riwayat Sosial : Tukang masak, tinggal dengan suami dan 2 anak, makan 3x

sehari, aktivitas sering di depan kompor dan asap makanan

Riwayat Pengobatan : -

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

- Keadaan Umum: baik

- Kesadaran: compos mentis

- Status gizi: baik

- Vital Sign

o TD: 124/81 mmHg

o T: 37OC

o Nadi: 88x/menit

o RR: 22x/menit

STATUS OFTALMOLOGIS

No
Pemeriksaan Mata kanan Mata kiri
.

Visus
 Visus 2/60 2/60
1.
 Koreksi (PH) - -
 Distansia pupil -
2. Kedudukan bola mata  Eksoftalmus (-)  Eksoftalmus (-)
 Endoftalmus (-)
 Endoftalmus (-)
 Deviasi (-)
 Deviasi (-)
 Gerakan bola
 Gerakan bola mata
mata (bebas ke
(bebas ke segala arah)
segala arah)
 Warna hitam  Warna hitam
3. Suprasilia
 Letak simetris  Letak simetris
Palpebra Superior
 Edema - -
 Hiperemi - -
 Enteropion - -
4.  Ektropion - -
 Pseudoptosis/ptosis - -
 Benjolan - -
 Nyeri tekan - -
 Trikiasis - -
Palpebra Inferior
 Edema - -
 Hiperemi - -
 Enteropion - -
 Ektropion - -
5.
 Pseudoptosis - -
 Benjolan - -
 Trikiasis - -
6. Konjungtiva Palpebra
 Sekret (-)  Sekret (-)

 Hiperemi (-)  Hiperemi (-)

 Folikel (-)  Folikel (-)


 Superior
 Papil (-)  Papil (-)

 Sikatriks (-)  Sikatriks (-)

 Benjolan (-) Benjolan (-)


 Inferior  Sekret (-)  Sekret (-)

 Hiperemi (-)  Hiperemi (-)


 Folikel (-)  Folikel (-)

 Papil (-)  Papil (-)

 Sikatriks (-)  Sikatriks (-)

 Benjolan (-) Benjolan (-)


Konjungtiva Bulbi
 CVI - -
 PCVI - -
 Subconjunctival
7.
- -
bleeding
 Pterigium - -
 Pingueculae - -
Sistem Lakrimalis
8.
 Punctum lakrimalis  Terbuka  Terbuka
Sklera
9.
Warna putih/Keruh Putih Putih
Kornea
 Kejernihan  Jernih  Jernih

 Permukaan  Cembung  Cembung

 Infiltrate  (-)  (-)

 Ulkus  (-)  (-)

10.  Sikatrik  (-)  (-)

 Arkus senilis  (-)  (-)

 Edema  (-)  (-)

 Tes  Tidak dilakukan  Tidak

Placido dilakukan

Bilik Mata Depan


 Jernih  Jernih  Jernih

 Kedalaman normal  Dalam  Dalam


11.
 Hifema/hipopion(-)  Tidak didapatkan  Tidak
didapatkan
Iris
 Warna  Coklat  Coklat
12.
 Regular  (+)  (+)
Pupil
 Bulat  (+)  (+)

 Diameter  3 mm  3 mm

 Reflek cahaya  Terdapat reflek cahaya  Terdapat

langsung dan tidak langsung dan tidak reflek cahaya


13.
langsung (+) langsung langsung dan

tidak langsung

Lensa

 Keruh  Keruh  Keruh


14.
 Shadow test  (+)  (+)

Mata Kanan (OD)


Mata Kiri (OS)

Diagnosis dan differential diagnosis

Diagnosis: Okuli Dextra et Sinistra Katarak Senilis Stadium Imatur

Differential Diagnose: Ablasio Retina

TERAPI

Pembedahan: ICCE / ECCE / SICS / Phakoemulsifikasi

Diskusi

• Pasien ini didiagnosis dengan Okuli Dextra et Sinistra Katarak Stadium Imatur

berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

• Pada anamnesis dikatakan bahwa pasien mengeluhkan pandangan seperti ada

kabut pada mata kanan dan kiri, kadang merasa silau. Keluhan sudah

dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Mata kiri lebih kabur. Pasien tidak
merasakan cenut-cenut atau kemeng. Tidak ada sekret, tidak perih atau panas,

tidak nerocoh/berair, mata kiri ada sensasi mengganjal saat berkedip.

• Terapi yang bisa diberikan yaitu :

1. Pembedahan:

 ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)  pembedahan dengan

mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul

 ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction)  ekstraksi lensa utuh

dengan, meninggalkan bagian posterior dari kapsul lensa  dilakukan

terapi pembedahan jika tekanan intraokuli normal.

 SICS (Small Incision Cataract Surgery)  ekstraksi lensa dengan insisi

yang lebih kecil

 Phakoemulsifikasi  Getaran ultrasonic akan digunakan untuk

menghancurkan katarak  mesin PHACO akan menyedot massa katarak

yang telah hancur sampai bersih.

Evaluasi sebelum operasi :

 Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, BT/CT, HbsAg, HIV, GDA)

 Pemeriksaan TIO

 Konsul jantung untuk evaluasi jika ada kontraindikasi

 Adanya infeksi pada mata (konjungtivitis, dakriadenitis, keratitis)

 Anel test  jika curiga dakriosistitis

 Adanya entropion atau trikiasis

 Adanya kelainan saluran pencernaan


 Adanya kelainan urogenital

 Tidak boleh mengonsumsi obat pengencer darah

Evaluasi durante operation : Perdarahan

Evaluasi setelah operasi :

 Visus

 Jahitan

 Perdarahan

 Infeksi

 KIE (tidak boleh batuk, mengedan, merokok, mengangkat beban berat

lebih dari 5 kg, membungkuk, ketika melakukan sholat disarankan

dilakukan dengan cara tidur.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Mata

Pembentukan lensa manusia dimulai pada masa sangat awal embriogenesis,


kurang lebih pada umur kehamilan 25 hari. Awalnya terbentuk suatu vesikel optik
dari otak depan atau diensefalon yang kemudian membesar dan merapat ke
ekoderm permukaan, yaitu suatu sel-sel kuboid selapis. Pada umur 27 hari
kehamilan, sel-sel kuboid tersebut menebal dan berubah menjadi sel-sel kolumnar
yang disebut lens plate. Setelah itu, pada umur 29 hari kehamilan, terbentuk fovea
lentis (lens pit), cekungan kecil di sebelah inferior center lens plate. Pada umur
kehamilan 35 hari, sel-sel posterior vesikel lensa memanjang, menjadi lebih
kolumner yang selanjutnya disebut serabut primer lensa, dan mendesak lumen
vesikel hingga seluruhnya terdesak pada umur 40 hari. Kemudian nukleus dari
serabut primer lensa akan bergesear dari posterior ke anterior, dan akhirnya
menghilang. Pada proses ini, sel-sel anterior vesikel lensa tidak mengalami
perubahan. Sel-sel kuboid selapis ini dikenal sebagai epitel lensa. Kurang lebih
pada umur 7 minggu kehamilan, terbentuk serabut lensa sekunder dari epitel lensa
di area ekuator yang mengalami multiplikasi dan memanjang secara cepat. Bagian
anterior berkembang ke arah kutub anterior lensa, dan bagian posterior juga
mengalami perkembangan ke arah posterior kutub lensa, namun masih di dalam
kapsula lensa. Pada proses ini, serabut baru terus menerus terbentuk selapis demi
selapis. Serabut lensa sekunder yang terbentuk antara umur kehamilan 2 hingga 8
bulan membentuk nukleus fetalis.1

Gambar 2.1 Embriologi mata

2.2 Anatomi Lensa

Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks, avaskuler, tak


berwarna dan transparan. Terletak di belakang iris dengan ketebalan sekitar 4 mm
dan diameter 9 mm. Lensa digantung oleh zonula siliaris (zonule of Zinn) atau
suspensory ligaments yang menghubungkan dengan korpus siliaris. Lensa adalah
salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi memfokuskan cahaya
masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki dua permukaan, yaitu
permukaan anterior dan posterior. Permukaan posterior lebih cembung daripada
permukaan anterior. Di anterior lensa terdapat kornea, anterior chamber yang
terisi aqueous humor, dan iris; di posterior lensa terdapat vitreus. 65 persen lensa
terdiri dari air, sekitar 35 persen protein, dan sedikit mineral yang biasa terdapat di
jaringan tubuh lainnya. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal
yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak memiliki
serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat.2

Gambar 2.2 Anatomi lensa

Lensa memiliki empat komponen utama, yaitu kapsul lensa, epitelial


subkapsular, korteks, dan nukleus. Kapsul lensa terdiri dari kapsul anterior dan
kapsul posterior. Kapsul ini merupakan suatu membran basalis dan terutama
terdiri atas kolagen tipe IV, beberapa serat kolagen lain dan komponen matriks
ekstraselular seperti glikosaminoglikan, laminin, fibronektin, dan proteoglikan.
Epitelial subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitelial subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan
terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa.3

Nukleus merupakan serat massa lensa yang terbentuk sejak lahir


sedangkan korteks merupakan serat yang terbentuk setelah lahir. Nukleus lensa
lebih keras daripada korteks. Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai
struktur tipis dan gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi
dan berasal dari sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta
organelnya dan menjadi sangat panjang. Seiring dengan bertambahnya umur,
lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Sel-sel ini berisikan
sekelompok protein yang disebut kristalin. Nukleus dan korteks terbentuk dari
lamella konsentris yang panjang. Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok
serat yang tersusun radial yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di
kapsul lensa dan sisi lainnya pada badan siliar.4

2.3 Fisiologi Lensa

Lensa memiliki fungsi sebagai media refraksi. Beberapa aspek fisiologis


penting pada lensa adalah: (a) transparasi lensa; (b) aktivitas metabolime pada
lensa; (c) proses akomodasi.

a. Transparasi Lensa

Lensa transparan karena memiliki susunan serat lensa yang padat, teratur,
dan bersifat homogen. Lensa harus dijaga untuk tetap jernih dan transparan
karena fungsinya sebagai salah satu media refraksi. Beberapa faktor yang
menjaga transparansi lensa adalah:

a. Avaskuler

b. Protein lensa (crystallin), yang merupakan protein water-soluble

c. Metabolisme dalam lensa

d. Mekanisme pompa yang mengatur keseimbangan elektrolit dan air dalam


lensa

b. Aktivitas Metabolisme Pada Lensa

Lensa memerlukan suplai energi ATP secara kontinyu untuk aktifitas transpor
air dan elektrolit, sintesis protein, dan GSH. Sebagian besar ATP yang diproduksi
digunakan di sel epitel lensa yang merupakan tempat utama dari semua proses
tersebut. ATP yang dibutuhkan diperoleh dari aktivitas metabolisme karbohidrat
pada sel epitel lensa. Glukosa merupakan sumber energi yang esensial untuk
lensa. Pada lensa 80% glukosa dimetabolisme secara anaerobik melalui jalur
glikolitik dan 15% melalui jalur hexose monophosphate shunt (HMP) serta
sebagian kecil melalui siklus Krebs. Glukosa masuk lewat difusi dari celah –
celah lensa. Glukosa yang masuk 95% akan melalui proses fosforilasi oleh enzim
hexokinase menjadi Glucose – 6 – PO4 melalui glikolisis dan jalur pembentukan
pentosa lewat jalur hexosa monofosfat. Pentosa dibutuhkan untuk sinteis protein.
Sisanya akan lewat jalur sorbitol dimana glukosa akan dirubah menjadi fruktosa
dengan enzim aldose reductase dan polyol dehydrogenase.

Gambar 2.3 Aktivitas Metabolisme Karbohidrat

Sebagai struktur yang avaskuler, lensa sangat bergantung pada pertukaran


kimia dengan aqueous humor untuk proses metabolismenya. Komposisi kimia
dari lensa dan pertukarannya dengan aqueous humor dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 2.4 Pertukaran kimia pada lensa

Keseimbangan air dan elektrolit lensa mata dipengaruhi oleh osmolaritas lensa
yang diatur oleh kanal ion natrium dan kalium pada permukan sel epitel lensa.
Lensa memiliki mekanisme transport aktif yang manggunakan ATP (Na/K
ATPase) untuk membuka kanal sehingga ion dapat masuk ke dalam lensa. Lensa
membutuhkan deposit kalium yang tinggi sehingga kanal akan terbuka dan
natrium di dalam sel akan keluar dan kalium dari aquoeus humor akan dapat
masuk. Selain itu ion kalium dan natrium dapat masuk melalui difusi pasif
melewati celah pada lensa. Kanal H2O pada sel epitel lensa relatif sedikit yaitu
berkisar antara 60 – 65 %.

Gambar 2.5 Aktivitas Transpor Air dan Elektrolit Pada Lensa

Radikal bebas seperti radikal hidroksil (OH -), superoksida (O2-), dan hidrogen
peroksida (H2O2) ini secara terus-menerus hadir di setiap sel hidup dan
dapat menyebabkan stres oksidatif pada sel tersebut. Untuk menghilangkan
stres ini, beberapa mekanisme homeostatis dalam lensa biasanya terlibat.

Molekul terpenting yang bekerja pada mekanisme homeostasis dalam lensa


sebagai antioksidan adalah glutathione (GSH). Disintesis dan dikeluarkan oleh
sel epitel lensa, dan langsung melindungi protein lensa (crystallin) dari oksidasi.
Ketiadaan GSH menyebabkan kerusakan DNA saat terpapar stres oksidatif.

Seiring berjalannya usia, sintesis dan sekresi GSH menurun, menyebabkan


peningkatan progresif glutathione disulfide (GSSG). Tingkat GSSG yang tinggi
secara langsung disebabkan oleh signifikan penurunan aktivitas glutathione
reductase (GR). Hal ini berdampak langsung pada nukleus lensa yang rentan
dengan stres oksidatif. Penurunan kadar GSH ini telah dipastikan ada pada
kondisi lensa yang mengalami katarak.

c. Proses Akomodasi
Lensa sebagai media refraksi memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, muskulus siliaris berelaksasi,
menegangkan serat zonula atau suspensory ligaments dan memperkecil diameter
anteroposterior lensa sampai ukuran terkecil; dalam posisi ini daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya akan terfokus pada retina. Sementara untuk
cahaya yang datang dari dekat, muskulus.siliaris berkontrasi sehingga tegangan
zonula berkurang, artinya diameter anteroposterior lensa menjadi lebih tebal
diiringi oleh peningkatan daya refraksinya. Kerjasama antara muskulus siliaris,
zonula, dan lensa untuk memfokuskan berkas cahaya ke retina dikenal dengan
akomodasi.

Gambar 2.6 Proses akomodasi

2.4 Katarak

2.3.1 Definisi

Katarak berasal dari Yunani katarrhakies, Inggris cataract, dan Latin


cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat keduanya.5
Gambar 2.7 Katarak

2.3.2 Epidemiologi

Menurut World Health Organization (WHO) katarak merupakan penyebab


utama kebutaan dan gangguan tajam penglihatan di dunia. The Beaver Dam Eye
Study, melaporkan 38.8% pada laki-laki, dan 45.9% pada wanita dengan usia
lebih dari 74 tahun. Sebanyak 95% penduduk yang berusia 65 tahun telah
mengalami berbagai tingkat kekeruhan pada lensa. Sejumlah kecil berhubungan
dengan penyakit mata atau penyakit sistemik spesifik. Dapat juga terjadi sebagai
akibat pajanan kumulatif tehadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya
seperti merokok, radiasi UV, dan peningkatan kadar gula darah. Pasien dengan
DM 4.9 kali lebih tinggi resiko terjdi katarak. Penelitian menunjukkan bahwa
31.4% pasien katarak menderita diabetes.5

2.3.3 Etiologi

Katarak dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika
hamil, atau penyebab lainnya. Penyebab tersering dari katarak adalah proses
degenerasi, yang menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan
lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang
tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola mata, dan polusi asap
motor/pabrik yang mengandung timbal. Katarak dapat dikarenakan trauma.
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan
trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.
Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik
lainnya seperti diabetes mellitus.6

2.3.4 Patofisiologi Katarak Senilis

Dengan seiring bertambahnya usia, terjadi dua hal perubahan pada lensa.
Pertama, terjadi penurunan fungsi dari mekanisme pompa transpor aktif lensa
yang mengakibatkan rasio pertukaran ion natrium (Na+) dan kalium (K+) terbalik.
Sejumlah besar ion natrium masuk ke dalam lensa, sehingga terjadi deposit
natrium yang tinggi. Dengan rasio yang tidak seimbang, terjadi kegagalan
mekanisme pompa transpor aktif pada sel epitel lensa yang mengakibatkan
sejumlah penambahan cairan (hidrasi) pada lensa. Masuknya air ke lensa dengan
jumlah yang banyak menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yang
menyebabkan kekeruhan lensa. Kedua, peningkatan reaksi oksidatif akibat
bertambahnya umur menyebabkan penurunan kadar asam amino sehingga sintesis
protein didalam lensa juga akan menurun.

Gambar 2.8 Patofisiologi Katarak Senilis

Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak


antara lain oxidative damage (kerusakan oksidatif), paparan sinar ultraviolet,
malnutrisi, penurunan fungsi protein alpha crystallin, dan peroksidase lipid.
Tingginya peroksidase lipid yang dipengaruhi radikal bebas akan
menghasilkan hilangnya asam lemak esensial serta terbentuknya aldehyde.
Malondialdehyde (MDA) merupakan produk reaksi peroksidase lipid pada
membran asam lemak. Dengan adanya peningkatan MDA mengindikasikan
peningkatan reaksi oksidatif yang tentunya memiliki pengaruh terhadap
progresifitas katarak, lensa lama-kelamaan akan mengeruh dan menguning
akibat peningkatan MDA.7

2.3.5 Klasifikasi

a) Berdasarkan Usia
1. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah bayi lahir atau bayi yang berusia <1 tahun. Katarak kongenital
bersifat autosomal dominan, ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang menderita infeksi seperti rubella, rubeola, chiken pox, cytomegalo
virus, herpes simplek, herpes zoster, poliomyelitis, dan toxoplasmosis saat
kehamilan terutama pada trimester I.
2. Katarak juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang terdapat pada orang muda, mulai
terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 50 tahun.
Merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir yaitu
kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-
serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek sehingga disebut
sebagai soft cataract. Katarak ini dapat terjadi karena trauma tumpul,
trauma tembus, dan trauma kimia. Pada trauma basa yang masuk
mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan aqueous humor dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Trauma tumpul dapat langsung
menyebabkan lensa menjadi opaqe namun bisa juga kekeruhan terjadi
beberapa tahun setelahnya. Selain itu, dapat juga terjadi akibat iridosikiitis,
miopia tinggi, ablasi retina, dan glaukoma. Katarak komplikata dapat
terjadi akibat kelainan sistemik (diabetes mellitus) yang akan mengenai
kedua mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata
3. Katarak senilis
Katarak senilis (age-related cataract) merupakan jenis katarak didapat
yang paling sering ditemukan karena proses degeneratif pada laki-laki
maupun perempuan, biasanya berusia di atas 50 tahun. Pada usia sekitar
70 tahun, hampir 90% individu menderita katarak. Kondisi kekeruhan
biasanya bilateral akan tetapi hampir selalu kondisi salah satu mata lebih
berat dari mata lainnya. Secara morfologis katarak senilis dapat dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu katarak kortikal dan katarak nuklear. Kedua jenis
katarak ini sering terjadi secara bersamaan.

b) Berdasarkan Lokasi

Terdapat tiga jenis tipe umum dari katarak yaitu nuklear, kortikal, dan
posterior subkapsular. Tabel dibawah merupakan sistem penentuan derajat
katarak.

Tabel 2.1 Klasifikasi Bersadarkan Tempat

Tipe Katarak Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4


Nuclear Mild Moderate Pronounced Severe

Nucleus pada
lensa menjadi
kuning dan
sclerosis

Cortical Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan


10% ruang 10 -50% 50-90% rua mencapai lebih
Dievalusi intra pupil ruang intra ng intra pupil dari 90% ruang
dengan pupil intra pupil
menentukan
presentase dari
ruang intra pupil
yang mengalami
kekeruhan

Posterior Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan


subcapsular mencapai 3 mencapai mencapai mencapai lebih
% dari area 30% area 50% area dari 50% area
Dievaluasi kapsul kapsular kapsular kapsul
dengan posterior posterior posterior posterior
menentukan
presentasi dari
area kapsular
posterior yang
mengalami
kekeruhan

Sumber : American Optometric Association, 2004

*penilaian derajat katarak dapat dilakukan jika dilakukan midriatil pada pasien

Pada katarak nuclear (Gambar 2.9), batas dari kataraknya dapat terlihat
karena indeks biasnya meningkat, meskipun dalam pemeriksaan tidak
memperlihatkan bayangan apapun.
Gambar 2.9 Katarak Nuklear

Pada katarak kortikal (Gambar 2.10), kekeruhan dimulai dari pinggiran


lensa atau bagian kortek lensa selanjutnya katarak berkembang ke arah sumbu
penglihatan dan akhirnya mengganggu penglihatan sentral.

Gambar 2.10 Katarak Kortikal

Pada katarak subkapsular posterior (Gambar 2.11), pada katarak ini dimulai
dari sentral lensa meluas ke daerah perifer. Dan akhirnya mengganggu tajam
penglihatan. Biasanya pasien mengeluhkan silau9.

Gambar 2.11 Katarak Subkapsular Posterior

c) Berdasarkan stadium katarak senilis

Menurut tebal tipis nya kekeruhan pada lensa, katarak senilis dibagi menjadi 4
stadium:
1. Katarak insipien
Kekeruhan lensa tampak terutama dibagian perifer korteks berupa
garis-garis yang melebar dan makin ke sentral menyerupai ruji sebuah
roda. Biasanya pada stadium ini tidak menimbulkan gangguan tajam
penglihatan dan masih bisa dikoreksi mencapai 6/6

Gambar 2.12 Katarak insipien

2. Katarak imatur atau katarak intumesen


Kekeruhan terutama di bagian posterior nukleus dan belum mengenai
seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan lensa. Karena lensa
menyerap cairan, akan mendorong iris ke depan yang menyebabkan bilik
mata depan menjadi dangkal dan bisa menimbulkan glaucoma sekunder.
Lensa menjadi lebih cembung, akan meningkatkan daya bias, sehingga
kelainan refraksi menjadi lebih miop.

Gambar 2.13 Katarak imatur

3. Katarak Matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna menjadi putih
keabu-abuan. Tajam penglihatan menurun tinggal melihat gerakan tangan
atau persepsi cahaya.
Gambar 2.14 Katarak matur

4. Katarak hipermatur
Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan korteks
dan nukleus tenggelam ke bawah (katarak morgagni) atau lensa akan
terus kehilangan cairan dan keriput (shrunken cataract). Operasi pada
stadium ini kurang menguntungkan karena menimbulkan penyulit.

Gambar 2.15 Katarak hipermatur

Tabel 2.2 Perbedaan stadium katarak senilis

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan

Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka


mata

Shadow test - + - Pseudops


Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
Gejala Insipien Imatur/ Matur Hipermatur/
Intumesen Katarak
Morgagni
Visus 5/5 s.d 1/60 1/300 – 1/~ 1/~
dengan
koreksi
Kekeruhan Perifer ke >> kapsula Penuh Korteks
lensa sentral. posterior merata mencair/ lensa
Seperti mengkerut
jeruji roda
Iris shadow - + - -
Fundus + + - -
refleks Tetapi lebih
suram
Iris Normal terdorong normal Tremularis
Komplikasi Glaucoma Glaucoma Glaucoma
fakomorfik fakomorfik fakolitik,
uveitis
fakotoksik
2.3.6 Gejala Klinis

Gejala klinis katarak menurut Ilyas, 2015 :

a. Penurunan visus secara bertahap


b. Merasa silau (fotofobia)
c. Berkabut
d. Melihat warna terganggu
e. Melihat halo sekitar sinar

2.3.7 Diagnosis

Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian


besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup
padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada
stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang
didilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp.10

a) Anamnesis
Data demografi penderita (contoh: usia, jenis kelamin) harus
dikumpulkan terlebih dahulu sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut.
Anamnesis pada pasien harus menunjukkan hilangnya penglihatan secara
mendadak atau bertahap. Biasanya baru dikeluhkan dalam hitungan
tahun, karena penglihatan masih bisa dikompensasi oleh mata satunya
dengan penglihatan yang lebih baik. Bisa juga ditanyakan tentang
gangguan penglihatan lainnya misalnya silau.
Pada anamnesis juga harus ditanyakan riwayat penyakit sebelumnya
meliputi riwayat pada mata dan riwayat kesehatan secara umum. Riwayat
pada mata meliputi riwayat refraksi sebelumnya atau pemakaian
kacamata sebelumnya berapa ukuranya, adanya penyakit mata
sebelumnya, riwayat pembedahan pada mata, dan riwayat trauma.
Riwayat kesehatan secara umum juga ditanyakan, karena dapat menjadi
etiologi, atau menentukan prognosis dan kesesuain terapi bedah yang
akan dipilih. Riwayat terapi yang sudah didapat sebelumnya. Ditanyakan
juga adanya alergi terhadap obat khususnya antibiotik.11
b) Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen. Pada stadium
insipien atau imatur bisa dikoreksi dengan lensa kacamata terbaik.11,12
2) Lampu senter : reflek pupil terhadap cahaya pada katarak masih
normal. Tampak kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan,
berwarna putih keabu abuan. Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala
arah pada katarak matur untuk mengetahui fungsi retina secara garis
besar.12
3) Oftalmoskop, sebelum melakukan pemeriksaan sebaiknya pupil
dilebarkan. Pada stadium insipient dan imatur tampak kekeruhan
kehitam hitaman dengan latar belakang jingga sedangkan pada
stadium matur hanya didapatkan warna kehitaman tanpa latar
belakang jingga atau reflek fundus negatif.11
4) Slit lamp biomikroskopi : dengan alat ini dapat mengevaluasi luas,
tebal dan lokasi kekeruhan pada lensa.11

2.3.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding katarak mencakup banyak gangguan seperti:

a. Glaukoma
b. Kesalahan bias
c. Degenerasi macula
d. Retinopati diabetic
e. Distrofi dan degenerasi kornea
f. Atrofi optic
g. Retinitis Pigmentosa

2.3.9 Tatalaksana

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Penatalaksanaan


definitif untuk katarak adalah ekstraksi lensa. Lebih dari bertahun tahun, tehnik
bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno hingga tehnik
hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang
digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu
Intra Capsuler Cataract Exstraction (ICCE) dan Exstra Capsuler Cataract
Exstraction (ECCE).

Indikasi operasi katarak ialah:

1. Fungsi penglihatan: Ini merupakan indikasi yang paling sering. Operasi


katarak dilakukan ketika cacat visus menyebabkan gangguan signifikan
pada kehidupan sehari-hari pasien.
2. Indikasi medis: meskipun pasien merasa nyaman dari aspek penglihatan,
operasi dapat dianjurkan apabila pasien menderita:
- Glaukoma lens-induced
- Endoftalmitis fakoanafilaktik
- Penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio retina yang
terapinya terganggu karena adanya kekeruhan lensa.
3. Indikasi kosmetik: Terkadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak agar pupil kembali menjadi hitam.
Evaluasi dan persiapan yang perlu dilakukan sebelum operasi adalah:

1. Pemeriksaan umum: untuk melihat apakah pasien memiliki penyakit


diabetes mellitus, hipertensi dan masalah jantung, PPOK dan daerah
potensi infeksi seperti periodontitis dan infeksi saluran kemih. Gula darah
harus terkontrol dan hipertensi tidak boleh diatas 160/100 mmHg
2. Pemeriksaan mata:
- Untuk melihat apakah pasien ada radang atau infeksi pada mata,
- Bola mata: dalam, kecil/besar
- Kelopak mata : blepharitis, entropion, ektropion
- Nasolakrimalis : mucocele
- Kornea : kekeruhan (jaringan parut, degenerasi, distrofi)
- Bilik mata depan : kedalaman
- Pupil : reaksi pupil (direct & indirect), RAPD (+)  kerusakan nervus
optikus  terangkan prognosis visual, irregular, pseudo eksfoliasi
(materi PEX)
- Iris : neovaskularisasi, atrofi, sinekia, koloboma
- Lensa : tipe katarak, maturitas, luksasi lensa
- Pengukuran TIO memastikan tidak ada glaukoma,
- Anel test, bila duktus tersumbat untuk terapi DCR (operasi katarak
dilakukan 1 bulan kemudian),
- Biometri, menentukan ukuran IOL
3. Selain itu, juga harus diketahui pasien tersebut memiliki riwayat alergi
atau tidak dan juga mengetahui apakah pasien sedang mengkonsumsi obat-
obatan tertentu seperti warfarin, antiplatelet
Kontraindikasi operasi katarak:

1. Tekanan darah tinggi dan tidak terjadi penurunan tekanan darah dengan
pemberian obat anti hipertensi sebelum operasi
2. Tekanan intraokular yang tinggi
3. Infeksi mata
4. Gula darah tinggi (>200mg/dl) sebelum operasi
Jika dipastikan tidak ada kontraindikasi operasi, maka persiapan operasi ialah:

1. Tandai mata yang akan dioperasi


2. Pasien dipuasakan pada hari operasi,
3. Bulu mata dicukur,
4. Diberi tetes midriatikum untuk memperlebar pupil pada mata yang akan
dioperasi interval 15 menit
5. Tetes pantocain mata kanan dan kiri 1 tetes
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, Phacoemulsification
dan Small Incision Cataract Surgery (SICS).

a) Intra Capsuler Cataract Exstracsion (ICCE)


Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake
dan dipindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar.
Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa
subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder
dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE
tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari
40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit
yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan.

Tetapi, beberapa kelemahan dan komplikasi bisa ditemukan pada


ICCE. Insisi yang besar pada limbus, biasanya 160 0-1800, biasanya
beresiko: penyembuhan yang lambat, rehabilitasi penglihatan yang
lambat, againt the rule astigmatisma, iris inkarserasi, kebocoran luka
pasca operasi, dan inkarserasi vitreous. Edema kornea biasanya terjadi
saat operasi dan komplikasi segera post operatif.

Kontraindikasi absolut ICCE yaitu katarak pada anak-anak dan usia


muda, katarak dengan trauma rupture kapsular. Kontraindikasi relatif
ICCE yaitu, myopia tinggi, sindrom marfan, katarak morgagni.
Gambar 2.16 Intra Capsuler Cataract Exstracsion

b) Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)


Mengangkat lensa dengan menyisakan kapsul posterior, kapsul
anterior dipotong dan diangkat, nukleus di ekstraksi dan korteks lensa
dibuang dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi. Teknik
ECCE memiliki beberapa keunggulan dibanding ICCE, karena kapsul
posterior masih utuh, dengan alasan:

 Pada ECCE dilakukan insisi kecil, sehingga diharapkan lebih sedikit


trauma pada endotel kornea
 Komplikasi jangka panjang dan jangka pendek karena vitreous yang
masuk ke kornea, iris dan tempat insisi bisa diminimalkan
 Penempatan IOL bisa lebih baik karena kapsul posterior masih utuh
 Kapsul posterior yang masih utuh menjadi penghalang yang
membatasi pertukaran beberapa molekul antara aquos dan vitreous.
 Kapsul yang masih utuh mencegah bakteri dan mikroorganisme lain
masuk ke bagian posterior dan dapat menyebabkan endophtalmitis.
 Pada kapsul yang utuh jika dilakukan implant IOL yang kedua, bedah
filtrasi, transplantasi kornea dan perbaikan luka, maka dapat dilakukan
lebih mudah dan dengan tingkat keamanan yang tinggi.
Gambar 2.17 Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)

c) Phacoemulsification
Phacoemulsification (phaco) maksudnya membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat
kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa
Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut.
Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat
kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada
katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini
kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus
yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler,
meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.

ECCE dan phacoemulsification merupakan ekstraksi nuklues lensa


yang hampir sama, dilakukan dengan membuka anterior kapsul. Kedua
tekhnik tersebut menggunakan irigasi dan aspirasi cairan dan material
kortikal selama pembedahan. Penempatan IOL dari kedua tekhnik ini
pada kapsul posterior yang lebih anatomis dibandingkan anterior IOL

Pada ECCE membuang kapsul lensa dilakukan secara manual dengan


standard ECCE atau dengan memasukkan jarum ultrasonically ke
nuklues kemudian aspirasi substrat lensa melalui jarum, hal ini yang
disebut phacoemulsification.

Keuntungan Phacoemulsification insisi kecil, meminimalkan


komplikasi dari luka yang tidak ditutup dengan benar, penyembuhan luka
lebih cepat, rehabilitasi penglihatan lebih cepat. Dengan tekhnik yang
relatif tertutup saat operasi tekanan intraokuli lebih bisa terkontrol,
tekanan vitreous juga bisa lebih terjaga dan menurunkan resiko
pendarahan khoroidal. Teknik phacoemulsification membutuhkan mesin
dan alat alat yang lebih canggih dibandingkan tekhnik yang lain.

Gambar 2.18 Phacoemulsification

d) Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang
merupakan teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah. Apabila lensa
mata penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan lensa
pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai
berikut:

 kacamata afakia yang tebal lensanya


 lensa kontak
 lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam
mata pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang
telah diangkat

Gambar 2.19 SICS

Langkah SICS secara umum :15

 Membuat jahitan bridle pada otot rectus superior bola mata untuk


imobilisasi bola mata, tetapi umumnya tidak dilakukan bila operasi hanya
menggunakan anestesi topikal atau bisa ditambahkan injeksi lidokain infiltrasi di
sekitar otot yang akan dibuatkan jahitan
 Membuat flap konjungtiva (peritomi konjungtiva) di bagian superior mata.
Perdarahan dikontrol menggunakan kauter diatermi bipolar
 Insisi sklera partial-thickness curvilinear selebar 3 mm di posterior
limbus. Lebar insisi dapat lebih besar hingga 6-7 mm untuk katarak kortikal dan
7-8 mm untuk katarak hipermatur. Bentuk insisi sklera bisa bervariasi yakni insisi
membentuk smile, garis lurus, frown, chevron, dan inverted batwing. Kedalaman
insisi adalah setengah hingga tiga perempat tebal sklera
 Membuat sclerocorneal tunnel menggunakan pisau crescent melalui insisi
sklera yang sudah dibuat. Sclerocorneal tunnel ini akan berperan seperti saluran
serta katup yang membantu pengeluaran nukleus lensa nantinya.
Panjang sclerocorneal tunnel ideal adalah 3-3,5 mm dengan lebar di sisi anterior
(kornea) 7-8 mm dan lebar di sisi posterior (sklera) 6-7 mm. Sehingga teknik
SICS ini tidak bisa menggunakan insisi sekecil teknik phacoemulsification, karena
Tunnel dibuat lebih lebar daripada insisi sklera untuk memungkinkan pengeluaran
nukleus lensa secara utuh. Jika sclerocorneal tunneldibuat dengan baik, penjahitan
karena luka tidak diperlukan lagi karena luka akan menutup dengan sendirinya
saat tekanan intraokular meningkat
 Membuat parasentesis port di arah jam 9 menggunakan blade
15 derajat lancet tip. Side port nantinya menjadi celah masuk untuk injeksi
viskoelastis maupun zat pewarna trypan blue
 Injeksi viskoelastis untuk memperdalam KOA
 Melakukan keratotomi melalui sclerocorneal tunnel menembus kornea
hingga ke KOA menggunakan mikrokeratom
 Injeksi pewarna trypan blue untuk mewarnai kapsul anterior lensa
melalui side port
 Injeksi viskoelastis untuk memperdalam KOA
 Melakukan kapsulotomi dengan teknik continuous curvilinear
capsulorhexis menggunakan cystotome atau forcep rhexis
 Hidrodiseksi multiple dilakukan untuk melepaskan nukleus lensa dari
korteks lensa. Hidrodiseksi dilakukan hingga ada salah satu ekuator lensa keluar
dari kapsul lensa (bag). Bila mengalami kesulitan, gunakan hook Sinskey untuk
melepaskan nukleus lensa
 Nukleus lensa kemudian dikeluarkan melalui sclerocorneal
tunnel. Instrumen yang dapat digunakan adalah lens loop, irrigating vectis, hook
Sinskey, atau fish hook (jarum suntik yang dibengkokkan) tergantung preferensi
operator. BSS tetap diinjeksikan ke dalam KOA untuk mempertahankan tekanan
dan membantu pengeluaran nukleus (delivery of nucleus)
 Aspirasi sisa korteks lensa menggunakan kanula Simcoe. Irigasi KOA
dengan BSS dan injeksi kembali viskoelastis
 Implantasi LIO ke dalam sisa kapsul (bag). Sisa viskoelastis diaspirasi dan
diirigasi menggunakan kanula Simcoe
 Injeksi BSS ke tepi luka insisi parasentesis port untuk menutup luka
(hidrasi intrastroma). Memeriksa ada tidaknya kebocoran pada luka
insisi sclerocorneal tunnel
 Mengembalikan posisi flap konjungtiva dan menutup luka konjungtiva
dengan kauter diatermi bipolar
 Memberikan tetes mata antibiotik dan kortikosteroid
 Pemasangan dop mata

Jika sudah dipastiakan tidak ada kontraindikasi dengan berbagai macam

pemeriksaan maka dapat memulai persiapan operasi seperti :

 Tandai mata yang akan dioperasi

 Bulu mata di cukur

 Diberi tetes midriatikum agar pupil melebar diberikan setaip 15 menit

sebelum operasi

 Diberi 1 tetes panticain pada mata bagian kanan dan kiri

Setelah melakukan operasi perlu di berikan edukasi kepada pasien sepert

Pasien diminta untuk tetap berbaring selama 3 jam dan tidak boleh bergerak

berubah arah ataupun mengangkat badan. Untuk mengatasi nyeri ringan sampai

sedang post operasi bisa diberikan injeksi ketorolac. Keesokan harinya perban

dibuka dan dilakukan pemeriksaan mata apakah terdapat komplikasi post operasi.

Obat tetes mata antibiotik-steroid diberikan 4 kali sehari selama 2 minggu, 2

minggu selanjutnya 3 kali sehari, 2 kali sehari, dan 2 minggu terkahir 1 kali

sehari. Pasien pasca operasi katarak tidak boleh batuk, mengedan, merokok,
mengangkat beban berat lebih dari 5 kg, membungkuk, ketika melakukan sholat

disarankan dilakukan dengan cara tidur, minimal 1 minggu

Edukasi yang perlu diberikan pasca operasi adalah:

1. Pasien diminta untuk tetap berbaring selama 3 jam dan tidak boleh
bergerak berubah arah ataupun mengangkat badan.
2. Untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang post operasi bisa diberikan
injeksi ketorolac.
3. Keesokan harinya perban dibuka dan dilakukan pemeriksaan mata apakah
terdapat komplikasi post operasi.
4. Obat tetes mata antibiotik-steroid diberikan 4 kali sehari selama 2 minggu,
2 minggu selanjutnya 3 kali sehari, 2 kali sehari, dan 2 minggu terkahir 1
kali sehari.
5. Pasien pasca operasi katarak tidak boleh batuk, mengedan, merokok,
mengangkat beban berat lebih dari 5 kg, membungkuk, ketika melakukan
sholat disarankan dilakukan dengan cara tidur, minimal 1 minggu
Evaluasi pasca operasi:

1. Pasien kontrol pertama pada minggu ke 1, kontrol II minggu ke-2, kontrol


III minggu ke-4, kontrol IV minggu ke-6
2. Dilakukan pemeriksaan:
- Visus atau tajam penglihatan, dapat menggunakan pinhole
- Segmen anterior : adakah perdarahan/hifema, kekeruhan, hipopion, flare
cell, reflek pupil, sinekia posterior
3. Setelah 6-8 minggu pasca operasi benang jahitan korneo-sklera diambil.
4. Pengukuran kacamata
Penanganan rutin pasca operasi dengan menggunakan tetes mata steroid dan
antibiotik 4 kali sehari selama 2-4 minggu setelah pembedahan. Selama waktu
tersebut penderita dapat membaca, melakukan aktivitas ringan, berbelanja, mandi
dan berkeramas secara hati hati. Implant yang dimasukkan pada pembedahan
secara normal memberikan penderita penglihatan jelas untuk jarak jauh tetapi
perlu menggunakan kacamata baca. Kacamata dapat diresepkan mulai 8 minggu
setelah pembedahan.

2.3.10 Komplikasi

Komplikasi pasca pembedahan yang bersifat akut biasanya dapat

mengancam penglihatan, gejala-gejala ini dapat timbul 4-5 hari pasca

pembedahan dengan gejala memburuknya penglihatan dan nyeri. Selain

itu terdapat juga komplikasi saat pembedahan seperti pada laserasi

m.rectus superior, dapat terjadi selama proses penjahitan. Cidera pada

kornea (robekan membrane descement), iris, dan lensa; dapat terjadi akibat

instrument operasi yang tajam seperti keratom. Cidera iris dan iridodialisis

(terlepas iris dari akarnya). Lepas/hilangnya vitreous; merupakan

komplikasi serius yang dapat terjadi akibat ruptur kapsul posterior

(accidental rupture) selama teknik ECCE. Terdapat komplikasi lambat

setelah operasi seperti ablasio retina, endoftalmitis kronik yang timbul

karena organissme dengan virulensi rendah yang terperangkap dalam

kantong kapsuler, post kapsul kapacity yang terjadi karena kapsul

posterior lemah Malformasi lensa intraokuler jarang terjadi. Tidak hanya

pada saat dan setelah operasi komplikasi terjadi tetapi juga pada saat telah

dipasang IOL yaitu implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti

uveitis-glaucoma-hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL,

dan sindrom lensa toksik (toxic lens syndrome)

2.2.8. Prognosis

Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat

memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan


prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan

tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan

kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian

pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman

pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan

paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat

Anda mungkin juga menyukai