Pandangan kabur
Floaters (benda yang melayang-layang pada penglihatan)
2-4
Mikroaneurisma
Edema makula
Perdarahan retina
Neovaskularisasi
2-4
sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1)
Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol
terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan
saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis.
Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel
menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD + sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi
sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang
bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat
terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan
perlambatan dari progresifisitas retinopati. 3, 5, 6
2)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat
akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator
PKC dari glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara
relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan
aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma,
sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu,
sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular
dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi
penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan
vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut
terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular
retina.
3, 7
3)
Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses
tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling
sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit
oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya
oklusi vaskular retina. 3, 8
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE
mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada
non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka
meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada
intrasel daripada ekstrasel. 8
4)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan
hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2). Pembentukan ROS meningkat melalui
autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan
akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel. 3, 8
SKEMA 2 PATOFISIOLOGI RETINOPATI DIABETIK (lanjutan)
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis
terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan
konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina
dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke
otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan
penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh
edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan
hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis
sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular
Endothelial Growt Factor(VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena
kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding
vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena
bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma
pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular
lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga
dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan
penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.
2-4, 9
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan
peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis
ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari
tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina
pada retinopati diabetik.3
2)
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila
oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan
pada retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila
terjadi perdarahan luas, maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk
hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati
diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah. 3, 4
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang mengalami
penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen
ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri
retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba
gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat seluruh retina berwarna pucat.
3)
Glaukoma
3, 4
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik
sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan
intraokular. 3, 9
PATOFISIOLOGI KATARAK DIABETIK
Katarak diabetik merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan yang utama
pada pasien diabetes melitus selain retinopati diabetik. Patofisiologi terjadinya katarak
diabetik berhubungan dengan akumulasi sorbitol di lensa dan terjadinya denaturasi
protein lensa. 4, 10
Katararak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, atau akibat denaturasi protein lensa. Pada diabetes melitus
terjadi akumulasi sorbitol pada lensa yang akan meningkatkan tekanan osmotik dan
menyebabkan cairan bertambah dalam lensa. Sedangkan denaturasi protein terjadi
karena stres oksidatif oleh ROS yang mengoksidasi protein lensa (kristalin).
4, 10
7.
James B dkk. 2006. Oftalmologi, Lecture Notes, Edisi ke-9. Erlangga: Jakarta.
Pollreisz A & Erfurth US. 2009. Diabetic Cataract-Pathogenesis, Epidemiology and
Pages
Home
Search ...
19
Sep
Retinopati Diabetik
SRS
II.1
Anatomi
dan
Fisiologi
Retina
Retina merupakan membran tipis yang terdiri atas saraf sensorik penglihatan dan serat saraf.
Merupakan jaringan saraf mata yang di bagian luarnya berhubungan erat dengan koroid. Koroid
memberi metabolisme pada retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Sel kerucut dan sel batang
mempunyai
fungsi
diantaranya
Sel kerucut gunanya untuk photopic vision yaitu melihat warna, cahaya dengan intensitas tinggi dan
penglihatan
sentral
(ketajaman
penglihatan).
Sel batang gunanya untuk scotoptic vision yaitu untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah tidak
dapat
melihat
warna,
untuk
penglihatan
perifer
dan
orientasi
ruangan.
Bagian koroid yang memegang peranan penting dalam metabolisme retina adalah membran Bruch dan
Sel
epitel
pigmen.
Retina
bagian
dalam
mendapat
metabolisme
dari
A.
retina
sentral.
Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari seratserat
mueller,
membrana
limitans
interna
dan
eksterna
sel-sel
glia.
Retina terdiri atas 3 lapis utama yang membuat sinap saraf sensibel retina, yaitu sel kerucut dan sel
batang, sel bipolar dan sel ganglion. Terdapat 10 lapisan yang dapat dibedakan secara histologi yaitu
dari
dalam
1.
2.
keluar
terdiri
Membrana
Lapisan
dari
limitans
serabut-serabut
saraf
(axon
Lapisan
sel-sel
4.
Lapisan
plexiform
5.
Lapisan
nuklear
6.
7.
Lapisan
nuklear
10.
luar
(nukleus
batang
dan
kerucut
Lapisan
dari
dari
sel
batang
untuk
epitel
bipoler)
luar
dan
limitans
(alat-alat
ganglion)
dalam
plexiform
Membrana
Lapisan
sel-sel
ganglion
(nukleus
Lapisan
8.
9.
dalam
interna
dari
3.
kerucut)
eksterna
melihat
penerima
cahaya).
pigmen
Pada bagian post retina tidak terdiri atas 10 lapisan, hal ini untuk mmeudahkan sinar dari luar mencapai
sel kerucut dan sel batang. Bagian ini disebut makula lutea yang pada pemeriksaan funduskopi koroid
terlihat lebih jelas karena tipis dan adanya refleks fovea karena sinar dipantulkan kembali. Fovea
sentralis merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan ketajaman
penglihatan maksimal atau 6/6. Bila terjadi kerusakan pada fovea sentral ini, maka ketajaman
penglihatan sangat menurun karena pasien akan melihat dengan bagian perifer makula lutea.
Jalur
penglihatan
Serat saraf sel ganglion adalah meneruskan seratnya menjadi saraf optik dan keluar melalui lamina
kribrosa sklera. Setelah keluar dari bola mata, saraf optik dibungkus oleh selaput otak. Serabut yang
berasal dari bagian perifer retina akan terletak di bagian perifer. Saraf optik serabut yang terletak dekat
dengan papil saraf optik akan terletak di bagian sentral saraf optik. Serat papilomakula perlahan-lahan
meletakan diri di bagian sentral saraf optik. Di daerah kiasma optik saraf berasal dari bagian temporal
retina adalah terletak tetap pada bagian temporal kiasma sedang serat dari bagian nasal retina adalah
bersilang pada kiasma optik sehingga terletak disisi lain dari pada jalur penglihatan. Serat ini akan
masuk kedalam ganglion genikulatum lateral, melalui radiasi optik serabut ini akan mencapai korteks
penglihatan.
II.2
Definisi
Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena penyakit diabetes
mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan pemeriksaan angiografi
flurosensi fundus sudah didapatkan mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik
dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal
lain yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut (Michaelson, 1980).
II.3
Etiologi
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Pada makula
terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat
menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan
perdarahan.
Faktor-faktor
1.
Terjadi
2.
3.
yang
mendorong
karena
adanya
Adanya
Meningkatnya
agregasi
terjadinya
retinopati
perubahan
komposisi
platelet
dari
plasma
adalah
dinding
arteri.
darah
menyebabkan
abnormal.
terbentuknya
mikrothrombi.
dengan
udem
perikapiler.
5. Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina.
Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruang vitreoretinal yang tersisa karena vitreus
mengalami
retraksi.
6. Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksia relatif di retina yang
merangsang
pertumbuhan
7.
Perubahan
8.
Hipertensi
II.4
pembuluh-pembuluh
arteriosklerotik
yang
darah
yang
baru.
dan
insufisiensi
koroidal.
kadang-kadang
mengiringi
diabetes.
Patofisiologi
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari gangguan metabolik, yaitu defisiensi
insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai ketinggia tertentu, mengakibatkan keracunan
sel-sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah, yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini
merupakan penggabungan ireversibel dari molekul glukose dengan protein badan, yang disebut
glikosilase
dari
protein.
Dalam keadaan normal glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada penderita diabetes mencapai
20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang secara keseluruhan dapat
menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran darah, yang dimulai pada aliran didaerah
sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan
hipoksi jaringan yang diurusnya. Kelainan-kelainan ini didapatkan juga di dalam pembuluh-pembuluh
darah
retina
yang
1.
diamati
Fundus
2.
Pemotretan
3.
4.
dapat
melakukan
fluorescein
dengan
Oftalmoskop
Biomikroskop
dengan
langsung
(slitlamp)
dengan
angiography.
memakai
film
berwarna.
dan
tak
langsung.
lensa
kontak
dari
Goldman.
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan mempunyai afinitas
yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang lama tanpa mengganggu
penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan menonjol membentuk mikroaneurisma.
Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik-titik
merah pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati
diabetika.
II.5
Klasifikasi
Menurut perjalanannya, retinopati diabetika dibagi menjadi retinopati diabetika type background (non
proliferatif) dan retinopati diabetika type proliferatif. (Greenspen & Baxter, 1994 Daniel W. Foster,
2000)
1.
Retinopati
diabetika
non
proliferatif
Retinopati diabetika non proliferatif merupakan stadium awal dari keterlibatan retina akibat diabetes
mellitus yang ditandai dengan adanya microaneurisma, hemoragi dan eksudat dalam retina. Dalam
stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel darah merah dari pembuluh-pembuluh kapiler
retina ke retina. Bila proses ini sampai terjadi di makula yaitu bagian yang memiliki konsentrasi tinggi
sel-sel
penglihatan
Retinopati
a.
maka
akan
diabetika
Retinopati
menimbulkan
non
gangguan
proliferatif
diabetika
pada
ketajaman
terdiri
penglihatan.
atas
background
Retinopati diabetika dasar merupakan refleksi klinis hiperpermeabilitas serta inkompetasi dindingdinding pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat-bulat dinamakan pembuluh darah.
Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat dinamakan mikroaneurisma, sedang vena retina mengalami
pelebaran. Pada retina terjadi perdarahan dengan bentuk nyala api (flame hemorages) dan bentuk
bercak
(blot
hemorrhages)
(Vaughan
&
Ashbury,
1995).
Kapiler yang bocor mengakibatkan sembab retina terutama di makula, sehingga retina menebal dan
terlihat berawan. Walaupun cairan serosa terserap, masih ada presipitat lipid kekuningan dalam bentuk
eksudat keras (hard eksudat). Jika fovea menjadi sembab atau iskhemis atau terdapat eksudat keras
maka tajam penglihatan sentral akan menurun sampai derajat tertentu. Pada tahap ini umumnya tidak
progresif
(Vaughan
b.
&
Ashbury,
Retinopati
1995).
diabetika
preproliferatif
Dengan bertambahnya progresifitas sumbatan mikro vaskular maka gejala iskemia melebihi gambaran
retinopati diabetika dasar. Perubahannya yang khas adalah adanya sejumlah bercak mirip kapas
(multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut sebagai eksudat lunak atau soft eksudate yang
merupakan
mikro
infark
lapisan
serabut
saraf.
Gejala yang lain adalah kelainan vena seperti ikalan (loops) segmentasi vena (boxcar phenomenon) dan
kelainan mikrovaskular intraretina, yaitu pelebaran alur kapiler yang tidak teratur dan hubungan pendek
antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada angiografi fluoresin dengan jelas terlihat adanya
bagian yang iskhemis, non perfusi kapiler dan defek pengisian kapiler (Vaughan & Ashbury, 1995).
Perkembangan
retinopati
diabetika
non
proliferatif
adalah
sebagai
berikut
b.1. Kelainan mula-mula adalah rusaknya barier (sawar) darah retina (sel endotel kapiler retina dan sel
epitel pigmen). Kebocoran ini akibat kenaikan kadar gula darah. Secara histologis terjadi penebalan
membrana basalis kapiler dan hilangnya perisit (dalam keadaan normal satu endotel ada satu perisit).
b.2. Terjadinya microaneurisma, dimulai sebagai dilatasi kapiler pada daerah yang kehilangan perisit
dengandinding
tipis,
mula-mula
pada
sisi
vena
kemudian
juga
pada
sisi
arteri.
b.3. Selanjutnya endotel mengalami proliferasi sehingga terjadi akumulasi material pada membrana
basalis
sekitar
microaneurisma.
b.4. Meskipun membrana basalis tebal, tetapi karena permeabel terhadap air dan molekul besar, maka
terjadi timbunan air lipid pada retina. Apabila kerusakan barier ringan akan terjadi timbunan cairan pada
retina terutama makula (bintik kuning) dengan demikian terjadi penurunan visus dan kelainan persepsi
warna.
b.5.
Terjadi
pula
dilatasi
vena,
yang
kadang-kadang
ireguler.
b.6. Apabila dinding kapiler lemah, maka akan dan menyebabkan perdarahan intra retina. Perdarahan
bisa berbentuk apabila letaknya dalam, atau berbentuk seperti nyala (frame shaped) apabila letaknya
superfisial
atau
perdarahan
subhyaloid
apabila
terletak
antara
retina
dan
badan
kaca.
b.7. Selain terjadi perubahan retina vaskular seperti yang disebutkan di atas juga terjadi abnormalitas
koriokapilaris
yang
berupa
penebalan
membrana
basalis.
Gejala
klinik
Makula
udema
Mikroaneurisma
Penimbunan
air
dan
Hemorhage
lipid
intra
Daerah
hipoksia
retinal
atau
iskemia
Eksudat
2.
lunak
Retinopati
diabetika
proliferatif
Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang rapuh sehingga
dapat mengakibatkan kebocoran serum dan protein dalam jumlah yang banyak. Biasanya terdapat di
permukaan papil optik di tepi posterior daerah non perfusi. Pada iris juga bisa terjadi neovascularisasi
disebut
rubeosis.
Pembuluh darah baru berproliferasi di permukaan posterior badan kaca (corpus vitreum) dan terangkat
bila badan kaca bergoyang sehingga terlepas dan mengakibatkan hilangnya daya penglihatan
mendadak.
Retinopati
diabetika
proliferatif
terbagi
dalam
stadium
Stadium 1 : Aktif : Disebut stadium florid, basah, kongestif dekompensata lesi intra retina menonjol,
perdarahan retina, eksudat lunak, neovaskularisasi progresif cepat, proliferasi fibrosa belum ada atau
minimal, dapat terjadi perdarahan vitreus, permukaan belakang vitreus masih melekat pada retina bisa
progresif
atau
menjadi
type
stabil.
Stadium 2 : Stabil : Disebut stadium kering atau quiescent, lesi intra retina minimal neovaskularisasi
dengan
atau
tanpa
proliferasi
fibrosa,
bisa
progresif
lambat
atau
regresi
lambat.
Stadium 3 : Regresi : Disebut juga stadium burned out, lesi intra retina berupa perdarahan, eksudat
atau hilang, neovaskularisasi regresi, yang menonjol adalah jaringan fibrosa (Kingham, 1982).
Gejala
klinik
Makula
udema
Eksudat
Viterus
hemorhage
(perdarahan
vitreus)
Neovasculatisasi
Ablasi
retina
Jaringan
ikat
vitreo
Perdarahan
retinal
di
II.6
subhyaloid
Pemeriksaan
Penunjang
Semua penderita diabetes mellitus yang sudah ditegakkan diagnosanya segera dikonsulkan ke dokter
spesialis mata untuk diperiksa retinanya. Jika didapatkan gambaran retinopati diabetika segera lakukan
pemeriksaan
di
bawah
1.
ini
Angiografi
Fluoresein
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit yang mengenai retina
dan khoroid. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aliran darah yang khas dalam pembuluh darah saat
cairan fluoresein yang disuntikkan intra vena mencapai sirkulasi darah di retina dan khoroid. Angiografi
fluoresein akan merekam gambaran rinci yang halus dari fundus pada bagian yang berukuran lebih kecil
dari kemampuan daya pisah (minimum separable) penglihatan mata masih dapat diperiksa dengan
pembesaran
rekaman
Gambaran
retinopati
a.
Retinopati
angiografi
diabetika
fluoresein
dengan
(Michaelson,
angiografi
Background,
1980).
fluoresein
bentuk
:
juvenil
Disini ditemukan proliferasi dan hipertrofi venula retina disertai pembentukan rete mirabile, pelebaran
cabang-cabang vena berbentuk kantong dan aneurisma kapiler. Terdapat area iskhemik terbatas
(Hollwich,
1993).
b.
Retinopati
Background,
bentuk
senil
Perdarahan superfisial bentuk nyala api dan perdarahan dalam bentuk bintik-bintik. Endapan lemak pada
polus posterior, kadang tersusun dalam bentuk rangkaian bunga (retinopati circinata), biasanya
pembuluh
darah
retina
beraneka
ragam
dan
dindingnya
terlihat
menebal
(sklerosis).
Pada retinopati background terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintik-bintik dan bercak,
eksudat keras berwarna kuning yang terdiri atas protein dan lipid yang terdapat di lapisan pleksiform
luar yang dikemudian hari juga terjadi makulopati. Jika pasien mengidap hipertensi kardiovaskular,
bercak
yang
mirip
kapas
timbulnya
c.
akan
lebih
awal
(Hollwich,
Retinopati
1993).
proliferatif
Pada stadium ini terdapat pembentukan pembuluh darah baru yang mengakibatkan neovaskularisasi
yang tumbuh menonjol di depan retina terutama pada permukaan belakang badan kaca yang
mengalami
ablasi
(Hollwich,
1993).
2.
Elektroretinografi
Pada pemeriksaan ini dilakukan perekaman kegiatan listrik retina yang sangat berguna untuk
memperoleh
gambaran
yang
tepat
mengenai
fungsi
retina
yang
masih
tersisia.
II.7
Pengobatan
Therapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Therapi ini menurunkan insidensi perdarahan dan
pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi pembentukan pembuluh darah baru. Juga
berguna dalam therapi mikroaneurisma, perdarahan dan edem makuler bahkan jika tahap proliferatif
belum mulai. Fotokoagulasi panretina sering digunakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen retina
dengan harapan stimulasi untuk neovaskularisasi akan berkurang. Dengan tehnik ini beberapa ribu lesi
terjadi selama 2 minggu. Komplikasi fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan
penglihatan perifer tidak dapat dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan lainnya,
vitrektomi, pars plana, digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan pelepasan retina yang tidak
teratasi. Komplikasi pasca operasi lebih sering dibandingkan pada fotokoagulasi dan termasuk robekan
retina, pelepasan retina, katarak, perdarahan vitreus berulang, glaukoma, infeksi, dan kehilangan mata.
Ada harapan bahawa inhibisi angiogenesis oleh obat seperti beta-siklodekstrin tetradekasulfat yang
menyerupai heparin analog dalam percobaan dapat mencegah retinopati proliferatif. Semua pasien
dengan
retinopati
diabetik
harus
dipantau
oleh
ahli
mata
(Daniel
W.
Foster,
DAFTAR
2000)
PUSTAKA
1. Djokomoeljanto R., Soetardjo, Harmadji, Darmojo R.B., Tajima N., Ikeda Y., Abe M., 1976. A
Community Sutdy of Diabetes Mellitus in an Urban Population in Semarang, Indonesia, Socio Medical
Conditions of Early Onset Diabetes as Observed in a Diabetes Clinic in Tokyo. P. 45-50, p. 62-68. Dalam
S.,
Baba
Y.,
Goto
I.,
Fukui,
Diabetes
Mellitus
in
Asia.
Excerpta
Medica.
Amsterdam.
2. David E. Schteingart. 1995. Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus dalam Patofisiologi. EGC, Hal.
1118-1119.
3. Daniel W. Foster. 2000. Diabetes Mellitus dalam Harrison Ilmu-ilmu Penyakit Dalam. Volume 5, EGC.
Hal.
2212.
4. Greenspen F.S. and Baxter, J.D. 1994. Basic and Clinical Endocrinology. 4th ed. Connection: a Lange
Medical
5.
Hollwich
Book.
F.
1993.
Ophtalmology.
Edisi
2.
Binarupa
575-625.
Aksara.
Jakarta.
Hal.
233.
6. Kingham J.D. 1982. Diabetic Retinopathy: Recognition and Management dalam Management of
Diabetes
Mellitus.
PSG
Inc.
London.
209-244.
7. Michaelson I.C. 1980. Textbook of the Fundus of the Eye. Churchil Livingstone. New York. P 244-283.
8.
Prof.
dr.
Sidarta
Ilyas.
Penuntun
Ilmu
Penyakit
Mata.
FKUI.
1998.
9. Vaughan D. and Ashbury T. 1995. Retinal Vascular Disease dalam General Ophtalmology. 24 ed. A
Lange Medical Book. New York, p 199-203