Anda di halaman 1dari 14

PATOFISIOLOGI RETINOPATI DIABETIK

Pengertian Retinopati Diabetik


Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala
penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan.1
Gejala Retinopati Diabetik

Pandangan kabur
Floaters (benda yang melayang-layang pada penglihatan)

2-4

Vision of normal and diabetic people

Tanda Retinopati Diabetik


Den gan pemeriksaan funduskopi didapatkan

Mikroaneurisma
Edema makula

Perdarahan retina
Neovaskularisasi

Proliferasi jaringan fibrosis retina

2-4

SKEMA PATOFISIOLOGI RETINOPATI DIABETIK

Patofisiologi Retinopati Diabetik


Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa
hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi
hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat
kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu

sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1)
Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol
terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan
saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis.
Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel
menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD + sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi
sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang
bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat
terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan
perlambatan dari progresifisitas retinopati. 3, 5, 6
2)

Pembentukan protein kinase C (PKC)

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat
akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator
PKC dari glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara
relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan
aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma,
sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu,
sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular
dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi
penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan
vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut
terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular
retina.

3, 7

3)
Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses
tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling
sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit
oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya
oklusi vaskular retina. 3, 8
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE
mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada

non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka
meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada
intrasel daripada ekstrasel. 8
4)

Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan
hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2). Pembentukan ROS meningkat melalui
autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan
akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel. 3, 8
SKEMA 2 PATOFISIOLOGI RETINOPATI DIABETIK (lanjutan)

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis
terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan
konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina
dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke
otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan
penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh
edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan
hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis
sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular
Endothelial Growt Factor(VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena
kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding
vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena
bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma
pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular
lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga
dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan
penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.

2-4, 9

Gambaran retina penderita DM

Kebutaan pada Retinopati Diabetik


Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut, antara
lain:
1)

Retinal Detachment (Ablasio Retina)

Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan
peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis
ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari
tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina
pada retinopati diabetik.3

2)

Oklusi vaskular retina

Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila
oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan
pada retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila
terjadi perdarahan luas, maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk

hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati
diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah. 3, 4
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang mengalami
penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen
ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri
retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba
gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat seluruh retina berwarna pucat.
3)
Glaukoma

3, 4

Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik
sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan
intraokular. 3, 9
PATOFISIOLOGI KATARAK DIABETIK
Katarak diabetik merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan yang utama
pada pasien diabetes melitus selain retinopati diabetik. Patofisiologi terjadinya katarak
diabetik berhubungan dengan akumulasi sorbitol di lensa dan terjadinya denaturasi
protein lensa. 4, 10
Katararak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, atau akibat denaturasi protein lensa. Pada diabetes melitus
terjadi akumulasi sorbitol pada lensa yang akan meningkatkan tekanan osmotik dan
menyebabkan cairan bertambah dalam lensa. Sedangkan denaturasi protein terjadi
karena stres oksidatif oleh ROS yang mengoksidasi protein lensa (kristalin).

4, 10

Penulis Asli: dr. Ansari Rahman


Daftar Pustaka
1.
Lubis, Rodiah Rahmawati. 2008. Diabetik Retinopati. Universitas Sumatra Utara:
Medan.
2.
Bhavsar AR & Drouilhet JH. 2009. Retinopathy, Diabetic,
Background dalamhttp://emedicine.medscape.com/ (online). Diakses tanggal 26 Oktober
2010. Pemutakhiran data terakhir tanggal 6 Oktober 2009.
3.
Pandelaki K. 2007. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV Jilid III. Editor: Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
4.
Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
5.
Mitchell PP & Foran S. 2008. Guidelines for the Management of Diabetic
Retinopathy. Australian Diabetes Society for the Department of Health and Ageing:
Australia.
6.
Reddy GB, Satyanarayana A, Balakrishna N, Ayyagari R, Padma M, Viswanath K,
Petrash JM. 2008. Erythrocyte Aldose Reductase Activity and Sorbitol Levels in Diabetic
Retinopathy dalamwww.molvis.org/molvis (online).Diakses tanggal 26 Oktober 2010.
Pemutakhiran data terakhir tanggal 24 Maret 2008.

7.

Roy MS. 2000. Diabetic Retinopathy in African Americans with Type 1

Diabetes dalamhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10636422 (online). Diakses tanggal


26 Oktober 2010. Pemutakhiran data terakhir Januari 2000.
8.
Ciulla TA, Amador AG, Zinman B. 2003. Diabetic Retinopathy and Diabetic
Macular Edema,Pathophysiology, Screening, and Novel
Therapies dalam http://care.diabetesjournals.org/content(online). Diakses tanggal 26
Oktober 2010. Pemutakhiran data terakhir tanggal 11 Mei 2003.
9.
10.

James B dkk. 2006. Oftalmologi, Lecture Notes, Edisi ke-9. Erlangga: Jakarta.
Pollreisz A & Erfurth US. 2009. Diabetic Cataract-Pathogenesis, Epidemiology and

Treatmentdalam http://downloads.hindawi.com/journals (online). Diakses tanggal 26


Oktober 2010. Pemutakhiran data terakhir tanggal 11 Desember 2009.

dr. Sani Rachman's House


Konsep hidup sederhana nan mulia yaitu beramal, berilmu dan beriman..

Pages

Home
Search ...

19
Sep

Retinopati Diabetik
SRS

II.1

Anatomi

dan

Fisiologi

Retina

Retina merupakan membran tipis yang terdiri atas saraf sensorik penglihatan dan serat saraf.
Merupakan jaringan saraf mata yang di bagian luarnya berhubungan erat dengan koroid. Koroid
memberi metabolisme pada retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Sel kerucut dan sel batang

mempunyai

fungsi

diantaranya

Sel kerucut gunanya untuk photopic vision yaitu melihat warna, cahaya dengan intensitas tinggi dan
penglihatan

sentral

(ketajaman

penglihatan).

Sel batang gunanya untuk scotoptic vision yaitu untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah tidak
dapat

melihat

warna,

untuk

penglihatan

perifer

dan

orientasi

ruangan.

Bagian koroid yang memegang peranan penting dalam metabolisme retina adalah membran Bruch dan
Sel

epitel

pigmen.

Retina

bagian

dalam

mendapat

metabolisme

dari

A.

retina

sentral.

Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari seratserat

mueller,

membrana

limitans

interna

dan

eksterna

sel-sel

glia.

Retina terdiri atas 3 lapis utama yang membuat sinap saraf sensibel retina, yaitu sel kerucut dan sel
batang, sel bipolar dan sel ganglion. Terdapat 10 lapisan yang dapat dibedakan secara histologi yaitu
dari

dalam

1.
2.

keluar

terdiri

Membrana
Lapisan

dari

limitans

serabut-serabut

saraf

(axon

Lapisan

sel-sel

4.

Lapisan

plexiform

5.

Lapisan

nuklear

6.
7.

Lapisan

nuklear

10.

luar

(nukleus

batang

dan

kerucut

Lapisan

dari

dari

sel

batang

untuk
epitel

bipoler)
luar

dan

limitans
(alat-alat

ganglion)

dalam

plexiform

Membrana
Lapisan

sel-sel

ganglion

(nukleus

Lapisan

8.
9.

dalam

interna

dari

3.

kerucut)
eksterna

melihat

penerima

cahaya).
pigmen

Pada bagian post retina tidak terdiri atas 10 lapisan, hal ini untuk mmeudahkan sinar dari luar mencapai
sel kerucut dan sel batang. Bagian ini disebut makula lutea yang pada pemeriksaan funduskopi koroid
terlihat lebih jelas karena tipis dan adanya refleks fovea karena sinar dipantulkan kembali. Fovea
sentralis merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan ketajaman
penglihatan maksimal atau 6/6. Bila terjadi kerusakan pada fovea sentral ini, maka ketajaman
penglihatan sangat menurun karena pasien akan melihat dengan bagian perifer makula lutea.

Jalur

penglihatan

Serat saraf sel ganglion adalah meneruskan seratnya menjadi saraf optik dan keluar melalui lamina
kribrosa sklera. Setelah keluar dari bola mata, saraf optik dibungkus oleh selaput otak. Serabut yang
berasal dari bagian perifer retina akan terletak di bagian perifer. Saraf optik serabut yang terletak dekat
dengan papil saraf optik akan terletak di bagian sentral saraf optik. Serat papilomakula perlahan-lahan

meletakan diri di bagian sentral saraf optik. Di daerah kiasma optik saraf berasal dari bagian temporal
retina adalah terletak tetap pada bagian temporal kiasma sedang serat dari bagian nasal retina adalah
bersilang pada kiasma optik sehingga terletak disisi lain dari pada jalur penglihatan. Serat ini akan
masuk kedalam ganglion genikulatum lateral, melalui radiasi optik serabut ini akan mencapai korteks
penglihatan.

II.2

Definisi

Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena penyakit diabetes
mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan pemeriksaan angiografi
flurosensi fundus sudah didapatkan mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik
dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal
lain yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut (Michaelson, 1980).

II.3

Etiologi

Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Pada makula
terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat
menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan
perdarahan.

Faktor-faktor
1.

Terjadi

2.
3.

yang

mendorong
karena

adanya

Adanya
Meningkatnya

agregasi

terjadinya

retinopati

perubahan

komposisi
platelet

dari

plasma

adalah
dinding

arteri.

darah
menyebabkan

abnormal.

terbentuknya

mikrothrombi.

4. Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnya terjadi


insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasi dinding
haemorhagic

dengan

udem

perikapiler.

5. Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina.
Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruang vitreoretinal yang tersisa karena vitreus
mengalami

retraksi.

6. Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksia relatif di retina yang
merangsang

pertumbuhan

7.

Perubahan

8.

Hipertensi

II.4

pembuluh-pembuluh

arteriosklerotik
yang

darah

yang

baru.

dan

insufisiensi

koroidal.

kadang-kadang

mengiringi

diabetes.

Patofisiologi

Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari gangguan metabolik, yaitu defisiensi

insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai ketinggia tertentu, mengakibatkan keracunan
sel-sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah, yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini
merupakan penggabungan ireversibel dari molekul glukose dengan protein badan, yang disebut
glikosilase

dari

protein.

Dalam keadaan normal glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada penderita diabetes mencapai
20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang secara keseluruhan dapat
menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran darah, yang dimulai pada aliran didaerah
sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan
hipoksi jaringan yang diurusnya. Kelainan-kelainan ini didapatkan juga di dalam pembuluh-pembuluh
darah

retina

yang

1.

diamati

Fundus

2.

Pemotretan

3.
4.

dapat

melakukan

fluorescein
dengan

Oftalmoskop
Biomikroskop

dengan

langsung
(slitlamp)

dengan

angiography.

memakai

film

berwarna.

dan

tak

langsung.

lensa

kontak

dari

Goldman.

Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan mempunyai afinitas
yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang lama tanpa mengganggu
penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan menonjol membentuk mikroaneurisma.
Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik-titik
merah pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati
diabetika.

II.5

Klasifikasi

Menurut perjalanannya, retinopati diabetika dibagi menjadi retinopati diabetika type background (non
proliferatif) dan retinopati diabetika type proliferatif. (Greenspen & Baxter, 1994 Daniel W. Foster,
2000)
1.

Retinopati

diabetika

non

proliferatif

Retinopati diabetika non proliferatif merupakan stadium awal dari keterlibatan retina akibat diabetes
mellitus yang ditandai dengan adanya microaneurisma, hemoragi dan eksudat dalam retina. Dalam
stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel darah merah dari pembuluh-pembuluh kapiler
retina ke retina. Bila proses ini sampai terjadi di makula yaitu bagian yang memiliki konsentrasi tinggi
sel-sel

penglihatan

Retinopati
a.

maka

akan

diabetika
Retinopati

menimbulkan

non

gangguan

proliferatif
diabetika

pada

ketajaman

terdiri

penglihatan.

atas

background

Retinopati diabetika dasar merupakan refleksi klinis hiperpermeabilitas serta inkompetasi dindingdinding pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat-bulat dinamakan pembuluh darah.
Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat dinamakan mikroaneurisma, sedang vena retina mengalami
pelebaran. Pada retina terjadi perdarahan dengan bentuk nyala api (flame hemorages) dan bentuk
bercak

(blot

hemorrhages)

(Vaughan

&

Ashbury,

1995).

Kapiler yang bocor mengakibatkan sembab retina terutama di makula, sehingga retina menebal dan
terlihat berawan. Walaupun cairan serosa terserap, masih ada presipitat lipid kekuningan dalam bentuk
eksudat keras (hard eksudat). Jika fovea menjadi sembab atau iskhemis atau terdapat eksudat keras
maka tajam penglihatan sentral akan menurun sampai derajat tertentu. Pada tahap ini umumnya tidak
progresif

(Vaughan

b.

&

Ashbury,

Retinopati

1995).

diabetika

preproliferatif

Dengan bertambahnya progresifitas sumbatan mikro vaskular maka gejala iskemia melebihi gambaran
retinopati diabetika dasar. Perubahannya yang khas adalah adanya sejumlah bercak mirip kapas
(multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut sebagai eksudat lunak atau soft eksudate yang
merupakan

mikro

infark

lapisan

serabut

saraf.

Gejala yang lain adalah kelainan vena seperti ikalan (loops) segmentasi vena (boxcar phenomenon) dan
kelainan mikrovaskular intraretina, yaitu pelebaran alur kapiler yang tidak teratur dan hubungan pendek
antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada angiografi fluoresin dengan jelas terlihat adanya
bagian yang iskhemis, non perfusi kapiler dan defek pengisian kapiler (Vaughan & Ashbury, 1995).
Perkembangan

retinopati

diabetika

non

proliferatif

adalah

sebagai

berikut

b.1. Kelainan mula-mula adalah rusaknya barier (sawar) darah retina (sel endotel kapiler retina dan sel
epitel pigmen). Kebocoran ini akibat kenaikan kadar gula darah. Secara histologis terjadi penebalan
membrana basalis kapiler dan hilangnya perisit (dalam keadaan normal satu endotel ada satu perisit).
b.2. Terjadinya microaneurisma, dimulai sebagai dilatasi kapiler pada daerah yang kehilangan perisit
dengandinding

tipis,

mula-mula

pada

sisi

vena

kemudian

juga

pada

sisi

arteri.

b.3. Selanjutnya endotel mengalami proliferasi sehingga terjadi akumulasi material pada membrana
basalis

sekitar

microaneurisma.

b.4. Meskipun membrana basalis tebal, tetapi karena permeabel terhadap air dan molekul besar, maka
terjadi timbunan air lipid pada retina. Apabila kerusakan barier ringan akan terjadi timbunan cairan pada
retina terutama makula (bintik kuning) dengan demikian terjadi penurunan visus dan kelainan persepsi
warna.
b.5.

Terjadi

pula

dilatasi

vena,

yang

kadang-kadang

ireguler.

b.6. Apabila dinding kapiler lemah, maka akan dan menyebabkan perdarahan intra retina. Perdarahan
bisa berbentuk apabila letaknya dalam, atau berbentuk seperti nyala (frame shaped) apabila letaknya
superfisial

atau

perdarahan

subhyaloid

apabila

terletak

antara

retina

dan

badan

kaca.

b.7. Selain terjadi perubahan retina vaskular seperti yang disebutkan di atas juga terjadi abnormalitas
koriokapilaris

yang

berupa

penebalan

membrana

basalis.

Gejala

klinik

Makula

udema

Mikroaneurisma

Penimbunan

air

dan

Hemorhage

lipid

intra

Daerah

hipoksia

retinal
atau

iskemia

Eksudat

2.

lunak

Retinopati

diabetika

proliferatif

Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang rapuh sehingga
dapat mengakibatkan kebocoran serum dan protein dalam jumlah yang banyak. Biasanya terdapat di
permukaan papil optik di tepi posterior daerah non perfusi. Pada iris juga bisa terjadi neovascularisasi
disebut

rubeosis.

Pembuluh darah baru berproliferasi di permukaan posterior badan kaca (corpus vitreum) dan terangkat
bila badan kaca bergoyang sehingga terlepas dan mengakibatkan hilangnya daya penglihatan
mendadak.

Retinopati

diabetika

proliferatif

terbagi

dalam

stadium

Stadium 1 : Aktif : Disebut stadium florid, basah, kongestif dekompensata lesi intra retina menonjol,
perdarahan retina, eksudat lunak, neovaskularisasi progresif cepat, proliferasi fibrosa belum ada atau
minimal, dapat terjadi perdarahan vitreus, permukaan belakang vitreus masih melekat pada retina bisa
progresif

atau

menjadi

type

stabil.

Stadium 2 : Stabil : Disebut stadium kering atau quiescent, lesi intra retina minimal neovaskularisasi
dengan

atau

tanpa

proliferasi

fibrosa,

bisa

progresif

lambat

atau

regresi

lambat.

Stadium 3 : Regresi : Disebut juga stadium burned out, lesi intra retina berupa perdarahan, eksudat
atau hilang, neovaskularisasi regresi, yang menonjol adalah jaringan fibrosa (Kingham, 1982).

Gejala

klinik

Makula

udema

Eksudat
Viterus

hemorhage

(perdarahan

vitreus)
Neovasculatisasi

Ablasi

retina

Jaringan

ikat

vitreo

Perdarahan

retinal

di

II.6

subhyaloid

Pemeriksaan

Penunjang

Semua penderita diabetes mellitus yang sudah ditegakkan diagnosanya segera dikonsulkan ke dokter
spesialis mata untuk diperiksa retinanya. Jika didapatkan gambaran retinopati diabetika segera lakukan
pemeriksaan

di

bawah

1.

ini

Angiografi

Fluoresein

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit yang mengenai retina
dan khoroid. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aliran darah yang khas dalam pembuluh darah saat
cairan fluoresein yang disuntikkan intra vena mencapai sirkulasi darah di retina dan khoroid. Angiografi
fluoresein akan merekam gambaran rinci yang halus dari fundus pada bagian yang berukuran lebih kecil
dari kemampuan daya pisah (minimum separable) penglihatan mata masih dapat diperiksa dengan
pembesaran

rekaman

Gambaran

retinopati

a.

Retinopati

angiografi

diabetika

fluoresein

dengan

(Michaelson,

angiografi

Background,

1980).

fluoresein

bentuk

:
juvenil

Disini ditemukan proliferasi dan hipertrofi venula retina disertai pembentukan rete mirabile, pelebaran
cabang-cabang vena berbentuk kantong dan aneurisma kapiler. Terdapat area iskhemik terbatas
(Hollwich,

1993).

b.

Retinopati

Background,

bentuk

senil

Perdarahan superfisial bentuk nyala api dan perdarahan dalam bentuk bintik-bintik. Endapan lemak pada
polus posterior, kadang tersusun dalam bentuk rangkaian bunga (retinopati circinata), biasanya
pembuluh

darah

retina

beraneka

ragam

dan

dindingnya

terlihat

menebal

(sklerosis).

Pada retinopati background terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintik-bintik dan bercak,
eksudat keras berwarna kuning yang terdiri atas protein dan lipid yang terdapat di lapisan pleksiform
luar yang dikemudian hari juga terjadi makulopati. Jika pasien mengidap hipertensi kardiovaskular,
bercak

yang

mirip

kapas

timbulnya

c.

akan

lebih

awal

(Hollwich,

Retinopati

1993).
proliferatif

Pada stadium ini terdapat pembentukan pembuluh darah baru yang mengakibatkan neovaskularisasi
yang tumbuh menonjol di depan retina terutama pada permukaan belakang badan kaca yang
mengalami

ablasi

(Hollwich,

1993).

2.

Elektroretinografi

Pada pemeriksaan ini dilakukan perekaman kegiatan listrik retina yang sangat berguna untuk
memperoleh

gambaran

yang

tepat

mengenai

fungsi

retina

yang

masih

tersisia.

II.7

Pengobatan

Therapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Therapi ini menurunkan insidensi perdarahan dan
pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi pembentukan pembuluh darah baru. Juga
berguna dalam therapi mikroaneurisma, perdarahan dan edem makuler bahkan jika tahap proliferatif
belum mulai. Fotokoagulasi panretina sering digunakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen retina
dengan harapan stimulasi untuk neovaskularisasi akan berkurang. Dengan tehnik ini beberapa ribu lesi
terjadi selama 2 minggu. Komplikasi fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan
penglihatan perifer tidak dapat dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan lainnya,
vitrektomi, pars plana, digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan pelepasan retina yang tidak
teratasi. Komplikasi pasca operasi lebih sering dibandingkan pada fotokoagulasi dan termasuk robekan
retina, pelepasan retina, katarak, perdarahan vitreus berulang, glaukoma, infeksi, dan kehilangan mata.
Ada harapan bahawa inhibisi angiogenesis oleh obat seperti beta-siklodekstrin tetradekasulfat yang
menyerupai heparin analog dalam percobaan dapat mencegah retinopati proliferatif. Semua pasien
dengan

retinopati

diabetik

harus

dipantau

oleh

ahli

mata

(Daniel

W.

Foster,

DAFTAR

2000)

PUSTAKA

1. Djokomoeljanto R., Soetardjo, Harmadji, Darmojo R.B., Tajima N., Ikeda Y., Abe M., 1976. A
Community Sutdy of Diabetes Mellitus in an Urban Population in Semarang, Indonesia, Socio Medical
Conditions of Early Onset Diabetes as Observed in a Diabetes Clinic in Tokyo. P. 45-50, p. 62-68. Dalam
S.,

Baba

Y.,

Goto

I.,

Fukui,

Diabetes

Mellitus

in

Asia.

Excerpta

Medica.

Amsterdam.

2. David E. Schteingart. 1995. Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus dalam Patofisiologi. EGC, Hal.
1118-1119.

3. Daniel W. Foster. 2000. Diabetes Mellitus dalam Harrison Ilmu-ilmu Penyakit Dalam. Volume 5, EGC.
Hal.

2212.

4. Greenspen F.S. and Baxter, J.D. 1994. Basic and Clinical Endocrinology. 4th ed. Connection: a Lange
Medical

5.

Hollwich

Book.

F.

1993.

Ophtalmology.

Edisi

2.

Binarupa

575-625.

Aksara.

Jakarta.

Hal.

233.

6. Kingham J.D. 1982. Diabetic Retinopathy: Recognition and Management dalam Management of
Diabetes

Mellitus.

PSG

Inc.

London.

209-244.

7. Michaelson I.C. 1980. Textbook of the Fundus of the Eye. Churchil Livingstone. New York. P 244-283.

8.

Prof.

dr.

Sidarta

Ilyas.

Penuntun

Ilmu

Penyakit

Mata.

FKUI.

1998.

9. Vaughan D. and Ashbury T. 1995. Retinal Vascular Disease dalam General Ophtalmology. 24 ed. A
Lange Medical Book. New York, p 199-203

Anda mungkin juga menyukai