Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PBL
Studi Kasus Diabetes Mellitus”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah Sistem Endokrin Tahun
Akademik 2017 di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari pihak-pihak luar, sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada:
1. Ns. Sukarni, M.Kep selaku dosen Mata Kuliah Sistem Endokrin Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.
2. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2015 Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kepada pembaca dan teman-teman agar memberikan kritik dan saran
yang sifatnya membangun.

Pontianak, 4 Maret 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
A. Definisi ......................................................................................................... 4
B. Klasifikasi .................................................................................................... 4
C. Etiologi ......................................................................................................... 6
D. Patofisiologi ................................................................................................. 6
E. Pathway ...................................................................................................... 11
F. Epidemiologi .............................................................................................. 12
G. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 13
H. Komplikasi ................................................................................................. 14
I. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................. 15
J. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 16
K. Penatalaksanaan ......................................................................................... 18
L. Konsep Pencegahan ................................................................................... 21
M. Asuhan Keperawatan ................................................................................. 22
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 35
A. Kesimpulan ................................................................................................ 35
B. Saran ........................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini perhatian penyakit tidak menular semakin meningkat karena
frekuensi kejadiannya pada masyarakat semakin meningkat. Dari sepuluh
penyebab utama kematian, dua di antaranya adalah penyakit tidak menular.
Keadaan ini terjadi di dunia, baik di negara maju maupun di negara dengan
ekonomi rendah dan menengah. Organisasi kesehatan dunia (WHO)
menggunakan istilah penyakit kronis (chronic diseases) untuk berbagai macam
penyakit tidak menular salah satunya penyakit diabetes mellitus (Bustan, 2007).
Diabetes mellitus merupakan sebuah penyakit, di mana kondisi kadar glukosa
darah melebihi ambang batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh tidak
dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Insulin berfungsi
sebagai alat yang membantu glukosa berpindah ke dalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi (Mahdiana, 2010).
Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit tidak menular yang mengalami
peningkatan terus-menerus setiap tahunnya. Penyakit diabetes mellitus tidak
menimbulkan gejala (asimptomatik) dan sering disebut sebagai pembunuh
manusia secara diam-diam atau “Silent Killer” yang menyebabkan kerusakan
vaskular sebelum penyakit ini terdeteksi. Diabetes mellitus dalam jangka
panjang dapat menimbulkan gangguan metabolik yang menyebabkan kelainan
patologis makrovaskular dan mikrovaskular (Gibney dkk., 2008).
WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes
melitus yang cukup besar untuk masa yang akan datang. Berdasarkan data WHO,
negara Indonesia merupakan urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita
diabetes mellitus di dunia. Pada tahun 2006 jumlah penderita diabetes mellitus
di Indonesia mencapai 14 juta orang. Dari jumlah tersebut baru 50% penderita
yang sadar mengidap diabetes mellitus dan sekitar 30% di antaranya melakukan
pengobatan rutin. Faktor lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat, seperti
makan berlebihan, berlemak, kurang aktivitas dan stress sebagai faktor pemicu
terjadinya penyakit diabetes mellitus yang sangat berpengaruh besar. Selain itu

1
diabetes mellitus juga bisa muncul karena adanya faktor keturunan
(Sidhartawan, 2008). Pada saat ini penyakit tidak menular seperti hipertensi dan
diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat
sehingga perlu dilakukan tindakan intervensi dalam kegiatan Program PPTM
(Penanggulangan Penyakit Tidak Menular) yaitu dengan memperbanyak
skrining, penyuluhan (pendidikan) kesehatan, perencanaan makan (diet), rutin
melakukan olahraga serta persiapan logistiknya terutama obat diharapkan
penderita diabetes mellitus dalam kondisi stabil.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diabetes mellitus?
2. Bagaimana klasifikasi dari diabetes mellitus?
3. Apa saja etiologi dari diabetes mellitus?
4. Bagaimana patofisiologi dari diabetes mellitus?
5. Bagaimana pathway dari diabetes mellitus?
6. Bagaimana epidemiologi dari diabetes mellitus?
7. Bagaimana manifestasi klinis dari diabetes mellitus?
8. Apa saja komplikasi dari diabetes mellitus?
9. Bagaimana cara pemeriksaan diagnostik dari diabetes mellitus?
10. Bagaimana cara pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus?
11. Bagaimana cara penatalaksanaan dari diabetes mellitus?
12. Bagaimana konsep pencegahan dari diabetes mellitus?
13. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan definisi diabetes mellitus.
2. Untuk menjelaskan bagaimanakah klasifikasi diabetes mellitus.
3. Untuk menjelaskan etiologi diabetes mellitus.
4. Untuk menjelaskan bagaimanakah patofisiologi diabetes mellitus.
5. Untuk menjelaskan bagaimanakah pathway diabetes mellitus.
6. Untuk menjelaskan bagaimanakah epidemiologi diabetes mellitus.

2
7. Untuk menjelaskan bagaimanakah manifestasi klinis diabetes mellitus.
8. Untuk menjelaskan komplikasi diabetes mellitus.
9. Untuk menjelaskan bagaimanakah cara pemeriksaan diagnostik diabetes
mellitus.
10. Untuk menjelaskan bagaimanakah cara pemeriksaan penunjang diabetes
mellitus.
11. Untuk menjelaskan bagaimanakah cara penatalaksanaan diabetes mellitus.
12. Untuk menjelaskan bagaimanakah konsep pencegahan diabetes mellitus.
13. Untuk menjelaskan bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan
diabetes mellitus.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronik yang
ditandai dengan peningkatan glukosa di dalam darah, yang disebabkan karena
suplai dan kebutuhan insulin tidak seimbang. Insulin dibutuhkan untuk
memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel agar dapat digunakan untuk
metabolisme dan pertumbuhan sel (Tarwoto, 2012).
Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
tingginya tingkat glukosa (gula) di dalam darah yang terjadi akibat defek sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya (Smeltzer & Bare, 2005).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikkan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein pada awal terjadinya hiperglikemia (Black & Hawk, 2009).
Menurut Suryono (2007) diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan
kadar glukosa di dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif.

B. Klasifikasi
Menurut WHO (1985) dan American Diabetes Association (2003), bahwa
penyakit diabetes mellitus (DM) diklasifikasikan menjadi:
a. Diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (INDDM)
yaitu diabetes mellitus yang bergantung pada hormon insulin. Pasien sangat
ketergantungan dengan insulin yang dimasukkan melalui penyuntikan untuk
mengendalikan gula darah. Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan karena
kerusakan sel beta pankreas yang menghasilkan insulin.
b. Diabetes melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) yaitu diabetes mellitus yang tidak bergantung pada hormon
insulin. Diabetes mellitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin.

4
Diabetes melltius tipe 2 banyak terjadi pada usia dewasa lebih dari 45 tahun,
karena lambat berkembang dan terkadang tidak terdeteksi, tetapi jika kadar
glukosa (gula) di dalam darah tinggi, baru dapat dirasakan seperti
kelemahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, proses penyembuhan luka yang
lama, infeksi vagina, dan kelainan penglihatan.
 Faktor resiko diabetes mellitus tipe 2 yaitu sebagai berikut:
- Usia di atas 45 tahun, diabetes mellitus tipe 2 jarang terjadi pada usia
muda.
- Obesitas, berat badan lebih dari 120% dari berat badan ideal.
- Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus tipe 2.
- Riwayat adanya gangguan toleransi glukosa atau gangguan glukosa
puasa.
- Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau Hiperlipidemia, kolesterol
atau trigliserida lebih dari 150mg/dl
- Riwayat gestasional diabetes mellitus atau melahirkan bayi di atas 4
kg.
- Polycystic ovarian syndrome yang diakibatkan resistensi dari insulin.
c. Diabetes karena malnutrisi terjadi akibat malnutrisi biasanya pada penduduk
yang miskin.
d. Diabetes sekunder yaitu diabetes mellitus yang berhubungan dengan
keadaan atau penyakit tertentu, misalnya penyakit pankreas, endokrinopati,
penyakit infeksi seperti kongenital rubella, serta syndrome genetic diabetes
seperti Syndrome Down.
e. Diabetes mellitus gestasional yaitu diabetes mellitus yang terjadi pada masa
kehamilan, dapat didiagnosa dengan menggunakan test toleran glukosa,
terjadi sekitar 24 minggu kehamilan.

5
C. Etiologi
Penyebab dari diabetes mellitus belum diketahui secara lengkap dan
kemungkinan faktor penyebab dan faktor resiko penyakit diabetes mellitus
seperti berikut ini:
- Riwayat keturunan dengan diabetes mellitus, misalnya pada diabetes
mellitus tipe 1 diturunkan sebagai sifat heterogen, multigenik. Kembar
identik mempunyai resiko 25-50%, sementara saudara kandung beresiko 6%
dan anak beresiko 5%.
- Lingkungan seperti virus (Rubella, Cytomegalovirus, dan Mumps) yang
dapat memicu terjadinya autoimun dan menghancurkan sel-sel beta
pankreas, obat-obatan dan zat kimia seperti pentamidine, alloksan dan
streptozotocin.
- Usia di atas 45 tahun.
- Obesitas, berat badan lebih atau sama dengan 20% berat badan ideal.
- Etnik, banyak terjadi pada orang Amerika keturunan Afrika atau Asia.
- Hipertensi, tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg.
- HDL kolesterol lebih dari atau sama dengan 35mg/dl, atau trigliserida lebih
dari 250 mg/dl.
- Riwayat gestasional diabetes mellitus.
- Kebiasaan diet.
- Kurang olahraga.
- Wanita dengan hirsutisme atau penyakit policistikovari.

D. Patofisiologi
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Pada diabetes mellitus tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali

6
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk sampingan dalam pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, napas bau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang
sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer & Bare, 2013).
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada diabetes mellitus tipe 2 terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.

7
Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes mellitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
mellitus tipe 2. Walaupun demikian, diabetes mellitus tipe 2 yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK). Diabetes mellitus
tipe 2 paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe 2
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan , iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang tak kunjung sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%), penyakit diabetes
mellitus tipe 2 yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya,
pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata,
neuropati perifer, kelainan vaskuker perifer) mungkin sudah terjadi sebelum
diagnosis ditegakkan. Penanganan primer diabetes mellitus tipe 2 adalah
dengan menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan

8
obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan
efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan
latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan
obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa
hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian
pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress
fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan (Smeltzer &
Bare, 2013).
3. Diabetes Kehamilan
Diabetes yang terjadi selama kehamilan perlu mendapat perhatian
khusus. Wanita yang sudah diketahui menderita diabetes sebelum terjadinya
pembuahan harus mendapatkan penyuluhan atau konseling tentang
penatalaksanaan diabetes selama kehamilan. Pengendalian diabetes yang
buruk (hiperglikemia) pada saat pembuahan dapat disertai timbulnya
malformasi kongenital. Karena alasan inilah, wanita yang menderita diabetes
harus mengendalikan penyakitnya dengan baik sebelum konsepsi terjadi dan
sepanjang kehamilannya. Dianjurkan agar wanita yang menderita diabetes
sudah memulai program terapi yang intensif (pemeriksaan kadar glukosa
darah empat kali per hari) dengan maksud untuk mencapai kadar hemoglobin
A1C yang normal tiga bulan sebelum pembuahan. Pemantauan yang ketat dan
pemeriksaan oleh dokter spesialis untuk kehamilan beresiko tinggi sangat
dianjurkan.
Diabetes yang tidak terkontrol pada saat melahirkan akan disertai
dengan peningkatan insidens makrosomia janin (bayi yang sangat besar),
persalinan dan kelahiran yang sulit, bedah sesar serta setelah lahir langsung
meninggal (stillbirth). Di samping itu, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita hiperglikemia dapat mengalami hipoglikemia pada saat lahir.
Keadaan ini dapat terjadi karena pankreas bayi yang normal telah
mensekresikan insulin untuk mengimbangi keadaan hiperglikemia ibu. Bayi
ini membutuhkan pemantauan yang ketat dalam kamar bayi, dan kadar
glukosa darahnya harus sering diukur. Jika terjadi hipoglikemia, pemberian
air gula harus segera dilakukan (Smeltzer & Bare, 2013).

9
4. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes
sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat
sekresi hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani
skrining pada usia 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi kemungkinan
diabetes. Penatalaksanaan pendahuluan mencakup modifikasi diet dan
pemantauan kadar glukosa. Jika hiperglikemia tetap terjadi, preparat insulin
harus diresepkan. Obat hipoglikemia oral tidak boleh digunakan selama
kehamilan. Tujuan yang akan dicapai adalah kadar glukosa selama
kehamilan yang berkisar dari 70 hingga 100 mg/dl sebelum makan (kadar
gula nuchter) dan kurang dari 165 mg/dl pada 2 jam sesudah makan (kadar
gula 2 jam postprandial).
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang
menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Walaupun begitu,
banyak wanita yang mengalami diabetes gestasional ternyata di kemudian
hari menderia diabetes mellitus tipe 2. Oleh karena itu, semua wanita yang
menderita diabetes gestasional harus mendapatkan konseling guna
mempertahankan berat badan idealnya dan melakukan latihan secara teratur
sebagai upaya untuk menghindari terjadinya penyakit diabetes mellitus tipe
2 (Smeltzer & Bare, 2013).

10
E. Pathway

11
F. Epidemiologi
Diabetes mellitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Jumlah
penderita diabetes mellitus ini meningkat di setiap negara. Berdasarkan data dari
WHO (2006), diperkirakan terdapat 171 juta orang di dunia menderita diabetes
mellitus pada tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat menjadi 366 juta
penderita pada tahun 2030. Sekitar 4,8 juta orang di dunia telah meninggal akibat
diabetes mellitus. Setengah dari penderita diabetes mellitus ini tidak
terdiagnosis.
Sepuluh besar negara dengan prevalensi diabetes mellitus tertinggi di dunia
pada tahun 2000 adalah India, Cina, Amerika, Indonesia, Jepang, Pakistan,
Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh. Pada tahun 2030, di negara India, Cina,
dan Amerika diprediksikan tetap menduduki posisi tiga teratas negara dengan
prevalensi diabetes mellitus tertinggi. Sementara itu, di Indonesia diprediksikan
akan tetap berada dalam sepuluh besar negara dengan prevalensi diabetes
mellitus tertinggi pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, et al, 2004).
Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan
Amerika dalam prevalensi diabetes mellitus. Pada tahun 2000 masyarakat
Indonesia yang menderita diabetes mellitus yaitu sebesar 8,4 juta jiwa dan
diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini
menunjukkan bahwa angka kejadian diabetes mellitus tidak hanya tinggi di
negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan
bahwa secara nasional, prevalensi diabetes mellitus berdasarkan diagnosis oleh
tenaga kesehatan dan adanya gejala yaitu sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi
berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk yang berumur
lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7% (Depkes,
2008).

12
G. Manifestasi Klinis
Tanda atau gejala-gejala khas pada diabetes mellitus antara lain sebagai
berikut:
- Poliuria (banyak kencing)
Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh
ginjal bersama urin karena keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan
kemampuan reabsorbsi di tubulus ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran
glukosa maka diperlukan banyak air sehingga frekuensi miksi menjadi
meningkat.
- Polidipsi (banyak minum)
Banyaknya miksi menyebabkan tubuh dehidrasi, hal ini merangsang pusat
haus yang mengakibatkan peningkatan rasa haus.
- Poliphagi (banyak makan)
Meningkatnya katabolisme, pemecahan glikogen untuk energi
menyebabkan cadangan energi berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat
lapar.
- Penurunan berat badan
Hal ini disebabkan karena tubuh banyak kehilangan cairan glikogen dan
cadangan trigliserida serta massa otot.
- Kelelahan
Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potasium
menjadi penyebab pasien mudah lelah.
- Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal di sekitar daerah kemaluan
Peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pada kulit
sehingga menjadi gatal, karena jamur dan bakteri yang mudah menyerang
kulit.
- Kelainan pada mata (penglihatan kabur)
Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah
melambat, sirkulasi darah ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata
yang dapat merusak retina serta kekeruhan pada lensa.

13
- Ketonuria
Ketika glukosa tidak digunakan sebagai energi, maka asam lemak
digunakan untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi keton yang
kemudian berada pada darah dan dikeluarkan melalui ginjal.
- Terkadang tanpa gejala
Pada keadaan tertentu tubuh sudah bisa beradaptasi dengan peningkatan
glukosa darah (Tarwoto, 2012).

H. Komplikasi
Pasien dengan diabetes mellitus beresiko terjadi komplikasi, baik yang
bersifat akut maupun kronik, diantaranya:
1. Komplikasi akut
a. Koma hiperglikemia, yang disebabkan kadar gula sangat tinggi
biasanya terjadi pada diabetes mellitus tipe 2.
b. Ketoasidosis, sebagai hasil metabolisme lemak dan protein terutama
yang terjadi pada diabetes mellitus tipe 1.
c. Koma hipoglikemia akibat terapi insulin yang berlebihan dan tidak
terkontrol.
2. Komplikasi kronis
a. Mikroangiopati (kerusakan pada saraf-saraf perifer) pada organ-organ
yang mempunyai pembuluh darah kecil seperti pada:
- Retinopati diabetika (kerusakan pada saraf retina di mata) sehingga
mengakibatkan kebutaan.
- Neuropati diabetika (kerusakan saraf-saraf perifer) mengakibatkan
baal/gangguan sensoris pada organ tubuh.
- Neuropati diabetika (kelainan/kerusakan pada ginjal) dapat
mengakibatkan gagal ginjal.
b. Makroangiopati
- Kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard infark
maupun gangguan fungsi jantung karena arteriskelosis.
- Penyakit vaskuler perifer.
- Gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke.

14
c. Gangguan diabetika karena adanya neuropati dan terjadi luka yang tidak
sembuh-sembuh.
d. Disfungsi erektil diabetika.
Angka kematian dan kesakitan dari diabetes mellitus terjadi akibat
komplikasi seperti karena:
- Hiperglikemia atau hipoglikemia.
- Meningkatnya resiko infeksi.
- Komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati dan nefropati.
- Komplikasi neurofatik.
- Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit jantung koroner, dan stroke.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menentukan penyakit diabetes mellitus, selain dikaji tanda dan gejala
yang dialami pasien juga yang penting untuk dilakukan yaitu pemeriksaan (tes)
diagnostik diantaranya sebagai berikut:
1. Pemeriksaan gula darah puasa atau fasting blood sugar (FBS) yaitu
menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa.
2. Pemeriksaan gula darah postprandial yaitu menentukan gula darah setelah
makan.
3. Pemeriksaan toleransi glukosa oral/oral glukosa tolerance test (TTGO) yaitu
menentukan toleransi terhadap respon pemberian glukosa.
4. Pemeriksaan glukosa urine yaitu pemeriksaan yang kurang akurat karena
hasil pemeriksaan ini hanya dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena
obat-obatan seperti aspirin, vitamin C dan beberapa antibiotik, adanya
kelainan ginjal dan pada lansia dimana ambang ginjal meningkat. Adanya
glukosaria menunjukkan ambang ginjal terhadap glukosa terganggu.
5. Pemeriksaan ketone urine
Badan ketone merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak dan
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar
pada urine akan merubah pereaksi pada strip menjadi keunguan. Adanya
ketonuria menunjukkan adanya ketoasidosis.

15
6. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida dapat meningkat karena
ketidakadekuatan kontrol glikemik.
7. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c): Pemeriksaan lain untuk
memantau rata-rata glukosa darah yaitu glykosylated hemoglobin (HbA1c).
Pemeriksaan ini mengukur presentasi glukosa yang melekat pada
hemoglobin. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa dalam rata-rata
selama 120 hari sebelumnya, sesuai usia eritrosit. HbA1c digunakan untuk
mengkaji kontrol glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi
resiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh kebiasaan
makan sehari sebelum dilakukan tes. Pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk
diagnosis dan pada interval tertentu untuk mengevaluasi penatalaksanaan
diabetes mellitus. Direkomendasikan dilakukan 2 kali dalam setahun bagi
pasien diabetes mellitus. Kadar yang direkomendasikan oleh ADA adalah
<7 % (Tarwoto, 2012).

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring dapat dilakuakan dengan pemriksaan glukosa
darah sewaktu, kadar gula darah puasa dan kemudian diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral standar. Untuk kelompok orang-orang dengan resiko
diabetes mellitus tinggi seperti usia dewasa tua tekanan darah tinggi, obesitas
dan adanya riwayat keluarga dan menghasilkan hasill pemeriksaan negatif perlu
melakukan pemeriksaan penyaring setiap tahun. Bagi beberapa pasien yang
berusia tua tanpa faktor resiko pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3
tahun.
Tabel 1.1 Interpretasi Kadar Glukosa Darah
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar gluksa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah rutin
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah kapiler <90 90-109 >110

16
a. Tes Toleransi Glukosa Oral/TTOG
Tes ini dapat digunakan untuk mendiagnosa diabetes awal secara pasti,
namun tidak dibutuhkan untuk penapisan dan sebaiknya tidak dilakukan
dengan manifestasi klinis dan hiperglikemia. Cara pemeriksaaan dari
TTGO yaitu sebagai berikut:
- Tiga hari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien makan seperti biasa.
- Kegiatan jasmani cukup.
- Pasien puasa selama 10-12 jam.
- Periksa kadar gula darah puasa.
- Berikan glukosa 75 gram dan dilarutkan ke dalam 250 ml air lalu minum
dalam waktu 5 menit.
- Periksa glukosa darah saat ½, 1, hingga 2 jam setelah diberi glukosa.
- Saat pemeriksaan pasien harus istirahat dan tidak merokok.
Pada saat keadaan sehat, kadar glukosa darah individu dengan toleransi
glukosa normal adalah 70-110 mg/dl. Setelah pemberian glukosa, kadar
glukosa akan meningkat namun akan kembali ke keadaan semula dalam
waktu 2 jam. Kadar glukosa serum < 200 mg/dl setelah ½, 1, dan 1½ jam
setelah pemberian glukosa, dan 140 mg/dl setelah 2 jam setelah pemberian
glukosa ditetapkan sebagai nilai TTGO normal.
b. Tes benedict
Pada tes benedict, digunakan suatu reagen yang disebut dengan reagen
benedict dan urin berperan sebagai spesimen. Cara kerja dari tes benedict
yaitu:
- Masukkan 1-2 ml urin spesimen ke dalam tabung reaksi.
- Masukkan 1 reagen benedict ke dalam urin tersebut kemudian dikocok.
- Panaskan selama kurang lebih 2-3 menit.
- Perhatikan jika ada perubahan warna.
Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kinerja ginjal karena pada
keadaan diabetes mellitus kadar glukosa darah sangat tinggi sehingga dapat
merusak glomerolus ginjal sehingga pada akhirnya ginjal dapat mengalami
kebiciran dan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal. Jika keadaan ini
dibiarkan, tanpa adanya penanganan yang benar untuk mengurangi

17
kandungan glukosa dalam darah yang tinggi maka akan terjadi berbagai
komplikasi sistemik yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut dan
berakhir dengan kematian.
c. Rothera test
Pada test ini, urin juga digunakan sebagai spesimen sebagai reagen yang
dipakai, rothere agens dan amonium hidroksida pekat. Fungsi dari
dilakukannya test ini untuk mendeteksi adanya aseton dan asam asetat
dalam urin yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis
akibat dari diabetes mellitus kronik yang tidak ditangani. Cara kerja dari
tes ini adalah sebagai berikut:
- Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi.
- Masukkan 1 gram agens rothera dan kocok hingga larut.
- Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu masukkan 1-2 ml amonium
hidroksida secara perlahan ke dalam dinding tabung.
- Taruh tabung dalam keadaan tegak.
- Baca hasil setelah selang waktu 3 menit.
- Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairan
menandakan adanya zat keton (Mansjoer dkk, 2000).

K. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima
berdasarkan dengan Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia
tahun 2006 yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes mellitus.
Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus ada dua yaitu sebagai berikut: (1)
Jangka pendek yaitu hilangnya tanda dan keluhan diabetes mellitus, dengan
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian kadar
glukosa darah, (2) Jangka panjang yaitu tercegah dan terhambatnya progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir
pengelolaan diabetes mellitus adalah turunnya morbiditas dan mortalitas dari
penyakit diabetes mellitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian kadar glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid,

18
melalui pengelolaan pasien secara holistik atau menyeluruh dengan mengajarkan
perawatan mandiri dan perubahan perilaku (Fatimah, 2015).
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada pasien yang menderita diabetes
mellitus hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pada penderita diabetes mellitus perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanannya, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun kadar
glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%
dan protein 10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI
(Body Mass Indeks). Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh
(IMT) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan (obesitas). Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung
dengan rumus berikut:
IMT = Berat Badan (Kg) : (Tinggi Badan (m))2
2. Exercise (Latihan Fisik/Olahraga)
Dianjurkan latihan (olahraga) secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical,
Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training (latihan) sesuai dengan
kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olahraga ringan seperti, jalan
kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalas-malasan.
3. Pendidikan Kesehatan (PenKes)
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan diabetes
mellitus. Pendidikan kesehatan dengan pencegahan primer harus diberikan
kepada kelompok masyarakat yang beresiko tinggi. Pendidikan kesehatan
sekunder diberikan kepada kelompok pasien diabetes mellitus. Sedangkan
pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien
yang sudah mengidap diabetes mellitus dengan penyulit menahun.

19
4. Obat (Oral Hipoglikemik dan Insulin)
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi
tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa di dalam darah, maka
dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik. Obat-obat yang digunakan
untuk penyakit diabetes mellitus yaitu sebagai berikut:
 Antidiabetik Oral
Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dilakukan dengan
menormalkan kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi. Lebih
khusus lagi dengan menghilangkan gejala, optimalisasi parameter
metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi pasien diabetes mellitus
tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral
terutama ditujukan untuk penanganan pasien diabetes mellitus tipe 2
ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan
asupan energi dan karbohidrat serta olahraga rutin. Obat golongan ini
ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olahraga dilakukan,
kadar glukosa darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi
obat ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya.
Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik
oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan
dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit diabetes mellitus serta
kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain
dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah
termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan
insulin sensitizing.
 Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada
manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua
rantai yang dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan
asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol
dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan

20
obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadang kala dijadikan pilihan
sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi
kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin
antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian
besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif,
menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah
penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari
glukosa (Fatimah, 2015).

L. Konsep Pencegahan
Beberapa cara dapat dilakukan dalam pencegahan diabetes mellitus yaitu
sebagai berikut:
1. Pencegahan primer
Pencegahan yang dilakukan pada kelompok yang beresiko tinggi terkena
diabetes mellitus. Orang dengan riwayat keluarga memiliki diabetes mellitus
tetapi orang tersebut belum pernah terkena diabetes mellitus, dan tergolong
usia dewasa di atas 45 tahun, kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari
140/90 mmHg). Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari
faktor-faktor tersebut.
2. Pencegahan sekunder
Upaya ini dilakukan untuk menghindari terjadinya komplikasi dengan
tindakan dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Penyuluhan mengenai
diabetes mellitus sangat berperan penting untuk meningkatkan kesadaran
berobat pada penderita diabetes mellitus agar tidak terjadi komplikasi.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan ini dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus dan telah
terjadi komplikasi, agar tidak menderita komplikasi yang lebih parah atau
kecacatan. Contohnya, aspirin dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan
diberikan secara rutin bagi pasien diabetes mellitus yang sudah mempunyai
komplikasi makroangiopati.

21
M. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat penyakit (sekarang dan masa lalu)
- Sejak kapan pasien mengalami tanda dan gejala penyakit diabetes
mellitus dan apakah sudah dilakukan untuk mengatasi gejala
tersebut.
- Apakah pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kg.
- Apakah pernah mengalami penyakit pankreas seperti pankreatitis,
neoplasma, trauma, penyakit infeksi, seperti kongenital rubella,
infeksi citomegalovirus, serta sindrom genetik diabetes seperti
sindrom down.
- Penggunaan obat-obatan atau zat kimia seperti glukokortikoid,
hormon tiroid, dilantin dan nicotin acid.
- Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hiperlipidemia, kolesterol
atau trigliesirida lebih dari 150 mg/dl.
- Perubahan pola makan, minum dan eliminasi klien.
- Apakah ada riwayat keluarga dengan penyakit diabetes mellitus.
- Adanya riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu.
- Adakah riawayat luka yang lama sembuh.
- Pengunaan obat diabetes mellitus sebelumnya.
- Adanya kebiasaan meminum minuman yang manis dan minum kopi
sebanyak 4 cangkir per hari.
- Kebiasaan memakan makanan cepat saji.
b. Keluhan utama pasien saat ini
- Nutrisi: Peningkatan makan, mual, muntah, penurunan atau
peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan sering haus,
serta sering merasa lapar walaupun sudah makan.
- Eliminasi: Perubahan pola berkemih (sering buang air kecil terutama
pada malam hari), nokturia, dan diare.
- Neurosensori: Nyeri kepala, parasthesia, kesemutan pada
ekstremitas, penglihatan kabur (katarak), dan gangguan penglihatan.

22
- Integumen: Gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan vagina luka
gangrene.
- Muskuloskeletal: Kelemahan dan keletihan.
- Respirasi: Sesak napas.
- Fungsi seksual: ketidakmampuan ereksi, rigiditas, penurunan libido,
kesulitan pada orgasme.
c. Pemeriksaan fisik
 TTV: TD = 180/100 mmHg, RR = 20x/menit, Nadi = 10x/menit
 Pemeriksaan integumen
- Kulit kering kasar
- Gatal-gatal pada kulit dan sekitar alat kelamin
- Ditemukan adanya bekas luka di tangan dan kaki, serta adanya
fisura
 Muskuloskeletal
- Kelemahan otot
- Nyeri tulang
- Kelainan bentuk tulang kaki (halux vagus, clowtoe)
- Adanya kesemutan, parasthesia, dan kram ekstremitas
- Osteomielitis
- Adanya neuropati pada kaki
- Adanya edema pada kedua ekstremitas
 Sistem Persarafan
- Menurunnya kesadaran
- Kehilangan memori dan iritabilitas
- Parasthesia pada jari-jari tangan dan kaki
- Neuropati dan ekstremitas
- Penurunan sensasi dengan pemeriksaan monofilamen
- Penurunan reflex tendon dalam
- Pusing dan sakit kepala
- Pasien tidak mampu melihat jauh dan ditemukan adanya tanda-
tanda katarak.

23
 Sistem Pernapasan
- Nafas bau keton
- Perubahan pola nafas
 Sistem Kardiovaskuler
- Hipotensi dan hipertensi
- Takikardia dan palpitasi
- Kesemutan pada ekstemitas
- Disritmia
- Adanya bunyi jantung tambahan dan ireguler
- Adanya kardiomegali
- Hasil EKG menunjukkan adanya hipertrofi bilik jantung
d. Tes Diagnostik
 Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan gula darah meningkat 100-200 mg/dl atau lebih.
- Kadar gula darah puasa (GDP) 250 mg/dl
- Peningkatan HbA1c: kadarnya (11%) yaitu meningkat 2-4 kali
lipat dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes mellitus
yang kurang selama 4 bulan terakhir dan karenanya sangat
bermanfaat dalam membedakan diabetik ketiasidosis dengan
kontrol tidak adekuat versus diabetik ketiasidosis yang
berhubungan dengan insiden.
- Kolesterol (HDL 37 mg/dl (beresiko penyakit jantung) dan LDL
159 mg/dl (termasuk ambang batas tinggi)) dan trilgliserida
meningkat.
- Pemeriksaan albumin.
- Pemeriksaan darah urea nitrogen (BUN) dan kreatinin: kadar
BUN (ureum) 55 mg/dl, mungkin meningkat (dehidrasi atau
penurunan fungsi ginjal).
- Kadar creatinin 2,5 mg dl (mengalami peningkatan).

24
- Pemeriksaan elektrolit.
Natrium: Mungkin normal, meningkat atau menurun
Kalium: Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun
Fosfor: Lebih sering menurun
 Pemeriksaan urine
- Glukosa urine meningkat
- Pemeriksaan keton dan albuminurin
 Rontgen foto
- Rontgen dada untuk menentukan adanya kelainan paru-paru.
 Kultur jaringan pada luka gangreng: Kemungkinan adanya infeksi
pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
 Pemeriksaan organ lain yang mungkin terkait dengan komplikasi
diabetes mellitus seperti pemeriksaan mata, saraf, jantung dan lain-
lain.
 Aseton plasma (keton): Positif secara mencolok.
 Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
 WBC 12 x 103/mm3
 Trombosit darah (Platelet): kadarnya 560 dan kadar Hct 55% yaitu
mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis, hemokonsentrasi,
merupakan respons-respon stress atau infeksi.
 Amilase darah: Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut, sebagai penyebab dari diabetes mellitus.
 Insulin darah: Mungkin menurun atau bahkan sampai tidak ada
(pada diabetes mellitus tipe 1) atau normal sampai tinggi (diabetes
mellitus tipe 2) yang mengindikasikan insufisiensi insulin atau
gangguan dalam penggunaannya (endogen atau eksogen). Resisten
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi
(autoantibodi).

25
 Pemeriksaan fungsi tiroid: Peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak adekuatnya produksi insulin.
Tujuan: kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil:
- Pasien mengungkapkan tidak ada mual dan nafsu makan baik.
- Berat badan pasien dalam rentang ideal.
- Intake makanan sesuai dengan kebutuhan tubuh dan Indeks Massa
Tubuh (IMT).
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
- Nilai Hb dalam batas normal.
- Kadar glukosa tubuh dalam rentang toleransi.
Data yang mungkin muncul:
- Mual dan nafsu makan berlebih.
- Intake kalori kurang dari kebutuhan tubuh.
- Hiperglikemia (glukosa di dalam darah meningkat).
- HbA1C: 11% (tidak normal atau mengalami peningkatan)
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi:
1. Kaji nutrisi klien  Menentukan kebutuhan nutrisi pasien
2. Identifikasi faktor-faktor yang  Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi status nutrisi pasien mempengaruhi status nutrisi
sehingga perlu diketahui penyebab
kurang nutrisi dan merencanakan
pemenuhan nutrisi
3. Monitoring gula darah pasien secara  Perubahan kadar gula darah dapat
berkala sesuai dengan indikasi terjadi setiap saat serta dapat
menentukan perencanaan kebutuhan
kalori

26
4. Monitor nilai laboratorium yang  Penurunan albumin mengindikasikan
terkait dengan status nutrisi seperti penurunan protein, penurunan Hb
albumin, Hb, transferring, elektrolit mengindikasikan penurunan eritrosit
darah, penurunan transferring
mengindikasikan penurunan serum
protein. Kadar ottasium dan sodium
menurun pada malnutrisi
5. Monitor kadar serum lipid seperti  Peningkatan kadar lemak dapat
kolestrol total, LDL kolestrol, HDL meningkatkan resiko penyakit
kolestrol dan trigliserida jantung dan stroke
6. Kaji pengetahuan pasien dan  Pasien diabetes mellitus rentan terjadi
keluarga dengan pasien tentang diet komplikasi sehingga pasien dan
diabetik keluarga harus memahami
komplikasi akut dan kronik
7. Kaji pola makan dan aktivitas pasien  Aktivitas latihan yang rutin akan
membantu menurunkan komplikasi
penyakit jantung dan menurunkan
kadar gula darah
8. Monitoring tanda-tanda adanya  Pemberian obat antidiaretik atau
hipoglikemia insulin dapat menimbulkan
hipoglikemia
Mandiri:
1. Timbang berat badan pasien dan  Berat badan merupakan indikator
lakukan secara berkala 3 hari sekali status pasien. Dapat menentukan
atau sesuai indikasi Basal Massa Indeks dan
merencanakan terapi nutrisi
2. Ukur body massa indeks pasien  Kebutuhan nutrisi tubuh ditentukan
juga oleh BMI
Edukasi:
1. Libatkan pasien dan keluarga dalam  Keluarga dan pasien merupakan
merencanakan kebutuhan nutrisi subjek dan objek yang dapat
menentukan sesuai dengan sumber

27
daya yang dimiliki dan memberikan
keyakinan rencana program nutrisi
dapat dilaksanakan
2. Berikan pendidikan kesehatan  Pasien kooperatif dalam program
tentang diet diabetes mellitus, obat- pemulihan status nutrisi
obatan dan resiko tidak menaati apa
yang sudah diprogramkan dan
program aktivitas
3. Berikan dukungan yang positif jika  Memberikan motivasi dan percaya
pasien mampu melaksanakan diri pasien untuk tetap melaksanakan
program nutrisi dengan benar program diet
Kolaborasi:
1. Konsultasikan dengan ahli diet untuk  Ahli gizi lebih berkompeten dalam
mengidentifikasi dan merencanakan penentuan dan merencanakan
kebutuhan nutrisi pasien kebutuhan nutrisi pasien
2. Laksanakan program terapi  Pengobatan merupakan bagian yang
terpisahkan dari peningkatan status
nutrisi pasien

2) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan hiperglikemia dan


poliuria
Tujuan: pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
Kriteria Hasil:
 Pola BAK normal
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
 Konsentrasi urine normal
 Berat badan pasien stabil atau tidak ada penurunan berat badan
 Intake cairan 1500-3000 ml per hari
 Kadar gula darah dalam rentang toleransi
Data yang mungkin muncul:
 Pasien sering BAK terutama pada malam hari
 Pasien sering haus

28
 Konsentrasi urine meningkat
 Kulit kering, turgor kulit kurang
 Kadar gula darah puasa (GDP): 250 mg/dl (meningkat)
 Tekanan darah: 180/100 mmHg
 Denyut nadi lemah: 10x/menit
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi:
1. Kaji pola eliminasi urin pasien,  Menentukan status cairan tubuh
konsentrasi urin, keadaan turgor kulit
pasien
2. Monitor intake dan output  Menentukan kebutuhan dan
keseimbangan cairan tubuh. Defisit
volume cairan menunjukkan
penurunan filtrasi glomerulus dan
aliran darah ke ginjal yang dapat
mengakibatkan oliguria atau anuria
3. Monitoring tanda vital  Kekurangan cairan dapat menurunkan
tekanan darah, sinus takikardia dapat
terjadi pada hypovolemia
4. Monitor keadaan albumin dan  Penurunan albumin indikasi
elektrolit penurunan protein, penurunan Hb
indikasi penurunan eritrosit darah,
penurunan transferring indikasi
penurunan serum protein. Kadar
potasium dan sodium menurun pada
malnutrisi
Mandiri:
1. Timbang berat badan pasien setiap  Penurunan berat badan mudah sekali
hari terjadi pada pasien dengan kehilangan
cairan

29
Edukasi:
1. Anjurkan pasien untuk minum  Pemenuhan kebutuhan cairan tubuh
dengan jumlah yang cukup (1500-
3000 ml)
Kolaborasi:
1. Laksanakan program pengobatan  Menurunkan kadar gula darah
pemberian insulin atau obat sehingga efektif dalam mengatasi
antidiabetik poliuria.

3) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan neuropati sensori


perifer, defisit fungsi motorik, dan neuropati otonomik.
Tujuan: pasien dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria Hasil:
 Keadaan jaringan kulit utuh
 Neuropati tidak ada
 Tidak terjadi luka atau ulkus diabetikus
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
 Kebersihan kulit baik, keadaan kuku baik dan utuh
 Keadaan kaki utuh
Data yang mungkin muncul:
 Neuropati pada kaki
 Gangguan fungsi motorik
 Adanya kelainan bentuk kaki (hallux vagus dan clowtoe)
 Adanya bekas luka di tangan dan kaki serta adanya fisura
 Adanya edema pada kedua ekstremitas
Intervensi keperawatan Rasional
Observasi:
1. Kaji penampilan atau keadaan dan  Kaki merupakan bagian tubuh yang
kebersihan kaki pasien sering mengalami gangguan integritas
kulit pada pasien diabetes mellitus

30
2. Kaji keadaan kuku pasien  Pasien diabetes mellitus sering
mengalami gangguan imunitas
sehingga infeksi jamur mudah terjadi,
termasuk pada kuku
3. Kaji integritas kulit pasien, catat  Autonomi neuropati menyebabkan
warna kulit, ada atau tidaknya kulit menjadi kering, kulit mudah
ulserasi, dan dermatitis pecah serta terjadi infeksi
4. Kaji keadaan dan bentuk kaki, apakah  Neuropati motorik menyebabkan
ada bentuk kaki charcot, cacat dan kelemahan otot dan atropi sehingga
adanya pembentukan kalus terjadi perubahan bentuk kaki.
Tekanan pada kaki yang berlebihan
menimbulkan kalus yang akan mudah
menjadi luka
5. Kaji status sirkulasi vaskuler kaki  Pasien diabetes mellitus mudah
dengan palpasi, pulsasi, dan menimbulkan arteriosklerosis
ultrasound dopler sehingga terjadi penurunan suplai
darah ke kaki
6. Kaji adanya edema  Keadaan edema akan mempermudah
terjadinya luka
7. Kaji keadaan sensasi dengan  Gangguan sensasi merupakan resiko
menggunakan monofilament tinggi terjadi luka
Mandiri:
1. Berikan lotion untuk menjaga  Kulit kaki yang kering beresiko terjadi
kelembapan kulit kaki luka
Edukasi:
1. Anjurkan kepada pasien untuk  Mengurangi resiko infeksi dan terjadi
menjaga kebersihan kulit perlukaan
2. Anjurkan pasien untuk melakukan  Meningkatkan sirkulasi darah pada
senam kaki DM kaki

31
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan  Mengurangi trauma dan terjadi
alas kaki yang lebih lembut atau perlukaan
sepatu yang tidak keras
4. Instruksikan kepada pasien untuk  Mengurangi resiko trauma karena
menghindari terjadinya resiko trauma gangguan sensasi neuropati
seperti penggunaan kompres hangat,
minum minuman yang panas
Kolaborasi:
1. Kolaborasikan pemberian salep dan  Salep dan krim berfungsi untuk
krim pada bekas luka melembabkan bekas luka di kulit
sehingga mencegah terjadinya robekan
di kulit

4) Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia (glukosa di dalam darah


meningkat).
Tujuan: mencegah terjadinya infeksi pada pasien diabetes mellitus.
Kriteria Hasil:
 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
infeksi
 Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah
terjadinya infeksi pada pasien
Data yang mungkin muncul:
 Kadar glukosa di dalam darah meningkat
 Penurunan fungsi leukosit (WBC)
 Perubahan pada sirkulasi
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi:
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan  Pasien mungkin masuk dengan
peradangan, seperti demam, infeksi yang biasanya telah
kemerahan, urin berwarna keruh atau mencetuskan keadaan ketoasidosis.
berkabut.

32
Mandiri:
1. Berikan perawatan kulit dengan teratur  Sirkulasi perifer bisa terganggu
dan sungguh-sungguh, masase daerah yang menempatkan pasien pada
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap peningkatan resiko terjadinya
kering, linen kering dan tetap kencang kerusakan pada kulit atau iritasi
(tidak berkerut) pada kulit dan infeksi
2. Pertahankan teknik aseptik pada  Kadar glukosa yang tinggi dalam
prosedur invasif seperti (pemasangan darah akan menjadi media terbaik
infus, kateter foley, dan sebagainya), bagi pertumbuhan kuman
pemberian obat IV dan memberikan
perawatan pemeliharaan. Lakukan
pengobatan IV sesuai indikasi
Edukasi:
1. Anjurkan pasien untuk banyak makan  Menurunkan kemungkinan
dan minum (pemasukan makanan dan terjadinya infeksi. Meningkatkan
cairan yang adekuat) kira-kira 3000 aliran urin untuk mencegah urin
ml/hari jika tidak ada kontraindikasi yang statis dan membantu
mempertahankan pH urin, yang
menurunkan pertumbuhan bakteri
dan mengeluarkan organisme dari
sistem organ tersebut.
Kolaborasi:
1. Lakukan pemeriksaan kultur dan  Untuk mengidentifikasi organisme
sensitivitas sesuai dengan indikasi sehingga dapat memberikan
antibiotik yang terbaik
2. Memberikan obat antibiotik yang sesuai  Penanganan awal dapat membantu
mencegah timbulnya sepsis.

33
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap dimana rencana
keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi. Tujuan dari implementasi
adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang
dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk
mencapai kemampuan klien dan tujuan dengan melihat perkembangan klien.
Evaluasi klien diabetes mellitus dilakukan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya pada tujuan.

34
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pada semua pembahasan di atas maka kesimpulan yang
dapat kami ambil yaitu, diabetes mellitus merupakan masalah yang
mengancam hidup seseorang yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif dan
absolut. Penyebab dari diabetes mellitus belum diketahui secara lengkap dan
kemungkinan adanya faktor penyebab dan faktor resiko terjadinya diabetes
mellitus.

B. Saran
1. Bagi instansi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik
serta mampu menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang
memadai yang dapat membantu kesembuhan pasien sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya dan
khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus (DM).
2. Bagi profesi perawat
Diharapkan para perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang
baik dalam memberikan asuhan keperawatan serta mampu menjalin kerja
sama dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain maupun keluarga
klien, sebab peran perawat, tenaga kesehatan lain, dan keluarga sangatlah
besar dalam membantu kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan
dasarnya.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan
yang lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang
profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik
keperawatan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., dan Geissler, A.C. (2012). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.
Fatimah, R.N. (2015). Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Majority, 4(5): 93-101.
Mansjoer, A., Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Savitri, R., & Triyanti, K.
(2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta:
Mediaesculapius.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Review Jilid 3.
Yogyakarta: Mediaction.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth, Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Tarwoto, W. I. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Tjokroprawiro, Askandar. (2011). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes:
Panduan Lengkap Pola Makan untuk Penderita Diabetes Edisi Revisi Ketiga.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.

36

Anda mungkin juga menyukai