Anda di halaman 1dari 31

Tinjauan Pustaka

RETINOPATI HIPERTENSI

Oleh:

Ismi Aulia, S.Ked

NIM. 1930912320092

Pembimbing :

dr. H. Agus Fitrian Noor Razak, Sp.M

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Agustus, 2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

DAFTAR TABEL.................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR............................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 3

A. Anatomi dan Fisiologi Retina............................................ 3

B. Retinopati Hipertensi......................................................... 8

1. Definisi.......................................................................... 8

2. Epidemiologi................................................................. 8

3. Etiologi.......................................................................... 9

4. Klasifikasi..................................................................... 10

5. Patofisiologi.................................................................. 13

6. Manifestasi Klinis......................................................... 17

7. Diagnosis....................................................................... 17

8. Komplikasi.................................................................... 23

9. Prognosis....................................................................... 23

BAB III PENUTUP............................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 25

ii
DAFTAR TABEL

Gambar Halaman

2.1 Klasifikasi Keith-Wagener-Barker................................................ 10

2.2 Klasifikasi Scheie.......................................................................... 11

2.3 Klasifikasi Wong dan Mitchell...................................................... 12

2.4 Klasifikasi Retinopati Hipertensi di RSCM................................... 13

2.5 Obat Anti Hipertensi...................................................................... 22

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Lapisan Retina............................................................................... 5

2.2 Proses Masuknya Cahaya ke Retina.............................................. 8

2.3 Derajat Retinopati Hipertensi........................................................ 11

2.4 Penebalan Pembuluh Darah........................................................... 16

2.5 Funduskopi pada Penderita Hipertensi.......................................... 19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi dikenal juga sebagai tekanan darah yang meningkat atau tinggi,

adalah kondisi dimana pembuluh darah mempunyai tekanan yang selalu tinggi.

Tekanan darah dibentuk oleh tekanan darah yang menekan dinding pembuluh

darah (arteri). Diagnosis hipertensi atau tekanan darah tinggi ditegakkan bila

tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.1

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, didapatkan prevalensi

hipertensi di Indonesia adalah 34,1%. Persentase ini meningkat dari tahun 2013

yang hanya sebesar 25,8%.1

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung lama dan persisten pada

hipertensi dapat menimbulkan komplikasi di jantung, ginjal, otak dan mata. Mata

merupakah organ yang cukup sering menjadi target organ komplikasi dari

penyakit hipertensi. Gangguan okular akibat hipertensi paling sering terjadi pada

retina, koroid dan saraf optik. Jika dari hipertensi tersebut menimbulkan

komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi. Hal ini diakibatkan

adanya respon primer vasokonstriksi dari arteriola retina terhadap kondisi

hipertensi sistemik.2,3

Retina adalah lapisan yang terletak di belakang bola mata. Lapisan ini

mengubah cahaya menjadi sinyal saraf yang kemudian dikirim ke otak untuk

interpretasi. Ketika tekanan darah terlalu tinggi, dinding pembuluh darah retina

dapat menebal. Hal ini dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi menyempit,

1
2

yang kemudian menghambat darah sampai ke retina. Seiring berjalannya waktu,

tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah retina,

sehingga membatasi fungsi retina, memberikan tekanan pada nervus optikus, dan

menyebabkan gangguan penglihatan. Kondisi ini disebut retinopati hipertensi.4

Pemeriksaan funduskopi merupakan pemeriksaan non-invasif yang dapat

membantu melihat perkembangan penyakit pasien apakah sudah terdapat

komplikasi ke mata. Pada umumnya pasien dengan retinopati hipertensi stadium

awal tidak menunjukkan gejala. Namun jika hipertensi tidak terkontrol dalam

waktu lama gejala yang dikeluhkan pasien dapat fatal. Hipertensi maligna akut

dapat menyebabkan nyeri pada mata, sakit kepala dan tajam penglihatan yang

menurun.1

Identifikasi dan penegakan diagnosis retinopati hipertensi membutuhkan

dokter spesialis mata untuk pemeriksaan pasien. Umumnya dokter spesialis mata

tidak banyak bertugas di puskesmas. Kasus hipertensi dapat diselesaikan di

fasilitas kesehatan primer seperti Puskesmas. Bila tidak dilakukan pemeriksaan

lanjutan, maka angka retinopati hipertensi yang sesungguhnya di layanan

kesehatan primer tidak diketahui. Kesadaran pasien yang kurang mengenai

pentingnya melakukan pemeriksaan mata secara rutin juga menyebabkan

prevalensi retinopati hipertensi tidak diketahui. Peran aktif dokter sebagai lini

terdepan dalam pelayanan kesehatan sangat penting untuk mencegah avoidable

blindness.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Dan Fisiologi Retina

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga

lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : 1) sklera/kornea, 2)

koroid/badan siliaris/iris, dan 3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh

jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar (sclera) yang membentuk

bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea

transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan

tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung

pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam

dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di

sebelah luar dan sebuah lapisan saraf di dalam.5

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas

penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca

dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata, di bagian retina yang

letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik

kuning) kira-kira berdiameter 1-2 mm yang berperan penting untuk tajam

penglihatan yang paling peka terhadap cahaya yaitu bintik kuning (fovea). Di

tengah makula lutea terdapat bercak mengkilap yang merupakan reflek fovea.

Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat

putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak

3
4

melekuk dinamakan eksvakasi foali.5

Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang

mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. Struktur mata manusia berfungsi

utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen–komponen

yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap

untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan

lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina,

cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di

retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls saraf ini dan menjalarkannya

ke otak.5

Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini

tersusun dalam 10 lapisan dan mengandung sel batang dan sel kerucut , yang

merupakan reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis neuron: sel bipolar, sel

ganglion, sel horizontal, dan sel amakrin. Karena lapisan saraf pada retina

disatukan bersama-sama oleh sel-sel glia yang disebut sel muller. Tonjolan-

tonjolan dari sel-sel ini membentuk membran pembatas dalam di permukaan

dalam retina dan membran pembatas luar di lapisan reseptor.5

Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri

atas 10 lapisan (Gambar 2.1) . Di retina juga dijumpai daerah yang sama sekali

tidak mengandung sel batang ataupun sel kerucut. Bagian ini disebut bintik buta.

Bila cahaya jatuh di daerah ini, kita tidak bisa melihat apa - apa.5
5

Gambar 2.1 Lapisan Retina5

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah:5

1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan

badan kaca.

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang

berjalan menuju nervus optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian

besar pembuluh darah retina.

3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron

kedua.

4. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapis aseluler tempat sinaps sel

bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel

muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat

sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor.

8. Membran limitans eksterna yang merupakan membran ilusi.


6

9. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang

mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

10. Epithelium pigmen retina

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 2,3 mm pada kutub

posterior. Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah,

saraf, yang masuk ke dalam mata, yang terdiri dari:6

1. Foramen optikum yang dilalui oleh n. Optikus, a. Oftalmika. 

2. Fissura orbitalis superior yang dilalui oleh n. Lakrimalis, n. Frontalis, n.

Trochlearis, v. Oftalmika, n. Occulomotorius, n. Nasosiliaris, serta serabut

saraf simpatik.

3. Fissura orbitalis inferior yang dilalui nervus, vena dan arteri infraorbitalis.

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu arteri retina sentralis yang

merupakan percabangan arteri oftalmika dan khoriokapilaria yang berada tepat di

luar membrane Bruch. Arteri retina sentralis memperdarahi dua per-tiga sebelah

dalam dari lapisan retina (membrane limitans interna sampai lapisan inti dalam),

sedangkan sepertiga bagian luar diperdarahi oleh khoriokapilaria. Arteri retina

sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang di

permukaan retina. Kemudian sistem vena memiliki banyak kesamaan dengan

susunan arteriol Vena retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus

yang mengalirkan darah vena ke sistem kavernosus.5

Retina sebagai detektor cahaya akan mengubah bayangan cahaya menjadi

impuls listrik saraf yang dikirim ke otak. Sebelum cahaya masuk, cahaya harus

menerobos ke dalam kornea mata, cairan mata, selaput pelangi, lensa, dan
7

pembuluh darah kecil yang ada di dalam mata. Tepat sebelum cahaya sampai pada

retina, harus menerobos beberapa lapisan sel saraf yang berada di paling atas

retina (Gambar 2.2). Sel ini membentuk mata rantai yang pertama antara retina

dan otak. Cahaya yang tidak diserap oleh fotoreseptor di dalam retina akan

memantul di sekitar mata. Ketika energi cahaya merangsang sebuah sel batang

dan sel kerucut, energi tersebut diubah menjadi energi listrik. Rangsangan itu

dikirim dari sel-sel reseptor melalui suatu rangkaian perantara yaitu sel-sel

bipolar dan akhirnya akson sel saraf optik. Gambar yang diterima oleh retina

dalam posisi terbalik. Kemudian sel saraf mata mengantarkan ke otak dan otak

memperbaiki. Koroid; lapisan gelap di belakang retina yang mendapatkan warna

dari melanin yang berfungsi menyerap cahaya. Tanpa adanya koroid ini, cahaya

tidak akan terserap oleh fotoreseptors di dalam retina dan cahaya akan memantul

di dalam/sekitar mata sehingga warna atau gambaran dari objek luar (dunia)

memudar, memucat, tidak jelas.5


8

Gambar 2.2 Proses Masuk Cahaya hingga Retina5

B. Retinopati Hipertensi

1. Definisi
Hipertensi atau darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah

sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Retinopati

hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah

sistemik yang tinggi pada populasi yang menderita hipertensi. Kelainan pembuluh

darah yang terjadi dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan

pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.5,7,8

2. Epidemiologi

Sebuah laporan pada Journal of the American Society of Hypertension tahun

2016 menu-liskan prevalensi hipertensi melebihi 1,3 milliar. Retinopati hipertensi

menjadi salah satu penyebab utama dari gangguan penglihatan yang dialami

pasien dewasa dengan hipertensi. Penelitian epidemiologi yang dilakukan di


9

China pada pasien dengan hipertensi menunjukkan sebanyak 67-73% pasien

memiliki lesi pada fundus dan 12-15% diantaranya merupakan retinopati.9

Retinopati hipertensi memiliki prevalensi 2-17% pada pasien dengan

hipertensi tanpa diabetes. Lama dan beratnya hipertensi memiliki pengaruh

langsung terhadap insidensi retinopati hipertensi. Insidensi retinopati hipertensi

berdasarkan penelitian oleh Kabedi et al ialah sebanyak 83.6% dari total pasien

hipertensi.9,10

Kejadian retinopati hipertensi pada orang dewasa biasanya timbul pada usia

40 tahun atau lebih. Retinopati hipertensi juga memiliki prevalensi yang lebih

tinggi pada usia 75 tahun ke atas dibanding dengan usia yang lebih muda, dan

paling banyak diderita oleh ras Afrika Amerika. Prevalensi pada laki-laki lebih

tinggi dibanding perempuan (34,1% vs 32,7%) .9,10

Penelitian di Afrika pada tahun 2012, sekitar 78% pasien hipertensi menderita

retinopati hipertensi berdasarkan klasifikasi Keith-Wagener-Barker grade 1 dan 2,

dan 2,2% dengan retinopati grade 3 dan 4. Retinopati grade 3 dan 4 digunakan

sebagai bukti kerusakan target organ. Hasil penelitian lain yang dilakukan di RS

dr. Kariadi Semarang, distribusi kejadian retinopati hipertensi berdasarkan

klasifikasi Keith-Wagener Barker pada penderita hipertensi non diabetik sebanyak

87,5%.11

3. Etiologi

Retinopati hipertensi dapat disebabkan oleh hipertensi primer maupun

sekunder. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau


10

setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau

sklerosis pembuluh darah.9

Faktor genetik juga diperkirakan berperan dalam meningkatkan risiko

terjadinya retinopati hipertensi. Ditemukan adanya mutasi DNA berupa delesi

dari alel Angiotensin-converting Enzyme (ACE) memiliki risiko lebih tinggi

untuk terbentuknya retinopati hipertensi. Rokok juga diperkirakan memiliki

kaitan kuat dengan terjadinya retinopati hipertensi berat.9

4. Klasifikasi

Retinopati hipertensi diklasifikasikan menjadi empat stadium

berdasarkan klasifikasi Keith-Wagener-Barker tahun 1939. Klasifikasi ini

dibuat berdasarkan karakteristik oftalmoskopik dan berkaitan erat dengan

prognosis penyakit pasien. (Tabel 2.1)2,12

Tabel 2.1 Klasifikasi Keith-Wagener-Barker12


Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan dan sklerosis arteriola ringan-sedang,
hipertensi primer asimtomatik dengan fungsi
kardiorenal yang adekuat
Stadium II Penyempitan arteriola sedang-berat, pembuluh darah
memiliki diameter yang berbeda, arteriolvenous
crossing
Stadium III Kondisi stadium II ditambah adanya eksudat, cotton-
wool spot, flame-shaped hemorrhage
Stadium IV Kondisi stadium III berat ditambah papil edema
yang jelas

Berikut ini adalah gambaran oftalmoskop berdasarkan klasifikasi Keith-

Wagener-Barker. (Gambar 2.1)6


11

Gambar 2.3 Derajat Retinopati Hipertensi: A) Stadium I; B) Stadium II; C)


Stadium III; D) Stadium IV6

Salah satu klasifikasi yang juga umum digunakan untuk retinopati hipertensi

ialah Klasifikasi Scheie yang juga membagi retinopati hipertensi berdasarkan

temuan funduskopi.7

Tabel 2.2 Klasifikasi Scheie7


Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tidak ada perubahan
Stadium I Penyempitan arteriolar setempat yang hampir tidak
terdeteksi
Stadium II Penyempitan yang berat dengan konstriksi lokal pada
arteriola, pembuluh darah arteri tegang, membentuk
cabang keras
Stadium III Stadium II + cotton wool exudate + perdarahan retina
dan/atau eksudat yang terjadi akibat diastol diatas 120
mmHg, kadang-kadang terdapat keluhan berkurangnya
12

penglihatan
Stadium IV Stadium III + neuroretinal edema dan/atau papiledema
+ star figure exudate + keluhan penglihatan menurun
dengan tekanan diastol kira-kira 150 mmHg

Wong dan Mitchell pada tahun 2004 mengemukakan klasifikasi

retinopati hipertensi (Tabel 2.3). Retinopati hpertensi dapat muncul sebagai

tanda dari hipertensi emergensi, kondisi akut mengancam jiwa yang terjadi

akibat peningkatan tekanan darah yang mengarah pada kerusakan target

organ. Peningkatan tekanan darah dengan adanya tanda retinopati hipertensi

moderat disebut sebagai hipertensi akselerasi, sedangkan peningkatan

tekanan darah dengan bukti adanya retinopati hipertensi berat, termasuk

pembengkakan diskus optikus disebut sebagai hipertensi maligna.13

Tabel 2.3 Klasifikasi Wong dan Mitchell13

Mild 1 atau lebih tanda berikut: Penyempitan arteriolar

general, Penyempitan arteriolar fokal, Penebalah

arteriovenosus, oasitas dinding arteriolar

Moderate 1 atau lebih tanda berikut: perdarahan retina (blot dot

atau flame shaped), mikroaneurisma, cotton wall spot,

hard exudates.

Severe Retinopati moderat disertai pembengkakan diskus

optikus.
13

Berikut adalah klasifikasi retinopati hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata

RSCM:7

Tabel 2.4 Klasifikasi Retinopati Hipertensi di RSCM7

5. Patofisiologi

Patofisiologi retinopati hipertensi berawal dari peningkatan tekanan darah

baik akut maupun kronik yang bisa terjadi karena hipertensi esensial ataupun

hipertensi sekunder. Terdapat tiga faktor yang berperan penting dalam

patogenesis retinopati hipertensi, antara lain vasokonstriksi, arteriosklerosis, dan

peningkatan permeabilitas vaskular. Vasokonstriksi merupakan respon primer dari

arteriola retina terhadap peningkatan tekanan darah sistemik dan berhubungan

dengan tingkat keparahan hipertensi. Hipertensi akan meningkatkan tekanan

darah sistemik dan resistensi vaskular perifer sehingga memicu perubahan


14

mikrovaskular salah satunya pada organ mata. Kondisi ini seringkali terjadi pada

pasien dengan hipertensi berat dengan tekanan darah sistolik dan diastolik yang

persisten tinggi selama berbulan-bulan. Vasokontriksi biasanya terjadi secara

difus tetapi bisa juga ditemukan pada sebagian pembuluh darah (segmental).7,14

Hipertensi yang berlangsung lama atau kronik juga dapat menyebabkan

terjadinya perubahan dinding pembuluh darah (arteriosklerosis dan

aterosklerosis). Manifestasi klinis yang terjadi pada mata diakibatkan disfungsi

endotel yang berlangsung lama dan berlanjut menjadi sklerotik vaskuler. Pada

hipertensi stadium awal sebagian besar pembuluh darah pada fundus dalam

kondisi normal. Namun seiring dengan berkembangnya penyakit, pembentukan

plak aterosklerosis secara bertahap meningkatkan ketebalan dan mengurangi

diameter pembuluh darah diikuti dengan terjadinya arteriosklerosis yang menjadi

penyebab dari retinopati. Dinding arteriol secara histologik terlihat menebal,

karena pada tunika media terjadi hipertrofi jaringan otot. Tunika intima

mengalami proses hialinisasi dan endotel kapiler mengalami proses hipertofi,

sehingga membentuk jaringan konsentrik yang berlapis-lapis seperti kulit bawang

(onion skin). Proses yang terjadi tersebut menyebabkan lumen pembuluh darah

menjadi kecil. Kondisi ini semakin lama dapat bermanifestasi sebagai penurunan

visus pada pasien dan pada kasus yang jarang dapat menimbulkan kebutaan.6,15

Bertambahnya ketebalan dinding arteriol karena proses arterioseklerosis

menyebabkan terjadinya perubahan refleks cahaya arteriol. Pantulan cahaya dari

permukaan dinding arteriol yang konveks terlihat seperti garis tipis yang

mengkilat di tengah kolom darah (refleks cahaya normal). Pada pembuluh darah
15

yang menebal, pantulan refleks cahaya normal hilang dan cahaya terlihat lebih

luas dan buram. Hal ini dianggap sebagai tanda awal terjadinya arteriosklerosis.

Kondisi ini akan terlihat sebagai gambaran pembuluh darah seperti tembaga

(copper wire) akibat penebalan dinding dan lumen yang menyempit sehingga

terjadi perubahan pada refleks cahaya arteriol. Dinding arteri yang semakin

menebal menyebabkan lumen hampir tidak terlihat sehingga saat terkena sinar

hanya berbentuk garis putih saja, yang dikenal sebagai silver wire reflex. Kondisi

arteriosklerosis juga bermanifestasi sebagai perubahan refleks arteriola dan AV

crossing akibat penebalan dinding pembuluh darah yang merefleksikan durasi

hipertensi. Dinding arteri yang kaku akan menekan dinding vena yang lebih tipis.

Pada keadaan tertentu vena berada di atas arteri, sehingga akan terlihat elevasi

vena di atas arteri. Tahap selanjutnya akan terjadi stenosis vena di bagian distal

persilangan karena proses sklerosis arteri yang berat (Gambar 2.4).6,16

Peningkatan permeabilitas vaskular merupakan hasil dari kondisi hipoksia

dan berperan dalam terjadinya perdarahan, eksudasi dan edema retina fokal pada

retinopati hipertensi stadium lanjut dengan hipertensi yang berlangsung lama dan

tidak terkontrol. Kondisi ini menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah

sehingga terjadi ekstravasasi plasma ke retina sebagai gambaran hard exudates.6


16

Gambar 2.4 Penebalan Dinding Pembuluh Darah

Kondisi iskemik yang dialami akibat vasokonstriksi menyebabkan

degenerasi serabut saraf yang secara histologi tampak seperti suatu kelompok

cystoid bodies. Kelainan ini dikenal sebagai soft exudates yang pada pemeriksaan

funduskopi terlihat sebagai area putih keabuan seperti kapas berbatas tidak tegas

sehingga disebut juga sebagai cotton wool spot. Cotton wool spot disebabkan oleh

iskemik pada lapisan serabut saraf oleh karena nekrosis fibrin dan penyempitan

lumen. Iskemik pada nerve fiber menyebabkan penurunan aliran axoplasmic,

edema nervus, dan terutama opasifikasi yang halus. Eksudat terjadi belakangan,

mengelilingi area perdarahan, sebagai hasil akumulasi lipid. Perdarahan biasanya


17

terjadi pada lapisan serabut saraf retina dengan distribusi yang mengikuti alur

serabut saraf terlihat seperti lidah api (flame shape).6,10

Papil edema merupakan kondisi terakhir yang mungkin terjadi pada pasien

retinopati hipertensi. Hal ini disebabkan oleh danya iskemik di daerah papil yang

akan menyebabkan hambatan aliran axoplasma sehingga terjadi pembengkakan

axon di papil nervus optikus.6

6. Manifestasi Klinis

Retinopati hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara kronis

sehingga gejala awal penyakit sering tidak dirasakan. Penelitian itu menunjukkan

bahwa berkisar 6%-10% timbulnya berbagai tanda-tanda retinopati setelah lima

sampai tujuh tahun menderita hipertensi. Penderita retinopati hipertensi biasanya

akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. Perubahan vaskuler di retina

dan saraf optik tidak memberi gejala klinis berupa penurunan tajam penglihatan,

kecuali bila sudah terjadi komplikasi sumbatan vaskuler yang mengganggu

perfusi makula. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada

stadium III atau stadium IV oleh karena perubahan vaskularisasi akibat hipertensi

seperti perdarahan, eksudasi dan telah mengenai makula serta adanya edema pada

papil. Pada retinopati hipertensi yang sudah berat, dapat menyebabkan kaburnya

penglihatan bahkan kebutaan.11,17

7. Diagnosis

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis

(riwayat hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan oftalmologi

(funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens.


18

Penegakan diagnosis retinopati hipertensi tidak mudah karena sifatnya yang

cenderung asimtomatik pada stadium awal. Kondisi ini seringkali diketahui secara

kebetulan pada pemeriksaan funduskopi atau rujukan dari sejawat dokter bidang

kardiovaskular.5

Pada anamnesis penglihatan yang menurun merupakan keluhan utama yang

sering diungkapkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan buram dan seperti

berbayang apabila melihat sesuatu. Penglihatan biasanya turun secara perlahan

sehingga tidak disadari. Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan diastol >

90 mmHg dan tekanan sistol > 140 mmHg, sudah mulai terjadi perubahan pada

pembuluh darah retina.7

Pemeriksaan visus dan funduskopi adalah pemeriksaan oftalmologi paling

mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopati hipertensi. Pembuluh darah

retina merupakan satu-satunya pembuluh darah yang dapat diamati secara

langsung hanya melalui pemeriksaan fisik. Pemeriksaan funduskopi bertujuan

untuk mengetahui gambaran pupil, pembuluh darah, retina, macula, dan fovea.

Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina

berupa penyempitan pembuluh darah (spasme) yang tampak sebagai pembuluh

darah yang berwarna lebih pucat, diameter pembuluh darah yang menjadi lebih

kecil dan irregular karena spasme lokal serta percabangan arteriola yang tajam.

Pada stadium lanjut dapat ditemukan adanya gambaran sklerosis seperti copper

wire reflex, silver wire reflex, lumen pembuluh darah yang irregular dan

fenomena crossing (elevasi, deviasi, atau kompresi). Adanya perdarahan atau


19

eksudat retina yang terdapat pada daerah makula dapat memberikan gambaran

seperti bintang (star figure). Eksudat retina tersebut dapat berbentuk:7,8,18

a. Cotton wool patches yang merupakan edema serat saraf retina akibat

mikroinfark sesuda penyumbatan arteriola, biasanya terletak sekitar 2-3

diameter papil di dekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.

b. Eksudat pungtata yang tersebar.

c. Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.

Perdarahan retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau

sekunder akibat arteriosklerosis yang mengakibatkan oklusi vena. Pada

hipertensi yang berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat

papil dan sejajar dengan permukaan retina. Perdarahan vena akibat

diapedesis biasanya kecil dan berbentuk lidah api (flame shaped). (Gambar

2.2)7
20

Gambar 2.5 Funduskopi pada Penderita Hipertensi14,19

8. Penatalaksanaan

Retinopati hipertensi seringkali tidak memerlukan pengobatan khusus kecuali

jika timbul komplikasi yang lebih berat. Mengatasi penyebab primer hipertensi

merupakan langkah yang paling tepat untuk mengurangi risiko terjadinya

komplikasi. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Terdapat

sedikit perubahan yang dikeluarkan oleh Joint National Committee (JNC) 8,

antara lain pada pasien berusia 60 tahun ke atas, target tekanan darah sistolik

adalah <150 mmHg, dan target tekanan darah pada pasien dewasa dengan diabetes

atau penyakit ginjal kronis menjadi <140 mmHg. Jika telah terjadi perubahan

pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kelainan klinis yang terjadi tidak dapat

diobati lagi tetapi dapat dicegah progresivitasnya.3,5

Manajemen retinopati hipertensi disesuaikan dengan derajat keparahan

penyakit. Retinopati hipertensi ringan dilakukan tatalaksana berupa kontrol

tekanan darah dengan pemeriksaan berkala. Retinopati hipertensi sedang dapat


21

segera dirujuk kepada spesialis penyakit dalam yang penting untuk mengeksklusi

faktor penyebab retinopati lain seperti diabetes mellitus dan untuk memeriksa

adanya kelainan kardiovaskular lain. Pemeriksaan rutin termasuk kontrol tekanan

darah dan pemeriksaan berkala merupakan hal yang wajib dilakukan. Retinopati

hipertensi kronik jarang menimbulkan kelainan penglihatan yang signifikan. Tata

laksana dari penyebab utama bisa menghentikan progres perubahan retina, tapi

penyempitan arteriol dan AV nicking tetap permanen. Untuk malignant

hypertensive retinopathy, penurunan tekanan darah secara terkontrol bisa

meminimalisir kerusakan target organ. Dalam kondisi darurat, yang terpenting

adalah mencegah kerusakan akhir organ. Tekanan darah harus diturunkan dengan

perlahan, hati-hati, dan terkontrol untuk mencegah kerusakan akhir organ. Jika

terlalu kencang, bisa menyebabkan iskemia saraf optik, otak, dan organ vital lain.

Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti

dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi. Berikut adalah jenis-

jenis obat anti hipertensi (Tabel 2.4).20


22

Tabel 2.5 Obat Anti Hipertensi20

Retinopati hipertensi berat membutuhkan penanganan segera karena

memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. Sistem tubuh lain seperti ginjal,

kardiovaskular, dan otak perlu dilakukan pemeriksaan berkala untuk mengetahui

sedini mungkin kejadian hypertension-mediated organ damage (HMOD).9

Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas

retinopati hipertensi dan komplikasinya. Retinopati hipertensi tidak memerlukan

pengobatan khusus di bidang mata, kecuali terdapat komplikasi berupa oklusi

vascular. Jika sudah terjadi eksudasi pada makula dan sudah terjadi komplikasi

maka fotokoagulasi laser dapat dipertimbangkan. Fotokoagulasi laser merupakan

salah satu terapi dalam penanganan komplikasi tersebut. Terapi laser retina

terbukti memperbaiki oksigenasi retina bagian dalam. Oksigen akan lebih mudah
23

berdifusi dari koroid ke bagian dalam retina, sehingga meningkatkan tekanan

oksigen dan mengurangi hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam

retina mengakibatkan mekanisme autoregulasi berupa vasokonstriksi dan

peningkatan tekanan arteriol, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler

dan venula. Hal ini diharapkan akan menurunkan aliran cairan dari kompartemen

intravaskular ke dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan.21

9. Komplikasi

Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina

sentralis (Central Retinal Artery Occlusion/CRAO), oklusi arteri retina cabang

(Branch Retinal Vein Occlusion/BRAO), dan oklusi vena retina cabang (Branch

Retinal Vein Occlusion/BRVO). Penyebab dari oklusi arteri retina paling umum

akibat adanya emboli. Emboli bisa berasal dari jantung atau arteri karotis yang

secara jelas mengarah langsung ke mata. Gambaran klinis dari oklusi arteri retina

dapat berupa oklusi arteri retina sentral, dan oklusi arteri retina cabang.7

10. Prognosis

Prognosis tergantung pada kontrol tekanan darah. Retinopati hipertensi

kronis sangat jarang untuk menyebabkan gangguan visus yang signifikan.

Perubahan retina yang terjadi dapat dihentikan dengan melakukan tatalaksana

hipertensi meskipun penyempitan arteriola tetap persisten. Namun, pada beberapa

kasus komplikasi tidak dapat dihindari walaupun dengan kontrol tekanan darah

yang baik. Pada hipertensi maligna yang tidak diobati, mortalitasnya lebih tinggi

yaitu 50% dalam 2 bulan setelah diagnosis dan 90% dalam kurun waktu 1 tahun.

Hilangnya penglihatan pada retinopati hipertensi diakibatkan karena adanya atrofi


24

optik sekunder akibat papil edem yang memanjang maupun perubahan pigmen

retina setelah pelepasan eksudat retina. Keith Wagener Barker menentukan 5 year

survival rate berasarkan tidak diberikan terapi medikamentosa diantaranya grade I

(4%), grade II (20%), grade III (80%), dan grade IV (98%).9


BAB III

PENUTUP

Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina

akibat tekanan darah sistemik yang tinggi. Hipertensi arteri sistemik

merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan tekanan sistolik > 140

mmHg. Komplikasi hipertensi pada retina menggambarkan tingkat

keparahan dan durasi hipertensi seseorang. Terdapat tiga faktor yang

berperan penting dalam patogenesis retinopati hipertensi, antara lain

vasokonstriksi, arteriosklerosis, dan peningkatan permeabilitas vaskular yang

memberikan berbagai macam gambaran khas yang tampak pada pemeriksaan

funduskopi seperti sklerosis, persilangan arteriovenosa, eksudasi, perdarahan

serta edema pada papil. Umumnya retinopati hipertensi bersifat asimtomatik.

Pada kasus yang jarang dapan menyebabkan penurunan visus bahkan

kebutaan. Tatalaksana yang dapat dilakukan ialah sebatas melakukan kontrol

terhadap tekanan darah sistemik dan pemeriksaan berkala. Pada kasus yang

berat dapat dilakukan fotokoagulasi laser untuk meningkatkan oksigenasi

pada retina.

Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai

dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat komplikasi oklusi

vena atau arteri lokal sehingga prognosis penyakit ini sangat bergantung

terhadap derajat beratnya penyakit.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Amin R, Purwanita P, Erna R, Sari PM, Rahmadini E, Hestika V. Skrining


retinopati hipertensi di layanan kesehatan primer di Palembang. Hummed.
2020;1(3):117-24.

2. Salmon JF. Kanski’s clinical ophtalmology: a systematic approach 9 th edition.


China: Elsevier; 2020: 532-3

3. Oh KT. Ophthalmologic manifestations of hypertension: Acute and chronic


changes to the eyes, assessment, treatment & management. 2018.

4. McCannel CA. 2018-2019 BCSC (Basic and clinical science course), section
12: retina and vitreous . American Academy of Ophthalmology. 2018.

5. Budiono S, Saleh TT, Moestidjab, Eddyanto. Buku ajar ilmu kesehatan mata.
Airlangga University Press: Surabaya; 2013: 252-4

6. Khurana AK. Comprehensive ophtalmology 4th edition. New Age


International (P) Limited Publishers: New Delhi; 2007: 257-9

7. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata edisi 4. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia: Jakarta; 2013: 225-7

8. Kipti MY, Wiharto, Suryani E. Deteksi awal penyakit retinopati hipertensi


dengan Pendekatan Analisis Fraktal Citra Fundus Retina. UNS. 2020;1(1):1-
9.

9. Modi P, Arsiwalla T. Hypertensive retinopathy. StatPearls Publishing


[Internet] Juli 2021 [cited 2021 Agustus 16]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK525980/

10. Nursalim AJ, Sumual V, Sumanti E. Perbandingan ketebalan retina sentral


pasien hipertensi esensial tanpa penurunan visus dibanding orang normal.
Jurnal eCl. 2019;7(2):77-9.

11. Yastina SD, Afriant R, Yenita. Gambaran kejadian retinopati hipertensi pada
penderita hipertensi yang dirawat di bagian penyakit dalam RSUP dr. m

26
djamil pada buan januari-desember 2013. Jurnal Kesehatan Andalas.
2017;6(3):603-7.

12. Jogi R. Basic opthtalmology 4th edition. Jaypee brothers medical publishers.
New Delhi; 2009: 311-5

13. Tsukikawa M, Stacey AW. A review of hypertensive retinopathy and


chorioretinopathy. Clinical Optometry. 2020;12:67-73.

14. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum edisi 17.
EGC: Jakarta; 2009: 316

15. Karaca M, Coban E, Ozdem S, Unal M, Salim O, Yucel O. The association


between endothelial dysfunction and hypertensive retinopathy in essential
hypertension. Med Sci Monit. 2014;20:78-82.

16. Lee HM, Lee WH, Kim KN, Joo JY, Kim JY. Changes in thickness of central
macula and retinal nerve fibre layer in severe hypertensive retinopathy: a 1-
year longitudinal study. Acta Ophtalmologica. 2018; 96: 386

17. Henderson, Amanda D, Biousse, Valerie, Newman, Nancy J. Grade III or


grade IV hypertensive retinopathy with severely elevated blood pressure. UC
Irvive. 2012;13(6):531.

18. Dai G, He W, Xu L, Pazo EE, Lin T, Liu et al. Exploring the effect of
hypertension on retinal microvasculature using deep learning on east Asian
population. Plos One. 2020;15(3):1-13.

19. Akram MU, Akbar S, Hassan T, Khawaja SG, Yasin U, Imran B. Data on
fundus image for vessels segmentation, detection of hypertensive retinopathy,
diabetic retinopathy and papilledema. Data in brief. 2020;29(1):3.

20. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan


Hipertensi 2019. Jakarta: PERHI; 2019. p. 43-4.

21. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk


indicators of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin
[Internet] 2005 [cited 2021 Agustus 16]. Available from: http://bmb.oxfors
journals.org/cgi/reprint/73-74/1/57

27

Anda mungkin juga menyukai