Disusun oleh :
Rizki Imanuel
xxxxxxxxxxxxxxxxx
Dosen Pembimbing:
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Telah disetujui
Pada : Juli 2023
Disusun Oleh :
Rizki Imanuel
xxxxxxxxx
Pembimbing,
2
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Sari Pustaka dengan judul
“Diabetic Terminal Disease Diagnostic dan Tatalaksana” yang merupakan
salah satu pemenuhan tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran UKI.
Penulis menyadari sari pustaka ini tak lepas dari kekurangan, penulis
mengharapkan masukan agar dapat menjadi perbaikan dalam penulisan
berikutnya dan sari pustaka ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Rizki
Imanuel
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................2
KATA PENGANTAR.........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................5
BAB II.................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................7
2.1 Definisi..................................................................................................................7
2.2 Etiologi..................................................................................................................8
2.4 Patofisiologi..........................................................................................................9
2.6 Diagnosis.............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................21
4
BAB I
PENDAHULUAN
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetic Kidney Diseasea adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM
yang merupakan penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA. (5) Ada 5 fase
Diabetic Kidney Diseasea. Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan
GFR, AER (albumin ekretion rate) dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi
albumin relative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin masih
terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam berkembang
menjadi Diabetic Kidney Disease. Fase III, terdapat mikro albuminuria (30-
300mg/24j). Fase IV, Difstick positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j,
pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat. Fase V
merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika
GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.(2) Peningkatan prevalensi diabetes
menyebabkan peningkatan komplikasimikro dan makrovaskuler pada diabetes
seperti penyakit jantung koroner, stroke, Diabetic Kidney Disease (DKD), dan
End Stage Renal Disease (ESRD). Diabetes mellitus (DM) merupakan
penyebabutama Chronic Kidney Disease (CKD) dan End Stage Renal Disease
(ESRD) dinegara maju dan berkembang (Kazancioglu, 2013). Menurut data
USRDS,sebagian pasien End Stage Renal Disease (ESRD) di Amerika Serikat
memilikinefropati diabetik. Sebanyak 8% pasien diabetes tipe 2 terjadi
proteinuria. Setelahterjadinya proteinuria maka resiko 10 tahun berikutnya
adalah terjadi CKDprogresif sebesar 11%
8
dan kombinasi obat-obatan ini dapat direkomendasikan oleh dokter untuk
memperlambat atau mengatasi perubahan patologi ginjal yang terkait dengan
diabetes
2.2 Etiologi
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari
penyakit DM dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung
terjadinya Diabetic Kidney Diseasea. Hipertensi yang tak terkontrol dapat
meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase Diabetic Kidney Diseasea
yang lebih tinggi (Fase V Diabetic Kidney Diseasea).(9)
9
bocor ke dalam urin, kondisi yang disebut proteinuria. Proteinuria merupakan
tanda awal dari DKD dan dapat memperparah kerusakan ginjal lebih
lanjut.Tekanan Darah Tinggi: Tekanan darah yang tinggi dapat meningkatkan
tekanan pada pembuluh darah ginjal, mengganggu proses filtrasi dan
reabsorpsi. Hipertensi juga berpotensi menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri,
aterosklerosis, serta penyakit jantung iskemik, yang semuanya dapat
memperburuk kondisi DKD.Faktor Genetik: Beberapa studi mengidentifikasi
variasi genetik yang berhubungan dengan risiko DKD, termasuk gen seperti
ACE, AGT, APOE, CNDP1, SLC12A3, dan UMOD. Variasi genetik ini dapat
memengaruhi respon terhadap obat-obatan, peradangan, fibrosis, stres
oksidatif, serta aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAS), yang
mengatur tekanan darah dan keseimbangan cairan.Faktor Lingkungan:
Beberapa faktor lingkungan seperti merokok, polusi udara, infeksi, obesitas,
diet tinggi garam dan protein hewani, serta kurangnya aktivitas fisik, dapat
meningkatkan risiko DKD. Faktor-faktor ini dapat memicu peradangan kronis,
stres oksidatif, dislipidemia, resistensi insulin, dan gangguan metabolisme
glukosa.
1. Blood pressure
Hypertension is much more common amongst diabetic patients than in the general
population and has been identified as a major risk factor for both macrovascular and
microvascular complications including diabetic nephropathy. Total cardiovascular
mortality in diabetes is strongly associated with raised blood pressure, particularly in type
2 disease.Hypertension is strongly associated with insulin resistance, even in the absence
of diabetes, and some 40-70% of type 2 patients will become hypertensive during their
disease12. Only 25% of patients with type 1 diabetes are hypertensive and many of these
will already have microalbuminuria or overt nephropathy13. Nevertheless, in both type 1
and type 2 diabetes with overt nephropathy the rate of decline of renal function correlates
strongly with hypertension14,15, and in microalbuminuric patients hypertension correlates
with the degree of albuminuria16. In both these situations antihypertensive therapy is
beneficial. Furthermore in normoalbuminuric type 1 diabetes small increases in blood
pressure have been correlated with the subsequent development of microalbuminuria17.
There can therefore now be little doubt that a raised blood pressure is a risk factor for the
development and progression of diabetic nephropathy as well as a potent risk factor for
cardiovascular morbidity and mortality.
2.Kontrol glikemik
Diabetes tipe 1 dan tipe 2 memiliki kesamaan keadaan hiperglikemia kronis, dan
proses ketergantungan glukosa kemungkinan besar terlibat dalam patogenesis
komplikasi diabetes, termasuk nefropati. Cedera jaringan yang disebabkan oleh
glukosa mungkin dimediasi oleh pembentukan protein terglikasi tingkat lanjut atau
melalui mekanisme lain seperti jalur poliol, yang keduanya terlibat dalam
nefropati18. Konsisten dengan hipotesis ini adalah penelitian observasional yang
menghubungkan konsentrasi hemoglobin A1c (HbA1c) dengan perkembangan dan
perkembangan mikroalbuminuria dan nefropati nyata17.
3. Proteinuria
Proteinuria umumnya dianggap sebagai penanda tingkat kerusakan glomerulus:
tingkat proteinuria berkorelasi baik dengan prognosis fungsi ginjal, dan intervensi
yang memperlambat perkembangan penyakit ginjal diabetik juga mengurangi
proteinuria. Namun, kita belum mengetahui apakah aliran protein melintasi
membran basal glomerulus secara kausal terlibat dalam evolusi penyakit ginjal
diabetik atau sekadar mencerminkan kerusakan glomerulus19.
4. Faktor genetik
11
Faktor genetik kemungkinan besar berperan penting dalam nefropati diabetik.
Minat baru-baru ini terfokus pada gen sistem renin angiotensin, yang diketahui
sangat polimorfik dan telah dipelajari secara ekstensif dalam kaitannya dengan
penyakit kardiovaskular. Polimorfisme penyisipan (1) / penghapusan (D) pada gen
ACE telah diidentifikasi yang sangat terkait dengan peningkatan kadar ACE dalam
sirkulasi dan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner pada individu
non-diabetes. Beberapa penelitian menemukan genotipe DD berhubungan dengan
peningkatan risiko nefropati diabetik dan penurunan GFR yang cepat pada diabetes
tipe 1 dan tipe 220. Implikasi klinisnya belum dieksplorasi. Lokus genetik lain
yang mungkin terlibat termasuk gen penukar natrium-litium dan gen antiporter
natrium-hidrogen.
5. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia umum terjadi pada diabetes tipe 1 dan tipe 2. Peningkatan
trigliserida plasma dan rendahnya tingkat lipoprotein densitas tinggi (HDL) telah
berkorelasi dengan perkembangan nefropati diabetik serta komplikasi diabetes
kardiovaskular9,21,22. Pengurangan trigliserida dan kolesterol, meskipun penting
dalam mengurangi risiko kardiovaskular, belum ditemukan mengubah
perkembangan penyakit ginjal dan pentingnya hiperlipidemia masih harus
dibuktikan dalam hal ini.
2.4 Patofisiologi
13
DARI KEZIA
Diabetes, nama yang berasal dari buang air kecil yang banyak dan
melitus (artinya manis) menunjukkan kadar glukosa darah yang tidak
terkontrol. Akibat akhir dari hiperglikemia yang tidak terkontrol pada ginjal
adalah kematian nefron. Hal ini bermanifestasi dalam bentuk
glomerulosklerosis, fibrosis interstisial, dan atrofi tubulus, namun ada banyak
tonggak sejarah dan pemicu dalam perjalanannya. Fibrosis adalah titik akhir
dari perubahan mikro dan makroskopis selama bertahun-tahun yang
diakibatkan oleh lingkungan diabetes, seperti terlihat pada Gambar 1.
Permulaan keterlibatan ginjal pada kelainan ini adalah permulaan kadar
glukosa darah yang tidak terkontrol. Penulis akan membahas kerangka yang
bermula dari hiperglikemia, dan diakhiri dengan fibrosis ginjal.
Hiperfiltrasi
Hiperglikemia memulai efeknya pada ginjal dengan mengganggu kekuatan
osmotik. Kadar glukosa darah yang semakin tinggi menyebabkan osmolalitas kapiler
glomerulus semakin tinggi sehingga mengakibatkan tekanan glomerulus semakin tinggi.
Hal ini menghasilkan lebih banyak kekuatan keluar yang meningkatkan filtrasi
glomerulus. Awalnya, hal ini menghasilkan penghitungan eGFR yang sangat rendah
hingga normal berdasarkan filtrasi kreatinin yang lebih banyak dengan hiperglikemia.6
Hiperfiltrasi ini diperkirakan bersifat multifaktorial. Kemokin dan enzim seperti
ornithine decarboxylase, yang diproduksi sebagai respons terhadap hiperglikemia
14
(tercatat pada ginjal tikus dengan hiperglikemia), menyebabkan pembesaran ginjal
dengan peningkatan luas permukaan filtrasi per nefron.7,8 Obesitas, yang merupakan
bagian integral dari sebagian besar pasien dengan diabetes, dapat memperburuk
pembesaran ginjal dan hiperglikemia, sehingga memicu timbulnya cedera ginjal.4,9
Penurunan berat badan pada pasien DKD, melalui metode bedah atau non-bedah pada
model hewan, menunjukkan penurunan yang signifikan dalam laju penurunan eGFR.
Hipertensi intraglomerular, yang bersifat multifaktorial, juga merupakan predisposisi
terjadinya hiperfiltrasi. Pada banyak pasien diabetes, yang menderita hipertensi
sistemik,4,9 peningkatan tekanan intrabdomen akibat obesitas,10 dan peningkatan
tekanan osmotik di glomeruli akhirnya berkontribusi terhadap hal ini. Hiperglikemia dan
makanan kaya protein11 mengakibatkan produksi berbagai bahan kimia yang dapat
mengganggu umpan balik tubulus-glomerulus, dan meningkatkan vasokonstriktor lokal.
Mekanisme lain untuk hiperfiltrasi adalah peran ko-transporter natrium-glukosa 2
(SGLT2) yang ditemukan di tubulus berbelit-belit proksimal. Dengan kadar glukosa
darah suprafisiologis, terjadi peningkatan regulasi SGLT2, yang menghasilkan
pemanfaatan maksimal dari transporter ini. Reabsorpsi maksimal pada PCT
menyebabkan penurunan tekanan tubulus, menyebabkan lebih banyak filtrasi dari
pembuluh glomerulus.12 Selain itu, dengan reabsorpsi natrium dan glukosa maksimal,
terjadi penurunan pengiriman natrium distal yang mengaktifkan sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS).Keadaan hiper-aliran ini juga menyebabkan kebocoran
protein, yang memicu perubahan struktur nefron, yang mengakibatkan hipertrofi
mesangial yang terlihat pada ginjal pasien diabetes.Tindakan yang diambil untuk
mengendalikan hiperglikemia telah terbukti menghambat perkembangan DKD, infark
miokard, dan kematian.13 Oleh karena itu, antihiperglikemik menjadi landasan dalam
pengelolaan DKD.
15
Angiotensin dan hiperglikemia memicu produksi endotelin, memperburuk
vasokonstriksi, peradangan, cedera podosit, nefrin shedding, dan fibrosis interstisial.
Perubahan Metabolik
Diabetes dikaitkan dengan disregulasi berbagai jalur metabolisme. Hiperglikemia
menyebabkan aktivasi jalur termasuk RHO/ROCK, hexosamine, pylol, produk akhir
glikasi lanjutan (AGE), dan protein kinase C (PKC), menghasilkan ROS yang lebih
tinggi, menghasilkan tingkat MAPK yang lebih tinggi, transduser sinyal JAK dan
aktivator transkripsi, dan NFкB,24 yang merupakan penghambat peradangan dan
fibrosis. MAPK dikaitkan dengan produksi matriks ekstraseluler dan cedera podosit.25
NFкB menandakan produksi molekul adhesi dan sitokin seperti protein kemoatraktan
makrofag MCP-1, IL-6, dan faktor nekrosis jaringan α.26 ROS juga secara langsung
menyebabkan kerusakan pada struktur seluler dengan mengoksidasi berbagai lipid, asam
nukleat, dan protein. Oksidasi lipid ini diperburuk dengan adanya obesitas dan diabetes
tipe 2, karena tingginya kandungan lipid
DKD memiliki banyak jalur yang saling bersilangan dalam menyebarkan proses
penyakitnya. Peradangan memainkan peran penting dalam patogenesis DKD. Diabetes
menggerakkan berbagai kaskade inflamasi melalui stres oksidatif, AGE, obesitas,
iskemia, dan sel-sel yang rusak,30 menghasilkan molekul inflamasi seperti NFкB,
domain pyrin keluarga NLR yang mengandung 3 (NLRP3)-linked caspases,31 IL-1B,
IL-6, dan IL-18. Peningkatan AGE ini terbukti berhubungan langsung dengan
peningkatan ekspresi protein terkait NLRP3, yang dianggap sebagai mediator penyakit
16
ginjal kronis,31 dengan peran dalam aktivasi sel mesangial. Protein terkait NLRP3
ditemukan di makrofag dan inflammasom dan telah dikaitkan dengan berbagai
gangguan inflamasi. Dalam berbagai model tikus, pelemahan NLPR3 membantu
mengurangi perkembangan penyakit ginjal kronis (CKD) dengan cara yang bergantung
pada dosis. Infiltrasi neutrofil dan makrofag, oksidasi lipoprotein, dan pengendapan
kompleks imun juga dapat terjadi.6 Dengan peradangan yang berkelanjutan ini terjadi
peningkatan produksi dan pengendapan protein amiloid A, yang juga dapat digunakan
sebagai penanda perkembangan penyakit.32 Sinyal CCR2 mendistorsi sitoskeleton aktin
dan stabilitas nefrin, sehingga merusak podosit.33 Promosi molekul adhesi simulasi sel
elektif yang dimediasi oleh hiperglikemia menyebabkan kelainan sambungan ketat, yang
mengakibatkan proteinuria.33
Selain itu, aktivasi sistem komplemen mempunyai dampak yang besar terhadap
perkembangan DKD. Perkembangan DKD telah dikaitkan dengan aktivasi komplemen
melalui lektin pengikat manosa dan aktivasi jalur lektin terkait ficolin dalam kaskade
komplemen. Hiperglikemia menyebabkan tingginya kadar zat terikat glikan dan
galaktosamin yang dikenali oleh reseptor ini.
Modifikasi genetis
Hiperglikemia dan dampaknya menyebabkan kerusakan DNA, dan menunjukkan efek
penuaan pada pasien diabetes dengan menyebabkan pemendekan telomer kromosom,35
mengakibatkan proteinuria dan perkembangan DKD.36 Kerusakan DNA mengaktifkan
berbagai kinase, termasuk mutasi ataksia-telangiektasis dan terkait Rad3, diikuti oleh
aktivasi p51 dan p21. Hal ini menghambat kinase 2 yang bergantung pada siklin,
menghambat fosforilasi protein retinoblastoma, yang penting untuk transkripsi DNA
yang dimediasi faktor transkripsi E2F. Penghambatan faktor transkripsi E2F ini
menyebabkan terhentinya siklus sel secara permanen.30
Hipermetilasi gen klotho pada pasien dan tikus dengan diabetes menghasilkan kadar
protein klotho yang lebih rendah.43 Hal ini menurunkan efek menguntungkan protein
klotho terhadap penuaan, kalsifikasi stres oksidatif, dan efek antifibrotik.
Perubahan Ginjal
17
Ginjal pada lingkungan penderita diabetes mengalami banyak perubahan, mulai dari
pembesaran ginjal awal hingga vasokonstriksi, cedera sel endotel dan tubulus, hingga
akhirnya fibrosis ginjal. Para penulis menjelaskan perubahan struktural tertentu dan
tempatnya dalam patogenesis ginjal diabetik di bawah ini
Perubahan Glomerulus
Perubahan paling awal pada DKD disebabkan oleh hiperfiltrasi di glomerulus,
menyebabkan penebalan dan kekakuan membran basal glomerulus akibat tekanan45 dan
pengendapan matriks ekstraseluler.46 Kedua, ekspansi mesangial terjadi karena
kebocoran protein, peradangan, dan kerusakan jaringan yang terus menerus. . Hal ini
semakin mengganggu ketepatan filtrasi glomerulus. Mesangiolisis menyebabkan
akumulasi matriks dan sisa-sisa sel, yang membentuk struktur nodular yang disebut
nodul Kimmelstiel dan Wilson.47 Kerusakan mesangial tambahan berakhir pada
glomerulosklerosis yang meluas. Perubahan vaskular dengan penebalan dinding
pembuluh darah dan hyalinosis juga merupakan gejala klasik DKD.
Cedera Podosit
Podosit adalah bahan pembangun sistem ginjal. Mereka adalah pengelola utama sistem
filtrasi. Cedera podosit telah terbukti menyerupai perubahan diabetes bahkan tanpa
adanya hiperglikemia,48 yang menunjukkan bahwa cedera podosit adalah kunci dalam
perkembangan DKD. Hiperglikemia, stres oksidatif, dan peradangan menyebabkan
penipisan podosit, penataan ulang aktin, peningkatan sambungan ketat, kelainan celah
diafragma, dan apoptosis. Pada model tikus, aktivasi target mamalia dari kompleks
rapamycin 1,49 protein terkait dinamin dalam mitokondria, nikotinamid adenin
dinukleotida fosfat oksidase, dan protein kinase teraktivasi AMP bertanggung jawab atas
perubahan ini.
Cedera Seluler dan Mitokondria
Tubulus ginjal, karena kebutuhan metabolismenya yang tinggi, kaya akan mitokondria.
Pasien dengan diabetes tercatat memiliki kelainan mitokondria, termasuk fragmentasi
mitokondria, penurunan adenosin trifosfat, peningkatan permeabilitas mitokondria, dan
pelepasan mitokondria paling cepat 4 minggu setelah hiperglikemia. Peroxisome
proliferator-activated receptor-gamma coactivator-1α adalah salah satu regulator utama
sintesis mitokondria, dan ekspresinya diubah di DKD.51 Subunit rantai transpor
elektron di mitokondria juga secara langsung dirusak oleh stres oksidatif yang terjadi
dengan hiperglikemia, yang menyebabkan hiperglikemia. memperburuk fungsi
metabolisme mitokondria51 melalui kerusakan DNA dan penurunan aktivitas
gliseraldehida 3-fosfat dehidrogenase. Hal ini menyebabkan pergeseran jalur glikolitik
ke jalur pilol dan heksosamin. Stres oksidatif yang diakibatkan menyebabkan penurunan
aktivitas protein kinase teraktivasi AMP, yang menyebabkan peradangan yang dimediasi
NFkB.
Fibrosis
Sayangnya, semua mekanisme di atas bergabung dan akhirnya mengakibatkan fibrosis
dan atrofi jaringan ginjal. Derajat fibrosis tubulointerstisial bahkan dapat menggantikan
lesi glomerulus dalam menentukan fungsi ginjal.52 Myofibroblast lokal, fibrosit yang
berasal dari sumsum tulang, dan transisi epitel ke mesenkim sebagai respons terhadap
kemokin diketahui menyebabkan efek ini. Gambar 2 menunjukkan beberapa efek ini.
18
2.5 Gambaran Klinik
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat
dibedakan dalam 5 tahap:
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan
dijumpai fibrosis ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk
sampai pada stadium IV dan5-7tahun kemudian akan sampai stadiumV.
Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi Diabetic Kidney
Diseasea antara diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM).
Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada NIDDM saat diagnosis
ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel dengan perbaikan status
metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan
prognosis yang buruk.
19
2.6 Diagnosis
21
persyaratan seperti di bawah ini:
1. DM
2. Retinopati Diabetika
3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu
tanpa penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan
plus kadar kreatinin serum >2,5mg/dl.(8)
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:
1. Anamnesis
2.7 Penatalaksanaan
A. Diabetic Kidney Disease Pemula (Incipatien diabetic nephropathy)
1. Pengendalian hiperglikemia
23
Urolitiasis (misal batu kalsium)
Hiperurikemia dan artritis Gout
Hipertensi esensial
b. Pengendalian hiperglikemia
1). Insulin
Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting .
a). Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah
penimbunan toksin seluler (polyol) dan metabolitnya
(myoinocitol)
b). Isnulin dapat mencegah kerusakan glomerulus
c). Mencegah dan mengurangi glikolisis protein
glomerulus yang dapat menyebabkan penebalan
membran basal dan hilangnya kemampuan untuk seleksi
protein dan kerusakan glomerulus (permselectivity).
d). Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah
reabsorpsi glukosa sebagai pencetus nefomegali.
Kenaikan konsentrasi urinary N-acetyl-D-
glucosaminidase (NAG) sebagai petanda hipertensi
esensial dan nefropati.
25
Gambar efek patologi angiotensin-II
b. Golongan antagonis kalsium
Mekanisme potensial untuk meningkatkan risiko (efek
samping):
1) Efek inotrofik negatif
2) Efek pro-aritmia
3) Efek pro-hemoragik
Peneliti lain masih mengajurkan nifedipine GITSs atau non
dihydropiridine.
c. Obat-obat antihipertensi lainnya dapat diberikan tetapi harus
memperhatikan kondisi setiap pasien :
26
ginjal pada Diabetic Kidney Disease (ND) stadium dini
Hipotesis DRP untuk mencegah progresivitas kerusakan ginjal:
1) Efek hemodinamik
Perubahan hemodinamik intrarenal terutama penurunan
LFG, plasma flow rate (Q) dan perbedaan tekanan-tekanan
hidrolik transkapiler, berakhir dengan penurunan tekanan
kapiler glomerulus (PGC = capillarry glomerular preessure)
2) Efek non-hemodinamik
Memperbaiki selektivitas glomerulus
Kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
menyebabkan transudasi circulating macromolecules
termasuk lipid ke dalam ruang subendotelial dan
mesangium. Lipid terutama oxidize LDL merangsang
sintesis sitokin dan chemoattractant dan penimbunan
sel-sel inflamasi terutama monosit dan makrofag.
Penurunan ROS
Bila pH dalam tubulus terutama lisosom bersifatt asam
dapat menyebabkan disoasi Fe dari transferrin akibat
endositosis. Kenaikan konsentrasi Fe selular
menyebabkan pembentukan ROS.
Penurunan hipermetabolisme tubular
Konsumsi (kebutuhan) O2 meningkat pada nefron yang
masih utuh (intac), diikuti peningkatan transport Na+
dalam tubulus dan merangsang pertukaran Na+/H+.
DRP diharapkan dapat mengurangi energi untuk
transport ion dan akhirnya mengurangi
hipermetabolisme tubulus.
Mengurangi growth factors & systemic hormones
Growth factors memegang peranan penting dalam
mekanisme progresivitas kerusakan nefron (sel-sel
glomerulus dan tubulus).
DRP diharapkan dapat mengurangi :
Pembentukan transforming growth factor beta
(TGF- dan platelet-derived growth factors
27
(PDGF).
Konsentrasi insulin-like growth factors (IGF-1),
epithelial-derived growth factors (EDGF), Ang-II
(lokal dan sirkulasi), dan parathyroid hormones
(PTH).
3) Efek antiproteinuria dari obat antihipertensi
Penghambat enzim angiotensin-converting (EAC) sebagai
terapi tunggal atau kombinasi dengan antagonis kalsium
non-dihydropiridine dapat mengurangi proteinuria disertai
stabilisasi faal ginjal.
B. Diabetic Kidney Disease nyata (overt diabetic nephropathy)
Manajemen Diabetic Kidney Disease nyata tergantung dari gambaran
klinis; tidak jarang melibatkan disiplin ilmu lain.
28
Fungsi dan mekanisme kerja obat :
29
11. Linagliptin: Linagliptin juga merupakan DPP-4 inhibitor yang membantu
mengontrol diabetes dengan cara yang serupa dengan alogliptin.
12. Saxagliptin: Saxagliptin adalah DPP-4 inhibitor yang digunakan untuk
meningkatkan kontrol gula darah pada diabetes tipe 2.
13. Glimepiride: Glimepiride adalah obat antidiabetik oral yang bekerja dengan
merangsang pankreas untuk menghasilkan lebih banyak insulin dan membantu
tubuh mengontrol gula darah.
14. Glipizide: Glipizide adalah obat antidiabetik oral yang memiliki mekanisme
kerja serupa dengan glimepiride.
15. Glyburide: Glyburide adalah obat antidiabetik oral yang juga merangsang
pankreas untuk menghasilkan insulin dan mengendalikan gula darah.
16. Pioglitazone: Pioglitazone adalah obat yang bekerja dengan meningkatkan
sensitivitas sel terhadap insulin dan mengurangi produksi glukosa oleh hati.
17. Acarbose: Acarbose adalah obat yang menghambat enzim pencernaan dalam
usus, sehingga mengurangi penyerapan glukosa dari makanan.
18. Miglitol: Miglitol adalah inhibitor alpha-glukosidase yang mengurangi
penyerapan karbohidrat dari makanan di usus halus, membantu
mengendalikan gula darah pada diabetes tipe 2.
30
Gambar Guidelines tatalaksana DKD
32
indeks ko- morbiditas. Pemilihan macam terapi pengganti ginjal yang
bersifat individual tergantung dari umur, penyakit penyertaa dan faktor
indeks ko-morbiditas.
33
BAB III
KESIMPULAN
34
DAFTAR
PUSTAKA
1. Bachrun, T., Muchtar, F., Salam, S. H., & Palinrungi, A. S. (2023). Tatalaksana Syok
Sepsis Akibat Community Acquired Pneumonia dengan Penyulit Acute Kidney
Injury. UMI Medical Journal, 8(1), 1-13.
2. Kusuma, G. A., Nurdin, H., Salam, S. H., & Palinrungi, A. S. (2023). Renal
Replacement Therapy sebagai Intervensi Dini pada Tatalaksana Ketoasidosis
Diabetik. UMI Medical Journal, 8(1), 14-25.
3. Alamsyah, M. N., Suyoso, Y. P., & Mertha, I. W. (2021). KEGAWATDARURATAN
HIPERGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETIC FOOT, DAN DIABETIC KIDNEY
DISEASEUM; TANTANGAN DIAGNOSIS DAN TERAPI. Proceeding Book
National Symposium and Workshop Continuing Medical Education XIV.
4. Kusuma, A. D. A., Mariam, D. A., & Nusadewiarti, A. (2023). Gagal Ginjal Kronik
dan Diabetes Mellitus tipe 2 pada Wanita usia 57 Tahun dengan Penatalaksanaan
Holistik Kedokteran Keluarga: Laporan Kasus. Medical Profession Journal of
Lampung, 13(3), 332-340.
5. Nur’aeny, N., & Wahyu Hidayat, I. (2020). Manifestasi dan Tata Laksana Lesi Mulut
Terkait Diabetes Mellitus (Tinjauan Pustaka).
6. Wulaniati, D. A., & Prasetyawati, D. (2023). Laporan Kasus: Seorang Permpuan
dengan Asites Nefrogenik dan Diabetes Mellitus Tipe 2. Proceeding Book Call for
Papers Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, 415-421.
7. Teo, G. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Hiperkalemia. Cermin
Dunia Kedokteran, 48(8), 305-310.
8. Giani, M. T., & Septian, M. R. (2022). Diagnosis dan Tata Laksana Nefritis Lupus.
Cermin Dunia Kedokteran, 49(12), 671-676.
9. Angie, E., Amir, W. P., Janice, J., & Nasution, S. A. (2022). Gambaran klinis dan
penatalaksanaan gagal ginjal kronik pada pasien rawat inap.
10. Suwandi, J. F., Angraini, D. I., & Putri, S. D. (2019). Maturity Onset Diabetes of the
Young (MODY): Diagnosa dan Tatalaksana. Jurnal Kedokteran Universitas
Lampung, 3(1), 226-231.