Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA NY.M


DENGAN DIAGNOSA MEDIS UREMIC ENCEPHALOPATHY + CKD +
DM TYPE II TIDAK TERKONTROL
DI IGD RUMAH SAKIT NGUDI WALUYO WLINGI

OLEH
KELOMPOK 10

1. Putri Asni Nilam P17212195062


2. Hidiatul Istiqamah P17212195020
3. Dimas Bagus Kurniawan P172121950
4. Zainal Fanani Arfan Nanda P17212195050

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020
LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA NY.M


DENGAN DIAGNOSA MEDIS UREMIC ENCEPHALOPATHY + CKD + DM
TYPE II TIDAK TERKONTROL
DI IGD RUMAH SAKIT NGUDI WALUYO WLINGI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Kelompok Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Kegawat Daruratan dan Kritis

OLEH
KELOMPOK 10

1. Putri Asni Nilam P17212195062


2. Hidiatul Istiqamah P17212195020
3. Dimas Bagus Kurniawan P172121950
4. Zainal Fanani Arfan Nanda P17212195050

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
seminar asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Kegawat
Daruratan Pada Ny.M Dengan Diagnosa Medis Uremik Ensefalopati + CKD +
DM Type II Tidak Terkontrol Di IGD Rumah Sakit Ngudi Waluyo Wlingi”
sebagai salah satu syarat tugas akhir Praktik Klinik Keperawatan Kegawat Daruratan
dan Kritis di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Program Studi Profesi Ners
Jurusan Keperawatan Malang.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat diatasi. Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Pembimbing Akademik Program Studi Profesi Ners Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang yang telah membimbing kami.
2. Perseptor Klinik Rumah Sakit Ngudi Waluyo Wlingi yang telah membimbing
kami.
3. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuannya dalam
menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, sehingga kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini.

Wlingi , 04 Februari 2020

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ......................................................................................................... 4
2.2 Klasifikasi ..................................................................................................... 5
2.3 Patofisiologi .................................................................................................. 6
2.4 Etiologi ......................................................................................................... 7
2.5 Manifestasi klinis .......................................................................................... 8
2.6 Komplikasi.................................................................................................... 8
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................................ 9
2.8 Pemeriksaan penunjang ................................................................................ 9
2.9. Konsep Asuhan Keperawatan
2.9.1 Pengkajian ........................................................................................ 11
2.9.2 Diagnosa dan Intervensi ................................................................... 16

BAB 3 TINJAUAN KASUS


3.1 Pengkajian................................................................................................... 19
3.2 Masalah Keperawatan ................................................................................. 21
3.3 Implementasi Keperawatan ........................................................................ 22
3.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................................ 24

BAB 4 ANALISA JURNAL


4.1 Review Jurnal .............................................................................................. 25
4.2 Pembahasan. ................................................................................................ 26

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 29
5.2 Saran ........................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau traktus
urinarius yang akan menghasilkan urin, menghemat bahan-bahan yang akan
dipertahankan di dalam tubuh dan mengeluarkan bahan yang tidak diinginkan melalui
urin.1 Fungsi ginjal adalah membantu mempertahankan stabilititas lingkungan cairan
internal dengan cara mempertahankan keseimbangan air di tubuh, mempertahankan
osmolaritas, pemeliharaan keseimbangan asam basa, eritropoiesis atau fungsi ginjal
dalam produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor, regulasi tekanan darah,
ekresi sisa metabolik, dan toksin.
Pasien dengan gagal ginjal sering mengalami gejala klinis yang berkaitan
dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, anemia, malnutrisi dan gangguan
gastrointestinal. Salah satu dari komplikasi tersebut adalah uremic encephalopathy.
Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik yang terjadi pada pasien
dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar Creatinine
Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. Prevalensi internasional tidak
diketahui, namun dengan bertambahnya jumlah pasien dengan ESRD, diasumsikan
jumlah kasus UE juga bertambah.
Uremia adalah suatu sindrom klinis dan laboratorik yang terjadi pada
semua organ akibat penurunan fungsi ginjal, dimana terjadi retensi sisa pembuangan
metabolisme protein, yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum diatas 50 mg/dl.1-
2 Uremia lebih sering terjadi pada Gagal Ginjal Kronis (GGK), tetapi dapat juga terjadi
pada Gagal Ginjal Akut (GGA) jika penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat.
Hingga sekarang belum ditemukan satu toksin uremik yang ditetapkan sebagai
penyebab segala manifestasi klinik pada uremia.
Angka kejadian UE di dunia tidak diketahui. UE dapat terjadi pada pasien
manapun dengan End-Stage Renal Disease (ESRD), dan angka kejadian UE secara
langsung tergantung pada jumlah pasien tersebut. Peningkatan kasus ESRD seiiring
dengan peningkatan kasus UE.5 Berdasarkan Center for Disease Control and Prevention
(CDC), pada tahun 2013 jumlah pasien ESRD yang dirawat di Amerika Serikat sebesar

1
1973,20 per 1 juta jumlah penduduk sedangkan di Asia sebesar 2990 per 1 juta
penduduk. Di Indonesia, berdasarkan Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia, jumlah pasien GGK diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta
penduduk, 60% nya adalah laki-laki, usia dewasa dan usia lanjut.
Patofisiologi dari UE masih belum diketahui pasti namun diduga akibat
peningkatan hormon paratiroid dan akumulasi komponen guanidino yang
mengakibatkan ketidakseimbangan neurotransmitter di dalam otak. Apatis, fatigue,
iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi konfusi, gangguan persepsi
sensoris, halusinasi, kejang dan stupor. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari,
bahkan dalam hitungan jam. Diagnosis banding UE antara lain ensefalopati hipertensif,
ensefalopati hepatikum, sindrom respons inflamasi sistemik pada pasien sepsis,
vaskulitis sistemik, neurotoksisitas akibat obat (opioid, benzodiazepin, neuroleptik,
antidepresan), cerebral vascular disease, hematom subdural.
Pemeriksaan pada UE yaitu laboratorium, EEG, Lumbal Pungsi dan pencitraan
otak digunakan terutama untuk menyingkirkan diagnosis. Penatalaksanaan berupa
dialisis dan non dialisis. Dengan pengenalan terhadap dialisis dan transplantasi ginjal,
insidens dan tingkat keparahan dari UE dapat dikurangi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimanakah asuhan
keperawatan kegawat daruratan dan pengaruh penerapan elevasi 30 derajat terhadap
saturasi oksigen pada Ny.M dengan dignosa medis uremic encephalopathy + CKD +
DM tipe 2?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan Asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Ny.M dengan
diagnosa medis Uremic Encephalopathy + CKD +DM tipe 2.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada Ny M dengan diagnose medis uremic
encephalopathy + CKD + DM tipe 2

2
2. Menyusun diagnosa keperawatan pada Ny M dengan diagnose medis uremic
encephalopathy + CKD + DM tipe 2
3. Menyusun rencana intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnose medis
uremic encephalopathy + CKD + DM tipe 2
4. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien uremic encephalopathy + CKD
+DM tipe 2
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnose medis uremic
encephalopathy + CKD + DM tipe 2

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber data untuk pelaksanaan
yang lebih baik diwaktu yang akan datang
2. Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi keperawatan di tatanan
pelayanan keperawatan.
1.4.2 Praktis
1. Bagi Pasien
Meningkatkan pengetahuan, pengalaman ,dan kemampuan klien dan keluarga
dalam merawat pasien dengan diagnosa uremic encephalopathy.
2. Bagi Instalasi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan menjadi panduan dan acuan dalam bekerja dalam
menangani pasien –pasien uremic encephalopathy.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan
fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progesif/statis. Ensefalopati
yang terjadi sejak dini dapat menyebabkan gangguan perkembangan neurologis
(WHO, 2006). Pasien dengan ensefalopati dapat mengalami kemunduran dalam
fungsi kognitif umum, prestasi akademis, fungsi neuropsikologik. Skor intelegensi
pasien yang mengalami ensefalopati juga rendah di bandingkan anak seusianya.
Dari segi prestasi akademis pasien akan mengalami kesulitan untuk membaca,
mengeja, dan aritmatik. Sedangkan fungsi neuropsikologikal dapat menjadi
hiperaktif maupun autis.
Ensefalopati berasal dari kata : enchepalo (otak), pathy (gangguan). Yang
menggambarkan fungsi dan struktur otak yang abnormal (Departemen Kesehatan
RI, 2007 ).
Ensefalopati adalah istilah yang di gunakan untuk menjelaskan kelainan
fungsi otak menyeluruh yang dapat akut/kronik, progesif/statis.nsefalopati tidak
mengacu pada penyakit tunggal, melainkan untuk sindrom disfungsi otak global.
Ensefalopati adalah disfungsi kortikal yang memiliki karakteristik perjalanan
akut hingga sub akut (jam hingga bebrapa hari), secara nyata terdapat fluktuasi dari
tingkat kesadaran, atensi minimal, halusinasi dan delusi yang sering dan perubahan
tingkat aktivitas psikomotor (secara umum meningkat, akan tetapi dapat munurun)
Uremic encephalopathy merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati
metabolik. Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang
global yang menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan
kejang yang disebabkan oleh kelainan pada otak maupun diluar otak.
Ensefalopati Metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang
ditandai dengan:
1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat
2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi
3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak

4
4. Tanpa di sertai tanda – tanda infeksi bacterial yang jelas
Urea berasal dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan
mengalami perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul
sederhana yaitu asam amino. Selain asam amino, hasil perombakan protein juga
menghasilkan senyawa yang mengandung unsur nitrogen (N), yaitu amonia (NH3).
Asam amino tersebut merupakan produk dari perombakan protein yang dapat
dimanfaatkan oleh tubuh. Sedangkan amonia merupakan senyawa toksik yang
bersifat basa dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi senyawa yang
tidak toksik, yaitu urea melalui siklus urea. Selain itu, urea juga disintesis di hati
melalui siklus urea yang berasal dari oksidasi asam amino. Pada siklus urea,
kelompok asam amino (amonia dan L-aspartat) akan diubah menjadi urea. Produksi
urea di hati diatur oleh N-acetylglutamate. Urea kemudian mempunyai sifat yang
mudah berdifusi dalam darah dan diekskresi melalui ginjal sebagai komponen urin,
serta sejumlah kecil urea diekskresikan melalui keringat.
Sedangkan uremia adalah suatu sindrom klinis yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan hormon serta abnormalitas metabolik yang
berkembang secara paralel dengan menurunnya fungsi ginjal. Uremia sendiri berarti ureum
di dalam darah.
Uremia lebih sering terjadi pada chronic kidney disease (CKD), tetapi dapat juga
terjadi pada acute renal failure (ARF) jika penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat.
Hingga sekarang, belum ditemukan satu toksin uremik yang ditetapkan sebagai penyebab
segala manifestasi klinik pada uremia.

2.2 Klasifikasi
Beberapa contoh jenis ensefalopati :
1. Ensefalopati mitokondria
Gangguan metabolic yang di sebabkan oleh disfungsi dari DNA mitokondria.
Dapat mempengaruhi banyak system tubuh, terutama otak dan system saraf.
2. Glycine ensefalopati : sebuah gangguan metabolism genetic yang melibatkan
kelebihan produksi glisin
3. Hipoksia iskemik ensefalopati : ensefalopati permanen atau sementara yang
timbul dari pengiriman oksigen yang sangat berkurang ke otak

5
4. Uremik ensefalopati : gagal ginjal akut/kronis dapat menyebabkan ensefalopati
uremik. Ketika ginjal gagal untuk secara memadai membersihkan aliran darah,
berbagai racun secara bertahap dapat membangun dan menyebabkan fungsi otak
menurun.
5. Hipertensi ensefalopati : timbul dari peningkatan tekanan darah meningkat darah
di intrakarnial
6. Neonatal ensefalopati : sering terjadi karena kurangnya oksigen dalam aliran
darah ke otak-jaringan janin selama persalinan.
7. Salmonella ensefalopati : suatu bentuk ensefalopati yang di sebabkan oleh
keracunan makanan (terutama dari kacang dan daging busuk) sering
mengakibatkan kerusakan otak permanen dan gangguan system saraf.

2.3 Anatomi fisiologi


Susunan saraf pusat (SPP/CNS) :
1. Otak
Terletak dalam rongga kranium (tengkorak).
Pelindung Otak :
a. Kulit kepala dan rambut
b. Tulang tengkorak dan columna vetebral
c. Meningen ( selaput otak )
2. Hemifer cerebral ( otak besar ) di bagi menjadi 4 lobus, yaitu :
a. Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung jawab
untuk proses berfikir
b. Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan
sensasi perabaan, tekanan, dan sedkit menerima perubahan temperatur.
c. Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi dari
mata.
d. Lobus temporalis, mengandung area auditory yang menerima sensasi
dari telinga.
3. Cerebelum ( otak kecil )
Fungsi cerebelum mengembalikan tonus otot di luar kesadaran yang merupakan
suatu mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian.

6
4. Medulla Spinallis/sumsum tulang belakang.
Berfungsi untuk mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh
serta berperan dalam : gerak reflek, berisi pusat pengontrolan yang penting, heart
rate contol atau denyut jantung, pengaturan tekanan darah, pernafasan, menelan,
muntah.
Susunan Syaraf Perifer :
Menyampaikan informasi antara jaringan dan saraf pusat ( CNS ) dengan
cara membawa signals dari syaraf pusat ke CNS.
Susunan syaraf terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Susunan syaraf somatic
Susunan syaraf yang memiliki peranan yang spesifik untuk mengatur
aktivitas otot sadar atau serat lintang, jadi syraf ini melakuakan sistem
pergerakan otot yang di sengaja atau tanpa sengaja
2. Susunan syaraf otonom
Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi pekerjaan
otot sadar atau serat lntang, dengan membawa informasi ke otot halus atau
otot jantung yang dilakuakan otomatis.

2.4 Etiologi
1. Kelainan dalam struktur anatomi listrik dan fungsi kimia dapat menyebabkan
fungsi mental berubah dan ensefalopati
2. Keracunan jaringan otak dan sel-sel juga dapat mempengaruhi fungsi. Racun
ini dapat di produksi dalam tubuh, misalnya dari hati/gagal ginjal, atau
mungkin sengaja (keracunan alcohol/penyalahgunaan narkoba) atau tidak
sengaja tertelan (keracunan karbon monoksida, obat-obatan, zat beracun)
3. Ensefalopati mungkin karena cacat lahir (kelainan genetic yang meyebabkan
struktur otak yang abnormal/aktivitas kimia dengan gejala yang di temukan
pada saat lahir)
Beberapa contoh penyebab lain ensefalopati :
1. Menular (bakteri, virus, parasit)
2. Anoxic (kekurangan oksigen ke otak, termasuk penyebab trauma)
3. Alcohol (toksisitas alcohol)

7
4. Hepatik (missal : kanker hati)
5. Uremik (ginjal/gagal ginjal)
6. Perubahan dalam tekanan otak (perdarahan kepala, tumor, abses)
7. Bahan kimia beracun (timbale, merkuri)
8. Penyakit metabolic

2.5 Manifestasi klinis


Ciri ensefalopati adanya gangguan mental. Tergantung pada jenis dan tingkat
keparahan ensefalopati.
Gejala neurologis umum :
1. Hilangnya fungsi kognitif,
2. Perubahan kepribadian ringan,
3. Ketidakmampuan untuk berkosentrasi,
4. Lesu, kesadaran menurun
5. Demensia
6. Kejang, otot berkedut
7. Mialgia
8. Respirasi cheynes-stokes (pola pernapasan di ubah dilihat dengan kerusakan
otak dan koma)

2.6 Komplikasi
Komplikasi encephalopathy bervariasi dari tidak ada menjadi gangguan
mental yang mendalam yang menyebabkan kematian. Komplikasi dapat mirip dalam
beberapa kasus. Selain itu, banyak peneliti menganggap ensefalopati sendiri menjadi
komplikasi yang timbul dari masalah kesehatan utama atau diagnosis utama.
Komplikasi tergantung pada penyebab utama dari ensefalopati dan dapat
diilustrasikan dengan mengutip beberapa contoh dari berbagai penyebab :
1. Hepatik (hati) encephalopathy (pembengkakan otak dengan herniasi, koma,
kematian)
2. Ensefalopati metabolik (lekas marah, lesu, depresi, tremor, kadang-kadang,
koma, kematian)

8
3. Ensefalopati uremik (lesu, halusinasi, pingsan, otot berkedut, kejang,
kematian)

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan/pengobatan ensefalopati bervariasi dengan penyebab utama
dari gejala, akibatnya, tidak semua kasus ensefalopati diperlakukan sama. Perlakuan
terbaik yang dirancang oleh dokter yang merawat setelah diagnosis utama pasien
dibuat. Perawatan yang sangat bervariasi karena penyebab yang sangat berbeda.
Contoh dapat menunjukkan betapa berbedanya “pengobatan ensefalopati”
dapat berubah sesuai dengan penyebabnya:
1. Anoksia jangka pendek (biasanya kurang dari dua menit): terapi oksigen
2. Anoksia jangka panjang: rehabilitasi
3. Toksisitas alkohol jangka pendek: cairan IV atau ada terapi
4. Penyalahgunaan alkohol jangka panjang (sirosis atau gagal hati kronis):
laktulosa oral, diet rendah protein, antibiotic
5. Ensefalopati uremik (karena gagal ginjal): memperbaiki penyebab fisiologis
yang mendasari, dialisis, transplantasi ginjal
6. Diabetic encephalopathy: mengelola glukosa untuk mengobati hipoglikemia,
penghapusan glukosa darah untuk mengobati hiperglikemia
7. Hipo-atau hipertensi ensefalopati: obat untuk meningkatkan (untuk
hipotensi) atau mengurangi (untuk hipertensi) tekanan darah

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)
a. Cairan warna jernih
b. Glukosa normal
c. Leukosit meningkat
d. Tekanan Intra Kranial meningkat
2. CT Scan/ MRI
Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel, hematom, daerah
cerebral, hemoragic, atau tumor.
3. EEG (Electro Encephalo Graphy)

9
4. Terlihat aktivitas fisik (gelombang) yang menurun, dengan tingkat kesadaran
yang menurun
5. Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu (aktivitas lambat
bilateral)

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat.
Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap maupun
mendadak.
Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh
karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan
keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan.
Karakteristik unik dari ruangan gawat darurat yang dapat mempengaruhi sistem
asuhan keperawatan antara lain :
1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah
klien yang datang ke ruang gawat darurat.
2. Keterbatasan sumber daya dan waktu.
3. Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh usia,
seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.
4. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan kecepatan
dan ketepatan yang tinggi.
5. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang bekerja
di ruang gawat darurat.
Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum asuhan keperawatan yang diberikan
oleh perawat di ruang gawat darurat meliputi :
1. Penjaminan keselamatan diri perawat dan klien yang terjaga : perawat harus
menerapkan prinsip Universal Precaution dan mencegah penyebab infeksi.
2. Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menentukan diagnosa
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan.

10
3. Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk
mengatasi masalah biologi dan psikososial klien.
4. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat.
5. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.
6. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah dan cepat.
7. Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu
dijaga.
Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan Asuhan
Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses keperawatan klien
gawat darurat.
2.9.1 Pengkajian
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial
di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan
klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien
gawat darurat.
c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua :
1. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas

11
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.
2. Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang
ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi
pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan,
riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
a. Pengkajian Riwayat Penyakit :
Komponen yang perlu dikaji :

12
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
- Waktu makan terakhir
- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi
klien.
Metode pengkajian :
1) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S (signs and
symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan
dirasakan klien
A (Allergis) : alergi yang dipunyai klien
M (medications) : tanyakan obat yang telah diminum klien
untuk mengatasi nyeri
P (pertinent past
medical hystori) : riwayat penyakit yang diderita klien

L (last oral intake : makan/minum terakhir; jenis makanan,


solid ada penurunan atau peningkatan
or liquid) kualitas makan
E (event leading to
injury or illnes) : pencetus/kejadian penyebab keluhan
2) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
P (provoked) : pencetus nyeri, tanyakan hal yang
menimbulkan dan mengurangi
Q (quality) : nyeri
R (radian) : kualitas nyeri
S (severity) : arah penjalaran nyeri
T (time) : skala nyeri ( 1 – 10 )

13
lamanya nyeri sudah dialami klien
b. Tanda-tanda vital dengan mengukur :
- Tekanan darah
- Irama dan kekuatan nadi
- Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
- Suhu tubuh
c. Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
1) Pengkajian kepala, leher dan wajah
- Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan
lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
- Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan
atau keluaran lain seperti cairan otak.
- Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring
atau tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan
kesulitan menelan.
2) Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
- Kelainan bentuk dada
- Pergerakan dinding dada
- Amati penggunaan otot bantu nafas
- Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae,
perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi
3) Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
- Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi,
abrasi, distensi abdomen dan jejas
- Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
- Nadi femoralis

14
- Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
- Distensi abdomen
4) Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
- Tanda-tanda injuri eksternal
- Nyeri
- Pergerakan
- Sensasi keempat anggota gerak
- Warna kulit
- Denyut nadi perifer
5) Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk
mengkaji :
- Deformitas
- Tanda-tanda jejas perdarahan
- Jejas
- Laserasi
- Luka
6) Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
- Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
- Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus
seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh
ataupun anggota keluarga
- Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat
dan hiperventilasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan meliputi :
1. Radiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
3. USG dan EKG

15
2.9.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 Resiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan
cerebral tidak efektif tindakan keperawatan TIK
b.d selama 1x24 jam Observasi
diharapkan perfusi 1. Identifikasi penyebab
cerebral meningkat peningkatan TIK
dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda/gejala
1. Tingkat kesadaran peningkatan TIK
meningkat 3. Monitor MAP (Mean
2. Nilai rata-rata tekanan Arterial Pressure)
darah membaik 4. Monitor status
3. Keasadran membaik pernafasan
4. Refleks syaraf 5. Monitor intake dan
membaik output cairan
Terapeutik
6. Cegah terjadinya kejang
7. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan

Manajemen Kejang
Observasi
1. Monitor terjadinya
kejang berulang
2. Monitor karakteristik
kejang
3. Monitor status
neurologis
4. Monitor TTV
Terapeutik
5. Baringkan pasien agar
tidak terjatuh
6. Berikan alas empuk di
bawah kepala, jika perlu
7. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
8. Longgarkan pakaian,
terutama di bagian leher
9. Catat durasi kejang
10. Dokumentasikan periode
terjadinya kejang
11. Pasang akses IV
12. Berikan oksigen
Kolaborasi

16
13. Kolaborasi pemberian
antikonvulsan, jika perlu

17

Anda mungkin juga menyukai