KAWASAKI SYNDROME
Disusun Untuk:
Disusun Oleh:
Kelompok 4
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
makalah untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KAWASAKI SYNDROME” tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini. Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing. Ahmad Subandi,M.Kep., Sp.Kep.An, yang telah membimbing kami
hingga pembuatan makalah ini dapat diselesaikan. Kami mohon maaf jika ada penulisan yang
kurang berkenan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya
bagi mahasiswa/, bagi penulis sendiri maupun kepada mahasiswa/i kesehatan lainnya di
Indonesia.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.3 TUJUAN......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN............................................................................................................3
2.2 ETIOLOGI..................................................................................................................3
2.4 PATOFISIOLOGI.......................................................................................................5
2.5 PATHWAYS...............................................................................................................6
2.5 KOMPLIKASI............................................................................................................7
2.6 PENCEGAHAN..........................................................................................................9
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................20
4.1 KESIMPULAN.........................................................................................................20
4.2 SARAN......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari Kawasaki syndrome ?
2. Bagaimana etiologi Kawasaki desease?
3. Apa saja manifestasi klinik penyakit Kawasaki syndrome?
4. Bagaimana patofisiologi Kawasaki syndrome?
5. Bagaimana pathways Kawasaki syndrome?
6. Apa saja komplikasi Kawasaki syndrome?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang Kawasaki syndrome?
8. Bagaimana pencegahan Kawasaki syndrome?
9. Bagaimana proses asuhan keperawatan penyakit Kawasaki syndrome?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang penyakit Kawasaki syndrome
2. Untuk memahami asuhan keperawatan penyakit Kawasaki
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Penyakit Kawasaki (sindrom nodus limfa
mukokutan) adalah bentuk vaskulitis
diidentifikasi oleh penyakit demam akut dengan
beberapa sistem terpengaruh.
Penyakit Kawasaki adalah demam pada
anak yang berkaitan dengan vaskulitis terutama
pembuluh darah koronaria serta keluhan sistemik
lainnya.
Sindroma ini pertama kali diketahui pada
akhir tahun 1960 di Jepang oleh dokter anak
Tomisaku Kawasaki. Nama lain sindroma ini
Mucocutaneous lymphnode sindrome. Disebut
demikian karena penyakit ini menyebabkan
perubahan yang khas pada membran mukosa
bibir dan mulut disertai pembengkakan kelenjar limfe yang nyeri.(Indrarto et al.,
2015)
2.2 ETIOLOGI
Hingga saat ini berbagai penelitian belum dapat menemukan etiologi penyakit
ini. Gambaran klinis dan epidemiologis penyakit ini sangat mendukung kemungkinan
adanya suatu proses infeksi. Diduga penyakit ini dipicu oleh gangguan system imun
yang didahului oleh suatu proses infeksi.(Setiabudiawan et al., 2011)
3
2.3 MANIFESTASI KLINIK
1. Stadium I - Tahap Febrile akut (Pertama 10 hari)
Si anak tampak sangat sakit dan mudah tersinggung.
Mayor diagnostik kriteria yang ditetapkan oleh Pusat Pengendalian dan
pencegahan (CDC)
Pencegahan Penyakit (CDC) adalah sebagai berikut :
a) Tinggi, spiking demam selama 5 hari atau lebih. Bilateral conjunctival
injection. Injeksi konjungtiva bilateral.
b) Orofaringeal eritema, "Strawberry" lidah, atau bibir kering merah.
c) Eritema dan edema tangan dan kaki, desquamation periungal.
d) Erythematous umum ruam.
e) Serviks limfadenopati greather dari 0,6 inci (1,5 cm)
Perikarditis, miokarditis, cardiomegaly, gagal jantung, dan efusi pleura.
Temuan terkait lainnya termasuk meningitis, arthritis, piuria steril, muntah
dan diare
2. Tahap II - Fase subakut (Hari 11-25)
1. Gejala akut dari tahap I mereda sebagai temperatur kembali normal. Anak itu
tetap mudah tersinggung dan anorectic.
2. Kering, retak dengan celah bibir.
3. Desquamation jari dan jari.
4. Trombus koroner, aneurisma, infark miokard, dan gagal jantung.
5. Trombositosis puncak pada 2 minggu. ‘=
4
2.4 PATOFISIOLOGI
Bagian yang paling sering terkena dari jantung adalah pembuluh darah koroner.
Bagian ini dapat melemah dan melebar (menonjol) dan menjadi aneurisma.
Penggumpalan darah dapat terjadi pada area yang melemah ini, sehingga menyumbat
arteri tersebut, dimana terkadang menyebabkan serangan jantung (heart attack).
Aneurisma dapat juga pecah namun hal ini jarang terjadi. Perubahan lain yang dapat
terjadi adalah peradangan / inflamasi pada otot jantung (miocarditis), dan pada
kantong yang mengelilingi jantung (pericarditis).
Irama jantung yang abnormal (aritmia) dan radang pada katup-katup jantung
(valvulitis) dapat juga terjadi. Biasanya semua masalah yang terjadi pada jantung
tersebut akan menghilang dalam waktu 5-6 minggu, namun kadang kala kerusakan
pada pembuluh darah koroner bisa menetap untuk waktu yang lama.
5
2.5 PATHWAYS
2.5 KOMPLIKASI
Kematian mendadak dan gangguan fungsi jantung serta pembuluh darah yang
berat merupakan masalah serius pada anak. Kelainan jantung yang paling serius ialah
aneurisma, obstruksi koronaria, infark miokard dan kelainan katup yang berat.
1. Aneurisma Koronaria (AK)
a) Insidensi AK pada PK 740 %. Frekuensi sama pada anak lelaki dan
perempuan, dapat ditemukan pada semua umur. Timbulnya AK biasanya
pada hari ke 815 perjalanan penyakit. Demam pada penderita PK yang
mendapat AK berlangsung lebih lama. Kelainan ini dapat dideteksi dengan
ekokardiografi 2 dimensi atau angiografi.
6
b) Pada stadium akut, lebih dari setengah penderita PK menunjukkan dilatasi
koronaria, namun hanya 1020 % yang mendapat AK pada akhir stadium
akut. Timbulnya AK tidak berarti menyebabkan gangguan iskhemik atau
disfungsi jantung. Di antara penderita AK tersebut, setengahnya
menunjukkan perbaikan pada pemeriksaan angiografi berulang-ulang
setelah 12 tahun. Hanya 3% yang mendapat sekuele dengan kemungkinan
penyakit jantung iskhemik . Bentuk AK yang dapat menjadi faktor risiko
obstruksi koronaria ialah :
ukuran aneurisma (diameter lebih 8 mm)
bentuk bola, sausage atau aneurisma multipel
kasus yang tidak diobati antitrombosis sejak stadium akut.
2. Obstruksi Arteri Koronaria (OK)
Kliniknya sangat bervariasi, dari asimtomatik sampai gejala angina,
infark miokard atau mati mendadak. Kelainan ini dapat dideteksi dengan
ekokardiografi atau angiografi koronaria. Pada angiografi ternyata kebanyakan
penderita infark miokard yang meninggal menunjukkan obstruksi pada arteri
koronaria kiri atau kanan dan desendens anterior. Pada kasus yang hidup
obstruksi seringkali mengenai satu pembuluh darah, terutama arteri koronaria
kanan.
3. Infark Miokard (IM)
IM biasanya timbul dalam tahun pertama "onset" penyakit tetapi dapat
juga setiap saat. Seringkali serangan IM timbul waktu tidur malam atau istirahat,
disertai tanda-tanda renjatan, pucat, muntah-muntah, nyeri perut, sesak napas
dan nyeri dada. Sekitar 37 % kasus IM tidak bergejala. Pada foto toraks dapat
ditemukan pembesaran jantung. EKG dapat menunjukkan perubanan gelombang
Q dan lokasi IM. Pada ekokardiografi 2 dimensi dapat ditemukan gerakan
abnormal dinding ventrikel kiri. Kateterisasi jantung dan angiokardiografi
merupakan pemeriksaan yang paling tepat untuk mendeteksi lesi koronaria dan
evaluasi fungsi ventrikel kiri. Pada angiografi koronaria dapat dijumpai
obstruksi arteri koronaria. Kebanyakan penderita IM menunjukkan pembesaran
dan berkurangnya fungsi ventrikel kiri.
4. Kelainan Katup Jantung
7
Pada PK kadang-kadang ditemukan kelainan katup seperti regurgitasi
mitial (RM) dan aorta; yang terakhir ini sangat jarang. Insidensi RM 1%. RM
yang ringan terdapat pada stadium akut umumnya sembuh, sedangkan yang
berat dapat berakhir dengan payah jantung yang disertai gangguan miokard
dan koroner. Penyebab RM ialah valvulitis, peradangan atau iskhemik otot-
otot papilla dan dilatasi ventrikel kiri.
5. Miokarditis
Kebanyakan penderita PK menunjukkan tanda-tanda miokarditis pada
stadium akut, terutama pada minggu pertama dan kedua serta tidak bergantung
kepada ada tidaknya kelainan arteri koronaria.
Pada kelainan ini dijumpai irama gallop, bunyi jantung melemah, aritmia
pada EKG, ekografk yang abnormal dan peninggian kreatin kinase dalam serum.
Umumnya kelainan ini akan sembuh sendiri sesudah stadium akut dan jarang
menetap atau bertambah berat.
6. Perikarditis
Tigapuluh persen semua penderita PK mendapat perikarditis pada
minggu pertama dan kedua. Pada kebanyakan penderita terdapat efusi perikard
yang ringan dengan ekokardiografi. Tamponade jantung jarang ditemukan.
7. Aneurisma Arteri Yang Lain
Aneurisms dapat pula terjadi pada arteri sistemik yang lain. Insidensi
kurang 3% dan predisposisi pada arteri axillaris, iliaka, renalis, mammaria
interna, femoralis dan subskapularis. Umumnya gejala-gejala sangat kurang.
Bila mengenai arteri renalis, hal ini dapat menimbulkan hipertensi renalis.
8
2.6 PENCEGAHAN
Tidak dikenal cara pencegahan untuk penyakit Kawasaki. Pencegahan dilakukan
untuk menghindari perburukan kerusakan koroner. Orangtua anak penderita penyakit
Kawasaki dengan kelainan koroner, ditekankan ten tang perlunya tindak lanjut, yaitu
minum obat secara teratur dan pemantauan kondisi jantung. Peng amatan penderita
paska penyakit Kawa saki, terutama dengan riwayat aneurisma koroner berat,
dilakukan jangka panjang bahkan mungkin seumur hidup. Aneurisme koroner yang
ringan pada umumnya akan mengalami resolusi dalam beberapa bulan.
9
2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Semua pasien dengan Penyakit Kawasaki fase akut harus menjalani tirah baring
dan rawat inap. Selama fase akut aspirin dapat di berikan 80-100 mg/kgbb/hari dalam
4 dosis terbagi dan imunoglobulin intravena 2 gr/kgbb dosis tunggal diberikan selama
10-12 jam. Lamanya pemberian aspirin bervariasi, pengurangan dosis dilakukan 48-
72 jm bebas demam, beberapa klinisi memberikan aspirin dosisi tinggi sampai 14 hari
sakit dan 48-72 jam setelah demam hilang. Dosis rendah aspirin 3-5mg/kgbb/hari dan
dipertahankan hingga pasien tidak menunjukan perubahan arteri koroner dalam 6-8
minggu onset penyakit. Steroid digunakan untuk Penyakit Kawasaki bila terdapat
kegagalan respon dengan terapi inisial. Regimen steroid yang umum diberikan
methylprednisolon intravena 30mg/kgbb selama 2-3 hari diberikan sekali sehari
selama 1-3 jam.
Meskipun penyebab pasti PK belum diketahui, beberapa obat tertentu terbukti
mampu untuk mengobati penyakit ini, Aspirin misalnya sering digunakan pada
penyakit PK untuk menurunkan panas, mengurangi iritasi/ruam kulit, nyeri sendi dan
dapat mencegah penggumpalan darah. Obat jenis lain seperti Intravenous
Immunoglobulin (IVIG) dipakai untuk mengurangi resiko terjadinya
kelainan/kerusakan pada pembuluh darah koroner, ini harus diberikan sedini
mungkin.
10
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
11
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat penyakit jantung kongenital, IM, palpitasi, jatuh pinsan
Tanda : takikardia, distritmia
3. Eliminasi
Gejala : Riwayat penyakit ginjal/gagal ginjal, penurunan jumlah urin
Tanda : urin pekat dan gelap
4. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada/punggung/sendi
Tanda : perilaku distraksi
5. Keamanan
Gejala : riwayat penyakit infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis: trauma
dada), penurunan sistem imun
Tanda : demam
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak lemah, rewel, tidak sesak, tidak
sianosis. Berat badan 10,3 kg, tinggi badan 87 cm, lingkar kepala 45 cm
(normosefal). BB/U: -1 s/d -2 SD, TB/U : -2 SD, BB/T -2 s/d -3 SD, jadi status
gizi pasien adalah gizi kurang. Tanda vital : nadi 130 x/menit, regular, kekuatan
cukup (takikardi), respirasi 26 x/menit, teratur, kedalaman cukup, suhu aksila
38,5oC, tekanan darah 100/70 mmHg. Pada kepala tidak didapatkan anemis, tidak
ikterik, didapatkan bibir merah, kering, krusta (+) (cracked lips), lidah kemerahan
(strawberry tongue).
Pada leher didapatkan pembesaran kelenjar getah bening sebelah kanan,
tidak nyeri tekan, multiple, diameter 1 cm, tidak ada tanda-tanda radang.
Pemeriksaan jantung dan paru didapatkan hasil dalam batas normal, demikian
juga dari pemeriksaan abdomen didapatkan hasil dalam batas normal.
Ekstremitas : tangan dan kaki udem, nyeri (+), kemerahan (+), didapatkan
keterbatasan gerak, kekuatan motorik anggota gerak atas dan bawah kiri dan
kanan : dbn, sensibilitas kesan normal.
12
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan (b.d) ketidakseimbangan antar suplai
dan kebutuhan oksigen
2) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan (b.d) perubahan
frekuensi jantung
3) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan (b.d) gejala penyakit
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi (I. 05178)
berhubungan dengan Tindakan keperawatan Observasi
(b.d) …x24 jam, diharapkan - Monitor kelelahan fisik dan
ketidakseimbangan toleransi aktivitas emosional
antar suplai dan meningkat - Monitor lokasi dan
kebutuhan oksigen Kriteria Hasil: ketidaknyamanan selama
Toleransi Aktivitas melakukan aktivitas
(L. 08064) Terapeutik
- Keluhan lelah - Sediakan lingkungan nyaman dan
menurun rendah stimulus (mis. cahaya,
- Perasaan lemah suara, kunjungan)
menurun Edukasi
- Sianosis menurun - Anjurkan menghubungi perawat
- Warna kulit jika tanda dan gejala kelelahan
membaik tidak berkurang
- Tekanan darah - Ajarkan strategi koping untuk
membaik mengurangi kelelahan
- Frekuensi napas Kolaborasi
membaik - Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan
13
DX Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Resiko penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung Akut
curah jantung Tindakan keperawatan (I.02076)
berhubungan dengan …x24 jam, diharapkan Observasi
(b.d) perubahan curah janting - Identifikasi karakteristik nyeri
frekuensi jantung meningkat dada (meliputi faktor pemicu dan
Kriteria Hasil: dan pereda, kualitas, lokasi,
Curah Jantung radiasi, skala, durasi dan
(L.02008) frekuensi)
- Takikardia - Monitor Aritmia (kelainan irama
menurun dan frekuensi)
- Lelah menurun Terapiutik
- Edema menurun - Berikan terapi relaksasi untuk
- Tekanan darah mengurangi ansietas dan stres
membaik - Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat dan
pemulihan
- Berikan dukungan spiritual dan
emosional
Edukasi
- Anjurkan segera melaporkan nyeri
dada
- Jelaskan tindakan yang dijalani
pasien
- Ajarkan teknik menurunkan
kecemasan dan ketakutan
Kolbaorasi
- Kolaborasi pemeriksaan x-ray
14
dada , jika perlu
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
16
DAFTAR PUSTAKA
Indrarto, F. X. W., Zlndqblqguduwr, R. I., & Frp, D. (2015). PENYAKIT KAWASAKI.
Setiabudiawan, B., Ghrahani, R., Sapartini, G., & Anggara, M. Y. (2011). Laporan Kasus
Penyakit Kawasaki Atipikal Case Reports Atypical Kawasaki Disease. 43(3), 146–152.
17