Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PROSES KEPERAWATAN DENGAN KASUS ACUT RESPIRATION


DISTRESS SYNDROME (ARDS) COVID-19 DAN EVIDANCE BASED
PRACTICE (EBP)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu: Yeni Yulianti, S.Kep., Ners., M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 3

ILHAM MUDIN ALAWI C1AB21009


INDRI SANDRIANTI C1AB21010
DIAN SANDI IRAWAN C1AB21036
KANA MULYANA S C1AB21035

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah dengan judul “Proses Keperawatan Dengan Kasus Acut
Respiration Distress Syndrome (ARDS) Covid-19 dan Evidance Based Practice
(EBP)” ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sukabumi. Dengan adanya tugas ini kami harap dapat menambah
pengetahuan dan wawasan yang sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berbagi ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, September 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................3
A. Patofisiologi pada ARDS dengan Covid-19........................................3
B. Proses Keperawatan pada ARDS dengan Covid-19............................5
C. Manajemen Pengobatan pada ARDS Covid-19.................................10
D. Evidance Based Practice pada ARDS Covid-19................................13
BAB III PENUTUP.....................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................17
B. Saran...................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................18
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Covid-19 ialah penyakit yang di sebabkan oleh virus Severe Ac
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-Cov-2) (Levani et al., 2021).
Dari nama Covid-19 tersebut di ambil dari CO (corona) dan VI (Virus)
sedangkan dengan D (disease) yaitu penyakit. Virus tersebut memiliki
sebutan luaran virus terbaru yang berkaitan dengan keluarga virus SARS
(Severe Acute Respiratory Syndrome) dan beberapa jenis virus flu biasa yang
dapat menular cepat dengan menginfeksi sistem pernafasan. Pada banyak
kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu.
Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti
infeksi paru-paru (pneumonia). Penumonia merupakan salah satu penyakit
paru-paru ketika seseorang mengalami infkesi yang terjadi pada kantung-
kantung udara pada paru-paru, infeksi yang di timbulkan pneumonia bisa
terjadi pada salah satu sisi paru-paru maupun keduanya. Pneumonia salah satu
radang parenkrim paru yang dapat di sebabkan oleh berbagai
mikroorganisme, termasuk bakteri, mikrobakteri, jamur dan virus covid-19
(Wijaya et al., 2020).
Pada kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) hingga berakibat kematian. Virus ini membuat orang yang terkena
mengalami gejala seperti pneumonia (Rahma, 2021). Sedangkan jika di
hubungkan dengan masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien
covid-19 yaitu pada bersihan jalan nafas tidak efektif yang di sebabkan
karena adanya benda asing yang berawal dari akumulasi secret yang berlebih.
Dampak yang terjadi pada bersihan jalan nafas tidak efektif jika tidak segera
di atasi akan menimbulkan kekurangan oksigen dalam sel tubuh. Sel tubuh
yang kekurangan oksigen akan sulit berkonsentrasi karena metabolisme
terganggu akibat kurangnya suplai oksigen dalam darah. Menurut penelitian
yang di lakukan oleh (Susilo et al., 2020) menjelaskan bahwa pathogenesis
Sars Cov 19 tersebut memiliki gejala tingkat utama secara umum yang dapat
di ketahui bahwa covid-19 selalu menginfeksi pada bagian sel-sel pada
saluran nafas yang melapisi alveoli dan menyebabkan seseorang tersebut
mengalami pneumonia.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Patofisiologi pada ARDS dengan Covid-19?
2. Bagaimana proses keperawatan pada ARDS dengan Covid-19?
3. Bagaimana manajemen pengobatan pada ARDS Covid-19?
4. Bagaiamana Evidance Based Practice pada ARDS Covid-19?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui patofisiologi pada ARDS dengan Covid-19
2. Untuk mengetahui proses keperawatan pada ARDS Covid-19
3. Untuk mengetahui manajemen pengobatan ARDS Covid-19
4. Untuk mengetahui Evidance Based Practice pada ARDS Covid-19
BAB II PEMBAHASAN
PEMBAHASAN

A. Patofisiologi pada ARDS dengan Covid-19


ARDS adalah suatu bentuk cedera jaringan paru sebagai respons
inflamasi terhadap berbagai faktor penyebabnya, dan ditandai dengan adanya
inflamasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan penurunan aerasi jaringan
paru. Pada ARDS terjadi peningkatan permeabilitas kapiler karena ada
kerusakan endotel vaskular atau epitel alveolar yang menyebabkan
penumpukan cairan kaya protein dalam alveolus, sehingga terjadi kerusakan
alveolar difus dan pelepasan sitokin-sitokin pro-inflamasi misalnya
Interleukin-1 (IL-1), IL-6 dan Tumor Necrosis Factor (TNF).
Virus SARS-CoV-2 utamanya menyebar melalui droplet infeksius yang
masuk ke tubuh melalui membran mukosa. Protein S dari virus corona
menempel dan membajak reseptor human angiotensin-converting enzyme 2
(ACE2) yang diekspresikan di paru, jantung, ginjal dan usus. Protein S
kemudian mengalami perubahan struktural yang menyebabkan membran sel
virus fusi dengan membran sel penjamu.
Protein S pada SARS-CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke
dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk
berikatan dengan ACE2, yaitu reseptor membrane ekstraseluler yang
diekspresikan pada sel epitel, dan bergantung pada priming protein s ke
protease selular (Susilo et al., 2020).
Periode inkubasi untuk Covid-19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar
leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien
belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran
darah, terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ACE2 dan pasien
mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal,
kondisi pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak,
menurunnya limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi,
dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARSD), sepsis, dan
komplikasi lain. Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas
70 tahun), komorbiditas seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis
(ppok), hipertensi, dan obesitas (Germas et al., 2020).
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan
pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan
disebut “badai sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi
berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang
banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan covid-19,
ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun
innate dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya, hal
ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (il-6,
tnfα, il-8, mcp-1, il-1 β, ccl2, ccl5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag
dan limfosit. Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti
sel t, neutrofil, dan sel nk, Bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin
proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya
infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan paru
pada bagian epitel dan endotel. Kerusakan ini dapat berakibat pada terjadinya
ARDS dan kegagalan multi organ yang dapat menyebabkan kematian dalam
waktu singkat (Germas et al., 2020).
Salah satu ciri menonjol dari patofisiologi ARDS adalah adanya
membran hyalin, yaitu eksudat kaya fibrin, yang terbentuk karena aktivasi
koagulasi dan hambatan fibrinolisis. Pada pasien COVID-19 sering kali
didapatkan peningkatan kadar D-dimer, yaitu fragmen protein hasil degradasi
fibrin yang menandakan adanya gangguan trombosis. Pada pasien COVID-19
juga sering mengalami vascular endothelialitis, thrombosis, dan angiogenesis
pada parunya, yang berkaitan dengan ARDS.
Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari SARS-CoV-2 adalah
melalui droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi melalui
fekal-oral. Penelitian oleh (Edy, 2020) menunjukkan bahwa dari 73 pasien
yang dirawat karena Covid-19, terdapat 53,42% pasien yang diteliti positif
RNA SARS-CoV-2 pada fesesnya. Bahkan, 23,29% dari pasien tersebut tetap
terkonfirmasi positif RNA SARS-CoV-2 pada fesesnya meskipun pada
sampel pernafasan sudah menunjukkan hasil negatif. Penelitian lain juga
membuktikan bahwa terdapat ekspresi ACE2 yang berlimpah pada sel
glandular gaster, duodenum, epitel rektum, serta ditemukan protein
nukleokapsid virus pada epitel gaster, dan rektum. Hal ini menunjukkan
bahwa SARS-CoV-2 juga dapat menginfeksi saluran pencernaan dan
berkemungkinan untuk terjadi transmisi melalui fekal-oral (Taylor et al.,
2020).

B. Proses Keperawatan pada ARDS dengan Covid-19


4. Pengkajian

Pengkajian meliputi data saat ini dan di waktu yang lalu, perawat
mengkaji pasien atau keluarga untuk menggali informasi dan berfokus
kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang menyebabkan
kondisi saat ini, riwayat perawatan terdahulu, riwayat keluarga dan riwayat
psikososial. Riwayat kesehatan bisa di mulai dari biografi dengan adanya
aspek biografi dapat berhubungan dengan status oksigenasi yaitu usia,
jenis kelamin, pekerjaan (terutama yang berhubungan dengan kondisi
tempat kerja) dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup
kondisi tempat yang di tinggali dengan orang lain. Pengkajian
keperawatan menurut (Putra et al., 2020) Pada sistem pernafasan meliputi:
a) Batuk : Gejala utama pada pasien dengan system pernafasan.
Tanyakan berapa lama pasien mulai batuk, waktu batuk,
menentukan batuk produktif atau nonproduktif.
b) Produksi sputum : Sputum tersebut di definisikan adanya benda
yang keluar bersama dengan batuk, sputum di produksi oleh
trakeobronkial tree yang memproduksi 3 ons mucus sehari jika
system nafas normal. Pengkajian di mulai dengan menanyakan dan
catat karakterisitiknya (warna, konsistensi, bau, serta jumlah dari
sputum. Warna sputum tersebut berbagai makna di mulai dari
warna kuning dan hijau jika berarti karena infeksi, sputum juga ada
yang berwarna putih jernih dan kelabu itu juga bermakna adanya
infeksi, jika sputum berwarna merah muda mengandung darah.
c) Dispnea : Kesulitan bernafas atau nafas pendek, setelah itu perawat
mengkaji tentang kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas.
d) Hemoptisis : Darah yang keluar dari mulut dengan di batukkan,
jika saat batuk dan mengeluarkan segumpal darah, darah tersebut
berasal dari paru-paru, darah kekuningan yang di keluarkan dari
hidung telinga berasal dari pendarahan perut. Darah yang berwarna
merah terang karena adanya dalam paru di stimulasi segera oleh
reflex batuk, hemoptasis biasanya di sebabkan oleh penyakit:
bronchitis kronik, bronchiectasis, tb paru, cyctic fibrosis, upper
airway necrotizing granuloma, emboli paru, abses paru, kanker
paru dan pneumonia.
e) Chest pain : berhubungan dengan jantung dan paru-paru,
pengkajian di mulai dengan mengidentifikasi letak nyeri dan
kualiasnya, guna sebagai perawat
1) Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan pasien
menurut (Putra et al., 2020) dan (Germas et al., 2020). Secara umum
perawat menanyakan:
a) Riwayat merokok
b) Pengobatan saat ini dan masa lalu
c) Alergi
d) Tempat tinggal
2) Pemeriksaan fisik menurut (Germas et al., 2020):
a) Inspeksi : melakukan pengamatan atau observasi pada bagian
dada, bentuk dada simetris atau tidak, pergerakkan dinding dada,
pola nafas, frekuensi nafas, irama nafas, observasi frekuensi
ekspirasi.
b) Palpasi : meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di atas
dada pasien, sewaktu pemeriksaan palpasi pemeriksan menilai
adanya fremitus taktil pada dada dan punggung dengan meminta
pasien menyebutkan tujuh puluh tujuh secara berulang
c) Perkusi : menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk
mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru.
Perkusi sendiri di lakukan dengan menekankan jari tengah
(pemeriksaan mendatar diatas dada pasien). Kemudian jari di
ketuk-ketuk. Normalnya dada menghasilkan bunyi resoonan atau
gaung perkusi, jika terdengar bunyi hipersonan atau bunyi drum
adanya udara di paru-paru, jika terdengar pekak mengalami
atelectasis.
d) Auskultasi : proses mendengarkan suara yang di hasilkan dengan
menggunakan stetoskop. Bunyi nafas terdengar vesicular,
bronkial, bronkovesikuler, rales, ronchi.

5. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien adalah


sebagai berikut :
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
b. Gangguan Pola Tidur
c. Intoleransi Aktivitas
6. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1. Bersihan Jalan Tujuan : Setelah  Ajarkan cara batuk
Nafas Tidak dilakukan intervensi efektif
Efektif keperawatan  Ajarkan
selama .......... mengeluarkan dahak
bersihan jalan nafas teknik huffing
meningkat dengan  Ajarkan tata cara
kriteria hasil : posisi duduk
1. Batuk efektif  Posisikan
meningkat semifowler dan
2. Produksi sputum posisi teknik
menurun proning
3. Frekuensi nafas  Ajarkan cara untuk
membaik melakukan
4. Saturasi Oksigen fisioterapi dada
membaik  Pemberian edukasi
5. Pola nafas menggunakan terapi
membaik oksigen
Gangguan Pola Tujuan : Setelah  Memberikan
Tidur dilakukan intervensi dukungan saat tidur
keperawatan  Memodifikasi
selama ............. maka lingkungan
gangguan pola tidur senyaman mungkin
menurun dengan  Memberikan
kriteria hasil : pengobatan untuk
1. Keluhan sulit tidur mencegah pasien
menurun sulit untuk tidur,
2. Keluhan tidak puas  Mengedukasi
tidur cukup pentingnya untuk
menurun tidur
3. Keluhan istirahat  Pemberian edukasi
tidak cukup terapi autogenic
mrnurun pada pasien.
4. Kemampuan
beraktivitas
meningkat
Intoleransi Tujuan : Setelah 1. Identifikasi
Aktivitas dilakukan intervensi gangguan fungsi
keperawatan tubuh yang
selama ............. maka mengakibatkan
diharapkan intoleransi kelelahan
aktivitas meningkat 2. Monitor pola dan
dengan kriteria hasil : jam tidur
1. Saturasi oksigen 3. Monitor kelelahan
cukup meningkat fisik dan emosional
2. Kemudahan dalam Edukasi Anjurkan
melakukan tirah baring
aktivitas sehari- 4. Anjurkan
hari cukup melakukan aktivitas
meningkat secara bertahap
3. Kelemahan 5. Sediakan
menurun lingkungan nyaman
4. Dyspnea saat dan rendah
aktivitas menurun stimulus
5. Perasaan lemah 6. Lakukan latihan
menurun rentang gerak pasif
6. Frekuensi nafas dan/atau aktif
membaik 7. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
8. Fasilitasi duduk di
sisi tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
berjalan.
9. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan

7. Implementasi

Implementasi keperawatan yang merupakan komponen proses


keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan
yang diperlukan mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup
melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan
sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang
berpusat pada klien, mengevaluasi kerja anggota staff, dan mencatat serta
melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan
kesehatan berkelanjutan dari klien.
8. Evaluasi

Dokumentasi evaluasi adalah merupakan catatan tentang indikasi


kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk
menilai keefektifan parawatan dan untuk mengkomunikasikan status
pasien dari hasil tindakan keperawatan.
Terdapat dua tipe evaluasi keperawatan menurut yaitu; evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif terjadi secara periodik
selama pemberian perawatan, sedangkan evaluasi sumatif terjadi pada
akhir aktivitas, seperti diakhir penerimaan, pemulangan atau pemindahan
ke tempat lain, atau diakhir kerangka waktu tertentu, seperti diakhir sesi
penyuluhan

C. Manajemen Pengobatan pada ARDS Covid-19


Prinsip manajemen ARDS membutuhkan pendekatan yang intensif dan
sistematik untuk mendiagnosa dan menterapi penyebab injuri paru paru,
mencegah secondary injuries pada organ paru dan organ lain, menghindari
komplikasi dan memberikan perawatan supportif yang lain. Prinsip
penanganan ini juga bisa diterapkan pada CARDS, yaitu dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Diagnosa dan manajemen awal :
Untuk mencegah progresifitas dan keparahan CARDS, terapi penyebab
utama merupakan prioritas. Sesuai dengan patofisiologi CARDS yang
terjadi hiperinflamasi dan hiperkoagulasi maka pemberian antiinflamasi
dan antikoagulan menjadi sangat penting selain antivirus. Antivirus
remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip
(hari ke 2-5 atau hari ke 2-10) atau favipiravir (avigan sediaan 200 mg)
loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg
(hari ke 2-5). Antikoagulan dosis terapi dapat diberikan low molecular
weight heparin (LMWH) 2 x 1 mg/kg/bb subkutan atau unfractuionated
heparin (UFH) sesuai protocol emboli paru. Antiinflamasi dapat
diberikan steroid dosis rendah deksametason 6 mg/24 jam selama 10 hari
atau kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison dan
metilprednisolon
2. Manajemen hemodinamik:
Manajemen cairan konservatif direkomendasikan untuk pasien pasien
CARDS tetapi pemberian cairan yang restriksi ini harus diimbangi
dengan target euvolumia dengan tetap mengevaluasi fluid responsiveness
(menggunakan parameter dinamis, suhu kulit, capillary refilling time, dan
serum laktat). Perhatikan tanda-tanda ketidakcukupan perfusion organ
sebagai tanda hipovolemia (biasanya ditandai dengan gagal ginjal akut
prerenal). Surviving sepsis campaign (SSC) merekomendasikan jenis
cairan kristaloid untuk resusitasi awal pasien COVID-19
3. Pencegahan dan manajemen infeksi:
Pemberian antiorganisme (antibiotik dan antijamur) yang dini dan sesuai
dengan peta kuman rumah sakit sangat dianjurkan pada pasien sepsis
yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri/jamur, pemilihan
antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor
risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah, sputum dan
sumber infeksi yang lain harus segera dilakukan dengan penuh kehati
hatian.
4. Direkomendasikan pemberian nutrisi dini (24 – 48 jam).
Pemberian nutrisi rute oral dan enteral lebih direkomendasikan
dibandingkan akses nasogastric atau jejunal. Pemberian nutrisi dapat
dimulai dengan trophic enteral nutrition (10 Kkal/kgbb per 24 jam) dan
dinaikkan bertahap sampai 25- 30 Kkal/kgBB pada hari ke 5 -7. Protein
diberikan 1,3 g/kgBB/24 jam. Untuk menentukan kebutuhan energi
sebaiknya menggunakan indirek kalorimetri jika memungkinkan. Pada
pasien obesitas dapat menggunakan 11–14 kkal/kgBB actual/24 jam
(body mass index (BMI)= 30–50)) dan 22–25 kkal/kg BB ideal/24 jam
pada pasien dengan BMI >50. Pemberian protein 2.0 g/kg BB ideal/24
jam pada BMI 30–40 sampai 2.5 g/kg BB ideal/24 jam pada BMI ≥40.
Kombinasi nutrisi enteral dan supplemental parenteral dapat
dipertimbangkan jika rute enteral/oral sulit untuk mencapai target yang
diinginkan.
5. Terapi supportif lain seperti :
a) Vitamin :
Vitamin C dosis 200-400 mg tiap 8 jam, vitamin B1/thiamin 100 –
200 mg /24 jam/intravena, vitamin D 400 IU-1000 IU/hari
b) Pertimbangkan terapi tambahan yang lain jika terapi standar yang
sudah diberika memberikan respons yang kurang baik seperti
pemberian anti-IL 6 (tocilizumab), Anti IL-1 (Anakinra),
metilprednisolon dosis tinggi, plasma konvalesen, intravenous
Immunoglobulin (IVIG) atau Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel
Punca, terapi plasma exchange (TPE) dan lain-lain
c) Pengobatan penyakit penyerta, support dsifungsi organ lain dan
manajemen terhadap komplikasi yang ada. Apabila pasien
mengalami syok sepsis, lakukan resusitasi cairan dan vasoaktif
dengan target mean arterial pressure (MAP) 60 – 65 mmHg
6. Tatalaksana Oksigenasi
Terapi utama dari CARDS sampai saat ini yaitu untuk menanggulangi
hipoksemia akut. Selanjutnya dilakukan identifikasi serta terapi terhadap
penyebab ARDS. Sehingga, terapi oksigen dan dukungan napas
merupakan kunci dari tatalaksana CARDS. Manajemen ini berhubungan
erat dengan manajemen jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
Manajemen jalan napas bisa dilaksanakan baik invasif ataupun non-
invasif. Non-invasive dapat menggunakan terapi oksigen konvensional
(non rebreathing mask/ NRBM), high flow nasal cannula (HFNC) dan
non-invasive positivepressure ventilation (NIPPV). NIPPV biasanya
menngunakan ventilator dengan mode continuous positive airway
pressure (CPAP) dan bilevel positive airway pressure (BiPAP). Untuk
yang invasif, dilakukan intubasi endotrakeal dengan bantuan ventilasi
mekanik.
D. Evidance Based Practice pada ARDS Covid-19

No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi & sampel Hasil


1. Pengaruh Posisi Setiyawan, Wahyu 2022 Penelitian ini Sampel pada Hasil penelitian menunjukkan
Pronasi terhadap Rima Agustin, adalah penelitian penelitian ini bahwa posisi pronasi dapat
Derajat Keparahan Noviana Nur Zaidah kuantitatif dengan berjumlah 32 pasien menurunkan derajat keparahan
Acute Respiratory desain quasi Covid-19 yang ARDS pada pasien Covid-19.
Distress Syndrome eksperimen dan dirawat di Intensive Posisi pronasi dapat
(ARDS) pada one group pre-test Care Unit (ICU) direkomendasikan sebagai
Pasien Covid-19 post-test. dengan Non-Invasive intervensi keperawatan pada
Ventilation (NIV) pasein dewasa Covid-19 yang
sebagai responden mengalami gangguan penapasan
yang dipilih dengan
teknik consecutive
sampling. Analisis
data menggunakan
wilcoxon test.
2. Penggunaan Vien Hardiyanti 2022 Uji real-time Dalam laporan kasus Kasus koagulopati dilaporkan
Heparin Dosis reverse ini, akan dipaparkan lebih dari 50% pasien dengan
Tinggi pada Pasien transcriptase- tentang kasus corona COVID-19 yang berat.
COVID-19 dengan polymerase chain yang terjadi pada pria Hiperkoagulopati yang
ARDS di Unit reaction (RT-PCR) berusia 46 tahun dipengaruhi oleh COVID-19
Perawatan Intensif sampel nasofaring terkonfirmasi COVID memainkan pengaruh yang
(ICU) RS Darurat dan orofaring dengan Acute signifikan. Pada hasil akhir dari
Wisma Atlit menunjukkan hasil Respiratory Distress penyakit tersebut, studi pustaka
positif SARS- Syndrome (ARDS) terbaru menunjukkan bukti
CoV-2 berat yang sembuh yang menjanjikan tentang
dari penyakit tersebut penggunaan antikoagulan pada
individu yang berisiko tinggi
3. Pengaruh prone Dian Noviati 2021 Pencarian 5 122 pasien dilibatkan Sebagian besar pasien berusia
position terhadap Kurniasih database medis untuk analisis akhir diatas 50 tahun dengan
peningkatan (PubMed, dominasi jenis kelamin laki-laki
oksigenasi pada Proquest, Embase, (67%). Peningkatan saturasi
pasien covid-19: medline, Cinhal) oksigen 81/122 (66,4%).
Systematic review dan 1 manual Pemberian posisi prone untuk
(geogle) meningkatkan oksigenasi,
mencegah derajat keparahan
penyakit.
4 Efek Nasrun Pakaya, Iin 2022 Metode penelitian 8 artikel jurnal, Hasil penelitian menunjukan
Extracorporeal pratiwi Adjami, literature riview Science direct 3 ada hubungan Extracorporeal
Membrane Susanty Monoarfa ini menggunakan artikel jurnal, dan Membrane Oxygenation
Oxygenation data base research gate 3 artikel (ECMO) dengan status
Terhadap pernapasan dan hemodinamik
Hemodinamik PUBMED jurnal pasien. Penggunaan
Pasien Kritis Extracorporeal Membrane
Dengan Acute Oxygenation (ECMO) sebagian
Respiratory besar dapat meningkatkan status
Distress Syndrome pernapasan serta status
di Intensive Care hemodinamik pasien kritis
Unit : Literature dengan Acute Respiratory
Review Distress Syndrome (ARDS).
5 Manajemen dan Aldo Josua 2022 Penelitian yang artikel yang Infeksi dari COVID-19
Terapi Acute Valentino Sinaga, digunakan adalah digunakan didapat berhubungan dengan inflamasi
Respiratory Flora Rumiati dan literature review melalui PubMed dan badai sitokin yang bisa
Distress Syndrome William Google Scholar lalu menyebabkan cedera paru akut.
pada Pasien yang disaring sesuai Badai sitokin adalah respon dari
Terinfeksi Virus kebutuhan kriteria inflamasi sistemik yang
Covid-19: Review abnormal dimana terjadi akibat
produksi yang berlebihan dari
sitokin dan kemokin
proinflamasi. Kegagalan
pernapasan seperti hipoksemi
akut dapat terjadi karena
perwujudan dari Acute
Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) dan Acute Lung Injury
(ALI), bukan dikarenakan
meningkatnya tekanan kapiler
paru.
BAB III PENUTUP
PENUTUP

A. Kesimpulan
COVID-19 adalah penyakit baru yang telah menjadi pandemi. Penyakit ini harus
diwaspadai karena penularan yang relatif cepat, memiliki tingkat mortalitas yang tidak
dapat diabaikan, dan belum adanya terapi definitif. Masih banyak knowledge gap dalam
bidang ini sehingga diperlukan studi-studi lebih lanjut.
ARDS merupakan komplikasi yang paling sering muncul pada fase kritis COVID-19
dengan tingkat kematian yang masih cukup tinggi. CARDS memiliki karakteristik yang
berbeda dengan ARDS pada umumnya, sehingga perlu pengenalan dini tentang jenis
jenis CARDS. Manajemen CARDS disesuaikan dengan manifesatasi klinis/fenotip yang
muncul sehingga kita dapat memberikan terapi dini yang tepat dan tidak memberikan
cedera sekunder yang semakin memperparah kondisi cedera paru paru dan organ lain.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis memohon maaf jika terdapat kekurangan pada
penulisan makalah dan sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat serta kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat
melaksanakan asuhan keperawatan ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Dian, K., Noviati, R., Fitrian, Z., Ahmad, S., & Suryati, Y. (2021). Pengaruh prone position
terhadap peningkatan oksigenasi pada pasien covid-19: Systematic review. Holistik
Jurnal Kesehatan, 274-286.
Fatoni, A. Z. (2021). Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada Pneumonia
COVID-19. Journal of Anaesthesia and Pain,, 11-24.
Hardiyanti, V. (2022). Penggunaan Heparin Dosis Tinggi pada Pasien COVID-19 dengan
ARDS di Unit Perawatan Intensif (ICU) RS Darurat Wisma Atlit. SCRIPTA SCORE
Scientific Medical Journal, 3(2), 192-201.
Pakaya, N., Adjami, I. P., & Monoarfa, S. (2022). Efek Extracorporeal Membrane
Oxygenation Terhadap Hemodinamik Pasien Kritis Dengan Acute Respiratory
Distress Syndrome di Intensive Care Unit: Literature Review: Efek Extracorporeal
Membrane Oxygenation Terhadap Hemodinamik Pasien Kritis Dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome di Intensive Care Unit: Literature Review. Ahmar
Metastasis Health Journal, 1(4), 150-159.
Respiratory Distress Syndrome pada Pasien yang Terinfeksi Virus Covid-19: Sebuah Review.
Jurnal MedScientiae, 47-57.
Setiyawan, S., Agustin, W. R., & Zaidah, N. N. (2022). Pengaruh Posisi Pronasi terhadap
Derajat Keparahan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada Pasien Covid-
19. Faletehan Health Journal, 9(02), 185-189.
Sinaga, A. J. V., Rumiati, F., & William, W. (2022). Manajemen dan Terapi Acute
https://eprints.umm.ac.id/86843/3/BAB%20III.pdf (diakses pada tanggal 15 September
2022).

Anda mungkin juga menyukai