Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

“ASUHAN KEPERAWATAN COVID-19”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2 :
ALSYAD DIKI
JULY HERYANTI
NURASIAH
YAHYA SUKARNO PRATAMA

PROGRAM S1 KEPERAWATAN NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
TANJUNGPINANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang mana atas rahmat dan
karunianya, kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini Keperawatan Kritis ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis Covid-19”.
Pada kesempatan ini tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak terutama kepada Dosen pengajar Mata Kuliah Keperawatan Kritis yang telah
memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita, khususnya mengenai Asuhan
Keperawatan Kritis Covid-19. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari apa yang diharapkan.
Untuk itu, kami berharap kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya.

Tanjungpinang, September 2022


Penyusun

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................................................  4
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 6 
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Covid-19 .......................................................................................................... 7
B. Anatomi Fisiologi .................................................................................................... 14
C. Klasifikasi ................................................................................................................ 20
D. Etiologi .................................................................................................................... 29
E. Patofisologi .............................................................................................................. 32
F. Manifestasi Klinis .....................................................................................................
G. Pemeriksaan Diagnostik ...........................................................................................
H. Penatalaksanaan Medis ............................................................................................
I. Pencegahan ...............................................................................................................
J. Komplikasi ...............................................................................................................
BAB III ANALISA KASUS
3.1 Pengkajian ...................................................................................................................... 35
3.2 Analisa Data ...................................................................................................................
39
3.3 Diagnosa Keperawatan ...................................................................................................
40
3.4 Intervensi Keperawatan ...................................................................................................
41
3.5 Implementasi Keperawatan .............................................................................................
44
3.5 Evaluasi Keperawatan .....................................................................................................
47
BAB IV EVIDENCE BASED PRACTICE
4.1 Evidence Based Practice ....................................................................................................
49
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ........................................................................................................................
55
6.2 Saran ..................................................................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada awal 2020, dunia dikejutkan dengan mewabahnya Pneumonia baru yang
bermula dari Wuhan, Provinsi Hubei yang kemudian menyebar dengan cepat ke lebih dari
190 negara dan teritori. Wabah ini oleh Wolrd Health Organization (WHO) diberi nama
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Masih banyak pembahasan seputar penyakit ini,
termasuk dalam aspek penegakan diagnosis, tata laksana, hingga pencegahan. Oleh karena itu
telaah terhadap studistudi terkait COVID-19 telah banyak dipublikasikan sejak awal 2020
lalu sampai dengan akhir Maret 2020 (Susilo et al., 2020).

Penyebaran terjadi secara cepat dan membuat ancaman pandemi baru. Pada tanggal
10 Januari 2020, etiologi penyakit ini diketahui pasti yaitu termasuk dalam virus ribonucleid
acid (RNA) yaitu virus corona jenis baru, betacorona virus dan satu kelompok dengan virus
corona penyebab severe acute respiratory syndrome (SARS) dan middle east respiratory
syndrome (MERS CoV), (Handayani, 2020).

Dengan semakin meluasnya penyebaran COVID 19 ke berbagai negara karena


ditularkan dari manusia ke manusia melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, baik
melalui batuk, bersin, atau aerosol (Nugroho et al., 2020). Melihat risiko penyebaran ke
Indonesia terkait dengan mobilitas penduduk maka diperlukan upaya penanggulangan
terhadap penyakit ini. Peningkatan jumlah 2 kasus berlangsung cukup cepat, berdasarkan data
WHO pada tanggal 25 Maret 2021 jumlah pasien yang terkonfirmasi positif di 222 negara
sejumlah 124,5 juta orang, meninggal sebanyak 2.739.341 orang dengan Case Fatality Rate
(CFR) mencapai 2,2 %. Data tersebut terus mengalami kenaikan karena peningkatan kasus di
berbagai negara. Adapun tiga Negara dengan kasus terkonfirmasi positif COVID 19
terbanyak di dunia diantaranya Amerika Serikat sebanyak 30.701.557 orang, disusul Brazil
dan India. Data Kemenkes (2021) menyebutkan per tanggal 25 Maret 2021 jumlah kasus
yang terkonfirmasi positif di Indonesia sebanyak 1.482.559 orang, yang meninggal sebanyak
40.081 orang.

Meningkatnya kasus penyakit COVID-19 yang memberikan dampak merugikan bagi


individu, masyarakat dan pemerintah secara sosial dan ekonomi, mengingat COVID-19
merupakan penyakit baru dan hingga saat ini belum ada obat untuk pencegahannya

Penatalaksanaan COVID-19 secara garis besar meliputi isolasi dan pemantauan,


penanganan non farmakologi dan farmakologi tergantung dari derajat nya ringan,sedang atau
berat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Konsep Covid 19?


2. Bagaimana Konsep Askep Covid-19?
3. Bagaimana Trend an Issue Keperawatan kritis Covid-19 ?
4. Apa saja Aspek Legal Etik Keperawatan Kritis Covid-19 ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Konsep Covid 19
2. Untuk mengetahui Konsep Askep Covid-19
3. Untuk mengetahui Trend an Issue Keperawatan kritis Covid-19
4. Untuk Mengetahui Aspek Legal Etik Keperawatan kritis Covid-19
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi Covid-19
Corona Virus Disease 2019 adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV2).
SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi
sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
(Burhan et al., 2020).

2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi


a) Anatomi Paru-paru
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paruparu adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya
berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu, paru kanan
dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus. Setiap paruparu terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian,
terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.
Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang
disebut mediastinum .(Evelyn, 2009). Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput
tipis yang bernama pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura
pariental. Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada.
Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura (Guyton,
2007).
Menurut Juarfianti (2015) sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke
dalam sistem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah.
1. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan
faring.
2. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru
Menurut Alsagaff sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan udara dari atmosfer ke dalam
paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar
proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot
pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua
yaitu : 1) Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma dan 2) Otot-otot ekspirasi adalah
rektus abdominis dan interkostalis internus (Mukti, 2015).

b) Fisiologi Paru-paru
Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur
yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton 2007). Fungsi utama dari paru-
paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas
tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan
karbondioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai
dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus
tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbondioksida bisa
normal.
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru
utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung- gelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis
Menurut Guyton (Guyton 2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu: 1) Ventilasi paru
yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer, 2) Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah, 3)
Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel, 4) Pengaturan ventilasi pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang
dada menutup dan berada pada posisi semula (Evelyn 2009).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang,
tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer.
Pada permulaan, inspirasi menurun sampai nilai -6mmHg dan paru-paru ditarik
ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir
inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil
paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang
menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Mukti
2015).
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi
sama kembali pada akhir ekspirasi.
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli
ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi
dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa
faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor
darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu
perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan
aliran darah (Guyton 2007).
3. Klasifikasi
Banyak sekali gejala yang ditemukan pada pasien yang terkonfirmasi positif
Covid-19 atau bahkan tanpa gejala. Gejala Covid-19 yang ditemukan pada pasien
dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis. Berikut klasifikasi gejala Covid-19
berdasarkan tingkat keparahan pada pasien terkonfirmasi positif.
a) Pasien Tanpa Gejala atau Asimtomatik
Pasien terkonfirmasi positif oleh tes PCR, namun pasien tetap sehat dan tidak
terdapat gejala apapun
b) Gejala RIngan
Pasien dengan tes PCR positif yang disertai dengan gejala ringan seperti batuk,
sakit tenggorokan, demam, pilek, dan bersin. Pada beberapa kasus kadang tidak
disertai demam, tetapi disertai dengan mual, muntah, nyeri perut, diare,
kesemutan, hilang penciuman dan pengecapan maupun tanda gejala lainnya.
c) Gejala Sedang
Pasien dengan tes PCR positif yang diertai dengan batuk, demam, frekuensi
pernapasan cepat dan dangkal, serta mengeluarga suara mengi ketika bernapas.
d) Gejala Berat
Pasien dengan tes PCR positif yang disertai dengan gejala pnemonia berat seperti
kesulitan ketika manarik napas yang menyebabkan hidung kembang kempis (di
luar kondisi normal), otot-otot dada mengalami kesulitan bergerak ketika manarik
napas, penurunan kadar oksigen dalam darah dan terdapat perubahan warna
menjadi biru atau keabuan pada kuku, bibir, atau di sekitar mata. Selain itu,
terdapat gejala bahaya seperti kejang, penurunan kesadaran, tidak dapat minum,
dan atau gejala lainnya.
e) Gejala Kritis
Pasien tes PCR positif dengan kondisi yang mangalami perburukan seperti gagal
napas, gagal jantung, gagal ginjal akut, terdapat gangguan fungsi organ dan
keadaan perburukan lainnya.

4. Etiologi
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam
subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute
Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini,
International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2. .
(Susilo et al. 2020).

5. Patofisiologi
Patofisiologi Corona Virus Disease 2019 diawali dengan interaksi protein
spike virus dengan sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi
dan memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi severe acute respiratory
syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi, pertukaran gen, insersi gen, atau
delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang menyebabkan outbreak di
kemudian hari.
Severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2)
menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan 11
pada traktus respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor
masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan sel
manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding domain
(RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran antara sel virus
dan sel inang. Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam
sitoplasma sel inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab
dan membentuk kompleks replikasi-transkripsi (RTC). Selanjutnya, RTC akan
mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA yang mengkodekan pembentukan
protein struktural dan tambahan (Kumar and Al Khodor, 2020).
Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein
nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus.
Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel yang
terinfeksi melalui eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan
menginfeksi mukosa traktus respiratorius bawah, memicu serangkaian respons imun
dan menginduksi sitokin, menyebabkan perubahan komponen imun seperti leukosit
darah tepi dan limfosit. Biomarker paling berpotensi menyebabkan inflamasi dan
kerusakan pada paru adalah IL-6 yang kemudian menyebabkan gejala pada pasien
antara lain sputum yang berlebihan 33,4% pada Covid ringan, 37,8% pada Covid
berat, dan batuk 67,8% (Sukmana and Yuniarti, 2020).

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,
sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8%
mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.
Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan viral load
yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas
atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan 10 atau
tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit
kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus
pasien juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien COVID-19 dengan pneumonia
berat ditandai dengan demam, frekuensi pernapasan >30x/menit, distres pernapasan
berat, atau saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat
muncul gejala-gejala yang atipikal. Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-
CoV-2 menunjukkan gejala-gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk,
bersin, dan sesak napas.
Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering,
dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk disertai dahak, sesak
napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah,
kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih
dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C,
sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C (Susilo et al., 2020).

7. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan bagi pasien yang dicurigai
mengalami penyakit COVID-19 menurut buku Pedoman Tatalaksana COVID-19
(2020):
a. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks
Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasisubsegmental,
lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat
bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan
di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan multipleground-glass
dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapatditemukan konsolidasi paru
bahkan “white-lung” dan efusi pleura.
b. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
1) Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring danorofaring)
2) Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspiratendotrakeal)
3) Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia),
pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat.
4) Ketika mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral
(Dacronsteril atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan
sampel dari tonsil atau hidung.
5) Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau sakit
berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi diagnosis
dan tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan.
6) Klinisi dapat hanya mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung
tersedia seperti pasien dengan intubasi.
7) Jangan menginduksi sputum karena meningkatkan risiko transmisi aerosol.
Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis
patogen lain.
8) Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi.
9) Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari
saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus.
10) Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua
sampel serta secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam.
11) Jika sampel diperlukan untuk keperluan pencegahan infeksi dantransmisi,
specimen dapat diambil sesering mungkin yaitu harian.
c. Bronkoskopi
d. Pungsi pleura sesuai kondisi
e. Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, analisa gas darah,
fungsi hepar (pada beberapa pasien, enzim liver dan ototmeningkat), fungsi
ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, faal hemostasis (PT/APTT, d Dimer), pada
kasus berat, Ddimer meningkat, Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis), laktat
(untuk menunjang kecurigaan sepsis), biakan mikroorganisme dan uji kepekaan
dari bahan saluran napas(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah,
kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapiantibiotik. Namun,
jangan menunda terapi antibiotik denganmenunggu hasil kultur darah),
pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinanpenularan).

8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 (2020) berikut penatalaksanaan
pada pasien dengan COVID-19 :
a. Derajat ringan
1) Isolasi dan Pemantauan
Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak
muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.
Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang
ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah
maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.

2) Farmakologis
 Vitamin C diberikan dengan pilihan: tablet Vitamin C non acidic 500
mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) atau tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam
oral (selama 30 hari). Jenis multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2
tablet /24 jam (selama 30 hari), sangat dianjurkan jenis vitamin yang
komposisi mengandung vitamin C, B, E, zin
 Vitamin D diberikan jenis suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet, kapsul,tablet, effervescent, tablet kunyah, tablet hisap,
kapsul lunak, serbuk, sirup). Sedangkan yang jenis lain Vitamin D 1000-
5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah
5000 IU).
 Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari
 Antivirus : Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5- 7 hari
(terutama bila diduga ada infeksi influenza) atau Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
 Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
 Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern
Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan
untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien.
 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
b. Derajat sedang
1) Isolasi dan Pemantauan
 Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
 Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19 )
2) Non Farmakologis
 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
 Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati dan foto toraks secara berkala.

3) Farmakologis
 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
 Diberikan terapi farmakologis berikut: Azitromisin 500 mg/24 jam per iv
atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat
diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv
atau per oral (untuk 5-7 hari). Dapat ditambah salah satu antivirus
Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral
hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5). Remdesivir 200 mg IV
drip dapat diberikan (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5
atau hari ke 2-10)
 Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
 Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

c. Derajat berat atau kritis


1) Isolasi dan Pemantauan
 Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
Pengambilan swab untuk PCR dilakukan
2) Non Farmakologis
 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi
cairan), dan oksigen.
 Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap beriku dengan hitung jenis,
bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati,
Hemostasis, LDH, D-dimer.
 Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
 Monitor tanda-tanda vital antara lain : takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
saturasi oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari), PaO2/FiO2 ≤ 300
mmHg, peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,limfopenia progresif, peningkatan CRP
progresif, asidosis laktat progresif.
 Monitor keadaan kritis seperti : gagal napas yg membutuhkan ventilasi
mekanik, syok atau gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU,
bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan
ventilator mekanik. Tiga langkah yang penting dalam pencegahan
perburukan penyakit, yaitu sebagai berikut: pertama gunakan High Flow
Nasal Cannula (HFNC) atau Non-Invasive Mechanical Ventilation (NIV)
pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas (HFNC lebih disarankan
dibandingkan NIV), kedua pembatasan resusitasi cairan, terutama pada
pasien dengan edema paru, ketiga posisikan pasien sadar dalam posisi
tengkurap (awake prone position).
3) Farmakologis
 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
 Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
 Vitamin D jenis suplemen yang dosisnya 400 IU-1000 IU/hari (tersedia
dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) atau jenis obat dengan dosis 1000-5000
IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU).
 Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari) atau
sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi
bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
 Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi
bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus
infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah
harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian
khusus) patut dipertimbangkan.
 Antivirus : jenis antivirus yang dipakai Favipiravir (Avigan sediaan 200
mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600
mg (hari ke 2-5) . Atau bisa juga diberikan Remdesivir 200 mg IV drip
(hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
 Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman 66-
75)
 Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau
kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang
mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan ventilator.
 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

 Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman tatalaksana


syok yang sudah ada.
 Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi.

9. Pencegahan
WHO merekomendasikan untuk melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari:
o Cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun & air.
o Menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk/bersin.
Rekomendasi jarak minimal satu meter.
o Melakukan etika batuk atau bersin.
o Berobat jika ada keluhan yang sesuai kategori suspek.
o Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberi jarak
minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan
etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan.

10. Komplikasi
Komplikasi utama Covid-19 yaitu Pneumonia dan ARDS.
Komplikasi lainnya yaitu:
• Cedera jantung (23%)
• Disfungsi hati (29%)
• Gangguan ginjal akut (29%)
• Pneumotoraks (2%)
• Syok sepsis

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses perawatan yang menyangkut data
yang komprehensif dan valid akan menentukan penetapan diagnosis keperawatan
dengan tepat yang benar. Pengkajian terdiri dari dua yaitu pengkajian skrining dan
pengkajian mendalam. Pengkajian dilakukan ketika menentukan apakah keadaan
tersebut normal atau abnormal, jika ada beberapa data yang ditafsirkan abnormal
maka akan dilakukan pengkajian mendalam (NANDA, 2018). Pengkajian kondisi
klinis pasien sakit kritis dengan Covid-19 :
a. Pasien akan mengalami acute respiratory distress syndrome (ARDS), biasanya
pasien akan mengalami dispnea setelah 6,5 hari sejak timbul gejala awal dan akan
terjadi perburukan dengan cepat menjadi ARDS dalam waktu 2,5 hari setelah
adanya dispnea.
b. Pada pasien sakit kritis, akan ditemukan adanya acute hypoxemic pada gagal
napas. Jarang terjadi hypercapnia. Demam cenderung akan meningkat dan akan
menurun selama perawatan di ICU. Kebutuhan dukungan ventilasi mekanik
sangat tinggi, yaitu antara 42–100%. 3.
c. Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien Covid-19 dengan ARDS adalah
adanya gagal ginjal akut (29%) dan setengahnya akan membutuhkan renal
replacement therapy (RRT), peningkatan enzim hati (disfungsi hati 29%), dan
cardiac injury (23%) termasuk cardiomyopathy, pericarditis, pericardial effusion,
arrhythmia, dan sudden cardiac death. Cardiac injury biasanya akan muncul
sebagai komplikasi lanjut yang disebabkan oleh adanya perburukan kondisi
penyakit paru. Komplikasi akan semakin meningkat pada populasi tua.
Komplikasi lainnya yang mungkin muncul adalah Sepsis, shock, dan gagal multi-
organ namun hanya 13% yang membutuhkan vasoactive agent. Peningkatan
kebutuhan dukungan vasopressor oleh karena hipotensi biasanya diakibatkan
karena pemberian obat sedasi atau disfungsi jantung. Risiko pneumonia oleh
karena bakteri sangat sedikit ditemukan. Kemungkinan terjadi pneumonia selama
dirawat di rumah sakit hanya 12% dan hal ini kemungkinan disebabkan oleh
pemberian glucocosticoids. Data menyebutkan bahwa pasien Covid 19 setelah
diintubasi membutuhkan sedasi dalam dosis tinggi.
d. Hasil laboratorium pasien Covid-19 yang dirawat di ICU menunjukkan adanya
leukopenia, lymphopenia, leukocytosis, peningkatan D-dimer, lactate
dehydrogenase, dan ferritin, serta procalcitonin normal atau rendah. Beberapa
pasien akan menunjukkan adanya respons inflamasi exuberant seperti pada
sindrom pengeluaran sitokin (Cytokine Release Syndrome/CRS) di mana pasien
mengalami panas yang terus menerus, peningkatan marker inflamasi (D-dimer,
ferritin, interleukin-6), dan peningkatan proinflammatory cytokine. Hasil-hasil
laboratorium ini erat hubungannya dengan prognosis yang tidak bagus.
e. Hasil Imaging tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada Covid-19
ringan atau sedang di mana akan didapatkan gambaran ground-glass opacification
dengan atau tanpa konsolidasi abnormal, sangat sesuai dengan tipe pneumonia
yang disebabkan oleh virus, tanpa atau efusi pleura minimal. Penggunaan
diagnostic computed tomography (CT) umum dilakukan di Cina, namun perlu
dipertimbangkan adanya risiko bagi pasien lain dan petugas kesehatan selama
proses tindakan dan transpor pasien serta waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan tindakan ini. Tindakan USG dapat dilakukan yang biasanya akan
ditemukan adanya garis pleura yang sangat ketat dan adanya konsolodasi alveolar.
f. Lamanya pasien dirawat di ICU akan ditentukan oleh lamanya pasien terintubasi.
Literatur menyebutkan bahwa pasien seringkali mengalami kegagalan dalam early
weaning/penyapihan dini (dalam minggu pertama). Belum ada data yang
menyebutkan angka kebutuhan tracheostomy.
g. Faktor risiko perburukan. Usia menjadi faktor utama yang memungkinkan
terjadinya ARDS. Adanya penyakit penyerta (comorbidities), demam tinggi (lebih
dari 39o C), riwayat perokok dan hasil laboratorium lainnya. Hal paling penting,
pasien dengan usia berapapun dapat menjadi lebih parah dan mengalami hasil
yang buruk khususnya pasien dengan comorbidities.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang akan muncul pada pasien Covid-19 dengan
gejala ringan-sedang adalah :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas, proses infeksi
Luaran keperawatan : bersihan jalan napas Meningkat dengan kriteria: Batuk
efektif meningkat, sputum menurun, wheezing menurun.
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler
Luaran keperawatan : Pertukaran Gas Meningkat dengan kriteria: RR 12-20
kali/menit, SpO2 ≥90%, PaO2 >80 mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, pH 7.35-7.45,
ronkhi menurun
c. Ansietas b/d krisis situasional, ancaman terhadap kematian
Luaran keperawatan : Tingkat Ansietas Menurun dengan kriteria: Perasaan
bingung menurun, perasaan kuatir menurun, gelisah menurun, tegang menurun

Sedangkan diagnosis atau masalah keperawatan yang akan muncul pada pasien
Covid-19 dengan gejala berat dan kritis adalah :
a. Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan metabolisme, kelemahan/keletihan otot
pernapasan
Luaran keperawatan : Ventilasi Spontan Meningkat dengan kriteria: Volume tidal
meningkat, dispnea menurun, PaO2 >80 mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, gelisah
menurun
b. Risiko syok d/d hipoksia, sepsis, sindrom respons inflamasi sistemik
Luaran keperawatan : Tingkat Syok Menurun dengan kriteria: Output urine >0,5
mL/kg/jam, akral hangat, pucat menurun, TDS >90 mmHg, MAP ≥65 mmHg,
CVP 2-12 mmHg (+3 jika terpasang ventilasi tekanan positif)
c. Gangguan sirkulasi spontan b/d penurunan fungsi ventrikel
Luaran keperawatan : Sirkulasi Spontan Meningkat dengan kriteria: Tingkat
kesadaran meningkat, HR 60-100 x/menit, TDS >90 mmHg, ETCO2 35-45
mmHg, EKG normal.

3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas, proses infeksi
Intervensi :
1) Manajemen jalan napas
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) untuk mengidentifikasi
terjadinya hipoksia melalui tanda peningkatan frekuensi, kedalaman dan usaha
napas
• Monitor sekret (jumlah, warna, bau, konsistensi). Tanda infeksi berupa secret
tampak keruh dan berbau. Sekret kental dapat meningkatkan hipoksemia dan
dapat menandakan dehidrasi
• Monitor kemampuan batuk efektif untuk menilai kemampuan mengeluarkan
sekret dan mempertahankan jalan napas tetap paten
• Posisikan semi-Fowler/Fowler untuk meningkatkan ekskursi diafragma dan
ekspansi paru
• Berikan minum hangat untuk memberikan efek ekspektorasi pada jalan napas
• Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik untuk mengeluarkan sekret jika
batuk tidak efektif
• Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak kontraindikasi, untuk
meningkatkan aktivitas silia mengeluarkan sekret dan kondisi dehidrasi dapat
meningkatkan viskositas sekret
• Ajarkan teknik batuk efektif untuk memfasilitasi pengeluaran sekret
• Kolaborasi bronkodilator dan/atau mukolitik, jika perlu
2) Manajemen Isolasi
o Identifikasi pasien-pasien yang membutuhkan isolasi
o Tempatkan satu pasien untuk satu kamar untuk menurunkan risiko terjadinya
infeksi silang (cross infection)
o Sediakan seluruh kebutuhan harian dan pemeriksaan sederhana di kamar
pasien untuk meminimalkan mobilisasi pasien dan staf yang merawat pasien
o Dekontaminasi alat-alat kesehatan sesegera mungkin setelah digunakan untuk
menghilangkan virus yang mungkin menempel pada permukaan alat kesehatan
o Lakukan kebersihan tangan pada 5 moment untuk menurunkan transmisi virus
o Pasang alat proteksi diri sesuai SPO (mis. sarung tangan, masker N95, gown
coverall, apron) untuk memutuskan transmisi virus kepada staf
o Lepaskan alat proteksi diri segera setelah kontak dengan pasien untuk
meminimalkan peluang terjadinya transmisi virus kepada staf
o Minimalkan kontak dengan pasien, sesuai kebutuhan untuk menurunkan
transmisi virus kepada staf yang merawat pasien
o Anjurkan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari (pada pasien tanpa gejala
dan dengan gejala ringan) atau isolasi di RS Darurat Covid (pada pasien gejala
sedang), atau isolasi di RS Rujukan (pada pasien gejala berat/kritis).

b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler


Intervensi :
1) Terapi Oksigen
o Monitor bunyi napas untuk menilai adanya wheezing akibat inflamasi dan
penyempitan jalan napas, dan/atau ronkhi basah akibat adanya
penumpukan cairan di interstisial atau alveolus paru.
o Monitor kecepatan aliran oksigen untuk memastikan ketepatan dosis
pemberian oksigen
o Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen untuk
mengidentifikasi terjadinya iritasi mukosa akibat aliran oksigen
o Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, AGD) karena SpO2 ↓,
PO2 ↓ & PCO2 ↑ dapat terjadi akibat peningkatan sekresi paru dan
keletihan respirasi
o Monitor rontgen dada untuk melihat adanya peningkatan densitas pada
area paru yang menunjukkan terjadinya pneumonia
o Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu untuk
menghilangkan obstruksi pada jalan napas dan meningkatkan ventilasi
o Berikan oksigen untuk mempertahankan oksigenasi adekuat. Dimulai 5
L/menit dengan target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil & ≥92-95%
pada pasien hamil
o Gunakan perangkat oksigen yang sesuai seperti high flow nasal canulla
(HFNC) atau noninvasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien
ARDS atau efusi paru luas
o Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian oksigen untuk meningkatkan
keterlibatan dan kekooperatifan pasien terhadap terapi oksigen
o Kolaborasi penentuan dosis oksigen untuk memperjelas pemberian terapi
oksigen sesuai kondisi dan kebutuhan pasien

c. Ansietas b/d krisis situasional, ancaman terhadap kematian

Intervensi :
1) Reduksi ansietas
o Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal). Covid dapat
berkembang menjadi kondisi mengancam jiwa yang mengakibatkan
kecemasan dan berdampak pada frekuensi dan kedalaman napas sehingga
dapat mempengaruhi GDA
o Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan untuk
meningkatkan dukungan keluarga dan memberikan
keamanan/kenyamanan
o Dengarkan dengan penuh perhatian untuk mendorong keterbukaan dan
perasaan diperhatikan
o Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan untuk meningkatkan
stabilitas perasaan pasien
o Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami. Informasi
yang adekuat dapat menurunkan kecemasan akibat ketidaktahuan
o Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi untuk memberikan
kejelasan persepsi dan perasaan serta meningkatkan koping
o Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat untuk
meningkatkan rasa pengendalian (sense of control) dan mekanisme koping
o Latih teknik relaksasi untuk menurunkan stres dan ketegangan
d. Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan metabolisme, kelemahan/keletihan otot
pernapasan

Intervensi :
1) Dukungan ventilasi
o Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas karena kelelahan otot bantu
napas dapat menurunkan kemampuan batuk efektif dan proteksi jalan
napas
o Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. RR dan kedalaman,
penggunaan otot bantu, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen) untuk
menilai status oksigenasi
o Monitor adanya aritmia karena aritmia dapat terjadi akibat hipoksemia,
pelepasan katekolamin, dan asidosis.
o Pertahankan kepatenan jalan napas untuk menjamin ventilasi adekuat
o Berikan posisi semi Fowler atau Fowler untuk meningkatkan ekskursi
diafragma dan ekspansi paru
o Berikan posisi pronasi (tengkurap) pada pasien sadar dengan gangguan
paru difus bilateral untuk mengoptimalkan perfusi pada anterior paru yang
biasanya gangguannya lebih minimal dibandingkan posterior
o Gunakan bag-valve mask, jika perlu untuk memperbaiki ventilasi dengan
memberikan napas buatan pada pasien yang tidak mampu napas spontan
o Kolaborasi tindakan intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu untuk
mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat serta mencegah kondisi
mengancam nyawa

e. Risiko syok d/d hipoksia, sepsis, sindrom respons inflamasi sistemik

Intervensi :
1) Pencegahan Syok
o Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP) untuk mengidentifikasi penurunan volume sistemik
o Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD) untuk mendeteksi
perubahan oksigenasi dan gangguan asam-basa
o Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT) untuk
mengetahui keadekuatan volume cairan sistemik dan kebutuhan cairan
o Monitor tingkat kesadaran untuk mendeteksi tanda awal hipoksia serebral
o Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >90%
o Pasang jalur IV sebagai akses untuk mengoreksi atau mencegah defisit
cairan
o Pasang kateter urine, jika perlu untuk menilai perfusi ginjal dan produksi
urine
o Batasi resusitasi cairan terutama pada pasien edema paru karena resusitasi
agresif dapat memperburuk oksigenasi
o Kolaborasi pemberian kristaloid 30 mL/kg BB jika terjadi syok untuk
mengoptimalkan perfusi jaringan dan mengoreksi defisit cairan
o Kolaborasi pemberian antibiotik dalam waktu 1 jam jika sepsis dicurigai
infeksi bakteri
f. Gangguan sirkulasi spontan b/d penurunan fungsi ventrikel
Intervensi :
1) Code Management
o Amankan lingkungan (pasang APD lengkap dan batasi personil resusitasi)
o Panggil bantuan jika pasien tidak sadar dan aktifkan code blue
o Pastikan nadi tidak teraba dan napas tidak ada
o Lakukan resusitasi jantung paru, jika perlu
o Pastikan jalan napas terbuka dan berikan bantuan napas, jika perlu
o Pasang monitor jantung
o Minimalkan interupsi pada saat kompresi dan defibrilasi
o Pasang akses vena, jika perlu
o Siapkan intubasi, jika perlu
o Akhiri tindakan jika ada tanda-tanda sirkulasi spontan (mis. nadi karotis
teraba, kesadaran pulih)
o Kolaborasi pemberian defibrilasi, jika perlu
o Kolaborasi pemberian epinefrin atau adrenalin, jika perlu
o Kolaborasi pemberian amiodaron, jika perlu
o Lakukan perawatan post cardiac arrest
BAB III
ANALISA KASUS

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama :Tn. M

Jenis kelamin : Laki laki

Usia : 58 tahun

Status pernikahan : Menikah

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Pendidikan : SMA

Bahasa yang digunakan : Bahasa indonesia

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Sibolga

Diagnose medis :covid 19

2. PENANGGUNG JAWAB

Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 40 tahun

Hubungan dengan pasien : Istri

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Sibolga

3. RIWAYAT KESEHATAN

Riwayat kesehatan sekarang :covid 19

Riwayat kesehatan kesehatan masa lalu: -

Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada keluarga yang terinfeksi covid 19

4. PEMERIKSAAN FISIK

Kepala : simetris, kepala bersih,penyebaran rambut merata, warna rambut coklat

kemerahan, tidak ada kelainan

wajah : terlihat pucat,

mata : simetris, konjungtivitis tidak anemis, kelopak mata tidak odema, sklera

tidak icterus

hidung : tidak ada luka, tidak ada polip,tidak ada penurunan ketajaman indra

penciuman dan tidak ada kelainan

mulut : gigi kuning,indra pengecap terganggu.

Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar tyroid

Dada : simetris antara kiri dan kanan, terdapat nyeri tekan,irama nafas cepat.

Perut : tidak ada kembung tetapi terdapat nyeri tekan

Genetalia : tidak ada kelainan

Ekstremitas : simetris antara kana dan kiri, tidak odema

Kulit : turgor baik


5. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : Klien dengan keluhan Virus Covud 19 Gangguan Pernafasan


sesak nafas

DO: TTV :

TD : 110/70

N : 82

S: 37,8 C

RR : 26 X/ Menit

2 DS : Klien mengatakan Virus Covid 19 Ketidak seimbangan Nutrisi


nafsu makan menurun

DO: Klien tampak lemas

3. DS: Klien mengatakan Virus Covid 19 Gangguan rasa nyaman


tenggorokan sakit dan
terasa sesak nafas

DO: TTV :

TD : 110/70

N : 82

S: 37,8 C

RR : 26 X/ Menit

4 DS: Klien mengatakan Covid 19 hambatan mobilitas fisik


badan terasa sakit
6. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan pernapasan sehubung dengan virus covid yang lagi ditandai dengan

sesak nafas

b. Ketidakseimbangan nutrisi sehubungan sehubungan dengan virus covid 19

ditandai dengan nafsu makan menurun

c. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan covid19 ditandai dengan tenggorokan

sakit

d. Hambatan mobilitas fisik sehubungan dengan covid 19 ditandai dengan lemas

NO Diagnosa Keperawatan Perencanaan Perencanaan Intervensi


tujuan kriteria hasil

1. Gangguan pernapasan pernafasan klien -berikan posisi

sehubung dengan virus adekuat menyatakan semi fowler

covid yang lagi ditandai pola nafas -kolaborasi

dengan sesak nafas sudah normal dengan dokter

untuk pemberian
02

2, Ketidakseimbangan nutrisi Nutrisi terpenuhi Klien -Obs TTV


sehubungan dengan Covid 19 mengatakan
- Beri makanan
di tandai dengan nafsu makan nafsu makan
menurun sudah membaik Tinggi Kalori
Tinggi Protein

( TKTP)

-Berikan
makanan sedikit
tapi sering

3 Gangguan rasa nyaman Rasa nyaman Klien mengatan -Kolaborasi


sehubungan dengan covid 19 terpenuhi rasa nyaman dengan dokter
ditandai dengan tenggorokan sudah kembali untuk
sakit pengurangan
rasa nyeri
4 Hambatan mobilitas fisik Lemas sudah Aktifitas fisik -Berikan latihan
sehubungan dengan Covid 19 teratasi klien sudah ROM Aktif / pasif
ditandai dengan lemas meningkat secara konsisten

- Instruksikan
agar melakukan
aktifitas sesuai
kemampuan

8. Implementasi Keperawatan

NO Tanggal / Jam Tindakan TTD Tanggal / Jam Catatan TTD


Perkembangan

1 21/04/2021 -Memberikan posisi 21/04/2021 S : Pasien


semifowler mengatakan sesak
12.00 14.00
nafas sudah
- Memberikan berkurang
oksigen 2 L/ Menit
O: Memberikan
Mengobservasi TTV : posisi semi fowler
TD : 110/70 -Memberikan
N : 82 oksigen 2L Permenit

S: 37,8 C Observasi TTV

RR : 26 X/ Menit TD : 110/70

N : 82

S: 37,8 C

RR : 26 X/ Menit

A: Masalah sebagian
teratasi

P: Lanjutkan
intervensi
Keperawatan NO 1 2
3

2 21/04/2021 -Memberikan 21/4/2021 S: Pasien


makanan yang tinggi mengatakan nafsu
14,30 15.00
kalori tinggi protein makan sudah
membaik
- Memberikan
makanan sedikit tapi O : Memberikan
sering makanan TKTP

-Memberikan
makanan sedikit tapi
sering

A : Masalah sebagian
teratasi

P : Lanjutkan
intervensi
keperawatan no 1 2

3 21/04/2021 - Memberikan posisi 21/04/2021 S: Pasien


semifowler yang mengatakan bahwa
16.00 nyaman 17.30 rasa nyaman sudah
membaik
- memberikan suhu
yang nyaman agar O: - Memberikan
pasien rileks posisi semifowler
yang nyaman

- memberikan suhu
yang nyaman agar
pasien rileks

A : Masalah sebagian
teratasi

P : Lanjutkan
intervensi
keperawatan no 1 2

4 21/04/2021 - Memberikan 21/04/2021 S: Pasien


latihan ROM Seperti mengatakan
18.00 19,00
menaikkan lengan mobilitas fisik sudah
dari posisi disamping teratasi
tubuh ke posisi
diatas kepala O : -MEMBERIKAN
ROM Latihan
- menginstruksikan
aktivitas sesuai -Instruksikan
aktifitas dengan
dengan kemampuan
kemampuan
A : Masalah sebagian
teratasi

P : Lanjutkan
intervensi
keperawatan no 1 2
EVIDENCE BASED PRACTICE

NO PENULIS JUDUL TUJUAN SAMPEL DESIGN INTERVENSI HASIL PENELITIAN


(TAHUN) PENELITIAN
NEGARA

1 Aysun Ardic Nursing care Intervensi


untuk mengidentifikasi Penelitian ini Penelitian ini yang paling sering Hasil penelitian
(2020) management dilakukan kepada
TURKI based on the karakteristik klinis pasien dilakukan di menggunakan desain pasien termasuk menunjukkan bahwa
tindakan pencegahan
Omaha system infeksi,
yang didiagnosis COVID-19 rumah sakit deskriptif cross Sistem Omaha memberikan
for inpatients tindakan
dan masalah keperawatan pelatihan dan sectional. pengobatan/efek pedoman yang efektif
diagnosed with samping, tanda/gejala-
COVID-19: An yang ada berdasarkan Sistem penelitian dengan fisik, manajemen diet untuk mendiagnosis
dan
electronic target asuhan
Omaha, 25 pasien COVID- masalah, merencanakan
health record keperawatan untuk
19 yang tidak intervensi. Intervensi
dan untuk menetapkan dan menerapkan intervensi
study ini diterapkan dengan
menggunakan kategori
rencana manajemen asuhan diintubasi yang tepat untuk pasien
pengajaran, bimbingan
keperawatan yang dan konseling.
COVID-19. Oleh karena
Peningkatan yang
signifikan diamati
komprehensif dengan itu, disarankan untuk
dalam pengetahuan,
perilaku dan skor
menentukan menggunakan Omaha
status pasien sebelum
dan sesudah
intervensi keperawatan dan Sistem dalam asuhan
intervensi.
hasil perawatan . keperawatan pasien

COVID-19.

2 GRASELLI Risk Factors Untuk mengevaluasi faktor PASIEN DI RUANG Studi kohort 915 pasien (53,4%) Dalam studi
(2020) Associated risiko independen yang ICU YANG observasional meninggal di rumah kohort retrospektif
With terkait dengan kematian MENGGUNAKAN retrospektif sakit. Faktor risiko pasien sakit kritis yang
ITALIA Mortality pasien dengan COVID-19
VENTILASI MEKANIS independen yang
dirawat di ICU di
Among yang membutuhkan terkait dengan
INVASIF Lombardy, Italia, dengan
Patients perawatan di ICU di wilayah kematian termasuk
With COVID-19 yang
Lombardy Italia. usia yang lebih tua
COVID-19 in (rasio bahaya [HR], dikonfirmasi
Intensive 1,75; 95% CI, 1,60- laboratorium, sebagian
Care Units in 1,92), jenis kelamin besar pasien
Lombardy, laki-laki (HR, 1,57; 95% memerlukan IMV. Angka
Italy CI, 1,31-1,88), fraksi kematian dan kematian
oksigen inspirasi yang absolut tinggi.
tinggi (Fio2 ) (HR, 1,14;
95% CI, 1,10-1,19),
tekanan akhir
ekspirasi positif tinggi
(HR, 1,04; 95% CI,
1,01-1,06) atau rasio
Pao2:Fio2 rendah (HR,
0,80; 95% CI, 0,74 -
0,87) saat masuk ICU,
dan riwayat penyakit
paru obstruktif kronik
(HR, 1,68; 95% CI,
1,28-2,19),
hiperkolesterolemia
(HR, 1,25; 95% CI,
1,02-1,52), dan
diabetes tipe 2 (HR,
1,18; 95% CI, 1,01-
1,39). Tidak ada obat
yang secara
independen terkait
dengan kematian
(inhibitor enzim
pengubah angiotensin
HR, 1,17; 95% CI, 0,97-
1,42; penghambat
reseptor angiotensin
HR, 1,05; 95% CI, 0,85-
1,29).

3 SOMERS Tocilizumab for Titik akhir primer adalah 154 pasien menilai efektivitas 78 PASIEN Dalam kohort pasien
(2021) Treatment of probabilitas dilibatkan, 78 di dan keamanan DIBERIKAN COVID-19 berventilasi
AMERIKA Mechanically kelangsungan hidup antaranya blokade IL-6 dengan tocilizumab mekanis ini, tocilizumab
Ventilated pascaintubasi; analisis menerima tocilizumab dalam dikaitkan dengan
Patients With sekunder termasuk skala tocilizumab dan 76 kohort pusat mortalitas yang lebih
COVID-19 keparahan penyakit tidak. tunggal pasien rendah meskipun
ordinal yang dengan COVID-19 kejadian superinfeksi
mengintegrasikan yang membutuhkan lebih tinggi.
superinfeksi ventilasi mekanis
Hasil pada pasien
yang menerima
tocilizumab
dibandingkan
dengan kontrol yang
tidak diobati dengan
tocilizumab
dievaluasi
menggunakan
regresi Cox
multivariabel
dengan skor
kecenderungan
berbanding terbalik
dengan
kemungkinan bobot
pengobatan (IPTW).
4 Nikki A. Praktik Klinis Banyak pasien datang ke Seorang wanita 60 CT bisa ketinggalan. Pasien dimulai pada Penyakit Jantung
Calli (2022) dan Kasus UGD dengan keluhan tahun datang ke Pengobatan manajemen medis Karsinoid
California dalam nonspesifik akut- UGD karena penyakit karsinoid termasuk:
Pengobatan onkronik. Hal ini bilateral yang membutuhkan octreotide analog
Darurat membutuhkan memburuk secara multidisiplin somatostatin untuk
pendekatan diagnostik bertahap pendekatan dengan membantu
menyeluruh dan pembengkakan ahli onkologi bedah diarenya.
diagnosis banding yang ekstremitas bawah dan medis, serta Dia akhirnya
luas untuk disertai distensi ahli membutuhkan
menentukan apakah ada abdomen, asites, gastroenterologi. penggantian
patologi serius yang tidak diare, muntah, dan Pada awal, penyakit bivalvular dari
terdiagnosis. penurunan berat non-metastasis, keduanya
badan. pembedahan katup trikuspid dan
reseksi bisa bersifat pulmonal karena
kuratif luasnya jantungnya
penyakit. Kursus
rumah sakitnya
diperumit oleh
banyak
infeksi termasuk
endokarditis, dan
dia akhirnya tidak
melakukannya
selamat dari
penyakit, mati
kurang dari dua
bulan setelahnya
presentasi ED awal.
2 Konnor Hiperaldostero Pasien dengan riwayat Laporan ini Kasus ini menyoroti Pengobatan utama Karena aldosteron
Davis nisme dan aneurisma aorta perut mengeksplorasi kebutuhan untuk hiperaldosteronisme memiliki banyak efek
(2020) Stenosis Arteri (AAA) yang menjalani kasus seorang pria memahami, sekunder pada tubuh manusia,
Austria Ginjal pada perbaikan bedah berusia 65 tahun mengidentifikasi, adalah dengan penting bagi dokter
Pasien dapat memiliki segudang dengan masalah dan mendiagnosis blokade reseptor gawat darurat untuk
Aneurisma komplikasi bedah medis yang rumit secara akurat mineralokortikoid mempertimbangkan
Aorta Pasca termasuk kompromi riwayat datang ke hiperaldosteronisme dengan diagnosis
Abdominal: untuk arteri besar yang unit gawat darurat dan mengenali spironolakton atau hiperaldosteronisme
Laporan Kasus bercabang dari dengan hipokalemia komplikasi eplerenon. pada pasien dengan
aorta. dan hipertensi enam perbaikan pasca- Spironolakton hipertensi dengan
Hiperaldosteronisme bulan setelah AAA dari stenosis bersifat nonselektif hipokalemia dan
sekunder, yang ditandai menjalani perbaikan arteri ginjal sebagai antagonis reseptor alkalosis metabolik. Ini
dengan kadar aldosteron endovaskular untuk penyebab mineralokortikoid terutama benar pada
dan renin yang tinggi, AAA dan ditemukan gangguan dengan kemampuan pasien yang telah
dapat memiliki kelainan metabolisme ini. mengikat menjalani EVAR dari
karena banyak penyebab, metabolik termasuk: untuk reseptor AAA dan stenting arteri
termasuk stenosis arteri hipokalemia dan androgen dan ginjal kiri karena ini bisa
ginjal, dan muncul alkalosis metabolik progesteron juga menandakan kegagalan
dengan gejala yang tidak yang konsisten Fokus mayoritas atau oklusi stent.
spesifik dengan spironolakton
kelelahan, peningkatan hiperaldosteronisme adalah korteks ginjal
rasa haus, dan kejang sekunder, saluran pengumpul
otot. Meskipun pada kemungkinan karena bertindak
awalnya sulit untuk sekunder sebagai diuretik
didiagnosis mengingat untuk stenosis stent hemat kalium
sifatnya arteri ginjal. Dia dan obat
banyak kelainan dirawat di rumah antihipertensi.
metabolik, sakit selama empat Spironolakton
hiperaldosteronisme hari dan sembuh diberikan pada
sekunder penting untuk total. 25-200mg/24 jam
dipertimbangkan pada melalui suspensi
pasien oral atau tablet.
dengan hipertensi yang Dosis dapat dititrasi
tidak terkontrol, untuk mencapai
hipokalemia, dan alkalosis tekanan darah
metabolik. sesuai kebutuhan
rawat jalan. Efek
samping termasuk
ginekomastia,
menstruasi
gangguan, dan
impotensi karena
efeknya pada
androgen dan
reseptor
progesteron. Pada
pasien yang
mengalami sisi
seksual
efek, eplerenone
dapat digunakan di
tempat.

Anda mungkin juga menyukai