Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR : AMI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
DENI ATMAJA
NURAINI
RAPIAH
RESTINA DOMURIA. S

PROGRAM S1 KEPERAWATAN NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
TANJUNGPINANG
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang mana atas rahmat dan
karunianya, kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini Keperawatan Kritis ini
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis gangguan sistem kardiovaskular:AMI”.
Pada kesempatan ini tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak terutama kepada Dosen pengajar Mata Kuliah Keperawatan Kritis yang
telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita, khususnya mengenai
“Asuhan Keperawatan Kritis gangguan sistem kardiovaskular:AMI”. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan
masih jauh dari apa yang diharapkan.
Untuk itu, kami berharap kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah ini di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik dan
saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapa pun
yang membacanya.

Tanjungpinang, Oktober 2022


Penyusun

Kelompok

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB 1......................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................6
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................6
BAB 2......................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................7
2.1 Definisi...........................................................................................................7
2.2 Etiololgi.........................................................................................................7
2.3 Klasifikasi......................................................................................................8
2.4 Manifestasi klinis...........................................................................................9
2.5 Patofisiologi.................................................................................................10
2.6 Penatalaksanaan...........................................................................................11
2.7 Pencegahan Primer,sekunder ,Tersier........................................................13
BAB 3......................................................................................................................7
ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................7
3.1 pengkajian......................................................................................................7
3.2 Diagnosa keperawatan...................................................................................7
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................8
3.3 Implementasi .................................................................................................9
3.4 Evaluasi........................................................................................................10
BAB 4....................................................................................................................22
KASUS..................................................................................................................22
BAB 6....................................................................................................................30
PENUTUP.............................................................................................................30
4.1 Kesimpulan..................................................................................................30
4.2 Saran............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31
3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infark Miokard Akut (IMA) dikalangan masyarakat biasa dikenal dengan

sebutan serangan jantung. Penyakit jantung merupakan penyakit utama

penyebab kematian di dunia salah satunya Infark Miokard Akut (IMA)

(Pratiwi, 2012). Infark Miokard Akut (IMA) sangat mengkhawatirkan

karena sering berupa serangan mendadak dan tanpa ada keluhan

sebelumnya (Farissa, 2012). Infark Miokard Akut (IMA) menyebabkan

ancaman hidup yang berbahaya karena timbulnya nyeri dada umum,

kolaps dan kematian yang mendadak.Kemungkinan kematian akibat

komplikasi selalu menyertai IMA. Tujuan kolaborasi utama antara lain

pencegahan komplikasi yang mengancam jiwa atau paling tidak

mengenalinya. (M.Black, Joyce, 2014).Dengan melakukan perawatan

kesehatan pengurangan nyeri dada seperti pemberian relaksasi diharapkan

dapat mencegah terjadinya komplikasi lebih buruk (Kartika, 2013).

Data dari WHO pada tahun 2012 sebesar 17,5 juta (31%) orang meninggal

dikarenakan penyakit kardiovaskuler dan penyebab kedua terbesar adalah

Infark Miokard Akut (IMA) (WHO, 2016). Di ASEAN salah satu

negaranya yakni Indonesia menduduki peringkat kedua dengan jumlah

371,0 ribu jiwa (WHO, 2014). Penyakit kardiovaskuler menempati urutan

pertama hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Sedangkan di Jawa Timur

menempati urutan ke delapan di Indonesia (RISKESDAS, 2013). Pada

penelitian sebelumnya tahun


4
2014 lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat menderita Infark Miokard

Akut (IMA), dan lebih dari 300.000 orang diperkirakan meninggal karena

Infark Miokard Akut (IMA) sebelum sampai ke rumah sakit

(Christofferson, 2009).

Nyeri yang timbul merupakan tanda yang muncul saat adanya infarkyang

disebabkan oleh iskemia yang berlangsung selama kurang lebih 30-45

menit. Iskemia terjadi akibat kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas

suplai oksigen oleh pembuluh darah mengalami gangguan karena adanya

sumbatan trombosis plak ateroma pada arteri koroner. Plak dapat

menyebabkan penyempitan arteri koroner, sehingga bisa terjadi

iskemiamiokard.Nyeri akan timbul saat manifestasi hemodinamika yang

sering terjadi yaitu peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung.

Infark Miokard Akut (IMA) dapat menyebabkan disritmia, gagal jantung

kongestive dan syok kardiogenik, tromboemboli, perikarditis, ruptura

miokardium, dan aneurisma ventrikel ( Price&Wilson, 2006).

Nyeri akut merupakan permasalahan utama pada pasien Infark Miokard Akut

(IMA). Nyeri merupakan suatu rasa sensorik tidak nyaman yang sifatnya

subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan

rusaknya jaringan aktual, potensial, ataupun menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi setelah

cidera akut, penyakit atau intervensi bedah dan berawal yang cepat dengan

intensitas ringan sampai berat dalam waktu yang singkat atau kurang dari

6 bulan (Andarmoyo, 2013). Dalam penanganan nyeri akut dapat

dilakukan asuhan keperawatan seperti manajemen nyeri dan monitor

tanda-tanda vital (Bulechek

2
dkk, 2013). Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (care

provider) berperan dalam melaksanakan intervensi keperawatan

yakni perawatan manajemen nyeri (Potter&Perry, 2009). Peran

perawat juga sebagai care giver untuk membantu pasien dapat

melalui proses penyembuhan dan kesehatannya kembali membaik

atau sembuh dari penyakit tertentu pada kebutuhan kesehatan

klien secara holistik meliputi kesehatan emosi, spiritual, dan sosial

(Potter&Perry, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan AMI?
2. Apa penyebab dari AMI?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari AMI?
4. Bagaimana patofisiologi dari AMI?
5. Bagaimana patogenesis dari AMI?
6. Apa tanda dan gejala AMI?
7. Apa pemeriksaan penunjang untuk AMI?
8. Bagaimana komplikasi AMI?
9. Bagaimana penatalaksanaan AMI?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan AMI?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang AMI dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus AMI.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui Pengertian AMI
2. Mengetahui Etiologi AMI
3. Mengetahui Manifestasi AMI
4. Mengetahui Patofisiologi AMI
5. Mengetahui patogenesis dari AMI
3
6. Mengetahui tanda dan gejala AMI
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk AMI
8. Mengetahui komplikasi ARDS
9. Mengetahui penatalaksanaan AMI
10. Mengetahui Asuhan Keperawatan AMI

1.4 Manfaat Penulisan


Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam membuat
asuhan keperawatan pada klien AMI.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
1. Definisi Infark Miokard Akut (IMA)

Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian jaringan otot jantung

(miokard) yang disebabkan oleh insufisiensi suplai atau banyaknya

darah baik relatif maupun secara absolut (Muwarni, 2011).

Infark Miokard Akut (IMA) oleh orang awam disebut serangan

jantung yaitu penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner

sehingga aliran darah ke otot jantung tidak cukup sehingga

menyebabkan jantung mati (Rendi&Margareth, 2012).

Infark Miokard Akut (IMA) adalah penyakit jantung yang

disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut

terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner

sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung

(Black&Joyce, 2014).

2.2 Etiololgi
Menurut Fakih Ruhyanuddin (2006), penyebab Infark Miokard Akut

(IMA) adalah :

1. Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis,

kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau

thrombus.

6
5
2. Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan ketidak

seimbangan antara miokardial O₂ suplai dan kebutuhan jaringan

terhadap O₂. Penyebab suplai oksigen ke miocard berkurang yang

disebabkan oleh faktor

a. Faktor pembuluh darah :

1) Ateroskeloris

2) Spasme

3) Arteritis

b. Faktor sirkulasi :

1) Hipotensi

2) Stenosos aorta

3) Insufisiensi

c. Faktor darah :

1) Anemia

2) Hipoksemia

3) Polisitemia

Penyebab lain :

1. Curah jantung yang meningkat :

a. Aktifitas berlebih

b. Emosi

c. Makan terlalu banyak

d. Hypertiroidisme

2. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :

a. Kerusakan miocard

7
b. Hypertropi miocard

c. Hypertensi diastolic

3. Faktor predisposisi :

a. Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah :

1) Usia lebih dari 40 tahun

2) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada

wanita meningkat setelah menopause

3) Hereditas

4) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam

b. Faktor risiko yang dapat diubah :

1) Mayor :

a) Hiperlipidemia

b) Hipertensi

c) Merokok

d) Diabetes Melitus

e) Obesitas

f) Diet tinggi lemak jenuh, kalori

2) Minor :

a) In aktifitas fisik

b) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,

kompetitif).

c) Stres psikologis berlebihan ketidakadekuatan aliran darah

akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat

8
terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah

akibat syok atau perdarahan.

4. Faktor risiko menurut Framingham :

a. Hiperkolesterolemia: > 275 mg/dl

b. Merokok sigaret: > 20/hari

c. Kegemukan: > 120% dari BB ideal

d. Hipertensi: > 160/90 mmHg

e. Gaya hidup monoton

2.3 Klasifikasi
Secara morfologis Infark Miokard Akut (IMA) dibedakan atas dua

jenis yaitu: Infark Miokard Akut (IMA) transmural, yang mengenai

seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri

koroner (Price, 2005) :

3. Infark Miokard Akut (IMA) sub-endokardial dimana nekrosis hanya

terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa

bercak-bercak dan tidak konfluens.

4. Infark Miokard Akut (IMA) sub-endokardial dapat regional (terjadi

pada distribusi satu arteri koroner) atau difus (terjadi pada distribusi

lebih dari satu arteri koroner).

Berdasarkan kelainan gelombang ST (Sudoyo, 2006) :

1. STEMI

Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi segmen ST (ST

elevasion myocardialinfarcion = STEMI) merupakan bagian dari

spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina

9
pectoris tak stabil, Infark Miokard Akut (IMA) tanpa elevasi ST,

dan Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST.

2. NSTEMI

Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan

miokardakut tanpa Elevasi ST (Non ST elevation myocardial

infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan

dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada

prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnose

NSTEMI ditegakan jika pasien dengan manifestasi klinis UA

menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan

biomarker jantung.

2.4 Manifestasi Klinis


• Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus-menerus,

terletak di bagian bawah sternum dan perut atas, adalah

gejala utama yang biasanya muncul. Nyeri akan terasa

semakin berat sampai tak tertahankan. Rasa nyeri yang tajam

dan berat, bisa menyebar ke bahu dan lengan yang biasanya

lengan kiri. Tidak seperti angina, nyeri ini muncul secara

spontan (bukan setelah bekerja berat atau gangguan emosi)

dan menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari dan

tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin

(Brunner&Suddart, 2005).

• Nyeri sering disertai nafas pendek, pucat, berkeringat dingin,

pusing, mual dan muntah (Brunner&Suddart, 2005).

10
Aritmia merupakan penyulit Infark Miokard Akut (IMA) yang

terjadi terutama pada saat-saat pertama setelah serangan. Hal ini

disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan masa refrakter, daya

hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsangan. Sisrem syaraf

otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia karena klien

Infark Miokard Akut (IMA)umumnya mengalami peningkatan

parasimpatis dengan kecenderungan bradiaritmia meningkat,

sedangkan peningkatan tonus simpatis pada Infark Miokard Akut

(IMA) inferior akan mempertinggi kecenderungan terjadinya

fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.

Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering

dirasakan sebagai suatu desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri

seperti terbakar, rasanya tajam dan menekan atau sangat nyeri, nyeri

terus menerus, dan dangkal.

Nyeri dapat melebar ke belakang sternum sampai dada kiri,

lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kri.

Tanda dan gejala infark miokard (TRIAGE) adalah :

• Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus

menerus tidak mereda, biasanya di atas region

sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini

merupakan gejala utama.

• Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap

sampai nyeri tidak tertahankan lagi.

11
• Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk

yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah

menuju lengan (biasanya lengan kiri).

• Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah

kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama

beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan

bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).

• Dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

• Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat,

dingin, diaforesis berat, penting atau kepala terasa

melayang dan mual muntah.

• Pasien dengan diabetes melitus tidak akan

mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang

menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor

(mengumpulkan pengalaman nyeri).

2.5 Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan

kerusakan selular yang ireversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian

miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi

secara permanent. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu

daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung

dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis

maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia

akan memperkecil daerah nekrosis.

12
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark digambarkan lebih

lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium

anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya

terserang infark adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan septum.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama

berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark

tampak memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah regional. Dalam

jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respon peradangan disertai

infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini.

Menjelang hari kedua atau ketiga mulai proses degradasi jaringan dan

pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relative

tipis. Kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat

laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan

mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah

terbentuk dengan jelas

2.6 Penatalaksanaan Medis


Menurut Brunner dan Suddart pada tahun 2005 tujuan

penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga

16
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung

diperkecil dengan cara, segera mengembalikan keseimbangan antara

kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan, pemberian

oksigen, dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk

mempertahankan jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk

meningkatkan suplai oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk

mengurangi kebutuhan oksigen. Tiga kelas obat-obatan yang bisa

digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen yaitu :

5. Fasodilator

Fasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah

nitrogliserin (NTG) intravena.

6. Antikoagulan

Antikoagulan heparin adalah antikoagualan pilihan untuk

membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin

memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat

menurunkan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya

menurunkan aliran darah.

7. Trombolitik

Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus

yang telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbata

dan juga luasnya infark. Agar efektif, obat ini harus diberikan pada

awal awitan nyeri dada. Tiga macam obat trombolitik yang terbukti

bermanfaat melarutkan trombus adalah: streptokinase, aktifator

plasminogen jaringan (t-PA = tisue plasminogen aktifator) dan

17
anistreplase. Pemberian oksigen. Terapi oksigen dimulai saat

awitan nyeri oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan

saturasi darah. efektifitas terapeutik oksigen ditentukan dengan

observasi kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan

pasien mampu bernafas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam

dara secara bersamaan diukur dengan pulsa oksimetri.

Analgetik. Pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien

yang tidak efektif diobati dengan nitrat dan antikoagulan.

Analgetik pilihan masih tetap morfin sulfat yang diberikan

secara intravena dengan dosis meningkat 1-2 mg.

2.7 Pencegahan Primer ,sekunder dan Tersier


1. Pencegahan Primer
Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan penyakit jantung sebelum
seseorang menderita penyakit jantung. Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok
yang mempunyai faktor risiko tinggi. Dengan adanya pencegahan ini diharapkan
kelompok yang berisiko ini dapat mencegah berkembangnya proses atherosklerosis
secara dini.
Upaya-upaya pencegahan disarankan meliputi:
a. Mengontrol kolesterol darah
Mengontrol kolesterol darah, yaitu dengan cara mengidentifikasi jenis makanan
yang kaya akan kolesterol kemudian mengurangi konsumsinya serta
mengkonsumsi serat yang larut.
b. Mengontrol tekanan darah.
Banyak kasus tekanan darah tinggi tidak dapat disembuhkan. Keadaan ini berasal
dari suatu kecenderungan genetik yang bercampur dengan faktor risiko seperti
stress, kegemukan, terlalu banyak konsumsi garam dan kurang gerak badan.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah mengatur diet, menjaga berat
badan, menurunkan stress dan melakukan olahraga.
18
c. Berhenti merokok.
Program-program pendidikan umum dan kampanye anti merokok perlu
dilaksanakan secara intensif di rumah sakit dan tempat umum lainnya.
d. Aktivitas fisik.
Manfaat melakukan akvifitas fisik dan olahraga bagi penyakit jantung antara lain
adalah perbaikan fungsi dan efisiensi kardiovaskular, pengurangan faktor risiko
lain yang mengganggu pembuluh darah koroner. Ada dua jenis olahraga, yaitu
olahraga aerobik dan olahraga anaerobik. Olahraga aerobik adalah olahraga yang
dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi
tubuh. Sebagai contoh olahraga aerobik adalah gerak jalan cepat, jogging, lari,

19
senam, renang, dan bersepeda. Olahraga anaerobik adalah olahraga dimana
kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Sebagai contoh
angkat besi, lari sprint 100 M, tenis lapangan, dan bulu tangkis.

2. Pencegahan Sekunder
Yaitu upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi melalui
tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan yang tepat pada penderita penyakit
jantung. Disini diperlukan perubahan pola hidup terhadap faktor-faktor yang dapat
dikendalikan dan kepatuhan berobat bagi mereka yang sudah menderita penyakit
jantung. Pencegahan ini ditujukan untuk menurunkan mortalitas.

Dalam hal ini dilakukan beberapa pemeriksaan yakni:

a. Pemeriksaan Fisik
Penderita sering tampak ketakutan, gelisah dan tegang. Mereka sering mengurut-
urut dadanya (Levine sign). Penderita dengan disfungsi ventrikel kiri teraba
dingin, nadi bervariasi, bisa brakikardia atau bahkan takikardia. Kadang juga
disertai dengan nadi yang tidak teratur oleh aritmia. Tekanan darah biasanya
normal, tetapi karena terjadi penurunan curah jantung tekanan sitolik sering turun.
Pulse pressure (tekanan nadi) sering menurun karena tekanan diastolik meningkat.
Penderita dengan syok kardiogenik tekanan darah sistolik menurun <90 mmHg
disertai dengan tanda-tanda gangguan perfusi perifer. Pada pemeriksaan auskultasi
jantung suara jantung (S1) melemah dan sering tidak terdengar. Sering terjadi
suara gallop S3 atau S4. Jika disertai komplikasi regurgitasi mitral dapat
mendengar bising jantung sistolik blowing di apeks. Jika ada ruptur septum
ventrikel dapat terdengar bising pansistolik di parasternal kiri. Kadang (6-30%)
juga didapatkan adanya suara friction rub.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Ada beberapa serum marker untuk Infark Miokard Akut, yaitu creatinekinase
(CK), CK isoenzim (CK-MB), serum glutamic oxaloacetic transaminase
(SGOT), lactic dehydrogenase (LDH) dan cardiac troponin (cTnI,cTnT).

20
Enzim CK meningkat dalam 4-8 jam dan menurun ke kadar normal dalam 2-3
hari dengan kadar puncak pada 24 jam. , CK isoenzim (CK-MB) meningkat
dalam 3-12 jam pertama dan mencapai puncak dalam 18-36 jam selanjutnya
menjadi normal setelah 3-4 hari. Sementara lactic dehydrogenase (LDH)
meningkat pada 10 jam dengan kadar puncaknya tercapai dalam 24-28 jam
kemabali normal setelah 10-14 hari.
2) Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya elevasi segmen-ST sesuai dengan
lokasi dinding ventrikel yang mengalami infark. Pada fase hiperakut,
perubahan EKG didahului oleh gelombang T yang meninggi, kemudian
elevasi segmen-T selanjutnya terbentuk gelombang Q yang patologis disertai
elevasi segmen-ST.
3) Ekokardiografi
Ekokardiografi sangat berguna di dalam ruangan Coronary Care Unit (CCU)
karena dapat mendiagnosa dengan cepat dan tepat adanya iskemia miokard
terutama bila elektrokardiogram penderita tidak jelas dan kadar enzim jantung
belum meningkat. Ciri khas adanya nekrosis miokard ekokardiografi adalah
adanya abnormalitas pergerakan dinding ventikel.
4) Arteriografi Koroner
Dengan kateter khusus melalui cara kateterisasi perkutan, disuntikkan zat
kontras ke dalam arteri koroner yang hendak diperiksa. Dengan cara ini
tampaklah arteri koroner yang menyempit dan beratnya stenosis dapat pula
dinilai.
5) Radioisotop
Pemeriksaan sistem kardiovaskular dengan radionuklear dilakukan dengan
menyuntikkan zat radioaktif secara intravena, kemudian zat tersebut dideteksi
di dalam tubuh manusia. Zat-zat yang biasa digunakan adalah thallium dan
technetium 99m (Tc-99m).
c. Diagnosis Infark Miokard Akut
Berdasarkan kriteria WHO tahun 2000, diagnosis Infark Miokard Akut ditegakkan
berdasarkan terpenuhinya minimal 2 dari 3 kriteria berikut yakni : Nyeri dada

21
anterior tetapi timbulnya nyeri yang berkepanjangan tidak seketika itu juga ( > 30
menit, biasanya dirasakan sebagai rasa terbius), yang dapat menyebabkan aritmia,
hipotensi, shock atau gagal jantung.
Kadang-kadang tanpa nyeri, sehingga sering dikelirukan dengan gagal jantung
kongestif akut, pingsan, stroke dan syok.
Perubahan EKG (gelombang Q patologis dengan elevasi segmen-ST) dan
peningkatan kadar enzim jantung (CK-MB, troponin T atau trponin I). Dengan
teknik pencitraan tampak adanya gerakan dinding segmental yang abnormal.
d. Pengobatan Infark Miokard Akut
Infark Miokard Akut adalah keadaan gawat karena dapat menyebabkan kematian
yang mendadak. Penderita harus mendapat penanganan segera (cepat) dan tepat.
Segera dilakukan pemasangan infus dan diberikan oksigen 21/menit dan penderita
harus istirahat total serta dilakukan monitor EKG 24 jam (di ICCU). Selain itu
dilakukan pemberian obat seperti analgetik (biasanya golongan narkotik diberikan
secara intravena dengan pengenceran dan diberikan secara pelan-pelan), nitrat,
aspirin, trombolitik terapi, betablocker, ACE-inhibitor.
e. Revaskularisasi Koroner
1) Operasi Bedah Pintas Arteri Koroner (Coronary ArteryBypass Grafting)
Revaskularisasi bedah menggunakan CABG pertama kali dilakukan awal
tahun 1960-an dan sekarang merupakan salah satu prosedur pembedahan yang
paling sering dilakukan.
Operasi bedah pintas koroner harus dipertimbangkan pada kasus-kasus
komplikasi Infark Miokard Akut, pasien dengan kondisi klinik dan anatomi
koroner yang sesuai untuk tindakan bedah pintas koroner.
2) Angiosplasti/Stent Koroner
Implan stent intrakoroner manusia pertama kali dilakukan tahun 1986.
Perkembangan ini merupakan penanda dalam kardiologi intervensional karena
dengan ditemukannya sten intrakoroner ini menurunkan insidensi penutupan
mendadak pembuluh darah, Infark Miokard Akut, kematian mendadak dan
kebutuhan CABG darurat.

22
3. Pencegahan Tersier
Merupakan upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat
atau kematian serta usaha untuk rehabilitasi. Komplikasi penyakit infark miokard
akut tak terbatas hanya saat pasien dirawat di rumah sakit saja, demikian pula
tanggung jawab para ahli kesehatan agar pasien hidup sehat sejahtera, tidak
berarti selesai dengan keluarnya pasien dari rumah sakit. Sedini mungkin, pasien
mengikuti program rehabilitasi kardiovaskular, dan kemudian terus dilanjutkan
meskipun pasien pulang ke rumah. Pengertian rehabilitasi jantung oleh American
Heart Association dan The Task Force on Cardiovascular Rehabilitation of the
National Heart, Lung and Blood Institute, adalah proses untuk memulihkan dan
memelihara potensi fisik, psikologis, sosial, pendidikan dan pekerjaan pasien.
Pencegahan ini merupakan upaya agar tidak terjadi kambuh pada penderita
dan penderita dapat melaksanakan aktivitasnya kembali. Ini dapat dilakukan
setelah penyakit jantung dianggap sudah tidak membahayakan lagi. Upaya
pencegahan ini mencegah terjadinya komplikasi yang lebih atau kematian.
Seringkali setelah terkena penyakit jantung seseorang merasa sudah lumpuh dan
tidak boleh melakukan pekerjaan, tetapi dengan mengikuti program rehabilitasi
ini diharapkan dapat kembali bekerja seperti biasanya dengan melakukan
aktivitas sehari-hari seperti biasa dan dibutuhkan pemantauan yang cukup ketat.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan ARDS


a. Pengkajian primer
1) Airway
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c) Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d) Jalan napas bersih atau tidak
2) Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b) Peningkatan frekuensi nafas.
23
c) Nafas dangkal dan cepat
d) Kelemahan otot pernapasan
e) Reflek batuk ada atau tidak
f) Penggunaan otot Bantu pernapasan
g) Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
h) Irama pernapasan : teratur atau tidak
i) Bunyi napas Normal atau tidak
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran
4) Disability
a) Keadaan umum : GCS, tingkat kesadaran, nyeri atau tidak
b) Adanya trauma atau tidak pada thoraks
5) Exposure
a) Enviromental control
b) Buka baju penderita tetapi cegah terjadinya hipotermia
b. Pengkajian Sekunder
1) Identitas
Nama, Perempuan 2,5 kali lebih rentan daripada laki-laki, lebih banyak terjadi
di usia ± 35 tahun, sering terjadi pada ras kulit putih, Agama ,Suku Bangsa,
Pendidikan, Pekerjaan, Penanggung Biaya, Status, Alamat.
2) Riwayat Kesehatan
Keluhan utama : Berisi tentang keluhan yang paling dirasakan klien saat ini.
Biasannya merasakan sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang : Berisikan keluhan yang dirasakan saat pertama
kali (di rumah) sampai dibawa ke RS dan dilakukan pemeriksaan. Pada
awalnya penderita akan mengalami sesak nafas yang berat dan terlihat
menggunakan nafas tambahan, penderita akan lemas, pucat, serta akral
dingin. Penderita biasanya disebabkan inhalasi racun (rokok), aspirasi cairan
(tenggelam, hydrocarbon, gastric, dll), shock, drug overdose, trauma kepala,
trauma dada, dan dll.
Riwayat penyakit dahulu : Penyakit yang pernah dialami pasien sebelum
mengalami sakit yang sekarang. Biasanya klien memiliki riwayat sesak nafas
24
atau pernah mengalami hipoksia.
Riwayat kesahatan keluarga : Berisikan tentang status kesehatan keluarga
yang berhubungan dengan penyakit yang dialami. Penyakit ini sedikit lebih
banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita penyakit
tersebut.

Genogram:

Keterangan : : Laki- laki : Meninggal

: Perempuan : Penderita
: Sudah menikah ------- : Tinggal serumah Riwayat keluarga yang
25
menggunakan simbol-simbol untuk menjelaskan hubungan, peristiwa, dan
masalah pada keluarga dalam beberapa generasi biasa disebut pohon
keluarga dan bersifat dari 3 generasi keluarga.
Riwayat alergi : Menunjukkan apakah pasien memiliki alergi makanan,
minuman atau obat-obatan. Biasanya pada penderita ARDS tidak memiliki
riwayat alergo obat ataupun makanan hanya terkadang mereka sering merasa
alergi pada udara sekitar.
3) Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Menunjukkan tanda-tanda vital, keadaan umum, kesadaran dan antropometri.
Klien dengan ARDS umumnya akan mengalami penurunan kesadaran, karena
tidak kurangnya pasokan oksigen. Adanya perubahan pada tandatanda vital,
meliputi takikardi, dyspnea, hipotensi/hipertensi, dan penurunan frekuensi
pernapasan.
a) B1 (Breath)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan
pada sistem pernapasan. Pada beberapa klien yang telah lama menderita
mutiple sclerosis
dengan tampak dari tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi
pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai
beikut:
1. Inspeksi umum : didapatkan klien batuk kering atau penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
2. Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
3. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4. Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor, crekels, ronkhi
atau terkadang whezzing pada klien dengan peningkatan produksi sekret
dan kemampuan batuk yang menurun.
b) B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan ARDS mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler sehingga akan mengalami hipotensi akan mengakibatkan
klien shock, hipertensi, takikardi, serta bunyi jantung normal (lup tup)
tanpa murmur atau gallop. Biasanya klien merasa sakit kepala, pucat dan
terjadi sianosis.
26
c) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan
berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku. Klien juga akan
mengalami penurunan tingkat kesadaran karena kurangnya pasokan
oksigen yang akan membuat klien susah berkonsentrasi.
d) B4 (Bladder)
Pada pemeriksaan B4 yang berhubungan dengan pemeriksaan pada
kandung kemih baik intake maupun output. klien ARDS jarang mengalami
masalah pada kandung kemih, hanya dikarenakan intake cairan klien
(jarang minum) sedikit sehingga frekuensi outpunya juga sedikit.
e) B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang
kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif.
Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi. Sering
mengalami sesak nafas akan membuat klien mengalami penurunan nafsu
makan.
f) B6 (Bone)
Pada keadaan klien ARDS biasanya didapatkan adanya kesuliatan untuk
beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak. Kelemahan anggota
gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat
anggota gerak. Merasa lelah, pengontrolan yang kurang sekali karena
menahan nyeri pada bagian dada (thorax).

c. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


1. Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membran kapiler-alveolar
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d Kelelahan otot-otot pernafasan
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Obstruksi jalan nafas
4. Kelebihan volume cairan b.d Gangguan mekanisme pengaturan

27
A. INTERVENSI DAN RASIONAL
NO DX TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1 Gangguan Tujuan : 1. Observasi RR - Mengetahui tingkat kemampuan


pertukaran gas b.d Selama dilakukan 2. Observasi suara nafas maupun suara pernapasan klien apakah dalam batas
Perubahan
asuhan keperawatan nafas tambahan normal
membran
kapileralveolar dalam waktu 3 x 24 jam 3. Observasi saturasi O2 dengan alat
diharapkan masalah oksimetri
pertukaran gas klien 4. Fasilitasi kepatenan jalan nafas - Menjaga jalan nafas agar laju O2
teratasi dengan kriteria 5. Meningkatkan keadekuatan ventilasi tetap stabil
hasil : dan perfusi jaringan
- Nilai normal RR 12- 6. Jelaskan penggunaan alat bantu yang - Mendukung terapi kesehatan dalam
20 x/m diperlukan kepada keluarga klien. meningkatkan kualitas hidup klien
- Saturasi O2 95-100% 7. Ajarkan kepada klien dan keluarga cara
- Tingkat kesadaran tentang batuk efektif
klien komposmentis 8. Jelaskan kepada klien dan keluarga - Menghindari terjadinya komplikasi
bahwa merokok itu tidak baik bagi lebih lanjut
- Irama pernafasan
kesehatan klien.
reguler

28
- Nafas tidak 9. Kolaborasi dengan dokter tentang - Peningkatan kualitas kesehatan klien
pemeriksaan GDA dan penggunaan dan mengetahui GDA yang
menggunakan cuping
alat bantu yang dianjurkan sesuai abnormal.
hidung dengan kondisi klien
- Klien tidak hipoksia
- Klien tidak gelisah

2. Ketidakefektifan Tujuan : 1. Observasi TTV (RR) - Mengetahui tingkat kemampuan


pola nafas b.d Selama dilakukan pernapasan klien
Kelelahan otototot asuhan keperawatan - Mengetahui adanya penyebab dari
2. Observasi adanya sputum dan
pernafasan dalam waktu 3 x 24 jam ketidakefektifan pola nafas yang
auskultasi suara nafas
diharapkan klien terjadi pada klien
menunjukkan pola nafas - Melihat adanya pergerakan otot dada
pernafasan yaang efektif 3. Pantau tentang kestabilan pergerakan yang simetris serta frekuensi
dengan kriteria hasil : otot-otot dada selama obervasi pernapasan yang stabil
- Irama nafas reguler - Mengetahui tentang nilai pH yang
- Klien tidak abnormal pada pemeriksaan BGA
4. Lakukan pemeriksaan BGA (Blood
menggunakan otot (Blood Gas Arteri)
Gas Arteri)
nafas tambahan - Memperlancar laju O2 dalam darah
- Klien tidak terlihat 5. Atur posisi pasien untuk menuju ke paru-paru
sianosis mengoptimalkan pernapasan

29
- Klien tidak terlihat 6. Lakukan pengeluaran/penghisapan atau - Membebaskan jalan nafas yang
pucat suction sesuai kebutuhan untuk terganggu karena adanya
- RR = 12-20 x/m mengeluarkan sekret (sputum) penumpukan sputum
7. Informasikan kepada klien dan - Meminimalisir rrasa gelisah yang
dirasakan klien
keluarga tentang teknik relaksasi - Mengeluarkan sputum/sekret yang
8. Ajarkan teknik batuk efektif menumpuk
9. Jelaskan kepada klien dan keluarga - Menghindari terjadinya komplikasi
bahwa merokok itu tidak baik bagi lebih lanjut
kesehatan klien Memantau fungsi mekanisme pada
sistem pernafasan klien agar tetap
10. Kolaborasi tim medis untuk tetap dalam keadaan stabil
memastikan keadekuatan fungsi
ventilator mekanis.

3. Ketidakefektifan Tujuan : 1. Observasi RR, frekuensi nafas - Mengetahui tingkat


bersihan jalan nafas Selama dilakukan kemampuan pernapasan klien
2. Observasi suara nafas maupun suara
b.d Obstruksi jalan asuhan keperawatan apakah dalam batas normal
nafas tambahan
nafas dalam waktu 3 x 24 jam - Mengetahui penurunan atau
3. Observasi saturasi O2 dengan alat
diharapkan klien ketidakadaan ventilasi/suara
oksimetri
memiliki jalan nafas nafasa tambahan

30
yang paten dengan 4. Lakukan auskultasi pada bagian dada - Mencegah faktor resiko yang
kriteria hasil : anterior dan posterior adanya suara akan terjadi
- Klien dapat nafas tambahan dan pengeluaran sekret - Agar keluarga dan klien dapat
mengeluarkan sekret
5. Fasilitasi kepatenan jalan nafas klien menggunaan alat bantu tanpa
secara efektif
6. Minimalkan faktor resiko pada klien adanya bantuan dari tim medis
Tidak memiliki suara
yang berisiko mengalami aspirasi walaupun jika masih
nafas tambahan
memerlukan pemantauan.
Tidak terjadi sianosis 7. Jelaskan penggunaan alat bantu yang
- Menghindari terjadinya
Klien tidak gelisah diperlukan kepada keluarga klien.
komplikasi lebih lanjut
8. Jelaskan kepada klien dan keluarga
- Peningkatan kualitas
bahwa merokok itu tidak baik bagi
kesehatan klien dan
kesehatan klien.
mengetahui GDA yang
9. Kolaborasikan kepada dokter tentang
abnormal.
hasil GDA klien dan kebutuhan
peralatan pendukung.

31
4. Kelebihan volume - klien tidak merasakan 1. penggunaan obat, dan efek samping
cairan b.d mual - Agar dilakukan pemantauan lebih
pada obat tersebut.
Gangguan - mempertahankan ketat terhadap keseimbangan cairan
mekanisme 3. Kolaborasi kepada tim medis jika pada klien.
TTV dalam batas
pengaturan : odema
normal. tanda gejala kelebihan volume cairan
paru
TD = 100-120/70-80 menetap atau memburuk.
mmHg
N = 70-80 x/m
RR = 12-20
x/m S = 36,5-
37oC

32
BAB 3

TINJAUAN KASUS
KASUS
Ny. AS, 30 tahun, seorang perempuan wisatawan dari Ukraina
beragama kristen datang ke RS dibawa oleh tim penjaga pantai dengan
penurunan kesadaran ke UGD. Menurut pernyataan yang diberikan oleh
penjaga pantai, pasien tenggelam dipantai seminyak ± 6 jam sebelum masuk
rumah sakit. Menurut temannya pasien tenggelam selama ± 15 menit. Pasien
dikatakan berada dipinggir pantai kemudian tiba-tiba ombak besar
menghantam mereka dan terlempar ke dalam air. Penjaga pantai segera
menolongnya. Pasien ditemukan tidak sadar, mata terbuka tapi tidak ada
respon, tidak bernafas oleh penjaga pantai segera diberikan resusitasi jantung
paru selama 5 menit. Pasien tiba-tiba dapat bernafas spontan kembali dan mata
kembali fokus namun tidak dapat bersuara, pernafasan terdengar wheezing,
pasien terlihat kesulitan bernafas dan terlihat sangat lemas. Pasien tiba di RS
pada tanggal 8-4-2018 pukul 15.30. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
sebelumnya. Menurut pengakuan dari teman pasien, ayah pasien menderita
asma sejak ayahnya duduk di bangku perkuliahan. Menurut teman pasien,
pasien tidak memiliki riwayat alergi pada makanan apapun dan obat jenis
apapun.

Identitas
Nama : Ny. AS
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pekerjaan : Sekertaris
Pendidikan : Sarjana
Penanggung Biaya : Tn. PK
Status : Belum Menikah
Alamat :-
Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama : Sulit bernapas

33
Riwayat Penyakit Sekarang : Menurut pernyataan yang diberikan oleh penjaga
pantai, pasien tenggelam dipantai seminyak ± 6 jam sebelum masuk rumah
sakit.

Menurut temannya pasien tenggelam selama ± 15 menit. Pasien dikatakan


berada dipinggir pantai kemudian tiba-tiba ombak besar menghantam mereka
dan terlempar ke dalam air. Penjaga pantai segera menolongnya. Pasien
ditemukan tidak sadar, mata terbuka tapi tidak ada respon, tidak bernafas oleh
penjaga pantai segera diberikan resusitasi jantung paru selama 5 menit. Pasien
tiba-tiba dapat bernafas spontan kembali dan mata kembali fokus namun tidak
dapat bersuara, pernafasan terdengar wheezing, pasien terlihat kesulitan
bernafas dan terlihat sangat lemas. Pasien tiba di RS pada tanggal 8-4-2018
pukul 15.30.
Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat Kesehatan Keluarga : Ayah pasien menderita asma sejak ayahnya
duduk di bangku perkuliahan.
Riwayat Alergi :-
Pemeriksaan Fisik
KU : Somnolen
BB/TB : 70 kg / 170 cm
Tanda Vital : TD : 90/80 mmHg RR : 32 x/menit
HR : 162 x/menit Suhu : 37 ºC
B1 (Breath)
Pasien terlihat sulit bernafas, tidak terlihat adanya respon batuk, terdengar
whezzing dan ronkhi
B2 (Blood)
Gallop atau murmur (-), pasien terlihat pucat, berkeringat dan sianosis, akral
dingin
B3 (Brain)
Pasien mengalami penurunan kesadaran.
B4 (Bladder)
Tidak ada masalah pada perkemihan

34
B5 (Bowel)
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, karena pasien merasa dadanya
sangat sesak B6 (Bone)
Nyeri dibagian dada karena sulitnya bernafas

Pemeriksaan Penunjang
1. CBC
WBC: 13.67 X 10 3 /μL
HGB 15.9 mg/dl
HCT 48.6 %
PLT 31 10 3 /μL.
2. Kimia darah
Na 144
mmol/L K 4,8
mmol/L.
3. Analisis Gas Darah pH 7.23 pCO2 66 mmHg pO2 93 mmHg HCO3 27
mmol/L BE -2.4 mmol/L
SO2 95 %.
4. Chest x-ray didapatkan edema paru dd/ pneumonia paru tidak terdapat
pneuomothorax.

35
ANALISA DATA
NO. Problem Etiologi Symptomp
1. Ds. – Penumpukan Gangguan
cairan di alveoli pertukaran gas
Do.
- Pasien tampak berat
saat bernafas - Bibir sianosis
- Terdapat wheezing
- Pada Chest x-ray
didapatkan edema paru dd/
pneumonia paru tidak terdapat
pneuomothorax.

2. Ds. - Penurunan Pola nafas tidak


kemampuan efektif
Do.
oksigenasi
- Rhonki
- Mata kembali fokus
tetapi tidak dapat bersuara
- RR: 32x/menit

PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan cairan di alveoli


2. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan kemampuan oksigenasi
INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx Hasil

36
1 Setelah dilakukan 1. Kaji status 1. Memonitor tingkat respirasi
asuhan keperawatan pernapasan, catat pasien sehingga tidak terjadi
selama 2x24 jam, peningkatan penurunan atau peningkatan
diharapkan keadaan respirasi yang drastis
umum pasien membaik 2. Berikan istirahat 2. Istirahat dapat menenangkan
dengan kriteria hasil: yang cukup dan perasaan pasien pasca
- Pasien dapat posisi yang kejadian dan memberikan
bernafas spontan nyaman efek relaksasi terhadap
- Tidak terdapat 3. Ajarkan pasien pasien
sianosis teknik relaksasi 3. Membantu memberikan
- Wheezing (-) nafas dalam dan efek lega saat bernafas dan
- Cairan keluar batuk efektif membantu pasien
seutuhnya dari jalan 4. Kolaborasi dengan mengeluarkan sputum yang
nafas dokter pemberian
mengganggu pernapasan
obat
bronchodilator dan 4. Dicurigai gangguan
ekspektoran terburuk apabila pasien
gagal nafas dan membantu
pengeluaran cairan yang
tertumpuk

2 Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Memastikan TTV dalam


asuhan keperawatan 2. Hitung intake, batas normal
selama 2x24 jam output dan balance 2. Berkurangnya
diharapkan pola nafas cairan volume/keluarnya cairan
pasien kembali efektif 3. Ajarkan pasien dapat meningkatkan heart
penggunaan
dengan kriteria hasil: rate, menurunkan TD, dan
masker oksigen
- Ronkhi (-) yang benar volume denyut nadi
- Composmentis menurun

37
- RR normal 4. Kolaborasi 3. Oksigen dapat meningkatkan
20x/menit dengan dokter kadar O2 pasien sehingga
pemberian obat tidak terjadi hipoksia
nebulizer 4. Memperbaiki volume
sirkulasi

38
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No. Hari/Tgl Diagnosa Implementasi Ttd Evaluasi Ttd
Dx
1. Minggu, Gangguan 1. Mengkaji status pernapasan, catat jika √ S : Klien mengatakan sesak sedikit √
8-4-2018 berkurang
pertukaran ada peningkatan respirasi
O : Klien tampak lega saat bernafas
gas b.d 2. Memberikan istirahat yang cukup dan posisi √ A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3,4
penumpukan yang nyaman
cairan di 3. Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas √
alveoli dalam dan batuk efektif
4. Mengkolaborasi dengan dokter pemberian obat √
bronchodilator dan ekspektoran

Senin, 1. Mengkaji status pernapasan, catat jika √ S : Pasien mengatakan mampu √


98-2018 mempraktikan teknik relaksasi nafas
ada peningkatan respirasi
dalam dan batuk efektif secara mandiri
2. Membantu pasien untuk posisi semi fowler √ O : suara wheezing sudah sedikit
berkurang
3. Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas
√ A : Masalah teratasi sebagian
dalam dan batuk efektif P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3
4. Memberikan obat bronchodilator
dan ekspektoran √

28
2. Minggu, Pola nafas 1. Mengobservasi TTV √ S : Klien mengatakan, mampu √
8-4-2018 mempertahankan jalan napas paten
tidak efektif 2. Menghitung intake, output dan balance
√ dengan bunyi napas bersih
b.d 3. cairan Mengajarkan pasien penggunaan O : Terdengar tidak adanya suara
tambahan/Ronchi, RR 22x/menit
penurunan masker oksigen yang benar
√ A : Masalah belum teratasi
kemampuan 4. Mengkolaborasi dengan dokter pemberian P : Intervensi lanjut no. 2,3,4
oksigenasi obat nebulizer √

Senin, 1. Mengobservasi TTV √ S : Pasien tidak lagi menggunakan otot √


98-2018 bantu pernapasan.
2. Membantu pasien untuk rileks dan
√ O : Tampak Pasien tidak lagi mengalami
memposisikan semi fowler sesak
Menganjurkan pasien menggunakan masker A : Masalah Teratasi
3.
P :Intervensi di hentikan
oksigen √
4. Memberikan obat nebulizer jika pasien
masih merasa kesulitan bernafas

29
BAB 4

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ARDS adalah Suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas
alveolus dan/atau membrane kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu
gangguan besar pada system paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas.ARDS
merupakan bentuk gagal napas yang berbeda ditandai dengan hipoksemia berat
yang resisten terhadap pengobatan konvensional.

Tata laksana ARDS yang terpenting yaitu menghentikan proses inflamasi,


penanganan ARDS difokuskan pada 3 hal, yaitu: mencegah lesi paru secara
iatrolgenik, mengurangi cairan didalam paru, mempertahankan oksigen jaringan

4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penyusun menyadari tentu banyak
kekurangan dan kejanggalan baik dalam penulisan maupun penjabaran materi
serta penyusunan atau sistematik penyusunan.

Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca semua. Dan penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat
member manfaat bagi kita semua

DAFTAR PUSTAKA
Aplikasi Asuhan Keperawatan Nanda NIC-NOC Edisi Jilid 1. 2015.
Hudak, Gallo. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi VIII. Vol. 1.
EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
EVIDENCE BASED PRACTICE

NO PENULIS JUDUL TUJUAN SAMPEL DESIGN INTERVENSI HASIL PENELITIAN


(TAHUN) PENELITIAN
NEGARA

1 Yudi Elyas, ASPEK bertujuan untuk Penelitian ini penelitian kualitatif Airway Pasien Ny. SA, NRM:
Sri Yona, CARING memberikan gambaran merupakan dengan pendekatan management, namun 4521xxx, usia 33 thn
Agung PERAWAT caring perawat dalam penelitian kualitatif studi kasus dengan kehati-hatian masuk ke Rumah Sakit
Waluyo DALAM melakukan asuhan dengan pendekatan mengingat pasien tanggal 05 April 2021
PERAWATAN keperawatan kritis pada studi kasus. memiliki risiko melalui IGD dengan
2022 PASIEN ARDS pasien COVID-19 yang Pengumpulan data terjadi desaturasi keluhan demam dan
COVID-19 terpasang Extracorporeal dilakukan dengan dan terjadi sesak berat yang sudah
TERPASANG Membrane Oxygenation hasil observasi dan perdarahan akibat dirasakan semenjak 5
EXTRACORP (ECMO) di ruang ICU studi dokumentasi. penggunaan terapi hari sebelum masuk
OREAL dengan menggunakan Subjek penelitian pengencer darah Rumah Sakit. Pasien
MEMBRANE teori keperawatan Care, berjumlah 1 orang selama penggunaan dilakukan pemeriksaan
OXIGENATIO Core, Cure Lydia Hall. yaitu pasien wanita mesin ECMO. Swab PCR dan
N (ECMO): dewasa dengan Intervensi didapatkan hasil positif
STUDI diagnosa medis keperawatan yang COVID-19. Pasien
KASUS ARDS ec COVID- dilakukan adalah masuk ke Rawat Inap
DENGAN 19, P2A1, PPT (3140): untuk mendapatkan
PENDEKATA Spectrum Accrete, perawatan dengan Dx.
N TEORI hipertensi pro Monitor suara ARDS ec COVID-19,
KEPERAWAT tindakan radical ronkhi dan crackles P2A1, PPT spectrum
AN STUDI hysterectomy, di jalan nafas, accrete, Hipertensi pro
KASUS placenta previa pertahankan tindakan Radical
DENGAN accreta spectrum pengembangan Hysterectomy, Placenta
PENDEKATA balon (cuff) pada previa accreta spectrum.
N TEORI tekanan 15-25 Pasien dirawat di Ruang
KEPERAWAT mmHg, lakukan Rawat selama 3 hari lalu
AN CARE, suctioning dilakukan operasi pada
CORE AND jika diperlukan, tanggal 08 April 2021
CURE LYDIA berikan sedasi yang untuk tindakan Radical
HALL cukup sebelum hysterectomy, Placenta
melakukan previa accreta spectrum.
suctioning untuk Di dalam kamar operasi
menghindari pasien mengalami
peningkatan tekanan perdarahan dan
paru-paru yang diputuskan oleh tim
dapat mengganggu medis untuk masuk ke
sirkulasi mesin ruang ICU dalam kondisi
ECMO, monitor hemodinamik tidak stabil
warna, jumlah dan dan perdarahan. Setelah
konsistensi secret, perawatan 3 hari di ICU
gunakan alat suction kondisi klinis dan
steril setiap hemodinamik membaik,
melakukan tindakan, pasien dilakukan
prioritas ekstubasi pada tanggal
menggunakan 11 April 2021.
suction dengan jenis
close system untuk Pada hari berikutnya
suction pada ETT, tanggal 12 April 2021,
berikan O2 pasien mengalami
tambahan untuk peningkatan frekuensi
proses suctioning, nafas (takipnea) dan
monitor status kebutuhan oksigen
oksigen pasien meningkat. Pasien
sebelum, selama dan menggunakan terapi
setelah suctioning, oksigen nasal canul lalu
monitor penurunan diganti dengan
volume ekspirasi menggunakan sungkup.
dan peningkatan Dari hasil pemeriksaan
tekanan inspirasi, rontgen ulang ditemukan
letakkan adanya perburukan
perlengkapan dibandingkan dengan
intubasi dan BVM hasil rontgen
ditempat yang sebelumnya dimana
mudah dijangkau, tampak infiltrat di kedua
regulasi asupan lapang paru pasien.
cairan untuk Frekuensi nafas pasien
mengoptimalkan semakin meningkat dan
keseimbangan nilai Sat O2 turun
cairan, pantau status sampai dengan 90%.
pernafasan dan Pemasangan HFNC
oksigenasi dengan dilakukan, namun
memantau nilai kondisi pasien semakin
SatO2 dan nilai memburuk dan akhirnya
PaO2 dan pantau diputuskan untuk
apakah terdapat dilakukan intubasi dan
peningkatan nilai menggunakan ventilasi
PCO2, pantau hasil mekanik dengan fraksi
pemeriksaan oksigen yang tinggi
Rontgen Thoraks. (FiO2 90%).

Tanggal 14 April 2021


dilakukan pembahasan
kasus sulit dilakukan
oleh Tim medis yang
menangani pasien, lalu
diputuskan untuk
pemasangan ECMO di
ruang ICU pada tanggal
15 April 2021.

2
Yuniyas VENO mengetahui efektifitas sepuluh artikel yang pencarian literatur Penelitian ini efektifitas veno venous
Ihsanidar, VENOUS veno-venous ditelaah dari beberapa menggunakan extracorporeal
Tuti EXTRACORP extracorporeal membrane database online metode tinjauan membrane oxygenation
Herawati OREAL oxygenation terhadap sistematik yang terhadap pemulihan
(2021) MEMBRANE pemulihan pasien diambil dari pasien COVID-19
OXYGENATI COVID-19 disertai acute berbagai literatur disertai acute respiratory
ON respiratory distress dari beberapa distress syndrome
TERHADAP syndrome serta faktor- database online. didukung oleh cara kerja
PEMULIHAN faktor yang mendukung Langkah-langkah veno venous
PASIEN efektifitasnya. yang digunakan extracorporeal
COVID-19 dalam studi literatur membrane oxygenation
DISERTAI ini adalah; 1) itu sendiri dan peran
ACUTE Mengidentifikasi perawat
RESPIRATOR topik berdasarkan perfusi/perfusionis dalam
Y DISTRESS tema yang diminati; penatalaksanaannya.
SYNDROME 2) Menentukan Salah satu cara kerja dari
keywords yang akan veno venous
ditelusur; 3) extracorporeal
Melakukan ekstraksi membrane oxygenation
dan analisis data; 4) pada kasus gagal nafas
Mengidentifikasi berat adalah dengan
hasil. Literatur yang memfasilitasi pertukaran
digunakan adalah oksigen dan
sejumlah artikel karbondioksida dari
yang diperoleh dari darah secara langsung.
database online Sedangkan seorang
seperti EBSCOhost perfusionis bertanggung
Research Databases, jawab atas operasional
Medical Resources: mesin ECMO serta
MEDLINE, Science perawatan dan
Direct dengan monitoring pasien
kriteria inklusi selama terpasang mesin
berupa artikel tahun ini
2016-2021, full text,
dan original article

3
Aditya Heparin Untuk menilai pengaruh Tiga puluh pasien Penelitian ini kelompok pertama Pemberian heparin intra
Kisara, Intravena pemberian heparin yang diperkirakan merupakan diberi heparin vena dengan dosis 10
Mohamad Terhadap Rasio intravena pada pasien membutuhkan penelitian klinis intravena dan unit/kgbb/ jam pada
Sofyan PF pada Pasien ALI/ARDS dengan ventilator minimal eksperimental yang kelompok kedua pasien ALI/ ARDS
Harahap, Acute Lung ventilator mekanik dua hari dipilih dilakukan secara sebagai kontrol, dengan ventilator
Uripno Injury (ALI) secara acak dan di acak tempat pemeriksaan mekanik menghasilkan
Budiono dan Acute ikutkan dalam laboratorium di rasio PF yang berbeda
Respiratory penelitian Laboratorium tidak bermakna dengan
Distress Patologi Klinik kelompok kontrol, baik
Syndrome RSUP Dr. Kariadi pada hari 0, 1 dan 2
(ARDS) Semarang. Dari
perhitungan, jumlah
sampel yang
diperlukan adalah 15
orang. Kriteria
inklusi meliputi:
usia 12-70 tahun,
didiagnosis
ALI/ARDS dan
menggunakan
ventilator. Kriteria
eksklusi berupa syok
perdarahan. Seleksi
penderita dilakukan
pada saat masuk
ICU, penderita yang
memenuhi kriteria
ditentukan sebagai
sampel. Penelitian
dilakukan terhadap
30 penderita. Semua
pasien diperiksa
laboratorium
lengkap pada waktu
masuk ICU. Sampel
dibagi menjadi dua
kelompok,
kelompok diberikan
heparin intravena 10
unit/kgbb/jam 50
dan kelompok tanpa
heparin. Pemberian
heparin intravena
dilakukan dengan
Syring Pump (SP)
dengan spuit 20 cc
dengan diencerkan
menggunakan Nacl
0,9%. Ventilator
disetting
berdasarkan
pedoman ARDS net.
Hari nol, satu dan
dua dilakukan
pemeriksaan
kembali kadar, PTT
dan BGA. Hasil
pemeriksaan
dibandingkan
dengan data dasar.
Setelah itu
dilakukan analisis
statistik.

4 Dian Pengaruh Prone posisi untuk


Untuk mengetahui 5 artikel yang Pencarian sistematis Study yang diambil
Noviati prone position dari 5 database tentang pemberian peningkatan
pengaruh posisi memenuhi kriteria
Kurniasih, terhadap medis (PubMed, prone dilakukan oksigenasi, mencegah
tengkurap terhadap inklusi, dan 122
Fitrian peningkatan Proquest, Embase, pada pasien yang derajat keparahan
peningkatan oksigenasi pasien dilibatkan
Rayasari, oksigenasi Medline, Cinhal) sadar dan tidak penyakit, mencegah
pada pasien COVID-19 untuk analisis
Ahmad pada pasien diintubasi yang tindakan
dengan tinjauan
Zubairi, covid-19: terkonfirmasi Covid- intubasi/perawatan
Suryati, ICU dan ventilasi
Systematic sistematis akhir. 19. Kriteria inklusi :
Kesadaran pasien mekanik 78/119
Ninik review
baik, Pasien dapat (65,5%) dan
Yunitri
(2021) melakukan posisi menurunkan kematian
pronasi secara 77/85 (90,6%) (Coppo
mandiri, Pasien et al, 2020; Thompson
COVID-19 yang et al, 2020).
positif hasil swab
RT-PCR, pasien Pemberian posisi
hpoksemia, nilai prone diperlukan biaya
Saturasi Oksigen 93- rendah, pemanfaatan
94 % tanpa alat sumber daya lebih
bantu napas, sedikit, dan strategi
Respiratori Rate 25 - yang mudah
30 x/ menit, Hasil diterapkan, terutama di
rontgen thoraks negara berpenghasilan
pneumonia/lesi paru
rendah dan menengah
posterior. Intervensi:
program posisi
dengan infrastruktur
prone yang perawatan kesehatan
dilakukan kepada yang terbatas. Study
pasien COVID-19 literature menjelaskan
dengan pneumonia. bahwa posisi prone
Outcome: adalah pilihan yan
peningkatan saturasi tepat.untuk pasien
oksigen (Nilai SpO2 yang menderita ARDS
dan Respiratori terkait COVID-19.
Rate) dan Mayoritas pasien
menurunkan derajat
menunjukkan
keperahan penyakit
(derajat berat kasus
perbaikan oksigenasi
COVID 19) dan pernapasan. Pasien
sehingga menunda sedikit tidaknyamanan
kebutuhan
perawatan Intensif selama posisi prone.
Care Unit untuk
tindakan intubasi.

5 Dwi PENGARUH Mengetahui efektifitas Pasien ICU RSUD Alat pengumpulan adanya pengaruh
Metode quasi
Ariyani CLAPPING, pemberian tindakan Kabupaten data yaitu lembar clapping, vibrasi dan
eksperimen
, Ria Setia VIBRASI, clapping, vibrasi dan Tangerang yang kuesioner yang suction terhadap nilai
Sari, Febi SUCTION suction terhadap tidal menggunakan berisi nama pasien tidal volume pada
Ratna Sari TERHADAP volume pada pasien ventilator dengan pasien yang
TIDAL yang menggunakan sebanyak 36 orang inisial,umur,berat menggunakan
(2020)
VOLUME ventilator pasien badan dan ventilator
PASIEN diagnosa medis
YANG (Umara et al.,
MENGGUNA 2017). Ventilator
KAN terdapat monitor
VENTILATO yang menunjukan
R yang menunjukan
DI besaran tidal
ICU volume nyang di
RSUD harapkan tercapai
KABUPATE oleh pasien serta
N hasil yang di capai
TANGERAN oleh pasien.
G Lembar observasi
tidal volume di
gunakan dalam
penilaian tidal
volume sebelu dan
sesudah di berikan
intervensi
clapping, vibrasi
dan suction
(Ambarwati,2018)

Anda mungkin juga menyukai