Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN INFARK MIOKARDIUM

DISUSUN OLEH

AIP HAKIKI
(214201446149)
JAYATRI KURNIASIH
(214201446037)
LILIS MUKHLISOH (214201446163)
MAWADAH TAWARAHMAH (214201446146)
RETNOWATI HAZANAH (214201446174)

PRODI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas izinNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Infark Miokardium”, ini merupakan salah satu
pokok bahasan dalam mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Semoga dengan
adanya makalah ini, dapat menambah pengetahuan dan bisa mengaplikasikannya.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan


maupun kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan berupa
kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang


telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama pada dosen pengampu.

Jakarta, Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI

i
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Tujuan Umum .................................................................................. 2

1.3 Tujuan Khusus .................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4

2.1 Anatomi Fisiologi ............................................................................. 4

2.2 Pengertian ......................................................................................... 9

2.3 Etiologi ............................................................................................. 9

2.4 Manifestasi Klinis ............................................................................ 10

2.5 Patofisiologi/ Patflowdiagram .......................................................... 11

2.6 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 12

2.7 Komplikasi ....................................................................................... 14

2.8 Penatalaksanaan ............................................................................... 15

2.9 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 21

2.10 Luaran Keperawatan ...................................................................... 21

2.11 Intervensi Keperawatan .................................................................. 21

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 31

3.1 Simpulan ........................................................................................... 31

3.2 Saran ................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 33

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infark Miokard Akut (IMA) merupakan salah satu penyakit
kardiovaskuler yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari (Astuti
& Maulani, 2018).
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal serangan jantung
adalah keadaan dimana aliran darah ke jantung mengalami gangguan
sehingga menyebabkan sel otot jantung mati (Haryuni, 2015).
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang banyak menyebabkan
kematian di negara maju maupun negara berkembang.
Data World Health Organization (WHO, 2017) penyakit
kardiovaskular menyebabkan kematian sebanyak 17,9 juta orang setiap
tahunnya, angka ini adalah 31% dari seluruh kematian di dunia (Yulong et
all., 2014).
Prevelensi tertinggi di Indonesia dengan penyakit kardiovaskuler
adalah PJK. Berdasarkan wawancara terdiagnosis sebesar 0,5% dan
berdasarkan terdiagnosis dokter sebesar 1,5% dengan angka kematian
120.447 jiwa.
Penyakit jantung seperti Infark Miokard Akut (IMA) mempunyai
pengaruh yang cukup besar bagi penderita dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Penderita penyakit jantung yang telah melewati fase akut dan
sedang menjalani rawat jalan atau rawat inap harus melakukan perbaikan
dalam hal diet, kebiasaan merokok, pembatasan aktivitas, dan juga
pengendalian stress dan kecemasan. Perbaikan pada pasien jantung adalah
perubahan dalam hal-hal yang dapat menjadi sumber stress dan dapat
menimbulkan kondisi penderita penyakit jantung menjadi lebih buruk,
aspek yang harus di perhatikan pada pasien penyakit jantung antara lain
aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual penderita (Mirwanti &
Nuraeni, 2016).

iv
Perubahan pada psikologis yang terjadi pada penderita penyakit
jantung seperti IMA dapat memberikan pengaruh buruk bagi status
kesehatan pasien. pada kondisi cemas, stress, dan depresi dapat
berpengaruh pada fisiologi jantung (Mirwanti & Nuraeni, 2016).
Pada keadaan spiritual seseorang yang rendah dapat menimbulkan
permasalahan psiko-sosial di bidang kesehatan. Dimensi spiritual sering
dilupakan karena perawat dan keluarga hanya berfokus pada mengatasi
masalah fisik pasien dan jarang menangani masalah spiritualitas (S &
Widyaningsih, 2015).
Dukungan keluarga akan membuat individu merasakan dipedulikan,
diperhatikan, merasa tetap percaya diri, tidak mudah putus asa, dan bisa
menerima dengan ikhlas kondisinya sehingga akan lebih tenang dalam
menghadapi suatu masalah (Sefrina & Latipun, 2016).
Dampak sakit dan hospitalisasi pada pasien gagal jantung
menyebabkan perubahan perilaku pada seseorang. Pasien dengan penyakit
gagal jantung cenderung merasa frustasi karena penyakit yang sedang dia
alami, karena baik secara langsung maupun tidak langsung pasien tersebut
merasa stres akan ancaman kematian akibat penyakitnya tersebut (Saman
& Kusuma, 2017).

1.2 Tujuan Umum


1. Melatih penulis agar mampu menyusun makalah yang benar.
2. Memperluas wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan pembaca
mengenai Infark Miokardium.
3. Memberikan sumbangan pemikiran baik berupa konsep teoritis
maupun praktis.
4. Mendukung perkembangan konsep keilmuan maupun pemecahan
masalah

1.3 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi Infark Miokardium
2. Mahasiswa mampu memahami definisi Infark Miokardium

v
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi Infark Miokardium
4. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis Infark Miokardium
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Infark Miokardium
6. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang Infark
Miokardium
7. Mahasiswa mampu memahami komplikasi Infark Miokardium
8. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Infark Miokardium
9. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Infark
Miokardium

vi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi


1. Anatomi
Jantung merupakan suatu organ yang terletak didalam rongga
mediastinum dari rongga dada (thorax) dan diantara kedua paru.
Selaput yang mengitari jantung disebut perikardium terdiri atas dua
lapisan yakni :
1. Perdikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada
tulang dan selaput paru.
2. Perikardium visceralis, yaitu merupakan lapisan permukaan dari
jantung itu sendiri yang juga disebut epikardium.
Diantara kedua lapisan tersebut terdapat sedikit cairan pelumas
yang berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat Gerakan
jantung saat memompa. Cairan ini disebut dengan cairan
pericardium (Nurgrahaeni, 2016).
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskular.
Terdiri dari 4 ruang yang berfungsi sebagai pompa, yaitu atrium
kanan dan atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Jantung
adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan
basisnya diatas dan puncaknya dibawah. Apeks-nya (puncak)
miring ke sebelah kiri jantung dibentuk oleh organ-organ muskular,
apeks dan basis kordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan
dan kiri (Nurgrahaeni, 2016)
Hubungan fungsional antara atrium dan ventrikel
diselenggarakan oleh jaringan susunan hantar khusus yang
menghantarkan impuls listrik dari atrium ke ventrikel. Sistem
tersebut terdiri dari Nodus SinoAtrial (SA Nodus). Nodus nodus
atrioventrikular (AV Nodus), berkas HIS (His Bundle) dan serabut-
serabut purkinje.
SinoAtrial (SA Node) / pacemaker : sekumpulan masa kecil dari sel
khusus yang terbentang pada dinding atrium kanan dekat

vii
pembukaan vena kava superior. Disebut pacemaker menginisiasi
impuls menyebabkan kontraksi atrium.
Atrioventrikular (AV Node): terdapat pada dinding atrial
septum dekat katup atrioventrikular. Mengkonduksi ipuls yang tiba
melalui atria dan yang berasal dari SA Node. Disini terdapat
delayed signal elektrik butuh 0,1 secon untuk melewati ventrikel,
menyebabkan atrium selesai berkontraksi sebelum ventrikel mulai
berkontaksi. AV node juga memiliki fungsi secondary pacemaker,
mengambil alih fungsi SA Node bila terjadi masalah, namun
menjadi lebih lambat dari SA Node (Nurgrahaeni, 2016)

Pembagian Ruang Jantung


1. Atrium kanan
Berfungsi sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik
yang mengalir ke ventrikel kanan. Darah yang berasal dari
pembuluh vena masuk ke dalam atrium kanan melalui vena kava
superior, vena kava superior dan sinus koronarius.
2. Ventrikel kanan
Darah dari atrium kanan mengalir menuju ke bentrikel kanan
melalui katup trikuspidalis. Ventrikel kanan menghasilkan
kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah
ke dalam arteri pulmonalis.
3. Atrium kiri
Atrium kiri menerima darah teroksigenasi dari paru melalui vena
pulmonalis. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri
melalui katup mitral.
4. Ventrikel kanan
Ventrikel kiri memompa darah menuju ke sistemik. Ventrikel kiri
harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi
tahanan sirkulasi sistemik. (Nurgrahaeni, 2016).

viii
Pembagian pembuluh darah coroner
Arteri koroner dibagi menjadi cabang kanan dan cabang kiri,
keduanya keluar dari pangkal aorta. Cabang kiri disebut left main,
mempercabangkan left anterior descendens (LAD) dan left
circumflex (LCx) yang memperdarahi bagian jantung anterior dan
lateral. Cabang kanan disebut right coronary artery (RCA) yang
memperdarahi janntung bagian kanan, posterior dan inferior
(Nurgrahaeni, 2016).

(Nurgrahaeni, 2016).

Elektrofisiologi Jantung
Didalam otot jantung, terdapat jaringan khusus yang
menghantarkan listrik. Jaringan tersebut memiliki sifat khusus,
yaitu:
1. Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan secara spontan
2. Irama: pembentukan impuls yang teratur
3. Daya konduksi: kemampuan untuk menyalurkan impuls
4. Daya rangsang: kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan
dan teratur jantung akan menghasilkan impuls-impuls yang

ix
disalurkan melalui sistem hantar untuk merangsang otot jantung
dan dapat menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls dimulai
dari nodus SA, nodus AV sampai dengan serabut purkinje.

Gambar 1.1 Anatomi kelistrikan jantung


a) SA Node
SA node disebut pemacu alami karena secara teratur mengeluarkan
aliran listrik impuls yang kemudian menggerakkan jantung secara
otomatis. Pada keadaan normal, impuls yang dikeluarkan
frekuensinya 60-100 kali per menit. Respon dari impuls SA
memberikan dampak pada aktivitas atrium.
SA node dapat menghasilkan impuls karena danya sel-sel
pacemaker yang impuls secara otomatis. Sel ini dipengaruhi oleh
saraf simpatis dan parasimpatis.
Strimulasi SA menjalar melintasi permukaan atrium menuju nodus
AV memberikan respons terhadap adanya kontraksi dari dinding
atrium untuk melakukan kontraksi. Bachman bundle
menghantarkan impuls dari nodus SA ke atrium kiri. Waktu yang
diperlukan pada penyebaran impuls SA ke AV berkisar 0.05 atau
50 ml/detik (Nurgrahaeni, 2016).
b) Traktur Internodal
Berfungsi sebagai penghantar impuls dari nodus SA ke nodus AV.
Yang terdiri dari anterior track, middle track dan posterior track.

x
c) Bachman bundle
Berfungsi menghantarkan impuls dari nodus SA ke atrium kiri.
d) AV Node
AV node terletak di dalam dinding septum (sekat) atrium sebelah
kanan, tepat diatas katup trikuspid dekat muara sinus koronaarius.
AV node mempunyai dua fungsi penting, yaitu:
1) Impuls jantung ditahan selama 0,1 atau 100 ml/detik, untuk
memungkinkan pengisian ventrikel selama atrium
berkontraksi.
2) Mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel,
3) AV node dapat menghasilkan impuls dengan frekuensi 40-60
kali permenit
e) Bundle His
Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari nodus AV ke sistem
bundle branch. Terletak di distal dari nodus AV, menembus
septum interventrikel di bagian posterior. Di dalam septum, bundle
his bercabang menjadi cabang bundle kanan dan cabang bundle
kiri.
f) Bundle Branch
Merupakan lanjutan dari bundle his yang bercabang menjadi dua
bagian, yaitu Right Bundle Branch (RBB/cabang kanan), untuk
mengirim impuls ke otot jantung ventrikel kanan dan Left Bundle
Branch (LBB/cabang kiri) yang terbagi menjadi dua, yaitu deviasi
ke belakang (ekft posterior vesice), menghantarkan impuls ke
endokardium ventrikel kiri bagian posterior dan inferior, dan
deviasi ke depan (left anterior vesicle), menghantarkan impuls ke
endokardium ventrikel kiri bagian anterior dan superior.
g) Sistem Purkinje
Merupakan bagian ujung dari bundle branch. Berdungsi untuk
menghantarkan/mengirmkan impuls menuju lapisan sub-endokard
pada kedua ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti
oleh kontraksi ventrikel. Sel-sel pacemaker di subendokardium

xi
ventrikel dapat menghasilkan impuls dengan frekuensi 20-40 kali
per menit.
Sumber : (Pengantar Anatomi Fisiologi Manusia, 2016)

2.2 Pengertian
Infark Miokardium adalah suatu nekrosis miokardium yang
diakibatkan oleh ketidakadekuatan pasokan darah akibat dari sumbatan
akut pada arteri koroner. Sumbatan yang terjadi secara garis besar
dikarenakan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian
disusul dengan terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembiolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini terjadi
disebabkan karena adanya spasme arteri koroner, emboli, atau vasculitis
(Muttaqin, 2014).
Infark Miokardium adalah nekrosis miokardium yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner.
Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada
arteri koroner yang kemudian diikuti terjadinya, thrombosis,
vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan mikroemboli distal (PERKI, 2015)

Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan atau kematian jaringan


otot jantung yang disebabkan karena penurunan aliran darah menuju otot
jantung sebagai akibat adanya penyumbatan arteria koronaria baik sebagian
maupun total (A. Fauzi Yahya, 2011).

2.3 Etiologi
Menurut M.Black, Joyce 2014 Infark Miokard Akut memiliki beberapa
penyebab internal maupun external diantaranya adalah:
1. Adanya ruptur plak aterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh
pembentukan trombus.
2. Penyumbatan total pada arteri oleh thrombus
3. Aktifitas fisik yang berat
4. Stress emosional yang berlebihan
5. Peningkatan respon system saraf simpatis dapat menyebabkan rupture
plak

xii
6. Terpapar udara dingin pada waktu tertentu yang dapat menyebabkan
pasien mengalami rupture plak.

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut (Fikriana, 2018) tanda dan gejala yang muncul pada IMA antara
lain:
1. Nyeri dada
Nyeri dada terasa sangat berat dan terjadi pada pertengahan pada
dinding dada, menyebar ke daerah leher, rahang bahu punggung
mapun lengan bagian kiri
2. Sesak nafas
Sesak nafas muncul akibat terjadinya iskemik ventrikel kiri atau
regurgitasi mitral sehingga akan terjadi gangguan aliran darah dari
vena pulmonalis
3. Nausea/vomiting
Terjadi akibat pengaruh sistem sarah otonom
4. Sinkop
Terkadang pasien mengalami sinkop atau penurunan kesadaran karena
aritmia atau hipotensi berat
5. Takikardi
Peningkatan denyut nadi terjadi karena peningkatan aktivitas saraf
simpatis
6. Bradikardia
Pasein dengan infark mmiokard akut inferior dapat mncul bradikardia
karena aktivitas saraf vagus
7. Syok kardiogenik
Gangguan fungsi miokard dapat menyebabkan jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah shingga menimbulkan syok
kardiogenik.

xiii
2.5 Patofisiologi/ Patflowdiagram
Infark miokard dibagi menjadi STEMI dan NSTEMI. Angina pectoris
yang tidak stabil juga dianggap sebagai sindromkoroner akut (ACS),
karena merupakakan prekursor yang akan menyebabkan terjadinya infark
miokard. Dalam banyak kasus infark miokard disebabkan karena
gangguan dari plak aterosklerotik yang rentan atau erosi dari endotel arteri
moroner (tipe 1). Infark miokard disebabkan oleh gangguan pada endotel
pembuluh darrah yang terkait dengan plak atero sklerotik yang tidak stabil
shingga merangsang pembentukan trombus intra koroner yang
menghasilkan koroner okluasi aliran darah arteri. Jika oklusi terus
menerus berlanjut selama lebih dari 20 menit, Kerusakan sel miokard
irreversibel dan kematian dapat terjadi. Perkembangan plak ateroskleorik
terjadi selama periode tahun ke tahun. Dua karakteristik utama dari plak
aterosklerotik secara gejala klinnis yaitu fibromuskular dan inti yang kaya
akan lipid. Erosi plak dapat terjadi karena tindakan matriks
metaloproteinase dan pelepasan kolagen lain dan protein dalam plak, yang
mengakibatkan penipisan fibromuskular. Tindakan protease, selain
pasukan hemodinamik diterapkan pada segmen arteri, dapat menyebabkan
gangguan endotel dan fissuring atau pecahnya ttup fibromuskular.
Hilangya stabilitas struktural dari sbuah plak sering terjadi pada
persimpangan tutup fibromuskular dan dinding pembuluh darah, sebuah
situs atau dikenal sebagai daerah bahu. Gangguan permukaan endotel
dapat menyebabkan pembentukan trombus melalui aktivasi platelet yang
dimediasi kaskade koagulasi. Jika trombus cukup besar untuk menutup
jalan aliran darah korooner, infark miokard dapat terjadi.
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluhh
darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertau vasokonstriksii yang
dinasmisi dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis adalah
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan
stunning (setelah iskemia menghilang, disritmia dan remodellign ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel (R.L & Jean, 2013).

xiv
arteritis
aterosklerosis Spasme

INFARK MIOKARD

Suplai O2 Tekanan ventrikel Perubahan


Daya Kontraksi
berkurang ke kiri meningkat hemodinamik Penurunan fungsi
jantung menurun,
miokardium progresif ventrikel
bradikardia,
takikardia
Metabolisme Kongesti pulmonal Penurunan perfusi TTV abnormal
anaerob perifer, koroner
PENURUNAN
CURAH JANTUNG dan paru
GANGGUAN
Produksi asam Edema pulmonal SIRKULASI SPONTAN
laktat Hipotensi, asidosis
Pegembangan metabolik dan
paru tidak optimal hipoksemia
NYERI AKUT RESIKO
HIPERVOLUME
sesak GANGGUAN
Kelemahan fisik
PERFUSI
JARINGAN

POLA NAFAS
Hipoksemia,
TIDAK EFEKTIF Mengeluh lelah
hipoksia

SYOK
KARDIOGENIK INTOLERANSI
AKTIVITAS

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
1. Proponin
Troponin merupakan protein yang ada didalam tubuh guna
mengontrol intraksi myosin dan aktin. Pada orang sehat tropin
I dan T dalam serum hamper tidak ada atau Negatif, sehingga
jika ada peningkatan sedikit saja dapat digunakan sebagai
penanda adanya kerusakan pada miosit. Perlu diingat
bahwsanya tropin yang ada dijantung dapat diketahui atau di
deteksi dalam serum pada kondisi lain yang akan
menyebabkan inflmasi jantungakut dengan contoh gagal
jantung, miokarditis, atau emboli paru. Pemeriksaan tropin
pada pasien inflak miokard akut didapatkan hasil adanya
peningkatan 3-4 jam setelah terjadinya gejala awal, dan
puncaknya antara 18 dan 36 jam setelah itu akan
menurunsecara perlahan, sedangkan pada inflak mikoard akut
yang luas akan bertahan hingga 10-14 hari (Liliy, 2011).
2. Creatine Kinase

xv
Kreatinin kinase di temukan dijantung, otot rangka, otak
dan organ lainnya yang memiliki fungsi sebagai produsen
ATP, kadar serum enzim kreatinin kinase akan meningkat jika
pasien mengalami cidera pada salah satu jaringan tersebut.
Tetapi ada 3 komponon kreatinin kinase yang dapat meningkat
spesifik diagnostic misalnya yang ditemukan diotot rangka dan
otak, dan jantung. Kreatinin kinase MB (yang terlokalisasi di
jantung) ditemukan sedikit dalam jaringan yang ada diluar
jantung, Rahim,usus, prostat, diagfragma dan lidah. Pada
pasien mormal terdapat >2,5% kreatinin kinase yang berada
didalam tubuh.
Kadar kereatinin akan meingkat setelah 3-8 jam pasien
terkena serangan infark miokard, sehingga nilainya akan
normal pada pemeriksaan pertama (misalnya, di unit gawat
darurat) dan akan kembali normal pada 48-72 jam (Lily, 2011).

3. SGOT
Pemeriksaan SGOT akan meningkat dalam 6-12 jam, dan
puncaknya dalam 24 jam setelah terjadi serangan, dan akan
kembali normal dalam 3-4 jam. (Lily, 2011).

2. Pemeriksaan EKG
Terlihat adanya perubahan pada pemeriksaan EKG yaitu gelombang
Q yang nyata, elevasi segmen ST, serta adanya gelombang T terbaik.
1. Adanya perubahan dapat dilihat pada hantaran yang terletak
diatas didaerah miokardium yang dedang mengalami nekrosis.
2. Adanya ST semen dan terdapat gelombang T yang kembali
normal, hanya gelombang Q yang tetap bertahan sebagai bukti
bahwa elektrokardiograf adanya infark lama.
3. Pada 30% pasien yang didiagnosa dengan infark tidak
terbentuk gelombang Q
4. Kriteria EKG untuk infark miokard :

xvi
a) Elevasi ST . mm pada dua atau lebih leads atau 1 mm pada
dua atau lebih lead
b) Gelombang Q .0.004 detik (1 persegi kecil)
Keterangan :

1). Hiperakut (cedera akut) : elevasi ST mningkat,


gelombang T berpuncak runcing.

2). Akut (berkembang) : Elevasi ST meningkat, penurunan


gelombang R

3). Buruk (memecahkan) : inversi T, ST tetap meningkat,


namun lebih rendah dari pada akut, Gelombang Q lebih
dalam

4). Belum ditentukan (penyembuhan) : ST normal, inversi


T F, berumur (sembuh/bekas luka), gelombang ST
dalam T normal, gelombang Q berlanjut

2.6.3 Photo Thorax


Hasil dari photo thorak pada pasien inflak miokard akut ada 2
macam, yang pertama biasa normal dan yang kedua terdapat adanya
pembesaran pada jantung dan diduga adanya anurisma ventrikuler.

2.7 Komplikasi
1. Distritmia
Distritmia adalah komplikasi yang paling sering dari infark miokard
akut adalah adanya gangguan irama pada jantung dengan presentase
90%. Dengan factor predisiposisi:
a. Iskemia
b. Hipokesemia
c. Pengaruh system syaraf para simpatis dan simpatis
d. Asidosis laktat
e. Kelainan hemodinamik
f. Keracunan obat

xvii
g. Gangguan keseimbagan elektrolit
2. Gagal jantung
3. Tromboemboli
4. Pericarditis
5. Rupture Miokardium
Rupture dining yang bebas dari ventrikel kiri menimbulkan
kematian sebanyak 10% yang dikarenakan IMA. Rupture ini akan
menyebabkan temponade jantung dan kematian.
6. Aneurisma Ventrikel
Hal ini merupakan komplikasi yang lambat dari imfark miokard
akut yang meliputi penipisan dan hipokinesis dari dinding infark
transmural.( wijaya,Putri, 2013).

2.8 Penatalaksanaan
Infark Miokard Akut (IMA) dibagi 2 berdasar gambaran EKG yaitu IMA
dengan elevasi segmen ST dan IMA dengan non elevasi segmen ST. Pada
IMA dengan elevasi ST mempunyai indikasi untuk dilakukan obat
trombolitik sedangkan yang non elevasi ST obat trombolitik tidak indikasi.

1. Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena
dapat diberikan melalui veana perifer. Sehingga terapi ini dapat
diberikan seawal mungkin, dikerjakan dimanapun (rumah, mobil
ambulan, helikopter dan unit gawat darurat) dan relatif murah.
Mekanisme kerja obat trombolitik melalui konversi inactive
plasmin zymogen (plasminogen) menjadi enzim fibrinolitik
(plasmin). Plasmin mempunyai spesifitas lemah terhadap fibrin dan
dapat melakukan degradasi terhadap beberapa protein yang
mempunyai ikatan arginyl-lysyl seperti fibrinogen. Karena itu
plasmin dapat menyebabkan fibrin (nogen) lisis (systemic lytic state)
yang menyebabkan kecenderungan perdarahan sistemik. Dalam
pengembangan obat trombolitik dibuat obat trombolitik generasi

xviii
kedua yang mempunyai sifat spesifik terhadap fibrin yang bekerja
pada permukaan fibrin. Plasmin hanya bekerja pada klot fibrin
dengan melalui hambatan alpha2-antiplasmin.
Direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam
yang mempunyai elevasi segmen ST atau left bundle branch block
(LBBB) deberikan IV fibrinolitik jika tanpa kontra indikasi.
Sedangkan penderita yang mempunyai riwayat perdarahan intra
kranial, stroke atau perdarahan aktif tidak diberikan terapi
fibrinolitik. Dosis streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan
dalam tempo 30-60 menit.

2. PTCA Primer
Pada penderita IMA, angioplasty primer secara khusus dengan
stenting koroner dan pemberian glikoprotein IIb/IIIa inhibitor akan
memberikan hasil baik. Beberapa penelitian random, kontrol
mendukung bahwa PTCA primer lebih efektif dibanding trombolitik.
Rekomendasi PTCA primer sebagai alternatif terhadap terapi
trombolitik dilakukan pada pusat PTCA yang lengkap dan didukung
ahli dalam prosedur PTCA primer dengan pengalaman mencukupi.
Di Amerika Serikat kurang dari 20% rumah sakit mampu melakukan
PTCA primer. Komite memberikan perhatian karena belum rutinya
prosedur PTCA sehingga jangan sampai menimbulkan
keterlambatan reperfusi karena menyiapkan prosedur PTCA primer.

3. Terapi Antiplatelet
a. Aspirin
Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase
platelet secara ireversibel. Proses tersebut mencegah formasi
tomboksan A2. The Veteran Administration Cooperatif study,
Canadian Multicenter Trial dan The Montreal Heart Institute
Study membuktikan aspirin menurunkan resiko kematian dan
infark miokard akut fatal dan non fatal sebesar 51-72% pada

xix
penderita angina tidak stabil. Mera analisis oleh Antiplatelet
Trialist Collaboration memperlihatkan penurunan resiko >25%
terhadap kematian dan infark kiokard akut.
Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi platelet
diberikan dosis awal paling sedikit 160 mg dan dilanjutkan
dosis 80-325 mg per hari. pemberian dosis aspirin yang lebih
besar akan mengakibatkan perdarahan pada gastrointestinal.
Aspirin mempunyai keterbatasan pada agregasi platelet karena
lemah menghambat aktivasi platelet oleh adenosine dipospat
dan kolagen.
b. Tiklopidin
Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin yang efektif
sebagai pengganti aspirin untuk pengobatan angina tidak stabil.
Mekanismenya berbeda dengan aspirin. Tiklopidin
menghambat agregasi platelet yang dirangsang ADP dan
menghambat transformasi reseptor fibrinogen platelet menjadi
bentuk afinitas tinggi.
c. Clopidogrel
Clopidrogel merupakan derivat tienopiridin baru.
Clopidogrel mempunyai efek menghambat agregasi platelet
melalui hambatan aktivasi ADP dependent pada kompleks
glikoprotein IIb/IIIa. Efek samping clopidogrel lebih sedikit
dibanding tiklopidin dan tidak pernah dilaporkan menyebabkan
neutropenia. Pada tahun 1996 dilakukan penelitian pada
19.185 penderita penyakit aterosklerosis dengan manifestasi
stroke iskemia, infark miokard dan penyakit vaskular perifer
simptomatik dilakukan random, diberikan clopidogrel atau
aspirin. Setelah diikuti 1,9 tahun clopidogrel terbukti lebih
efektif dibanding aspirin dalam penuruan resiko stoke iskemia,
infark miokard atau kematian karena penyakit vaskular,
kejadian infark miokard akut dan kematian. Pada penelitian
CURE didapatkan kombinasi clopidogrel dan aspirin

xx
mengakibatkan kejadian infark miokard akut dan kematian
sebesar 9,3% dibanding pemberian aspirin saja sebesar 11,4%
(p<0,001). Tetapi terjadi peningkatn resiko perdarahan pada
kelompok kombinasi aspirin dan clopidogrel. Penelitian
terakhir pada COMMIT dan CLARITY memberikan hasil
penuruan kematian pada penderita infark miokard akut yang
diobati clopidogrel.
d. Antagonis Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis glikoprotein IIb/IIIa menghambat reseptor yang
berinteraksi dengan protein-protein seperti fibrinogen dan
faktor von willebrand. Secara maksimal menghambat jalur
akhir dari proses adesi, aktivasi dan agregasi platelet. Telah
dikembangkan tiga kelas penghambat glikoprotein IIb/IIIa
yaitu antibodi murine-human chimeric (abciximab), bentuk
synthetic peptide (eptifibatide) dan bentuk synthetic
nonpeptide (tirofiban dan lamifiban).
4. Terapi antithrombin
a. Unfractioned heparin
Unfractioned heparin merupakan glikosaminoglikan yang
terbentuk dari rantai polisakarida dengan berat molekul 3000-
30.000. Rantai polisakarida berikatan dengan antitrombin III
dan menyebabkan penghambatan trombin dan faktor Xa. Meta
analisis memperlihatkan penurunan 33% insidensi infark
miokard dan kematian pada penderita yang mendapat terapi
kombinasi unfractioned heparin dan aspirin dibanding
pengobatan aspirin saja. Guidelines mendukung pengobatan
unfractioned dikombinasi dengan aspirin pada pengobatan
angina tidak stabil. Unfractioned heparin mempunyai
kelemahan pada variabilitas terhadap dose-reponse.
b. Low molecular – weight heparins (LMWH)
LMWH mempunyai rantai pendek (< 18 sakarida) dengan
bervariasi rasio anti faktor Xa : anti faktor IIa. Efikasi LMWH

xxi
pada IMA non ST elevasi bervariasi tergantung preparat
LMWH. Lebih tinggi rasio anti faktor Xa: anti faktor IIa akan
menghambat pembentukan trombin lebih baik
LMWH mempunyai keunggulan dibanding unfractioned
heparin yaitu bioavailibilitas meningkat tiga kali dengan
pemberian secara subkutan, mempunyai waktu paruh lebih
panjang, durasi kerja lebih panjang, mempunyai sedikit efek
pada hambatan agregasi platelet, tidak memerlukan
monitoring laboratorium, menurunkan resiko trombositopenia,
kurang berinteraksi dengan trombosit sehingga menurunkan
resiko perdarahan.

c. Direct antithrombin
Direct antithrombin menghambat formasi trombin tanpa
tergantung aktivitas antithrombin III dan terutama menurunkan
aktivitas trombin. Direct antithrombin yaitu hirudin, hirulog,
argatroban, efegatran dan inogatran akan menghambat ikatan
klot trombin secara lebih efektif dibanding penghambat
trombin indirek.

Penanganan IMA sebelum di rumah sakit :


1. Monitor, lakukan ABC. Siapkan diri untuk melakukan RJP dan
defibrilasi
2. Berikan oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin jika diperlukan
3. Jika ada, periksa EKG 12-sadapan; jika ada ST elevasi: Informasikan
secara dini rumah sakit dengan transmisi atau interpretasi, mulai
ceklist terapi fibrinolitik, Informasikan dini rumah sakit untuk
mempersiapkan penanganan STEMI.

Penilaian di Ruang Gawat Darurat segera (<10 mnt)


1. Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen

xxii
2. Pasang jalur IV
3. Periksa dan baca EKG 12-sandapan
4. Lakukan anamnesis & pemeriksaan fisik yang terarah & cepat
5. Lakukan ceklis terapi fibrinolisis, lihat jika ada kontraindikasi
6. Periksa enzim jantung, elektrolit , dan koagulasi
7. Dapatkan pemeriksaan sinar X dada yang portabel (<30 mnt)

Tata laksana umum diruang gawat darurat segera


1. Mulai pemberian oksigen 4 L/mnt; pertahankan saturasi O2 >90%
2. Aspirin 160-325 mg (jika belum diberikan)
3. Nitrat sublingual, semprot, atau IV
4. Morfin IV jika nyeri tidak berkurang dengan nitroglicerin.

Strategi Reperfusi
Pada onset IMA kurang atau 12 jam :
1. Terapi trombolitik atau PTCA primer ditentukan oleh kriteria pasien
dan institusi
2. Door-to-balloon inflation (PCI) target 90 mnt
3. Door-to-needle (fibrinolisis) target 30 mnt
Lanjutkan terapi tambahan: ACE inhibitors/angiotensin receptor blocker
(ARB) diberikan dalam 24 jam sejak gejala muncul HMG CoA reductase
inhibitor (terapi statin).

Pada IMA lebih dari 12 jam :


Pasien risiko tinggi:
1. Nyeri dada iskemik yg berulang
2. Deviasi ST yg berulang/persisten
3. VT
4. Hemodinamik tdk stabil
5. Tanda gagal pompa
Strategi invasif awal, termasuk kateterisasi dan revaskularisasi untuk syok
dalam 48 jam setelah AMI

xxiii
Lanjutkan ASA, heparin, dan terapi lain spt diindikasikan.
1. Penghambat ACE/ARB
2. HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)

2.9 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut (D.0077)
2. Penurunan Curah Jantung (D.0008)
3. Gangguan Sirkulasi Spontan (D.0007)
4. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
5. Risiko Syok (D.0039)
(PPNI, 2017)

2.10 Luaran Keperawatan


1. Tingkat Nyeri Menurun (L.08066)
2. Curah Jantung Meningkat (L.02008)
3. Sirkulasi Spontan Meningkat (L.02015)
4. Toleransi Aktivitas Meningkat (L.05047)
5. Tingkat Syok Menurun (L.03032)
(PPNI, 2018)

2.11 Intervensi Keperawatan


D.0077 Nyeri akut
1. Manajemen Nyeri (1.08238)
Observasi
1. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,
intensitas nyeri Identifikasi skala nyeri
2. Identifikasi respons nyeri non verbal
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan mamperingan nyeri
4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

xxiv
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (misal akupresur,terapi musik, biofeedback, terapi
pijat,aromaterapi,teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin,terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu
ruangan,pencahayaan,kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi : kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu

2. Pemberian analgetik I.08243


Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesic
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik

xxv
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
4. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi : jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi : Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

D.0008 Penurunan curah jantung

1. Perawatan Jantung (I.02075)


Observasi
1. Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah jantung
(meliputi dispenea, kelelahan, adema ortopnea paroxysmal
nocturnal dyspenea, peningkatan CPV).
2. Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali ditensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika
perlu)
4. Monitor intake dan output cairan.
5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama.
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi).
10. Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)

xxvi
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan sesudah
aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker, ACE inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin).
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis.
Batasi asupan kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi
lemak)
3. Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
6. Berikan dukungan emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

D.0007 Gangguan Sirkulasi Spontan


1. Resusitasi Jantung Paru

xxvii
Observasi
1. Identifikasi keamanan penolong, pasien dan lingkungan
2. Identifikasi respon pasien ( mis memanggil pasien, menepuk
bahu pasien)
3. Monitor nadi karotis dan napas setiap 2 menit atau 5 siklus
RJP
Terapeutik
1. Pakai alat pelindung diri
2. Aktifkan emergency medical system atau berteriak meminta
tolong
3. Posisikan pasien telentang ditempat datar dan keras
4. Atur posisi penolong berlutut disamping korban
5. Raba nadi karotis selama <10 detik
6. Berikan rescue breathing jika ditemukan ada nadi tetapi tidak
ada napas
7. Kompresi dada 30 kali dikombinasikan dengan bantuan napas
(ventilasi) 2 kali jika ditemukan tidak ada nadi dan tidak ada
napas
8. Kompresi dengan tumit telapak tangan menumpuk diatas
telapak tangan yang lain tegak lurus pada pertengahan dada
(seperdua bawah sternum)
9. Kompresi dengan kedalaman kompresi 5-6cm dengan
kecepatan 100-120 kali/menit
10. Bersihkan dan buka jalan napas dengan head tilt-chin lift atau
jaw thrust (jika curiga cedera servikal)
11. Berikan bantuan napas dengan menggunkan bag valve mask
dengan teknik EC-clamp
12. Kombinasikan kompresi dan ventilasi selama 2 menit atau
sebanyak 5 siklus
13. Hentikan RJP jika ditemukan adanya tanda-tanda kehidupan
,penolong yang lebih mahir dating, ditemukan adanya tanda-
tanda kematian biologis, do not resuscitation (DNR)

xxviii
Edukasi : jelaskan tujuan dan procedure tindakan kepada keluarga
atau pengantar pasien

Kolaborasi : kolaborasi tim medis untuk bantuan hidup lanjut

2.Manajemen Defibrilasi

Observasi : periksa irama pada monitor setelah RJP 2 menit

Teraupetik

1. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) hingga mesin defibrillator


siap
2. Siapkan dan hidupkan mesin defibrillator
3. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) hingga mesin defibrillator
siap
4. Siapkan dan hidupkan mesin defibrillator
5. Pasang monitor EKG
6. Pastikan irama EKG henti jantung (VF atau VT tanpa nadi)
7. Atur jumlah energy dengan mode asynchronized (360 joule
untuk monofasik dan 120-200 joule untuk bifasik)
8. Angkat paddle dari mesin dan oleskan jeli pada paddle
9. Tempelkan paddle sternum (kanan) pada sisi kanan sternum
dibawah klavikula dan paddle apeks (kiri) pada garis
midaksilaris setinggi elektroda V6
10. Isi energi dengan menekan tombol charge pada paddle atau
tombol charge pada mesin defibrillation dan menunggu hingga
energy yang diinginkan tercapai
11. Hentikan RJP saat defibrillation siap
12. Teriak bahwa defibrillation telah siap (mis “I’m clear, you’re
clear, everybody’s clear)
13. Berikan syok dengan menekan tombol pada kedua paddle
bersamaan

xxix
14. Angkat paddle dan langsung lanjutkan RJP tanpa menunggu
hasil irama yang muncul

D.0056 Intoleransi aktivitas


1. Manajemen Energi (I. 05178)
Observasi
1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi : kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

2. Terapi Aktivitas (I. 05186)


Observasi
1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan

xxx
4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu luang
6. Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
1. Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi danrentang
aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan social
4. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau gerak
10. Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika
sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori implicit dan
emosional (mis. kegitan keagamaan khusu) untuk pasien
dimensia, jika sesaui
14. Libatkan dalam permaianan kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan kecemasan ( mis. vocal group,
bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana,

xxxi
permaianan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positfi atas partisipasi dalam aktivitas

Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

D.0039 Risiko Syok


1. Pencegahan Syok (I.02068)
Observasi
1. Monitor status kardiopuimonal (trekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil

xxxii
5. Periksa riwayat alergi

Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
2. Fersiapkan intubasi dan ventilasi mekaniS, JIka penu
3. Pasang jalur IV, jika perlu
4. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
5. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

Edukasi
1. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Anjurkan melapor jika menemukan / merasakan tanda dan gejala
awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Anjurkan menghindari alergi
(PPNI, 2018)

xxxiii
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Infark Miokardium merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang
sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, lebih dikenal dengan serangan
jantung. Infark Miokardium merupakan penyebab kematian terbanyak
didunia, penyebab dari infark miokardium ialah adanya ruptur plak
aterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh pembentukan thrombus, adanya
penyumbatan total pada arteri oleh thrombus, aktifitas fisik yang berat, stres
emosional yang berlebihan, peningkatan respon sistem saraf simpatis dapat
menyebabkan rupture plak, terpapar udara dingin pada waktu tertentu yang
dapat menyebabkan pasien mengalami ruptur plak.
Infark Miokardium ditandai dengan gejala gejala seperti, nyeri dada,
sesak nafas, nausea/vomiting, sinkop, takikardi, bradikardia, syok
kardiogenik. Infark Miokardium jika tidak ditangani secara cepat dan tepat
akan menyebabkan beberapa komplikasi seperti distritmia, gagal jantung,
tromboemboli, pericarditis, ruptur miokardium.
Mengetahui pasien dengan infark miokardium dapat dilakukan dengan
beberapa pemeriksaan antara lain, pemeriksaan laboratorium troponin I,
kreatine kinase, rontgen thorax, EKG.
Perawat dapat membantu pasien untuk memperkecil kerusakan jantung
sehingga mengurangi terjadinya komplikasi, dengan cara mengembalikan
keseimbanagan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung yaitu dengan
memberikan therapi obat obatan sesuai instruksi dokter, pemberian oksigen,
tirah baring total, memonitor kondisi jantung, berkolaborasi dengan gizi
untuk diet rendah garam dan diet jantung, pemberian therapi koagulan,
mengatasi apa yang menjadi keluhan pasien seperti nyeri.

xxxiv
3.2 Saran
Penyebab kematian terbanyak dunia adalah infark miokardium, ini
menjadi fokus, agar kita dapat mencegah supaya angka kematian akibat infark
miokardium berkurang. Menurut pendapat kelompok kami, cara mencegah
yaitu dengan mengubah pola hidup sehat, pola makan, olahraga secara rutin,
tidur teratur, mengurangi stress, melakukan medical check up secara rutin
minimal 1 tahun sekali untuk usia diatas 30 tahun. Menurut kelompok kami,
dengan begitu dapat mengurangi angka kematian akibat infark miokardium.

xxxv
DAFTAR PUSTAKA

1. Antiplatelet Trialist Collection. Collaborative Overview of Randomised


Trials of Antiplatelet Therapy. BMJ 1999; 308: 81-106.
2. Ardhina Nurgrahaeni (2016). Pengantar Anatomi Fisiologi Manusia.
Jakarta : EGC
3. Brunner, Suddart (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta :
EGC
4. Fitchett D, Goodman S, Langer A. New Advances in the Management of
Acute Coronary Syndromes: Matching Treatment to Risk. CMAJ 2001;
164 (9).
5. Fikriana, Riza (2018). Sistem Kardiovaskuler. Deepublish: Yogyakarta
6. Hsu LF K H Mak, Lau KW, Sim LL et al. Clinical outcomes of patients
with diabetes mellitus and acute myocardial infarction treated with
primary angioplasty or fibrinolysis.. Heart 2002;88:260-265.
7. ISIS-2 (Seccond International Study of Infarct Survival) Collaborative
Group. Randomised trial of intravenous streptokinase, oral aspirin, both,
or neither among17,187 cases of suspected acute myocardial infarction:
ISIS-2. Lancet 1988; 1: 545-549
8. Jacoby RM, Nesto RW. Acute myocardial infarction in the diabetic
patient: pathophysiology, clinical course and prognosis. J Am Coll
Cardiol. 1992 Sep;20(3):736-44.
9. Lilly, Leonard (2011), Patofiiologi penyakit jantung, Edisi 6. Wolters
Kluwer
10. Malmberg K. Prospective randomised study of intensive insulin treatment
on long term survival after acute myocardial infarction in patients with
diabetes mellitus . BMJ 1997;314:1512.
11. Muttaqin, Arif (2014). pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika
12. PERKI (2015). edisi pert. Pedoman Tatalakksana Sindrom Koroner Akut,.
Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia

xxxvi
13. PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
14. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
15. PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
16. Richard W, Nesto, Zarich S. Acute Myocardial Infarction in Diabetes
Mellitus , Lessons Learned From ACE Inhibition. Circulation.
1998;97:12-15.
17. Shah PK. New Insights into the Pathogenesis and Prevention of Acute
Coronary Syndromes. Am J Cardiol 1997; 79 (12B): 17-23.
18. Webster MWI and Scott RS. What Cardiologist need to know about
diabetes. Laancet 1997; 350 (suppl I): 23-28
19. White HD, Gersh BJ, Opie LH. Antithrombotic Agents: Platelet
Inhibitorrs, Anticoagulants and Fibrinolytics. In Opie LH, Gersh BJ (eds).
Drugs for The Heart, 5th ed. Philadelphia, WB Saunders Company, 2001:
302-311
20. Wijaya, Putri (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Cetakan 1. Jakarta :
Numed
21. Yahya, A. Fauzi (2011). Menaklukan Pembunuh No.1 : Mencegah dan
Mengatasi Penyakit Jantung Koroner secara Tepat dan Cepat. Bandung :
Qanita.

xxxvii

Anda mungkin juga menyukai