DISUSUN OLEH
AIP HAKIKI
(214201446149)
JAYATRI KURNIASIH
(214201446037)
LILIS MUKHLISOH (214201446163)
MAWADAH TAWARAHMAH (214201446146)
RETNOWATI HAZANAH (214201446174)
PRODI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas izinNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Infark Miokardium”, ini merupakan salah satu
pokok bahasan dalam mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Semoga dengan
adanya makalah ini, dapat menambah pengetahuan dan bisa mengaplikasikannya.
Penulis
DAFTAR ISI
i
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
Perubahan pada psikologis yang terjadi pada penderita penyakit
jantung seperti IMA dapat memberikan pengaruh buruk bagi status
kesehatan pasien. pada kondisi cemas, stress, dan depresi dapat
berpengaruh pada fisiologi jantung (Mirwanti & Nuraeni, 2016).
Pada keadaan spiritual seseorang yang rendah dapat menimbulkan
permasalahan psiko-sosial di bidang kesehatan. Dimensi spiritual sering
dilupakan karena perawat dan keluarga hanya berfokus pada mengatasi
masalah fisik pasien dan jarang menangani masalah spiritualitas (S &
Widyaningsih, 2015).
Dukungan keluarga akan membuat individu merasakan dipedulikan,
diperhatikan, merasa tetap percaya diri, tidak mudah putus asa, dan bisa
menerima dengan ikhlas kondisinya sehingga akan lebih tenang dalam
menghadapi suatu masalah (Sefrina & Latipun, 2016).
Dampak sakit dan hospitalisasi pada pasien gagal jantung
menyebabkan perubahan perilaku pada seseorang. Pasien dengan penyakit
gagal jantung cenderung merasa frustasi karena penyakit yang sedang dia
alami, karena baik secara langsung maupun tidak langsung pasien tersebut
merasa stres akan ancaman kematian akibat penyakitnya tersebut (Saman
& Kusuma, 2017).
v
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi Infark Miokardium
4. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis Infark Miokardium
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Infark Miokardium
6. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang Infark
Miokardium
7. Mahasiswa mampu memahami komplikasi Infark Miokardium
8. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Infark Miokardium
9. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Infark
Miokardium
vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
vii
pembukaan vena kava superior. Disebut pacemaker menginisiasi
impuls menyebabkan kontraksi atrium.
Atrioventrikular (AV Node): terdapat pada dinding atrial
septum dekat katup atrioventrikular. Mengkonduksi ipuls yang tiba
melalui atria dan yang berasal dari SA Node. Disini terdapat
delayed signal elektrik butuh 0,1 secon untuk melewati ventrikel,
menyebabkan atrium selesai berkontraksi sebelum ventrikel mulai
berkontaksi. AV node juga memiliki fungsi secondary pacemaker,
mengambil alih fungsi SA Node bila terjadi masalah, namun
menjadi lebih lambat dari SA Node (Nurgrahaeni, 2016)
viii
Pembagian pembuluh darah coroner
Arteri koroner dibagi menjadi cabang kanan dan cabang kiri,
keduanya keluar dari pangkal aorta. Cabang kiri disebut left main,
mempercabangkan left anterior descendens (LAD) dan left
circumflex (LCx) yang memperdarahi bagian jantung anterior dan
lateral. Cabang kanan disebut right coronary artery (RCA) yang
memperdarahi janntung bagian kanan, posterior dan inferior
(Nurgrahaeni, 2016).
(Nurgrahaeni, 2016).
Elektrofisiologi Jantung
Didalam otot jantung, terdapat jaringan khusus yang
menghantarkan listrik. Jaringan tersebut memiliki sifat khusus,
yaitu:
1. Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan secara spontan
2. Irama: pembentukan impuls yang teratur
3. Daya konduksi: kemampuan untuk menyalurkan impuls
4. Daya rangsang: kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan
dan teratur jantung akan menghasilkan impuls-impuls yang
ix
disalurkan melalui sistem hantar untuk merangsang otot jantung
dan dapat menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls dimulai
dari nodus SA, nodus AV sampai dengan serabut purkinje.
x
c) Bachman bundle
Berfungsi menghantarkan impuls dari nodus SA ke atrium kiri.
d) AV Node
AV node terletak di dalam dinding septum (sekat) atrium sebelah
kanan, tepat diatas katup trikuspid dekat muara sinus koronaarius.
AV node mempunyai dua fungsi penting, yaitu:
1) Impuls jantung ditahan selama 0,1 atau 100 ml/detik, untuk
memungkinkan pengisian ventrikel selama atrium
berkontraksi.
2) Mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel,
3) AV node dapat menghasilkan impuls dengan frekuensi 40-60
kali permenit
e) Bundle His
Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari nodus AV ke sistem
bundle branch. Terletak di distal dari nodus AV, menembus
septum interventrikel di bagian posterior. Di dalam septum, bundle
his bercabang menjadi cabang bundle kanan dan cabang bundle
kiri.
f) Bundle Branch
Merupakan lanjutan dari bundle his yang bercabang menjadi dua
bagian, yaitu Right Bundle Branch (RBB/cabang kanan), untuk
mengirim impuls ke otot jantung ventrikel kanan dan Left Bundle
Branch (LBB/cabang kiri) yang terbagi menjadi dua, yaitu deviasi
ke belakang (ekft posterior vesice), menghantarkan impuls ke
endokardium ventrikel kiri bagian posterior dan inferior, dan
deviasi ke depan (left anterior vesicle), menghantarkan impuls ke
endokardium ventrikel kiri bagian anterior dan superior.
g) Sistem Purkinje
Merupakan bagian ujung dari bundle branch. Berdungsi untuk
menghantarkan/mengirmkan impuls menuju lapisan sub-endokard
pada kedua ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti
oleh kontraksi ventrikel. Sel-sel pacemaker di subendokardium
xi
ventrikel dapat menghasilkan impuls dengan frekuensi 20-40 kali
per menit.
Sumber : (Pengantar Anatomi Fisiologi Manusia, 2016)
2.2 Pengertian
Infark Miokardium adalah suatu nekrosis miokardium yang
diakibatkan oleh ketidakadekuatan pasokan darah akibat dari sumbatan
akut pada arteri koroner. Sumbatan yang terjadi secara garis besar
dikarenakan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian
disusul dengan terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembiolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini terjadi
disebabkan karena adanya spasme arteri koroner, emboli, atau vasculitis
(Muttaqin, 2014).
Infark Miokardium adalah nekrosis miokardium yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner.
Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada
arteri koroner yang kemudian diikuti terjadinya, thrombosis,
vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan mikroemboli distal (PERKI, 2015)
2.3 Etiologi
Menurut M.Black, Joyce 2014 Infark Miokard Akut memiliki beberapa
penyebab internal maupun external diantaranya adalah:
1. Adanya ruptur plak aterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh
pembentukan trombus.
2. Penyumbatan total pada arteri oleh thrombus
3. Aktifitas fisik yang berat
4. Stress emosional yang berlebihan
5. Peningkatan respon system saraf simpatis dapat menyebabkan rupture
plak
xii
6. Terpapar udara dingin pada waktu tertentu yang dapat menyebabkan
pasien mengalami rupture plak.
xiii
2.5 Patofisiologi/ Patflowdiagram
Infark miokard dibagi menjadi STEMI dan NSTEMI. Angina pectoris
yang tidak stabil juga dianggap sebagai sindromkoroner akut (ACS),
karena merupakakan prekursor yang akan menyebabkan terjadinya infark
miokard. Dalam banyak kasus infark miokard disebabkan karena
gangguan dari plak aterosklerotik yang rentan atau erosi dari endotel arteri
moroner (tipe 1). Infark miokard disebabkan oleh gangguan pada endotel
pembuluh darrah yang terkait dengan plak atero sklerotik yang tidak stabil
shingga merangsang pembentukan trombus intra koroner yang
menghasilkan koroner okluasi aliran darah arteri. Jika oklusi terus
menerus berlanjut selama lebih dari 20 menit, Kerusakan sel miokard
irreversibel dan kematian dapat terjadi. Perkembangan plak ateroskleorik
terjadi selama periode tahun ke tahun. Dua karakteristik utama dari plak
aterosklerotik secara gejala klinnis yaitu fibromuskular dan inti yang kaya
akan lipid. Erosi plak dapat terjadi karena tindakan matriks
metaloproteinase dan pelepasan kolagen lain dan protein dalam plak, yang
mengakibatkan penipisan fibromuskular. Tindakan protease, selain
pasukan hemodinamik diterapkan pada segmen arteri, dapat menyebabkan
gangguan endotel dan fissuring atau pecahnya ttup fibromuskular.
Hilangya stabilitas struktural dari sbuah plak sering terjadi pada
persimpangan tutup fibromuskular dan dinding pembuluh darah, sebuah
situs atau dikenal sebagai daerah bahu. Gangguan permukaan endotel
dapat menyebabkan pembentukan trombus melalui aktivasi platelet yang
dimediasi kaskade koagulasi. Jika trombus cukup besar untuk menutup
jalan aliran darah korooner, infark miokard dapat terjadi.
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluhh
darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertau vasokonstriksii yang
dinasmisi dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis adalah
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan
stunning (setelah iskemia menghilang, disritmia dan remodellign ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel (R.L & Jean, 2013).
xiv
arteritis
aterosklerosis Spasme
INFARK MIOKARD
POLA NAFAS
Hipoksemia,
TIDAK EFEKTIF Mengeluh lelah
hipoksia
SYOK
KARDIOGENIK INTOLERANSI
AKTIVITAS
xv
Kreatinin kinase di temukan dijantung, otot rangka, otak
dan organ lainnya yang memiliki fungsi sebagai produsen
ATP, kadar serum enzim kreatinin kinase akan meningkat jika
pasien mengalami cidera pada salah satu jaringan tersebut.
Tetapi ada 3 komponon kreatinin kinase yang dapat meningkat
spesifik diagnostic misalnya yang ditemukan diotot rangka dan
otak, dan jantung. Kreatinin kinase MB (yang terlokalisasi di
jantung) ditemukan sedikit dalam jaringan yang ada diluar
jantung, Rahim,usus, prostat, diagfragma dan lidah. Pada
pasien mormal terdapat >2,5% kreatinin kinase yang berada
didalam tubuh.
Kadar kereatinin akan meingkat setelah 3-8 jam pasien
terkena serangan infark miokard, sehingga nilainya akan
normal pada pemeriksaan pertama (misalnya, di unit gawat
darurat) dan akan kembali normal pada 48-72 jam (Lily, 2011).
3. SGOT
Pemeriksaan SGOT akan meningkat dalam 6-12 jam, dan
puncaknya dalam 24 jam setelah terjadi serangan, dan akan
kembali normal dalam 3-4 jam. (Lily, 2011).
2. Pemeriksaan EKG
Terlihat adanya perubahan pada pemeriksaan EKG yaitu gelombang
Q yang nyata, elevasi segmen ST, serta adanya gelombang T terbaik.
1. Adanya perubahan dapat dilihat pada hantaran yang terletak
diatas didaerah miokardium yang dedang mengalami nekrosis.
2. Adanya ST semen dan terdapat gelombang T yang kembali
normal, hanya gelombang Q yang tetap bertahan sebagai bukti
bahwa elektrokardiograf adanya infark lama.
3. Pada 30% pasien yang didiagnosa dengan infark tidak
terbentuk gelombang Q
4. Kriteria EKG untuk infark miokard :
xvi
a) Elevasi ST . mm pada dua atau lebih leads atau 1 mm pada
dua atau lebih lead
b) Gelombang Q .0.004 detik (1 persegi kecil)
Keterangan :
2.7 Komplikasi
1. Distritmia
Distritmia adalah komplikasi yang paling sering dari infark miokard
akut adalah adanya gangguan irama pada jantung dengan presentase
90%. Dengan factor predisiposisi:
a. Iskemia
b. Hipokesemia
c. Pengaruh system syaraf para simpatis dan simpatis
d. Asidosis laktat
e. Kelainan hemodinamik
f. Keracunan obat
xvii
g. Gangguan keseimbagan elektrolit
2. Gagal jantung
3. Tromboemboli
4. Pericarditis
5. Rupture Miokardium
Rupture dining yang bebas dari ventrikel kiri menimbulkan
kematian sebanyak 10% yang dikarenakan IMA. Rupture ini akan
menyebabkan temponade jantung dan kematian.
6. Aneurisma Ventrikel
Hal ini merupakan komplikasi yang lambat dari imfark miokard
akut yang meliputi penipisan dan hipokinesis dari dinding infark
transmural.( wijaya,Putri, 2013).
2.8 Penatalaksanaan
Infark Miokard Akut (IMA) dibagi 2 berdasar gambaran EKG yaitu IMA
dengan elevasi segmen ST dan IMA dengan non elevasi segmen ST. Pada
IMA dengan elevasi ST mempunyai indikasi untuk dilakukan obat
trombolitik sedangkan yang non elevasi ST obat trombolitik tidak indikasi.
1. Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena
dapat diberikan melalui veana perifer. Sehingga terapi ini dapat
diberikan seawal mungkin, dikerjakan dimanapun (rumah, mobil
ambulan, helikopter dan unit gawat darurat) dan relatif murah.
Mekanisme kerja obat trombolitik melalui konversi inactive
plasmin zymogen (plasminogen) menjadi enzim fibrinolitik
(plasmin). Plasmin mempunyai spesifitas lemah terhadap fibrin dan
dapat melakukan degradasi terhadap beberapa protein yang
mempunyai ikatan arginyl-lysyl seperti fibrinogen. Karena itu
plasmin dapat menyebabkan fibrin (nogen) lisis (systemic lytic state)
yang menyebabkan kecenderungan perdarahan sistemik. Dalam
pengembangan obat trombolitik dibuat obat trombolitik generasi
xviii
kedua yang mempunyai sifat spesifik terhadap fibrin yang bekerja
pada permukaan fibrin. Plasmin hanya bekerja pada klot fibrin
dengan melalui hambatan alpha2-antiplasmin.
Direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam
yang mempunyai elevasi segmen ST atau left bundle branch block
(LBBB) deberikan IV fibrinolitik jika tanpa kontra indikasi.
Sedangkan penderita yang mempunyai riwayat perdarahan intra
kranial, stroke atau perdarahan aktif tidak diberikan terapi
fibrinolitik. Dosis streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan
dalam tempo 30-60 menit.
2. PTCA Primer
Pada penderita IMA, angioplasty primer secara khusus dengan
stenting koroner dan pemberian glikoprotein IIb/IIIa inhibitor akan
memberikan hasil baik. Beberapa penelitian random, kontrol
mendukung bahwa PTCA primer lebih efektif dibanding trombolitik.
Rekomendasi PTCA primer sebagai alternatif terhadap terapi
trombolitik dilakukan pada pusat PTCA yang lengkap dan didukung
ahli dalam prosedur PTCA primer dengan pengalaman mencukupi.
Di Amerika Serikat kurang dari 20% rumah sakit mampu melakukan
PTCA primer. Komite memberikan perhatian karena belum rutinya
prosedur PTCA sehingga jangan sampai menimbulkan
keterlambatan reperfusi karena menyiapkan prosedur PTCA primer.
3. Terapi Antiplatelet
a. Aspirin
Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase
platelet secara ireversibel. Proses tersebut mencegah formasi
tomboksan A2. The Veteran Administration Cooperatif study,
Canadian Multicenter Trial dan The Montreal Heart Institute
Study membuktikan aspirin menurunkan resiko kematian dan
infark miokard akut fatal dan non fatal sebesar 51-72% pada
xix
penderita angina tidak stabil. Mera analisis oleh Antiplatelet
Trialist Collaboration memperlihatkan penurunan resiko >25%
terhadap kematian dan infark kiokard akut.
Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi platelet
diberikan dosis awal paling sedikit 160 mg dan dilanjutkan
dosis 80-325 mg per hari. pemberian dosis aspirin yang lebih
besar akan mengakibatkan perdarahan pada gastrointestinal.
Aspirin mempunyai keterbatasan pada agregasi platelet karena
lemah menghambat aktivasi platelet oleh adenosine dipospat
dan kolagen.
b. Tiklopidin
Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin yang efektif
sebagai pengganti aspirin untuk pengobatan angina tidak stabil.
Mekanismenya berbeda dengan aspirin. Tiklopidin
menghambat agregasi platelet yang dirangsang ADP dan
menghambat transformasi reseptor fibrinogen platelet menjadi
bentuk afinitas tinggi.
c. Clopidogrel
Clopidrogel merupakan derivat tienopiridin baru.
Clopidogrel mempunyai efek menghambat agregasi platelet
melalui hambatan aktivasi ADP dependent pada kompleks
glikoprotein IIb/IIIa. Efek samping clopidogrel lebih sedikit
dibanding tiklopidin dan tidak pernah dilaporkan menyebabkan
neutropenia. Pada tahun 1996 dilakukan penelitian pada
19.185 penderita penyakit aterosklerosis dengan manifestasi
stroke iskemia, infark miokard dan penyakit vaskular perifer
simptomatik dilakukan random, diberikan clopidogrel atau
aspirin. Setelah diikuti 1,9 tahun clopidogrel terbukti lebih
efektif dibanding aspirin dalam penuruan resiko stoke iskemia,
infark miokard atau kematian karena penyakit vaskular,
kejadian infark miokard akut dan kematian. Pada penelitian
CURE didapatkan kombinasi clopidogrel dan aspirin
xx
mengakibatkan kejadian infark miokard akut dan kematian
sebesar 9,3% dibanding pemberian aspirin saja sebesar 11,4%
(p<0,001). Tetapi terjadi peningkatn resiko perdarahan pada
kelompok kombinasi aspirin dan clopidogrel. Penelitian
terakhir pada COMMIT dan CLARITY memberikan hasil
penuruan kematian pada penderita infark miokard akut yang
diobati clopidogrel.
d. Antagonis Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis glikoprotein IIb/IIIa menghambat reseptor yang
berinteraksi dengan protein-protein seperti fibrinogen dan
faktor von willebrand. Secara maksimal menghambat jalur
akhir dari proses adesi, aktivasi dan agregasi platelet. Telah
dikembangkan tiga kelas penghambat glikoprotein IIb/IIIa
yaitu antibodi murine-human chimeric (abciximab), bentuk
synthetic peptide (eptifibatide) dan bentuk synthetic
nonpeptide (tirofiban dan lamifiban).
4. Terapi antithrombin
a. Unfractioned heparin
Unfractioned heparin merupakan glikosaminoglikan yang
terbentuk dari rantai polisakarida dengan berat molekul 3000-
30.000. Rantai polisakarida berikatan dengan antitrombin III
dan menyebabkan penghambatan trombin dan faktor Xa. Meta
analisis memperlihatkan penurunan 33% insidensi infark
miokard dan kematian pada penderita yang mendapat terapi
kombinasi unfractioned heparin dan aspirin dibanding
pengobatan aspirin saja. Guidelines mendukung pengobatan
unfractioned dikombinasi dengan aspirin pada pengobatan
angina tidak stabil. Unfractioned heparin mempunyai
kelemahan pada variabilitas terhadap dose-reponse.
b. Low molecular – weight heparins (LMWH)
LMWH mempunyai rantai pendek (< 18 sakarida) dengan
bervariasi rasio anti faktor Xa : anti faktor IIa. Efikasi LMWH
xxi
pada IMA non ST elevasi bervariasi tergantung preparat
LMWH. Lebih tinggi rasio anti faktor Xa: anti faktor IIa akan
menghambat pembentukan trombin lebih baik
LMWH mempunyai keunggulan dibanding unfractioned
heparin yaitu bioavailibilitas meningkat tiga kali dengan
pemberian secara subkutan, mempunyai waktu paruh lebih
panjang, durasi kerja lebih panjang, mempunyai sedikit efek
pada hambatan agregasi platelet, tidak memerlukan
monitoring laboratorium, menurunkan resiko trombositopenia,
kurang berinteraksi dengan trombosit sehingga menurunkan
resiko perdarahan.
c. Direct antithrombin
Direct antithrombin menghambat formasi trombin tanpa
tergantung aktivitas antithrombin III dan terutama menurunkan
aktivitas trombin. Direct antithrombin yaitu hirudin, hirulog,
argatroban, efegatran dan inogatran akan menghambat ikatan
klot trombin secara lebih efektif dibanding penghambat
trombin indirek.
xxii
2. Pasang jalur IV
3. Periksa dan baca EKG 12-sandapan
4. Lakukan anamnesis & pemeriksaan fisik yang terarah & cepat
5. Lakukan ceklis terapi fibrinolisis, lihat jika ada kontraindikasi
6. Periksa enzim jantung, elektrolit , dan koagulasi
7. Dapatkan pemeriksaan sinar X dada yang portabel (<30 mnt)
Strategi Reperfusi
Pada onset IMA kurang atau 12 jam :
1. Terapi trombolitik atau PTCA primer ditentukan oleh kriteria pasien
dan institusi
2. Door-to-balloon inflation (PCI) target 90 mnt
3. Door-to-needle (fibrinolisis) target 30 mnt
Lanjutkan terapi tambahan: ACE inhibitors/angiotensin receptor blocker
(ARB) diberikan dalam 24 jam sejak gejala muncul HMG CoA reductase
inhibitor (terapi statin).
xxiii
Lanjutkan ASA, heparin, dan terapi lain spt diindikasikan.
1. Penghambat ACE/ARB
2. HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)
xxiv
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (misal akupresur,terapi musik, biofeedback, terapi
pijat,aromaterapi,teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin,terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu
ruangan,pencahayaan,kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi : kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
xxv
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
4. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi : jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi : Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
xxvi
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan sesudah
aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker, ACE inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin).
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis.
Batasi asupan kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi
lemak)
3. Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
6. Berikan dukungan emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
xxvii
Observasi
1. Identifikasi keamanan penolong, pasien dan lingkungan
2. Identifikasi respon pasien ( mis memanggil pasien, menepuk
bahu pasien)
3. Monitor nadi karotis dan napas setiap 2 menit atau 5 siklus
RJP
Terapeutik
1. Pakai alat pelindung diri
2. Aktifkan emergency medical system atau berteriak meminta
tolong
3. Posisikan pasien telentang ditempat datar dan keras
4. Atur posisi penolong berlutut disamping korban
5. Raba nadi karotis selama <10 detik
6. Berikan rescue breathing jika ditemukan ada nadi tetapi tidak
ada napas
7. Kompresi dada 30 kali dikombinasikan dengan bantuan napas
(ventilasi) 2 kali jika ditemukan tidak ada nadi dan tidak ada
napas
8. Kompresi dengan tumit telapak tangan menumpuk diatas
telapak tangan yang lain tegak lurus pada pertengahan dada
(seperdua bawah sternum)
9. Kompresi dengan kedalaman kompresi 5-6cm dengan
kecepatan 100-120 kali/menit
10. Bersihkan dan buka jalan napas dengan head tilt-chin lift atau
jaw thrust (jika curiga cedera servikal)
11. Berikan bantuan napas dengan menggunkan bag valve mask
dengan teknik EC-clamp
12. Kombinasikan kompresi dan ventilasi selama 2 menit atau
sebanyak 5 siklus
13. Hentikan RJP jika ditemukan adanya tanda-tanda kehidupan
,penolong yang lebih mahir dating, ditemukan adanya tanda-
tanda kematian biologis, do not resuscitation (DNR)
xxviii
Edukasi : jelaskan tujuan dan procedure tindakan kepada keluarga
atau pengantar pasien
2.Manajemen Defibrilasi
Teraupetik
xxix
14. Angkat paddle dan langsung lanjutkan RJP tanpa menunggu
hasil irama yang muncul
xxx
4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu luang
6. Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
1. Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi danrentang
aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan social
4. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau gerak
10. Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika
sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori implicit dan
emosional (mis. kegitan keagamaan khusu) untuk pasien
dimensia, jika sesaui
14. Libatkan dalam permaianan kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan kecemasan ( mis. vocal group,
bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana,
xxxi
permaianan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positfi atas partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu
xxxii
5. Periksa riwayat alergi
Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
2. Fersiapkan intubasi dan ventilasi mekaniS, JIka penu
3. Pasang jalur IV, jika perlu
4. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
5. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
1. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Anjurkan melapor jika menemukan / merasakan tanda dan gejala
awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Anjurkan menghindari alergi
(PPNI, 2018)
xxxiii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infark Miokardium merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang
sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, lebih dikenal dengan serangan
jantung. Infark Miokardium merupakan penyebab kematian terbanyak
didunia, penyebab dari infark miokardium ialah adanya ruptur plak
aterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh pembentukan thrombus, adanya
penyumbatan total pada arteri oleh thrombus, aktifitas fisik yang berat, stres
emosional yang berlebihan, peningkatan respon sistem saraf simpatis dapat
menyebabkan rupture plak, terpapar udara dingin pada waktu tertentu yang
dapat menyebabkan pasien mengalami ruptur plak.
Infark Miokardium ditandai dengan gejala gejala seperti, nyeri dada,
sesak nafas, nausea/vomiting, sinkop, takikardi, bradikardia, syok
kardiogenik. Infark Miokardium jika tidak ditangani secara cepat dan tepat
akan menyebabkan beberapa komplikasi seperti distritmia, gagal jantung,
tromboemboli, pericarditis, ruptur miokardium.
Mengetahui pasien dengan infark miokardium dapat dilakukan dengan
beberapa pemeriksaan antara lain, pemeriksaan laboratorium troponin I,
kreatine kinase, rontgen thorax, EKG.
Perawat dapat membantu pasien untuk memperkecil kerusakan jantung
sehingga mengurangi terjadinya komplikasi, dengan cara mengembalikan
keseimbanagan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung yaitu dengan
memberikan therapi obat obatan sesuai instruksi dokter, pemberian oksigen,
tirah baring total, memonitor kondisi jantung, berkolaborasi dengan gizi
untuk diet rendah garam dan diet jantung, pemberian therapi koagulan,
mengatasi apa yang menjadi keluhan pasien seperti nyeri.
xxxiv
3.2 Saran
Penyebab kematian terbanyak dunia adalah infark miokardium, ini
menjadi fokus, agar kita dapat mencegah supaya angka kematian akibat infark
miokardium berkurang. Menurut pendapat kelompok kami, cara mencegah
yaitu dengan mengubah pola hidup sehat, pola makan, olahraga secara rutin,
tidur teratur, mengurangi stress, melakukan medical check up secara rutin
minimal 1 tahun sekali untuk usia diatas 30 tahun. Menurut kelompok kami,
dengan begitu dapat mengurangi angka kematian akibat infark miokardium.
xxxv
DAFTAR PUSTAKA
xxxvi
13. PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
14. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
15. PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
16. Richard W, Nesto, Zarich S. Acute Myocardial Infarction in Diabetes
Mellitus , Lessons Learned From ACE Inhibition. Circulation.
1998;97:12-15.
17. Shah PK. New Insights into the Pathogenesis and Prevention of Acute
Coronary Syndromes. Am J Cardiol 1997; 79 (12B): 17-23.
18. Webster MWI and Scott RS. What Cardiologist need to know about
diabetes. Laancet 1997; 350 (suppl I): 23-28
19. White HD, Gersh BJ, Opie LH. Antithrombotic Agents: Platelet
Inhibitorrs, Anticoagulants and Fibrinolytics. In Opie LH, Gersh BJ (eds).
Drugs for The Heart, 5th ed. Philadelphia, WB Saunders Company, 2001:
302-311
20. Wijaya, Putri (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Cetakan 1. Jakarta :
Numed
21. Yahya, A. Fauzi (2011). Menaklukan Pembunuh No.1 : Mencegah dan
Mengatasi Penyakit Jantung Koroner secara Tepat dan Cepat. Bandung :
Qanita.
xxxvii