DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
JESY 191111008
MELIANA 191111010
D-IV KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Keperawtan Kritis di Jurusan
Keperawatan Singkawang.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih Bapak Ns.
Gusti Barlia,M.Pd selaku dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan demi terselesaikannya tugas ini. Rekan-rekan dan semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Kritis pada pasien dengan masalah system kardiovaskuler
(IMA)”
Akhirnya saya ucapkan terima kasih atas perhatiannya pada makalah ini,
dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan
umumnya bagi pembaca, dengan segala kerendahan hati saran dan kritik dari
pembaca guna peningkatan pembuatan laporan pada tugas yang lain diwaktu
mendatang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark Miokard Akut (IMA) dikalangan masyarakat biasa dikenal dengan
sebutan serangan jantung. Penyakit jantung merupakan penyakit utama
penyebab kematian di dunia salah satunya Infark Miokard Akut (IMA)
(Pratiwi, 2012). Infark Miokard Akut (IMA) sangat mengkhawatirkan karena
sering berupa serangan mendadak dan tanpa ada keluhan sebelumnya (Farissa,
2012). Infark Miokard Akut (IMA) menyebabkan ancaman hidup yang
berbahaya karena timbulnya nyeri dada umum, kolaps dan kematian yang
mendadak. Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai IMA.
Tujuan kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang mengancam
jiwa atau paling tidak mengenalinya. (M.Black, Joyce, 2014).
Mengingat begitu berbahaya nya Infark Miokard Akut bagi kesehatan
maka perlu diberikan asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard Akut
(IMA). Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat yakni asuhan
keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka
insiden Infark Miokard Akut melalui upaya promotif yang dilakukan dengan
cara menganjurkan pada pasien sebisa mungkin menghindari faktor- faktor
yang dapat memperberat penyakit dan menurunkan angka kematian. Preventif
dilakukan dengan cara mengajarkan pasien cara untuk menanggulanginya.
Kuratif yaitu memberikan terapi yang tepat sesuai dengan perintah dokter.
Rehabilitatif yaitu memantau agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat
pada organ tubuh lainnya.
B. rumusan masalah
1. Bagaimana konsep penyakit AMI (Acute Myocardial Infarction)?
2. Bagaimana Asuhan keperawatan untuk pasien AMI?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang konsep penyakit AMI.
2. Untuk mengetahui askep untuk pasien AMI.
1
BAB II
ISI
A. KONSEP AMI
1. Definisi
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke
jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh
darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil
aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya
yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit
sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark (Black & Hawks, 2014).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori,
MI elevasi segmen ST (NSTEMI) dan MI elevasi segmen ST (STEMI).
STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area
infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai
dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI
merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh
ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG
(Black & Hawks, 2014).
MI menghasilkan kerusakan permanen pada otot jantung karena
kekurangan oksigen. MI dapat menyebabkan penurunan fungsi diastolik dan
sistolik dan membuat pasien rentan terhadap aritmia. Selain itu, MI dapat
menyebabkan sejumlah komplikasi serius. Kuncinya adalah reperfusi jantung
dan mengembalikan aliran darah. Semakin dini pengobatan (kurang dari 6
jam sejak timbulnya gejala), semakin baik prognosisnya.
2
2. Etiologi
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah
terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar
kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum
terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress
emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa
faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu.
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor
resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah
menurut Smeltzer & Bare (2011) yakni :
a) Faktor yang tidak dapat dirubah:
- Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan
proses yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi
klinis sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan
kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh
karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark
miokard pada pria meningkat lima kali lipat.
- Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita
premenopause kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan
hipertensi berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang
berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar
jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan
pengaruh dari hormon estrogen.
3
- Ras Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis dari pada
orang kulit putih.
- Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung
koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum
usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
b) Faktor resiko yang dapat dirubah :
- Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol atau trigliserida
serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas
180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria,
dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat 5 terjadi bila kadarnya
melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan
dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan
kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit ini.
- Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan
darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi
dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar
60% dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa
perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena
IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat
meninggal karena stroke.
- Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi
rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan
keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam
jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD
sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara
substansial.
- Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard
dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes
4
daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada
seseorang yang menderita diabetes mellitus
- Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin
yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
3. Patofisiologi
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat
penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan
total arteri oleh emboli atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner
juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus infark
miokardium selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (Suddarth, 2014).
Penyumbatan koroner, serangan jantung dan infark miokardium
mempunyai arti yang sama namun istilah yang paling disukai adalah
infark miokardium. Aterosklerosis dimulai ketika kolestrol berlemak
tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau
plak yang akan mengganggu absorbs nutrient oleh sel-sel endotel yang
menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran
darah karena timbunan lemak menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan
menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan
aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding
kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini
menyebabkan terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit
tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis
(Suddarth, 2014).
Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi
sebagai akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke
jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung progresif, dan suplai darah
5
yang tidak adekuat (iskemia) yang akan membuat sel-sel otot kekurangan
komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup. (Suddarth, 2014).
Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam berbagai tingkat.
Manifestasi utama iskemia miokardium adalah nyeri dada. Angina
pectoris adalah nyeri dada yang hilang timbul, tidak disertai kerusakan
ireversibel sel-sel jantung. Iskemia yang lebih berat, disertai kerusakan sel
di namakan infark miokardium. Jantung yang mengalami kerusakan
ireversibel akan mengalami degenerasi dan kemudian diganti dengan
jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan
mengalami kegagalan, artinya ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan
tubuh akan darah dengan memberikan curah jantung yang adekuat.
Manifestasi klinis lain penyakit arteri koroner dapat berupa perubahan
pola EKG, aneurisma ventrikel, disaritmia dan akhirnya akan mengalami
kematian mendadak (Suddarth, 2014)
4. Pathway
6
7
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pasien dengan penyakit jantung meliputi
mendapatkan riwayat kesehatan, melakukan pemeriksaan fisik, dan
memantau hasil tes fungsi jantung (Suddarth, 2014).
a) Riwayat Kesehatan Pasien yang mengalami infark miokard (biasanya
disebut serangan jantung) memerlukan intervensi medis dan perawatan
segera dan mungkin tindakan penyelamatan nyawa misalnya: pen-
gurangan nyeri dada atau pencegahan disritmia. Untuk pasien seperti
ini, beberapa pertanyaan terpilih mengenai nyeri dada dan gejala yang
berhubungan (seperti napas pendek atau palpitasi), alergi obat, dan
riwayat merokok ditanyakan bersamaan dengan pengkajian kecepatan,
irama jantung, tekanan darah, dan pemasangan pipa infus.
Pertanyaan yang sesuai mencakup :
- Pernapasan :
1) Pernahkah anda mengalami sesak napas?
2) Kapan anda mengalami sesak napas?
3) Bagaimana anda membuat napas anda menjadi lebih baik?
4) Apa yang membuatnya menjadi lebih buruk?
5) Berapa lama sesak napas tersebut mengganggu anda?
6) Aktivitas penting apa yang anda hentikan akibat gangguan
napas anda?
7) Apakah anda menggunakan obat untuk memperbaiki
pernapasan anda?
8) Apakah obat yang anda minum mempengaruhi pernapasan
anda?
9) Kapan biasanya anda minum obat?
- Sirkulasi :
1) Gambarkan nyeri yang anda rasakan di dada?
2) Apakah nyeri menyebar ke lengan, leher, dagu atau punggung?
3) Adakah sesuatu yang tampaknya menyebabkan nyeri?
8
4) Berapa lama biasanya rasa nyeri berlangsung?
5) Apa yang dapat meringankan rasa nyeri?
6) Apakah anda mengalami penambahan atau pengurangan berat
badan akhir-akhir ini?
7) Apakah anda mengalami pembengkakan pada tangan, kaki
atau tungkai (atau pantat bila lama tidur)?
8) Apakah anda pernah mengalami pusing atau rasa melayang?
Pada situasi apa hal itu terjadi?
9) Apakah anda mengalami perubahan pada tingkat energi anda?
tingkat kelelahan?
10) Apakah anda merasakan jantung anda berpacu, meloncat atau
berdenyut cepat?
11) Apakah anda mengalami masalah dengan tekanan darah anda?
12) Apakah anda mengalami sakit kepala
13) Apa yang kemungkinan menyebabkannya?
14) Apakah anda mengalami tangan atau kaki terasa sangat
dingin? kapan biasanya terjadi?
b) Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal
berikut:
1) Tingkat kesadaran.
2) Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting).
3) Sirkulasi. Gejala: riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri
coroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus Tanda:
a. TD: dapat normal atau naik/turun, perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri
b. Nadi: dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi.
9
c. Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits
atau complain ventrikel.
d. Murmur: bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot papilar
e. Friksi: dicurigai perikarditis
f. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
g. Edema: distensi vena juguler, edema dependent, perifer,
edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung
atau ventrikel.
h. Warna: pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran
mukossa atau bibir.
4) Paru-paru : Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur
terhadap tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi crakles pada dasar
paru). Gejala :
o Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
o Dispnea nocturnal
o Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
o Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis. Tanda :
o Peningkatan frekuensi pernafasan
o Nafas sesak / kuat
o Pucat, sianosi
o Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi )
o Sputum
5) Fungsi gastrointestinal : Kaji mortilitas usus, trombosis arteri
mesenterika merupakan potensial komplikasi yang fatal.
6) Status volume cairan : Amati haluaran urine, periksa adanya
edema, adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi
dengan oliguria. Makanan atau cairan Gejala:
o Mual
10
o Kehilangan nafsu makan
o Bersendawa Nyeri ulu hati atau rasa terbakar
o Penurunan turgor kulit
o Kulit kering/berkeringat.
o Muntah.
o Perubahan berat badan.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan, Gejala:
o Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri
dalam dan viseral).
o Lokasi : tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial,
dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
o Kualitas: “crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
o Intensitas: biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Catatan: nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
8) Aktifitas Gejala: kelemahan, kelelahan,tidak dapat tidur,pola hidup
menetap, jadwal olahraga tidak teratur Tanda: takikardi, dispnea
pada istirahat atau aktifitas.
2. Diagnose
Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan
diinterpretasikan kemudian dianalisa lalu ditetapkan masalah/diagnosa
keperawatan berdasarkan data yg menyimpang dari keadaan fisiologis,
mengutamakan diagnosa aktual, risiko, problem kolaboratif, dan syndrome
diagnostic.Kriteria hasil ditetapkan utk mencapai tujuan dari tindakan
11
keperawatan yg diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien yg
dapat diukur dan realistis. Diagnosa keperwatan ditegakkan untuk mencari
perbedaan serta mencari tanda gejala yg sulit diketahui utk mencegah
kerusakan/gg yg lebih luas. Diagnosa keperawatan atau masalah area
keperawatan kritis difokuskan pada kondisi fisiologis yg menjadi alasan
aktual ps dirawat atau mengancam.
- Nyeri akut (D.0077)
- pola napas tidak efektif (D.0005)
- Penurunan curah jantung (D.0008)
- Intoleransi aktivitas (D.0056)
- Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
3. Intervensi
Sebelum dibuat rencana tidakan, terlebih dahulu memprioritaskan
masalah. Prioritas masalah dibuat berdasarkan pada ancaman/risiko
ancaman hidup (cth: penurunan curah jantung, defisit volume cairan,
bersihan jalan napas tdk efektif, gg prtukaran gas, pola napas tdk efektif,
inefektif perfusi jaringan (cerebral, ginjal, abdomen)). Diagnisa
keperawatan dibuat untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan (cth:
risiko ketidakseimbangan cairan, risiko infeksi, risiko trauma) dan
diagnosa keperawatan untuk mencegah komplikasi (spt risiko gg integritas
8 kulit). Yang terakhir adalah mengidentifikasi diagnosa syndrome (cth:
defisit perawatan diri).
Perencanaan tindakan mencakup 4 unsur kegiatan:
a. Observasi/monitoring
b. Terapi keperawatan
c. Pendidikan
d. Terapi kolaboratif.
12
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
- Gelisan dan sulit tidur menurun dan memperingan nyeri yang cepat dan tepat.
12
Monitor efek samping penggunaan Tindakan terapeutik pada
analgetik intervensi nyeri umumnya
2. Terapeutik diberikan Latihan keada
Berikan teknik nonfarmakologis untuk pasien dengan Teknik
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, nonfarmakologis untuk
hypnosis, akupresur, terapi musik, mengurangi nyeri, maka dari
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, itu pentingnya perawat
teknik imajinasi terbimbing, kompres memberikan edukasi terkait
hangat/dingin, terapi bermain) Latihan ini. Dan memberikan
Control lingkungan yang lingkungan yang nyaman
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu dapat mengurangi rasa nyeri
ruangan, pencahayaan, kebisingan) pasien.
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan -edukasi diberikan agar
pemicu nyeri pasien lebih memahami rasa
13
Jelaskan strategi meredakan nyeri nyeri yang dirasakannya dan
Anjurkan memonitor nyri secara memandirikan pasien untuk
mandiri mengontrol rasa nyeri,
Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi Kolaborasi ini biasanya
Kolaborasi pemberian analgetik, jika diberikan saat pasien sudah
perlu tidak bisa melakukan
manajemen nyeri non-
farmakologis
14
(mis. Narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan
nyeri
Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
Diskusikan jenis analgesik yang disukai -terapeutik dilakukan agar
untuk mencapai analgesia optimal, jika obat peredanyeri yang
perlu diberikan berefek dengan
Pertimbangkan penggunaan infus baik dan tidak menimbulkan
kontinu, atau bolus opioid untuk efek samping yang tidak
mempertahankan kadar dalam serum diinginkan
Tetapkan target efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan respon pasien
Dokumentasikan respon terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
3. Edukasi
15
Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis Edukasi diberikan agar pasien
analgesik, sesuai indikasi paham, dan tidak merasa
cemas
Kolaborasi dilakukan agar
pemberian analgesic tepat.
16
- Frekuensi napas membaik Posisikan semi-fowler atau fowler membaik
- Kedalaman napas membaik Berikan minum hangat
( L. 01004 ) Lakukan fisioterapi dada
Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenerasi sebelum
penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat Agar menambah pemahaman
dengan forsep McGill pasien sehingga membantu
Berikan oksigen, jika perlu memperbaiki pola napas
3. Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, Hal ini dilakukan saat pola
jika tidak kontraindikasi napas pasien sangat buruk
Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
17
Perifer diharapkan perfusi perifer meningkat 1. Obsevasi
Tidak dengan kriteria hasil: Identifikasi penyebab perubahan
Observasi dilakukan untuk
Efektif sensasi
- Kekuatan nadi perifer membuat tindakan yang tepat
Identifikasi penggunaan alat pengikat,
meningkat
prostesis, sepatu, dan pakaian
- Warna kulit pucat menurun
Periksa perbedaan sensasi tajam atau
- CRT membaik
tumpul
- Akral membaik
Periksa perbedaan sensasi panas atau
- Turgor kulit membaik dingin
18
dingin)
3. Edukasi
Edukasi diberikan agar pasien
Anjurkan penggunaan termometer
paham
untuk menguji suhu air
Anjurkan penggunaan sarung tangan
termal ssat memasak
Anjurkan memakai sepatu lembut dan
bertumbit rendah Dilakukan agar pemberian
4. Kolaborasi obat dan tindakan tepat
Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu
Kolaborasi pemberian kortikosteroid,
jika perlu
19
meningkat dan frekuensi)
- Ejection fraction (EF) Monitor EKG 12 sadapan untuk
meningkat perubahan ST dan T
- Palpitasi menurun Monitor aritma (kelainan irama dan
- Bradikardia menurun frekuensi)
20
- Batuk menurun Puaskan hingga bebas nyeri
- Suara jantung s3 menurun Berikan terapi relaksasi untuk
- Suara jantung s4 menurun mengurangi ansietas dan stres
21
4. Kolaborasi pengobatan
Kolaborasi pemberian antiplatelet,
jika perlu
Kolaborasi pemberian antiangina
(mis. Nitrogliserin, beta blocker,
calcium channel blocker)
Kolaborasi pemberian morfin, jika
perlu
Kolaborasi pemberian inotropik, jika
perlu
Kolaborasi pemberian obat untuk
mencegah manuver valsava (mis.
Pelunak tinja, antiemetik)
Kolaborasi pencegahan trombus
dengan antikoagilan, jika perlu
Kolaborasi pemeriksaan X-ray dada,
jika perlu
22
Intoleransi keperawatan selama ....x24 jam, 1. Obsevasi
Aktivitas diharapkan toleransi aktivitas Identifikasi gangguan fungsi tubuh
Obsevasi dilakukan untuk
meningkat dengan kriteria hasil: yang mengakibatkan kelelahan
memantau kondisi pasien
Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Frekuensi nadi meningkat
Monitor pola dan jam tidur
- Keluhan lelah menurun
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
- Dispnea saat aktivitas
selama melakukan aktivitas
menurun
2. Terapeutik
- Dispnea setelah aktivitas
Sediakan lingkungan nyaman dan
menurun Memberikan kenyamanan
stimulus (mis. Cahaya, suara,
pada pasien
- Frekuensi napas membaik kunjungan)
23
3. Edukasi menambah pemahaman
Anjurkan tirah baring pasien
Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
Ajarkan strategi koping untuk Kolaborasi diberikan jika
mengurangi kelelahan terjadi kelainan dalam
4. Kolaborasi pengobatan
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
24
4. Implementasi
Semua tindakan yang dilakukan dalam pemberian asuhan
keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini penting
untuk mencapai tujuan. Tindakan keperawatan dapat dalam bentuk
observasi, tindakan prosedur tertentu, tindakan kolaboratif, dan pendidikan
kesehatan. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk melaksanakan
rencana dilihat dari keterampilan perawat, fasilitas, kebijakan, dan standar
operasional prosedur. Perencanaan tindakan perlu pula diprioritaskan dgn
perencanaan ini untuk membuat efisiensi sumber sumber, mengukur
kemampuan perawat dan mengoptimalkan penyelesaian masalah.
Perawatan harus dibut berdasarkan pada parameter yg objektif dan jelas.
Dalam tindakan perlu adanya pengawasan terus menerus terhadap
kondisi klien termasuk perilaku. Terapi ditujuan pada gejala yang muncul
pertama kali untuk mencegah krisis dan secara terus menerus dalam
jangka waktu yang lama sampai dapat beradaptasi dengan tercapainya
tingkat kesembuhan yang lebih tinggi. Dokumentasi setiap tindakan yg
telah dilakukan sehingga meyakinkan bahwa setiap tindakan telah
terlaksana dengan benar.
5. Evaluasi
Merupakan proses penentuan perbaikan kondisi pasien terhadap
pencapaian hasil yang diharapkan. Dilakukan secara tepat, terus menerus
dan dalam waktu yang lama untuk mencapai keefektifan masing- masing
terapi/tindakan, secara terus menerus menilai kriteria hasil untuk
mengetahui perubahan pasien.
S : subjektif
O : objektif
A : analisis
P : perencanaan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis prioritas
pemenuhan kebutuhan tetap mengacu pada hirarki dasar Maslow dgn tidak
meninggalkan prinsip holistic. Proses evaluasi terdiri atas 3 jenis:
32
Evaluasi progres: dilakukan terus menerus, untuk menilai
keberhasilan suatu tindakan. Perbaikan masalah langsung
dilakukan saat itu juga.
Evaluasi intermitten: memiliki batas waktu dan indikator,
pelaporan dilakukan di akhir shift merupakan kesimpulan dari
evaluasi progres.
Evaluasi terminal: dilakukan pada saat pasien hendak dipindahkan
ke ruang, dirujuk, atau dipulangkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
Mechanic OJ, Gavin M, Grossman SA. Acute Myocardial Infarction. [Updated
2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459269/
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria
Suddarth, B. &. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 12. Jakarta:
EGC.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
34