Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

“Gagal Jantung Kongestif”

“Tugas ini dibuat sebagai salah satu persyaratan dalam mengikuti Kepanitraan
Klinik di SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan”

Disusun Oleh :

Muhamad Kurniawan (71160891981)

Yogha Pratama (711608911033)

Benny Arisandy (71160891755)

Pembimbing :

dr. Abdus Somad

dr. Erni Erdosis Ginting

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD DR. PRINGADI

MEDAN

2017
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................ 2
1.3. Manfaat .............................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 1


2.1 Gagal Jantung Kongestif.................................................... 1
2.1.1. Definisi Gagal Jantung Kongestif ...................................... 3
2.1.2. Epidemiologi Gagal Jantung Kongestif ............................. 3
2.1.3. Faktor Risiko Gagal Jantung Kongestif ............................. 4
2.1.4. Etiologi Gagal Jantung Kongestif ...................................... 7
2.1.5. Mekanisme Kompensasi Jantung ...................................... 8
2.1.6. Diagnosa Gagal Jantung Kongestif ................................... 9
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang Gagal Jantung Kongestif ............ 11
2.1.8. Tatalaksana Gagal Jantung Kongestif................................ 14
2.1.9. Prognosa Gagal Jantung Kongestif .................................... 18

BAB III STATUS ORANG SAKIT ..........................................................

BAB IV RESUME ......................................................................................

BAB V DISKUSI KASUS ........................................................................

BAB VI KESIMPULAN ............................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................


3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien yang
memiliki berbagai macam abnormalitas pada struktur atau fungsi otot jantung,
baik yang diturunkan secara genetis ataupun didapat, sehingga menyebabkan
berbagai macam gejala, seperti kelelahan dan dispnea, dan tanda seperti edema
dan ronkhi yang pada akhirnya akan berujung pada peningkatan angka
hospitalisasi, penurunan kualitas hidup, dan pemendekan angka harapan hidup.
Gagal jantung sendiri adalah suatu masalah yang terus menjadi momok
kesehatan di seluruh dunia, dengan 20 juta orang dalam seluruh populasi dewasa
terkena penyakit ini. Prevalensi total penderita gagal jantung pada populasi
dewasa di negara berkembang berjumlah sekitar 2%. Prevalensi gagal jantung
mengikuti pola eksponensial, meningkat sesuai usia, dan mempengaruhi sekitar 6-
10% masyarakat berusia diatas 65 tahun. Walaupun jumlah insidensi relatif gagal
jantung lebih rendah pada perempuan dibandingkan pria, namun jumlah penderita
perempuan sekitar 50% dari kasus gagal jantung. Hal ini terjadi karena lebih
tingginya angka harapan hidup perempuan dibandingkan pria. Di Amerika Utara
dan Eropa, resiko mengalami gagal jantung adalah 1 setiap 5 orang berusia 40
tahun. Prevalensi total dari gagal jantung diperkirakan meningkat, sebagian
karena membaiknya pengobatan penyakit-penyakit kardiovaskuler sehingga
terjadi peningkatan angka harapan hidup pasien. Walaupun gagal jantung awalnya
diduga muncul pada penurunan ejection fraction (EF) dari ventrikel kiri, suatu
studi epidemiologis menunjukkan sekitar setengah dari pasien yang mengalami
gagal jantung memiliki EF yang normal, atau hanya sedikit menurun (EF 40-
50%). Oleh karena itu, pasien gagal jantung sekarang dibagi menjadi 2 grup,
gagal jantung dengan penurunan EF, dan gagal jantung tanpa penurunan EF.
4

1.2. Rumusan Masalah


Yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah :
Bagaimana perjalanan penyakit, gambaran klinis dan penatalaksanaan pasien yang
mengalami penyakit jantung kongestif.

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah
a. Memahami teori mengenai penyakit jantung kongestif
b. Mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus penyakit jantung
kongestif

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini adalah :
a. Memperkukuh landasan teori ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit
dalam, khususnya penyakit jantung kongestif
b. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami topik – topik
lebih lanjut yang berkaitan dengan penyakit jantung kongestif
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gagal jantung kongestif


2.1.1. Definisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.1 Ketika ini terjadi, darah
tidak bergerak efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai membuat
cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan memaksa cairan
dari pembuluh darah ke jaringan tubuh.2 Apabila tekanan pengisian ini meningkat
sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena, maka
keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.3

2.1.2. Epidemiologi Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut.4 Salah satu
penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia
50 tahun, sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari
mereka yang berusia 85 tahun atau lebih. Karena jumlah orang tua terus
meningkat, jumlah orang yang didiagnosis dengan kondisi ini akan terus
meningkat. Di Amerika Serikat, hampir 5 juta orang telah didiagnosis gagal
jantung dan ada sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini lebih
umum di antara Amerika, Afrika dari kulit putih. 4
Di Amerika serikat gagal jantung merupakan penyakit yang cepat
pertumbuhannya. Pada tahun 2006, prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat
sebesar 2,6 % dimana 3,1% pada laki-laki dan 2,1% pada perempuan.5 Di Eropa
(2005) prevalensi gagal jantung sebesar 2-2,5% pada semua umur, dan pada usia
diatas 80 tahun prevalensi gagal jantung >10%. Di London (1999) sekitar 1,3 per
1.000 penduduk pada semua umur mengalami gagal jantung dan 7,4 per 1.000
penduduk pada usia 75 ke atas. Di Wales (2008), insidens gagal jantung pada laki-
6

laki sebesar 10 per 1.000 pada usia 45-54 tahun, 20 per 1.000 pada usia 55-64
tahun, 40 per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 90 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan
pada semua umur yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 20 per 1.000 orang.6
Insidens gagal jantung pada perempuan 10 per 1.000 pada usia 55-64 tahun, 20
per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 60 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan pada
semua umur yang berjenis kelamin perempuan sebesar 10 per 1.000 orang.5 Di
Indonesia pada tahun 2007 jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan sebanyak
38.438 orang dengan proporsi 9,88% dan kunjungan rawat inap sebanyak 18.585
orang dengan proporsi 18,23% sedangkan Case Fatality Rate (CFR) 13.420 per
100.000. Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, jumlah penderita gagal jantung
yang dirawat inap pada tahun 2000 sebanyak 75 orang, kemudian meningkat pada
tahun 2001 menjadi 114 orang,dan meningkat lagi pada tahun 2002 menjadi 155
orang.7

2.1.3. Faktor Resiko Gagal Jantung Kongestif


a. Umur
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun gagal
jantung dapat dialami orang dari berbagai golongan umur tetapi semakin tua
seseorang maka akan semakin besar kemungkinan menderita gagal jantung karena
kekuatan pembuluh darah tidak seelastis saat muda dan juga timbulnya penyakit
jantung yang lain pada usia lanjut yang merupakan faktor resiko gagal jantung.8
Menurut penelitian Siagian di Rumah Sakit Haji Adam Malik (2009) proporsi
penderita gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan bertambahnya usia
yaitu 9,6% pada usia≤ 15 tahun, 14,8% pada usia 16-40 tahun dan 75,6% pada
usia >40 tahun.
b. Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung daripada
perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai hormon estrogen
yang berpengaruh terhadap bagaimana tubuh menghadapi lemak dan kolesterol.
c. Penyakit Jantung Koroner
7

Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai


penyebab gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta
tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.8
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah
yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung
akan semakin kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang
lama, risiko berkembangnya penyakit jantung meningkat. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan
kuat dengan perkembangan gagal jantung.8
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik.
Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis
aorta. Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban
volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban
tekanan (peningkatan afterload).8
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin.11 Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis sebelum
kelahiran atau sesaat setelah lahir, selama masa anak-anak, atau setelah dewasa.
Penyakit jantung bawaan dengan adanya kelainan otot jantung akan mengarah
pada gagal jantung.
8

g. Penyakit Jantung Rematik


Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD)
adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa
berupa penyempitan, atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral)
sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam Rematik. Demam rematik akut
dapat menyebabkan peradangan pada semua lapisan jantung. Peradangan
endokardium biasanya mengenai endotel katup, dan erosi pinggir daun katup. Bila
miokardium terserang akan timbul nodular yang khas pada dinding jantung
sehingga dapat menyebabkan pembesaran jantung yang berakhir pada gagal
jantung.8
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi
atrium hilang (fibrilasi atrium, AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan
gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi
ventrikel kiri pada penderita hipertensi.8
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung
kongenital, ataupun penyakit katup jantung. Kardiomiopati ditandai dengan
kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga terjadi kelainan fungsi
diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.8
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok
mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam membawa
dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam
darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah.
Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama jika sudah ada
endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia
(tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
9

kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan


gagal jantung 2 – 3% dari kasus.8

2.1.4. Etiologi Gagal Jantung Kongestif


Penyebab gagal jantung dapat berupa faktor dari dalam jantung itu sendiri
maupun dari luar. Faktor dari dalam lebih sering karena terjadinya kerusakan-
kerusakan yang sudah dibawa, sedangkan faktor dari luar cukup banyak, antara
lain: penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes mellitus. Terdapat tiga
kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:
a. Gangguan mekanik; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara
tunggal atau bersamaan yaitu :
 Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral,
left to right shunt, dan transfusi berlebihan
 Beban tekanan (pressure overload), misal: hipertensi, stenosis aorta,
koartasio aorta, dan hipertrofi kardiomiopati
 Hambatan pengisian, misal: constrictive pericarditis dan tamponade
 Tamponade jantung atau konstriski perikard (jantung tidak dapat
diastole).
 Obstruksi pengisian bilik
 Aneurisma bilik dan disinergi bilik
 Restriksi endokardial atau miokardial

b. Abnormalitas otot jantung


 Kelainan miokardium (otot): kardiomiopati, miokarditis metabolik
(DM, gagal ginjal kronik, anemia), toksin atau sitostatika.
 Kelainan disdinamik sekunder: Deprivasi oksigen (penyakit jantung
koroner), kelainan metabolic, peradangan, penyakit sistemik, dan
penyakit Paru Obstruksi Kronis

c. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi: misalnya, irama tenang,


fibrilasi, takikardia atau bradikardia ekstrim, asinkronitas listrik.
10

Perubahan-perubahan yang terlihat pada gagal jantung:12

1 2 3

Keterangan :
Gambar 1: Jantung normal.
Gambar 2: Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar, dinding
jantung merentang untuk menahan lebih banyak darah.
Gambar 3: Dinding-dinding jantung menebal, dinding otot jantung menebal untuk
memompa lebih kuat.

2.1.5. Mekanisme Kompensasi pada Jantung


Secara keseluruhan, perubahan yang terjadi pada fungsi jantung yang
berhubungan dengan gagal jantung dapat menurunkan daya kontraktilitas.13
Ketika terjadi penurunan daya kontraktilitas, jantung berkompensasi dengan
adanya kontraksi paksaan yang kemudian dapat meningkatkan cardiac output.
Pada gagal jantung kongestif, kompensasi ini gagal terjadi sehingga kontraksi
jantung menjadi kurang efisien. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan stroke
volume yang kemudian menyebabkan peningkatan denyut jantung untuk dapat
mempertahankan cardiac output. Peningkatan denyut jantung ini lama-kelamaan
berkompensasi dengan terjadinya hipertrofi miokardium, yang disebabkan
peningkatan diferensiasi serat otot jantung untuk mempertahankan kontaktilitas
jantung. Jika dengan hipertrofi miokardium, jantung masih belum dapat mencapai
11

stroke volume yang cukup bagi tubuh, terjadi suatu kompensasi terminal berupa
peningkatan volume ventrikel.14
Gagal jantung kongestif terkompensasi adalah kondisi dengan fraksi ejeksi
rnenurun tetapi curah jantung dapat dipertahankan oleh mekanisme-mekanisme
berikut ini dengan atau tanpa terapi obat.
a. Mekanisme kompensasi sentral termasuk hubungan Frank-Starling dan
hipertrofi ventrikel akibat peningkatan preload atau after-load. Preload
seringkali menunjukkan adanya suatu tekanan diastolik akhir atau volume
pada ventrikel kiri dan secara klinis dinilai dengan mengukur tekanan atrium
kanan. Tolak ukur akhir pada stroke volume adalah afterload. Afterload adalah
volume darah yang dipompa oleh otot jantung, yang biasanya dapat dilihat
dari tekanan arteri rata-rata.15
b. Mekanisme kompensasi perifer mengakibatkan (1) aktivasi sistem renin-
angiotensin, (2) peningkatan kadar hormon-hormon endogen lokal dan
sirkulasi yang bersifat kontra-regulasi terhadap renin-angiotensin, (3) aktivasi
dari sistem saraf simpatis dengan peningkatan kadar nor-epinefrin serum, (4)
redistribusi curah jantung untuk mompertahankah aliran darah ke jantung dan
otak, dan (5) peninggian kadar 2,3-difos-fogliserat (DPG).15

2.1.6. Diagnosis Gagal Jantung Kongestif


Tanda serta gejala penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan
bagian mana dari jantung itu yang mengalami gangguan pemompaan darah, lebih
jelasnya sebagai berikut:16
a. Gagal jantung sebelah kiri; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-
paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada
awalnya sesak nafas hanya dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas,
tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit maka sesak nafas juga akan
timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Sedangkan tanda lainnya
adalah cepat letih (fatigue), gelisah/cemas (anxiety), detak jantung cepat
(tachycardia), batuk-batuk serta irama denyut jantung tidak teratur (aritmia).
12

b. Gagal jantung sebelah kanan; cenderung mengakibatkan pengumpulan darah


yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini menyebabkan
pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati
(hepatomegaly). Tanda lainnya adalah mual, muntah, keletihan, detak jantung
cepat serta sering buang air kecil (urin) dimalam hari (Nocturia).

Tabel 2.1 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA)


atau berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)17
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan Beratnya gagal jantung berdasarkan
struktural dan kerusakan otot jantung. gejala dan aktivitas fisik.
Stage Memiliki risiko tinggi Kelas Aktivitas fisik tidak terganggu,
A mengembangkan gagal I aktivitas yang umum dilakukan
jantung. Tidak ditemukan tidak menyebabkan kelelahan,
kelainan struktural atau palpitasi, atau sesak nafas.
fungsional, tidak terdapat
tanda/gejala.
Stage Secara struktural terdapat Kelas Aktivitas fisik sedikit terbatasi.
B kelainan jantung yang II Saat istirahat tidak ada keluhan.
dihubungkan dengan gagal Tapi aktivitas fisik yang umum
jantung, tapi tanpa tanda/gejala dilakukan mengakibatkan
gagal jantung. kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.
Stage Gagal jantung bergejala Kelas Aktivitas fisik sangat terbatasi.
C dengan kelainan struktural III Saat istirahat tidak ada keluhan.
jantung. Tapi aktivitas ringan
menimbulkan rasa lelah,
palpitasi, atau sesak nafas.
Stage Secara struktural jantung telah Kelas Tidak dapat beraktivitas tanpa
D mengalami kelainan berat, IV menimbulkan keluhan. Saat
gejala gagal jantung terasa saat istirahat bergejala. Jika
istirahat walau telah melakukan aktivitas fisik,
mendapatkan pengobatan. keluhan bertambah berat.
13

Tabel 2.2 Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung17


Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon
pengobatan gagal jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi ≥ 120x/menit
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang Gagal Jantung Kongestif


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung
antara lain adalah: darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum &
kreatinine, SGOT/PT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada
pasien dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut: (1) untuk mendeteksi
anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau
hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur
brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).18
14

b. Pemeriksaan Foto thoraks


Tabel 2.3 Temuan pada Foto Toraks, Penyebab, dan Implikasi Klinis17
Kelainan Penyebab Implikasi Klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekhokardiografi, doppler
ventrikel kanan, atria,
efusi perikard
Hipertropi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta, Ekhokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertropi
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Gagal jantung kiri
pengisian ventrikel kiri
Edema interstisial Peningkatan tekanan Gagal jantung kiri
pengisian ventrikel kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan diagnosis non
peningkatan pengisian kardiak
tekanan jika ditemukan
bilateral, infeksi paru,
keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan Mitral stenosis atau gagal
limfatik jantung kronis

c. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian
besar pasien (80-90%), antara lain:19
 Gelombang Q yang menunjukkan adanya infark miokard dan kelainan
gelombang ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.
 LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium
kiri menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri
 LVH (left ventricular hypertrophy) dan inverse gelombang T
menunjukkan adannya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi
 Aritmia jantung

d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat
dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini
merupakan baku utama (gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol
ventrikel kiri dan membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan
kasus gagal jantung.
15

Tabel 2.4 Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung17


DISFUNGSI
TEMUAN UMUM DISFUNGSI SISTOLIK
DIASTOLIK
 Ukuran dan bentuk Ejeksi fraksi ventrikel  Ejeksi fraksi ventrikel
ventrikel kiri berkurang <45% kiri normal > 45-50%
 Ejeksi fraksi ventikel Ventrikel kiri membesar  Ukuran ventrikel kiri
kiri (LVEF) Dinding ventrikel kiri normal
 Gerakan regional tipis  Dinding ventrikel kiri
dinding jantung, Remodelling eksentrik tebal, atrium kiri
synchronisitas kontraksi ventrikel kiri berdilatasi
ventrikular Regurgitasi ringan-  Remodelling eksentrik
 Remodelling LV sedang katup mitral* ventrikel kiri.
(konsentrik vs Hipertensi pulmonal*  Tidak ada mitral
eksentrik) Pengisian mitral regurgitasi, jika ada
 Hipertrofi ventrikel kiri berkurang* minimal.
atau kanan (Disfunfsi Tanda-tanda  Hipertensi pulmonal*
Diastolik : hipertensi, meningkatnya tekanan  Pola pengisian mitral
COPD, kelainan katup) pengisian ventrikel* abnormal.*
 Morfolofi dan beratnya  Terdapat tanda-tanda
kelainan katup tekanan pengisian
 Mitral inflow dan aortic meningkat.
outflow; gradien
tekanan ventrikel kanan
 Status cardiac output
(rendah/tinggi)
Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.

e. Tes latihan fisik


Tes latihan fisik sering dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard
dan pada beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2

maks), yaitu kadar dimana konsumsi oksigen lebih lanjut. VO2 maks merupakan

kadar dimana konsumsi oksigen lebuh lanjut tidak akan meningkat meskipun
terdapat peningkatan latihan lebih lanjut. VO2 maks menunjukkan batas toleransi

latihan aerobik dan sering menurun pada gagal jantung.


16

f. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dilakukan pada semua gagal jantung yang
penyebabnya belum diketahui. Dengan kateterisasi jantung maka dapat diketahui
besar tekanan ruang-ruang jantung dan pembuluh darah serta penentuan besarnya
curah jantung.

2.1.8. Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif


a. Penatalaksanaan Nonfarmakologis

Tabel 2.5 Topik Keterampilan Merawat Diri yang perlu dipahami penderita Gagal
Jantung Kongestif.20
Topik Edukasi Keterampilan dan Perilaku Perawatan Mandiri
Definisi dan etiologi Memahami penyebab gagal jantung dan mengana
gagal jantung keluhan-keluhan timbul
Gejala-gejala dan Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung
tanda-tanda gagal Mencatat berat badan setiap hari
jantung Mengetahui kapan menghubungi petugas kesehatan
Menggunakan terapi diuretik secara fleksibel sesuai
anjuran
Terapi farmakologik Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat
digunakan
Mengenal efek samping yang umum obat
Modifikasi faktor risiko Berhenti merokok, memantau tekanan darah
Kontrol gula darah (DM), hindari obesitas
Rekomendasi diet Restriksi garam, pantau dan cegah malnutrisi
Rekomendasi olah raga Melakukan olah raga teratur
Kepatuhan mengikuti anjuran pengobatan
Prognosis Mengerti pentingnya faktor-faktor prognostik dan
membuat keputusan realistik
17

b. Penatalaksanaan Farmakologis21

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)


ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang
simtomatik dan LVEF < 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
 LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
 Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :
 Riwayat adanya angioedema
 Stenosis bilateral arteri renalis
 Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L
 Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)
 Stenosis aorta berat

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


Pada pasien dengan tanpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE,
ARB direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang
tetap simtomatik walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB,
kecuali telah mendapat antagonis aldosteron.
Pasien yang harus mendapatkan ARB:
 Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%
 Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
 Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun
sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.

β-bloker / Penghambat sekat-β (BB)


Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah
adanya gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat
memperburuk kondisi gagal jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak
18

ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dan
dengan LVEF < 40%.
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:
 Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik
sehingga memperbaiki perfusi miokard.
 Meningkatkan LVEF
 Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal
Pasien yang harus mendapat BB:
 LVEF < 40%
 Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien
dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.
 Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
 Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).
Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada
pasien yang baru saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama
pasien telah membaik dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat
inotropik intravenous, dan dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24
jam setelah dimulainya terapi BB.
Kontraindikasi :
 Asthma (COPD bukan kontranindikasi).
 AV blok derajat II atau III, sick sinus syndrome (tanpa keberadaan
pacemaker), sinus bradikardi (<50 bpm).
Diuretik
Penggunaan diuretik pada gagal jantung :
 Periksa selalu fungsi ginjal dan serum elektrolit.
 Kebayakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazid karena
efektivitasnya yang lebih tinggi dalam memicu diuresis dan natriuresis.
 Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat
perbaikan klinis dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Dosis harus
19

disesuaikan, terutama setelah berat badan kering normal telah tercapai,


hindari risiko disfungsi ginjal dan dehidrasi. Upayakan untuk mencapai hal
ini dengan menggunakan dosis diuretik serendah mungkin.
 Penyesuaian dosis sendiri oleh pasien berdasarkan pengukuran berat badan
harian dan tanda-tanda klinis lainnya dari retensi cairan harus selalu
disokong pada pasien gagal jantung rawat jalan. Untuk mencapai hal ini
diperlukan edukasi pasien.

Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
 LVEF < 35%
 Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)
 Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
Memulai pemberian spironolakton :
 Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
 Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan
meningkatkan dosis jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau hiperkalemia.

Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)


Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak
uji klinis adalah
 Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.
 Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis
aldosteron tidak dapat ditoleransi.
 Manfaat pengobatan lebih jelas ditemukan pada keturunan Afrika-
Amerika.
Kontraindikasinya antara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal
ginjal berat (pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).
20

Glikosida Jantung (Digoxin)


Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :
 Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan
fungsi ventrikel kiri.
 Menstimulasi baroreseptor jantung
 Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga
menghasilkan penekanan sekresi renin dari ginjal.
 Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan
vagal tone.
 Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit,
dan saat aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.
 Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF <
40%) yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB,
beta bloker dan antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap
simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.

Antikoagulan (Antagonis Vit-K)


Temuan yang perlu diingat :
 Pada pasien atrial fibrilasi yang dilibatkan pada serangkaian uji klinis
acak, termasuk pada pasien dengan gagal jantung, warfarin ditemukan
dapat mengurangi risiko stroke dengan 60-70%.
 Warfarin juga lebih efektif dalam mengurangi risiko stroke dibanding
terapi antiplatelet, dan lebih dipilih pada pasien dengan risiko stroke yang
lebih tinggi, seperti yang ditemukan pada pasien dengan gagal jantung.
 Tidak terdapat peranan antikoagulan pada pasien gagal lainnya, kecuali
pada mereka yang memiliki katup prostetik.
 Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan efektifitas
warfarin dan aspirin pada pasien dangan gagal jantung, ditemukan bahwa
risiko perawatan kembali secara bermakna lebih besar pada pasien yang
mendapat terapi aspirin, dibandingkan warfarin.
21

2.1.9. Prognosis Gagal Jantung Kongestif


Secara umum, mortalitas pasien gagal jantung rawat inap sebesar 5-20%
dan pada pasien rawat jalan sebesar 20% pada tahun pertama setelah diagnosis.
Angka ini dapat meningkat sampai 50% setelah 5 tahun pasca diagnosis.
Mortalitas pasien gagal jantung dengan NYHA kelas IV, ACC/AHA tingkat D
sebesar lebih dari 50% pada tahun pertama.22
22

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryadipraja, R.M., 2009, Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya, dalam


Moehadsjah., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 976,981-2.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical
University of South Carolina: 2006. Available from URL:
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm.
3. Karim S, Kabo P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit
Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical
University of South Carolina: 2006. Available from URL:
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm.
5. American Heart Association. 2010. Heart Disease And Stroke Statistics -
2010 Update. Available from: http://www.americanheart.org. [Accessed
September 4 2012].

6. Helth Welsh Survey. 2009. Prevalence of Heart Failure, 1995/95 To


1970/70, England and Wales, 2008, Wales. Available from:
http://www.heartstat.htm.
7. Silalahi D. 2010. Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap
di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2009. Available from:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14656/1/09E01271.pdf.
8. Mariyono H. 2012. Gagal Jantung. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK
Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar.
9. Siagian, 2009. Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008. USU, Medan)
10. Whelton, dkk., 2001. Risk Factors Congestive Heart Failure in US Men
and Women. American Medical Association
http://www.archinternmed.com
23

11. Roebiono,P., 2005. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit jantung Bawaan.


Bagian Kardiologi FKUI. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/pdf.
12. Price, Sylvia A 1994. Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan Bantuan
Sirkulasi. Dalam :Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC.
Jakarta. 582 – 593) dan (AHA. Heart disease and stroke statisticsâ€"2004
update. Dallas: American Heart Association, 2004.
13. Klabunde, Richard E. Pathophysiology of Heart Failure. 2007. Available
from URL: http://www.cvphysiology.com/Heart%20Failure/HF003.htm.
Diakses tanggal 4 September 2012.
14. Heart Failure Pathophysiology. The Medical News: 2010. Available from
URL: http://www.news-medical.net/health/Heart-Failure-
Pathophysiology.aspx.
15. Congestive Heart Failure. MVS Pathophysiology. Available from URL:
http://sprojects.mmi.mcgill.ca/mvs/PATHOS/CHF.HTM.
16. Figueroa, Michael S. Congestive Heart Failure: Diagnosis,
Pathophysiology, herapy, and Implications for Respiratory Care. San
Antonio: University of Texas Health Science: 2012. p; 403–412.
17. Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E,
Kasper DL, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed.
New York: Mc graw hill; 2008. p. 1443.
18. Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P,
Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwald’s Heart Disease.
Philadelphia: Saunders; 2007. p. 561-80.
19. Gray, H, dkk., 2007. Lecture Notes Kardiologi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
20. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Society
Cardiology. European Heart Journal (2008) 29. 2388-2442.
21. Behavioural Modification. In: Management of chronic heart failure: A
national clinical guideline. Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guidelines
Network: 2007. p; 10-13.
24

22. Dumitru I. Heart Failure. April 2011,


(http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview#aw2aab6b2b5aa

Anda mungkin juga menyukai