Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ST ELEVATION MYOCARDIAL


INFARCTION (STEMI) DI RUANG RAUDAH 1 RSUDZA

Oleh :

Ersa Maulia, S.Kep


2112501010027

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR


BAGIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR JUDUL ..............................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I KONSEP STEMI
A. Pengertian.......................................................................................1
B. Etiologi............................................................................................1
C. Patofisiologi....................................................................................4
D. Manifestasi Klinis...........................................................................4
E. Komplikasi......................................................................................5
F. Penatalaksanaan..............................................................................6
G. Pemeriksaan Penunjang..................................................................8
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STEMI
A. Pengkajian....................................................................................10
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................12
C. Intervensi Keperawatan................................................................13
D. Analisa Data.................................................................................16
E. Catatan Perkembangan.................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

ii
ETIOLOGI
BAB I
KONSEP STEMI

A. Pengertian
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan oklusi total dari arteri
koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh
ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada
EKG (Black & Hawks, 2014). Gambaran EKG pada STEMI menggambarkan
tersumbatnya aliran darah, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-
oksigen dan mati /nekrosis (Smeltzer & Bare, 2014).
STEMI merupakan bagian dari Sindrom Koroner Akut (SKA) yang pada
umumnya diakibatkan oleh rupturnya plak aterosklerosis yang mengakibatkan
oklusi total pada arteri koroner dan disertai dengan tanda dan gejala klinis
iskemia miokard seperti munculnya nyeri dada, adanya J point yang persistent,
adanya elevasi segmen ST serta meningkatnya biomarker kematian sel
miokardium yaitu troponin (Wahyunadi, Sargowo, & Suharsono, 2017).

B. Etiologi
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya
rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat
beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain
aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional dan penyakit dalam lainnya.
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
IMA pada individu.
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor
resiko yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah menurut
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2013) yakni:

1
1. Faktor Yang Tidak Dapat Diubah
a. Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada
usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40
dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali
lipat.
b. Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali
jika terdapat diabetes, hiperlipidemia dan hipertensi berat. Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis
meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini
diperkirakan merupakan pengaruh dari hormone estrogen.
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.

2. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah


a. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan tingginya kolesterol dengan kejadian
penyakit arteri koroner memiliki hubungan yang erat. Lemak yang tidak
larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut dengan air yang
memungkinkannya dapat diangkut dalam sistem peredaran darah. Tiga
komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein densitas
renah (low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi (high
density lipoprotein). Peningkatan kolesterol Low Density Lipoprotein

2
(LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria dan
mempercepat proses arterosklerosis..
b. Hipertensi
Hipertensi juga merupakan faktor risiko yang menyebabkan penyakit
arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan
gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa
darah. Tekanan darah yang tinggi terus menerus dapat mengakibatkan
suplai kebutuhan oksigen di jantung meningkat.
c. Merokok
Merokok dapat membuat penyakit koroner semakin memburuk di
akibatkan karena karbondioksida yang terkandung dalam asap rokok
akan lebih mudah mengikat hemoglobin daripada oksigen, sehingga
oksigen yang dikirim ke jantung menjadi berkurang. Nikotin pada
tembakau dapat memicu pelepasan katekolamin yang mengakibatkan
konstriksi pada arteri dan membuat aliran darah serta oksigen ke
jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi
trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan
pembentukan thrombus.
d. Diabetes mellitus
Penyakit DM dapat menginduksi hiperkolesterolemia serta
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Penderita diabetes lebih
berisiko menderita infark miokard dari pada yang tidak menderita
diabetes. Penderita diabetes mellitus mempunyai prevalensi yang lebih
tinggi mengalami aterosklerosis, karena hiperglikemia dapat
mengakibatkan peningkatan agregasi trombosit yang dapat membentuk
thrombus.
e. Stres psikologik
Stres dapat mengakibatkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

3
C. Patofisiologis

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dirasakan pada pasien STEMI menurut (Black & Hawks,
2014) ialah sebagai berikut:
1. Nyeri Dada
Nyeri dada sentral yang berat terjadi secara mendadak dan terus
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas, seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung lebih dari 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat. Nyeri dapat menjalar ke

4
arah rahang dan leher. Gejala yang menyertai yaitu berkeringat, pucat, mual,
sulit bernapas, cemas dan lemas.
2. Ekstremitas yang teraba dingin, perspirasi, rasa cemas dan gelisah akibat
pelepasan katekolamin
3. Tekanan darah dan denyut nadi pada mulanya meninggi sebagai akibat
aktivasi sistem saraf simpatik. Jika curah jantung berkurang, tekanan darah
mungkin turun. Bradikardi dapat disertai gangguan hantaran, khususnya
pada kerusakan yang mengenai dinding inferior ventrikel kiri
4. Keletihan dan rasa lemah akibat penurunan perfusi darah ke otot rangka
5. Nausea dan vomitus akibat stimulasi yang bersifat refleks pada pusat muntah
oleh serabut saraf nyeri atau akibat refleks vasovagal
6. Sesak napas dan bunyi krekels yang mencerminkan gagal jantung
7. Suhu tubuh yang rendah selama beberapa hari setelah serangan infark
miokard akut akibat respon inflamasi
8. Distensi vena jugularis yang mencerminkan disfungsi ventrikel kanan dan
kongesti paru
9. Bunyi jantung S3 dan S4 yang mencerminkan disfungsi ventrikel

E. Komplikasi
1. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik pada pasien denga STEMI dapat disebabkan oeh left
ventricle infark luas atau dengan komplikasi mekanik, termasuk pecah
papiler otot, septum ventrikel pecah, bebas dinding pecah denga tamponade
dan righ ventricle infark.
2. Gagal Jantung Berat
Perkembangan gagal jantung atau heart failure setelah STEMI
merupakan indikasi untuk melakukan angiografi denga maksud untuk
melanjutkan dengan revaskularisasi jika tidak dilakukan sebelumnya
3. Infark ventrikel kanan

5
Infark right ventricle paling sering disebabkan oleh oklusi proksimal
arteri koroner kanan dan berkaitan dengan risiko kematian yang lebih tinggi.

F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Nitrogliserin
Nitrogliserin (NTG) seblingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. NTG selain
untuk mengurangi nyeri dada juga untuk menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. NTG harus
b. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tata laksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2 - 4 mg dapat tingkatkan 2 - 8 mg IV serta dapat di ulang
dengan interval 5 - 15 menit.
c. Aspirin
Aspirin merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI.
d. Beta blocker
Beta‐blocker mulai diberikan segera setelah keadaan pasien stabil. Jika
tidak ada kontraindikasi, pasien diberi betablocker kardioselektif
misalnya metoprolol atau atenolol.
e. Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi
lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI)

6
yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat
melalui jalur infuse
2. Non farmakologi
a. Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa
awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien
dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam
pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus
didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung
kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam
pertama.
Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan
tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain,
pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang
ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari
ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari
(Smeltzer et al., 2013).
b. Istirahat fisik
Bedrest dengan posisi semifowler atau menggunakan cardiac chair
dapat mengurangi nyeri dada dan dispnea. Posisi kepala yang lebih
tinggi sangat bermanfaat bagi pasien karena:
(1) Volume tidal dapat diperbaiki karena tekanan isi abdomen terhadap
diafragma berkurang sehinngga pertukaran gas dapat lebih baik,
(2) Drainase lobus atas paru lebih baik serta
(3) Aliran balik vena ke jantung (preload) berkurang sehingga
mengurangi kerja jantung.
c. Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI,
pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-

7
12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung
kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-
55% dari kalori total.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penderita STEMI menurut (Smeltzer et al.,
2013) yaitu:
1. Elektrokardiogram (EKG)
EKG memberi informasi mengenai elektrofisiologi jantung. Lokasi
dan ukuran relative infark juga dapat ditentukan dengan EKG. Pemeriksaan
EKG harus dilakukan segera dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di IGD
sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG dengan interval 5-
10 menit atau pemantauan EKG 12 lead secara lanjutan harus dilakukan
untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.
2. Angiografi koroner
adalah pemeriksaan diagnostik invasif yang dilakukan untuk
mengamati pembuluh darah jantung dengan menggunakan teknologi
pencitraan sinar X. Angiografi koroner memberikan informasi mengenai
keberadaan dan tingkat keparahan PJK
3. Foto polos dada
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Creatinine Kinase-MB (CK-MB): meningkatkan setelah 2-4 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 12-20 jam dan kembali
normal dalam 2-3 hari.

8
b. Creatinine Kinase (CK): meningkat setelah 3-6 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 12-24 jam dan kembali normal 3-5
hari.
c. cTn ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masaih dapat di deteksi setelah 514 hari sedangkan cTn I setelah
5-10 hari.

9
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STEMI

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal
lahir, pekerjaan dan pendidikan.
2. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan
adalah nyeri dada yang menjalar ke punggung.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
b. Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah memiliki
riwayat penyakit sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
jantung.
4. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang dipantau dengan
ketat. Perubahan penginderaan berarti jantung tidak mampu memompa
darah yang cukup untuk oksigenasi otak.

10
b. Nyeri dada
bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri
juga dapat di jumpai pada daerah epigastrium dan menstimulasi
gangguan pada saluran percernaan seperti mual, muntah,. Rasa tidak
nyaman didada dapat menyebabkan sulit bernafas, keringat dingin,
cemas dan lemas.
c. Frekuensi dan irama jantung
Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus menerus.
Adanya disritmia dapat merupakan petunjuk ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen jantung dan di pantau terhadap perlunya
diberikan terapi antidisritmia.
d. Bunyi jantung
Bunyi jantung harus diauskultasi secara terus-menerus, karena bunyi
jantung abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3 yang diikuti
penatalaksanaan medis yang agresif dapat mencegah edema paru yang
mengancam jiwa. Adanya bunyi murmur yang sebelumnya tidak ada
menunjukkan perubahan fungsi otot miokard sedangkan friction rub
menunjukkan adanya perikarditis.
e. Tekanan darah
Tekanan darah di ukur dan di monitor untuk menentukan respon
terhadap nyeri dan keberhasilan terapi khususnya vasodilator.
f. Denyut nadi perifer
Denyut nadi perifer dievaluasi secara teratur. Perbedaan frekuensi nadi
perifer dengan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya disritmia
seperti atrial fibrilasi. Denyut nadi perifer paling sering di evaluasi
untuk menentukan kecukupan aliran darah ke ekstremitas.
g. Status volume cairan

11
Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan. Cairan yang
seimbang dan cenderung negatif akan lebih baik untuk menghindari
kelebihan cairan dan kemungkinan gagal jantung. Berkurangnya haluran
urine (oliguria) yang disertai hipotensi merupakan tanda awal shock
kardiogenik.
h. Pemberian oksigen
Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan perfusi
akibat gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien
dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan STEMI
adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
c. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
e. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi
g. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi

12
C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah diberikan  Manajemen Nyeri
intervensi selama 1 jam,  Lakukan oengkajian
diagnosa dapat teratasi nyeri komprehensif yang
dengan kriteria hasil: meliputi lokasi,
 Kontrol Nyeri karakteristik,
 Dapat mengenali kapan onset/durasi, frekuensi,
nyeri terjadi kualitas, intensitas atau
 Dapat menggambarkan beratnya nyeri dan faktor
 faktor penyebab nyeri pencetus
 Mengunakan tindakan  Pastikan perawatan
pengurangan nyeri analgesik bagi pasien
tanpa analgesik dilakukan dengan
 Meggunakan analgesik pemantauan yang ketat
yang direkomendasikan  Bantu keluarga dalam
 Melaporkan perubahan mencari dan meyediakan
terhadap gejala nyeri dukungan
pada profesional  Berikan informasi
kesehatan mengenai nyeri,, seperti
 Melaporkan gejala penyebab nyeri, berapa
yang tidak terkontrol lama nyeri akan
pada profesional dirasakan dan antisipasi
kesehatan dari ketidaknyamanan
 Melaporkan nyeri yang akibat prosedur
terkontrol  Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
 Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat
2 Ketidakefektif Setelah diberikan  Monitor Pernapasan
an Pola Napas intervensi, diagnosa  Monitor kecepatan,
dapat teratasi dengan irama, kedalaman dan
kriteria hasil: kesulitan bernapas
 Status Pernapasan  Catat pergerakan dada,
 Frekuensi pernapasan catat ketidaksimetrisan,
dalam kisaran normal penggunaan otot-otot
 Irama pernapasan bantu nafas, dan retraksi
dalam kisaran normal pada otot supraclaviculas

13
 Saturasi oksigen dalam dan interkosta
kisaran normal  Monitor suara napas
 Tidak ada penggunaan tambahan seperti ngorok
otot bantu napas atau mengi
 Tidak ada dispnea saat  Monitor pola napas
istirahat  Palpsai kesimetrisan
 Tidak ada suara napas ekspansi paru
tambahan  Auskultasi suara napas,
 Tidak ada pernapasan catat area dimana terjadi
cuping hidung penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara napas
tambahan
 Kaji perlunya
penghisapan pada jalan
napas dengan auskultasi
suara napas ronki di paru
 Auskultasi suara napas
setelah tindakan, untuk
dicatat
 Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
 Monitor keluhan sesak
napas pasien, termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak
napas tersebut
 Monitor hasil foto
thoraks
 Berikan bantuan terapi
napas jika diperlukan
3 Penurunan Setelah diberikan Perawatan Jantung
Curah intervensi selama 1 jam,  Secara rutin mengecek
Jantung diagnosa dapat teratasi pasien baik secara fisik
dengan kriteria hasil: dan psikologis sesuai
Keefektifan Pompa dengan kebijakan tiap
Jantung agen/penyedia layanan
 Tekanan darah dalam  Pastikan tingkat aktivitas
kisaran normal pasien yang tidak
 Denyut jantung apikal membahayakan curah
dalam kisaran normal jantung atau

14
 Indeks jantung dalam memprovokasi serangan
kisaran normal jantung
 Fraksi ejeksi dalam  Instruksikan pasien
kisaran normal tentang pentingnya untuk
 Denyut nadi perifer segera melaporkan bila
dalam kisaran normal merasakan nyeri dada
 Evaluasi episode nyeri
dada
 Monitor EKG adakah
perubahan segmen ST
sebagaimana mestinya
 Lakukan penilaian
komprehensif pada
sirkulasi perifer
 Monitor tanda-tanda
vital secara rutin
 Monitor disritmia
jantung, termasuk
gangguan ritme dan
konduksi jantung
 Dokumentasikan
disritmia jantung
 Catat tanda dan gejala
penurunan curah jantung
 Monitor status
pernapasan terkait
dengan adanya gejala
gagal jantung
 Monitor keseimbangan
cairan
 Monitor nilai
laboratorium yang tepat
 Evaluasi perubahan
teakanan darah
 Susun waku latihan dan
istirahat untuk mencegah
kelelahan
 Batasi merokok
 Monitor toleransi
aktivitas pasien

15
ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI PROBLEM


O
1 DS: Agen pencedera Nyeri Akut
- Pasien mengeluh nyeri dada fisiologis
menjalar hingga ke punggung

DO:
- Kondisi umum: lemah
- TD: 130/80 mmHg
- N: 84x/menit
- T: 38,7°C, RR: 26x/menit
- Skala nyeri: 5 NRS
- Onset nyeri: 2 menit
- Frekuensi hilang timbul
- Sulit tidur
- Nafsu makan tidak ada

2 DS: Agen pencedera Penurunan


- Pasien mengeluh nyeri dada fisiologis: iskemia Curah Jantung

DO:
- Kondisi umum: lemah
- TD: 130/80 mmHg
- N: 84x/menit
- T: 38,7°C, RR : 26x/menit
- Pasien post PCI
- sering BAK
- Kulit pucat
- CRT > 3 detik, turgor buruk
- Cemas dan gelisah
- Pasien riwayat Hipertensi 5
tahun dan riwayat AKI
- Pasien perokok berat selama
10 tahun
3 DS: Ketidakseimbangan Intoleransi
- Pasien mengeluh mudah antara suplai dan Aktivitas
lelah saat beraktivitas ringan kebutuhan oksigen
di tempat tidur

DO:

16
- Kondisi umum: lemah
- TD: 130/80 mmHg
- N: 84x/menit
- T: 38,7°C, RR : 26x/menit
- Pasien post PCI
- Skala nyeri 5 NRS, nyeri
semakin parah bila
beraktivitas
- Pasien tampak pucat

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan Curah Jantung


2. Nyeri Akut
3. Intoleransi Aktivitas
4. Risiko defisit nutrisi
5. Konstipasi
6. Ansietas

17
INTERVENSI KEPERAWATAN

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NOC NIC
Penurunan Curah Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda/gejala
Jantung keperawatan dalam 2x24 jam di penurunan curah jantung
harapkan curah jantung primer (meliputi dipsnea,
membaik dengan kriteria hasil: kelelahan, edema, ortopnea)
1. Tekanan darah membaik 2. Identifikasi tanda/gejala
2. Keluhan lelah menurun penurunan curah jantung
3. Pucat/sianosis menurun sekunder( misalnya
4. Kardiomegali menurun peningkatan BB,
5. CRT membaik hepatomegali, distensi vena
6. Kekuatan nadi perifer jugularis, palpitasi, ronkhi
meningkat basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor intake dan output
cairan
5. Monitor keluhan nyeri dada
6. Posisikan pasien semi
fowler/fowler
7. Beri dukungan emosional dan
spiritual
8. Anjurkan berhenti merokok
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi,
keperawatan dalam 2x24 jam di karakteristik, durasi,
harapkan nyeri hilang/berkurang frekuensi, kualitas dan
dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Pola napas membaik 3. Identifikasi faktor yang
3. Kesulitan tidur menurun memperberat dan
4. Mual menurun memperingan nyeri
5. Nafsu makan membaik 4. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
5. Berikan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
6. Fasilitasi istirahat & tidur
7. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu

18
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan fungsi
Aktivitas keperawatan dalam 2x24 jam di tubuh yang mengakibatkan
harapkan pasien dapat kelelahan
melaksanakan aktivitas sehari- 2. Monitor kelelaham fisik dan
hari dengan kriteria hasil: emosional
1. Kemudahan dalam 3. Monitor pola dan jam tidur
melakukan aktivitas sehari- 4. Monitor lokasi dan
hari meningkat ketidaknyamanan selama
2. Keluhan lelah menurun melakukan aktivitas
3. Perasaan lemah menurun 5. Sediakan lingkungan rendah
4. Sianosis menurun stimulus
5. Warna kulit membaik 6. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
7. Anjurkan melakukam aktivitas
secara bertahap

19
CATATAN PERKEMBANGAN

HARI/TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI


Sabtu Penurunan S:
23-10-2021 Curah Jantung - Pasien mengeluh lemas dan lelah

O:
- Kondisi umum: lemah
- Kesadaran: composmentis
- TD: 120/75 mmHg
- N: 76x/menit
- T: 36,7°C, RR: 20x/menit

A: Penurunan Curah Jantung

P:
- Identifikasi tanda/gejala penurunan curah
jantung primer (meliputi dipsnea, kelelahan,
edema, ortopnea)
- Identifikasi tanda/gejala penurunan curah
jantung sekunder( misalnya peningkatan
BB, hepatomegali, distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
- Monitor tekanan darah
- Monitor EKG
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor keluhan nyeri dada
- Posisikan pasien semi fowler/fowler
- Beri dukungan emosional dan spiritual
- Anjurkan berhenti merokok

I:
- Tanda dan gejala primer penurunan curah
jantung yang terdapat pada pasien ialah
kelelahan, riwayat sesak nafas 3 hari yang
lalu
- Tanda dan gejala sekunder penurunan curah
jantung: pasien mengatakan batuk 3 hari
yang lalu, kulit saat ini pucat, CRT < 3 detik
- TD: 120/75 mmHG
- Hasil EKG: Elevasi segmen ST di
gelombang II, II dan aVF (lokasi:

20
inferolateral)
- Intake cairan Nacl 200 cc, output urine
perhari ± 1500 cc
- Pasien mengeluh nyeri dada dan menjalar
hingga ke punggung dan lengan
- Bantu posisikan bed semi fowler agar pasien
nyaman
- Mendukung pasien agar semangat untuk
sembuh dan tidak menyerah dalam
pengobatan
- Anjurkan pasien untuk berhenti merokok
dikarenakan kondisi kesehatannya saat ini

E:
- Tekanan darah membaik
- CRT membaik
- Kekuatan nadi perifer masih lemah
- Pucat masih ada

R: Intervensi dilanjutkan
Sabtu Nyeri Akut S:
23-10-2021 - Pasien mengeluh masih nyeri dada, namun
sudah berkurang
O:
- Kondisi umum: lemah
- Kesadaran: composmentis
- TD: 120/75 mmHg
- N: 76x/menit
- T: 36,7°C, RR: 20x/menit

A: Nyeri Akut

P:
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi lokasi nyeri, kualitas nyeri, durasi
nyeri
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
- Posisikan pasien senyaman mungkin
- Fasilitasi istirahat dan tidur

21
- Berikan analgesik

I:
- Skala nyeri mengalami penurunan, dari 5
menjadi 3 NRS
- Lokasi nyeri yang dirasakan pasien: nyeri
dada yang menjalar hingga punggung
- Faktor yang memperberat nyeri pasien: saat
bergerak
- Faktor yang memperingan nyeri pasien:
istirahat dan obat analgesik
- Mengajarkan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi napas dalam disertai dzikir saat
nyeri
- Mengatur posisi semi fowler dengan
menekuk 30°C bed pasien senyaman
mungkin
- Membiarkan pasien istirahat dan tidur
- Memberikan drip paracetamol

E:
- Keluhan nyeri menurun
- Pola napas membaik

R: Intervensi dilanjutkan
Sabtu Intoleransi S: pasien mengeluh lelah dan pegal-pegal
23-10-2021 Aktivitas
O:
- Kondisi umum: lemah
- Kesadaran: composmentis
- TD: 120/75 mmHg
- N: 76x/menit
- T: 36,7°C, RR: 20x/menit
- Skala nyeri dada: 3 NRS
- Pasien hanya berbaring dikasur

A: Intoleransi Aktivitas

P:
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelaham fisik dan emosional

22
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
- Sediakan lingkungan rendah stimulus
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Anjurkan melakukam aktivitas secara
bertahap

I:
- Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh
penyebab kelelahan yang dialami pasien:
nyeri dada akibat STEMI
- Kelelahan fisik: pasien nampak pucat, lemah
diatas kasur, kelelahan emosional dapat
dilihat saat pasien mengeluh akan segera
mati
- Pasien mengaku pola dan jam tidur tidak
menentu, jika serangan nyeri tidak terjadi
pasien dapat tidur dimalam hari selama 6
jam
- Pasien mengatakan lokasi ketidaknyamanan
saat melakukan aktivitas yaitu nyeri dada
dan pegal-pegal diseluruh badan
- Minta keluarga / tetangga bed pasien untuk
tidak berisik didalam ruang rawat
- Anjurkan pasien untuk bergerak diatas
kasur, seperti miring kanan dan miring kiri
E:
- Kemudahan dalam aktivitas sehari-hari
belum meningkat
- Keluhan lelah belum menurun
- Warna kulit masih pucat
Senin Penurunan S:
25-10-2021 Curah Jantung - Pasien mengatakan lemas berkurang

O:
- Kondisi umum: sedang
- Kesadaran: composmentis
- TD: 135/80 mmHg
- N: 86x/menit
- T: 37,2°C, RR: 21x/menit

23
- Mukosa tidak lagi pucat
- Post PCI

A: Penurunan Curah Jantung

P:
- Identifikasi tanda/gejala penurunan curah
jantung
- Monitor tekanan darah
- Monitor keluhan nyeri dada
- Posisikan pasien semi fowler/fowler
- Pemberian obat subkutan
- Beri dukungan berhenti merokok

I:
- Tanda dan gejala primer penurunan curah
jantung yang terdapat pada pasien ialah,
primer: kelelahan (namun sudah berkurang)
- TD: 135/80 mmHG
- Pasien mengeluh nyeri dada dan menjalar
hingga ke punggung dan lengan, namun
nyeri berkurang hari ini
- Melakukan penyuntikan lovenox 0,6 cc
melalui jalur sub kutan 5 cm didekat pusar
dengan sudut 90°
- Bantu posisikan bed semi fowler agar pasien
nyaman
- Memberi apresiasi dan pemahaman tentang
pentingnya berhenti merokok, pasien
mengangguk setuju untuk mulai berhenti
merokok

E:
- Keluhan lelah menurun
- CRT membaik
- Kekuatan nadi perifer meningkat
- Pucat masih ada

R: intervensi dilanjutkan
Senin Nyeri Akut S:
25-10-2021 - Pasien mengatakan dadanya tidak nyeri hari
ini

24
O:
- Kondisi umum: sedang
- Kesadaran: composmentis
- TD: 135/80 mmHg
- N: 86x/menit
- T: 37,2°C, RR: 21x/menit
- Pasien terlihat lebih rileks dan tidak
meringis nyeri

A: Nyeri Akut

P:
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi lokasi nyeri, kualitas nyeri, durasi
nyeri
- Kaji adanya mual muntah
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
- Posisikan pasien senyaman mungkin
- Fasilitasi istirahat dan tidur

I:
- Skala nyeri pasien mengalami penurunan,
dari 3 NRS menjadi 1 NRS
- Lokasi nyeri: pasien sedang tidak mengeluh
nyeri dada, hanya terasa pegal-pegal pada
tubuh saja
- Pasien mengatakan hari ini sanggup
menghabiskan porsi makanannya
- Kembali mengajarkan pasien untuk
melakukan teknik relaksasi napas dalam dan
berdzikir jiga serangan nyeri kembali muncul
- Mengatur posisi semi fowler dengan
menekuk 30°C bed pasien senyaman
mungkin
- Membiarkan pasien istirahat dan tidur (pasien
dapat tertidur)

E:
- Skala nyeri menurun
- Pola napas membaik
- Kesulitan tidur menurun

25
- Mual menurun
- Nafsu makan membaik

R: Intervensi dilanjutkan

Senin Intoleransi S: pasien mengatakan lemas berkurang, namun


25-10-2021 Aktivitas badan masih pegal-pegal

O:
- Kondisi umum: sedang
- Kesadaran: composmentis
- TD: 135/80 mmHg
- N: 86x/menit
- T: 37,2°C, RR: 21x/menit
- Skala nyeri dada: 1 NRS
- Pasien tampak lebih rileks

A: Intoleransi Aktivitas

P:
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
- Sediakan lingkungan rendah stimulus
- Anjurkan melakukam aktivitas secara
bertahap

I:
- Kelelahan fisik pada pasien yaitu pasien
mengeluh pegal, kelelahan emosional tidak
terlihat
- Pasien mengatakan pola dan jam tidur pada
malam hari ±6 jam
- Pasien mengatakan lokasi ketidaknyamanan
saat melakukan aktivitas: pegal-pegal
diseluruh badan
- Menarik tirai untuk mengurangi stimulus
cahaya agar pasien dapat beristirahat
- Menganjurkan pasien untuk tetap bergerak

26
diatas kasur sesuai toleransinya, seperti
miring kanan dan miring kiri. Juga dukung
keluarga untuk membantu pergerakan pasien
dikasur seperti duduk
E:
- Kemudahan dalam meningkatkan aktivitas
sehari-hari meningkat perlahan
- Keluhan lelah menurun
- Perasaan lemah menurun
- Warna kulit membaik

R: Intervensi dihentikan

Selasa Penurunan S:
26-10-2021 Curah Jantung - Pasien mengatakan lemas berkurang

O:
- Kondisi umum: sedang
- Kesadaran: composmentis
- TD: 119/79 mmHg
- N: 88x/menit
- T: 36,5°C, RR: 21x/menit

A: Penurunan Curah Jantung

P:
- Monitor tekanan darah
- Monitor keluhan nyeri dada
- Posisikan pasien semi fowler/fowler
- Disharge planning mengenai konsumsi obat,
penyakit hipertensi dan gaya hidup sehat

I:
- TD: 135/80 mmHG
- Pasien mengatakan tidak nyeri hari ini
- Membantu posisikan bed semi fowler agar
pasien nyaman
- Memberi apresiasi dan pemahaman tentang
apa yang harus dihindari pasien setelah
pulang dari Rumah Sakit, seperti pentingnya
berhenti merokok dan tidak mengonsumsi

27
makanan tinggi kolesterol, pasien
mengangguk setuju untuk mulai berhenti
merokok dan keluarga ikut paham tentang
jadwal minum obat pasien

E:
- Keluhan lelah menurun
- CRT membaik
- Kekuatan nadi perifer meningkat
- Pucat tidak ada

R: intervensi dihentikan (pasien pulang)


Selasa Nyeri Akut S:
26-10-2021 - Pasien mengatakan tidak nyeri

O:
- Kondisi umum: sedang
- Kesadaran: composmentis
- TD: 119/79 mmHg
- N: 88x/menit
- T: 36,5°C, RR: 21x/menit

P:
- Identifikasi skala nyeri
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri

I:
- Pasien tidak mengeluh nyeri, skala nyeri
menjadi 0 NRS
- Ajarkan kembali dan minta pasien untuk
mengulang teknik relaksasi napas dalam
untuk dipraktekkan dirumah jika serangan
nyeri datang

E:
- Skala nyeri menurun
- Pola napas membaik
- Kesulitan tidur menurun
- Mual menurun
- Nafsu makan membaik

28
R: Intervensi dilhentikan (pasien pulang)

29
DAFTAR PUSTAKA

Darliana, D. (2017). Motivasi Dengan Upaya Modifikasi Gaya Hidup Pada Pasien
Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan,
2(4).

Harselia, S. (2018). Tindakan Percutaneous Coronary Intervention Pada Pasien


Stenosis Arteri Koroner Kanan. Arkavi [Arsip Kardiovaskular Indonesia), 3(1),
186-191.

Smeltzer & Bare. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Monica Ester, dkk,
penerjemah). Jakarta: EGC

Smeltzer. S. C., Bare B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2013). Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth ed. 12; alih bahasa: Devi Yulianti, Amelia
Kimin. Jakarta: EGC

Wahyunadi, N. M. D., Sargowo, D., & Suharsono, T. (2017). Perbedaan Keberhasilan


Terapi Fibrinolitik Pada Penderita ST-Elevation Myocardial Infarction
(STEMI) Dengan Diabetes dan Tidak Diabetes Berdasarkan Penurunan ST-
Elevasi. Jurnal Ilmu Keperawatan: Journal of Nursing Science, 5(1), 96-102.

Anda mungkin juga menyukai