Definisi Penyakit
STEMI merupakan sindroma klinis yang dididefinisikan dengan tanda gejala dan
karakteristik iskemi miokard dan berhubungan dengan persisten ST elevasi dan
pengeluaran biomarker dari nekrosis miokard. Cardiac troponin merupakan
biomarker yang digunakan untuk diagnosis infark miokard (Prince, 2014).
STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark
yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan
adanya elevasi segmen ST pada EKG (Ningsih, 2012).
STEMI merupakan nyeri yang dirasakan pada dada kiri pasien karena adanya
penyumbatan pembuluh darah di jantung ditandai dengan hasil EKG ada perubahan
gelombang di segmen ST Elevasi.
B. Etiologi
Penyebab STEMI menurut Ningsih (2012) secara umum, antara lain:
1. Thrombus dan/atau embolus yang menyebabkan aterosklerosis dan aklusis di
arteri coroner
2. Vasospasme (vasokonstriksi atau penyempitan mendadak) pada arteri coroner
3. Penurunan suplai oksigen (tekanan darah rendah, kehilangan darah yang akut
atau anmeia).
4. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
5. Penyempitan aterorosklerotik
6. Plak aterosklerotik
7. Lambatnya aliran darah di daerah plak atau oleh viserasi plak
8. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
9. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
10. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA ada
individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor
resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat diubah menurut Prince
(2014)
a. Faktor yang tidak dapat dirubah:
1) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif,
biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang
kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun
usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark
miokard pada pria meningkat lima kali lipat
2) Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause
kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi
berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan
dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika
dibandingkan dengan pria.
3) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada
orang kulit putih.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya STEMI
b. Faktor resiko yang dapat dirubah:
1) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita (Kumar, et al., 2008). Efek rokok adalah
menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO atau dengan
perkataan lain dapat menyebabkan takikardi, vasokonstrisi pembuluh darah,
merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb
menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol
tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang dihisap,
kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan
kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok.
Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai
obesitas dan hipertensi, sehingga orang yang merokok cenderung lebih
mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.
2) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum
di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan
meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini
akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan
kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri
koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai
faktor pelindung terhadap penyakit ini.
3) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah
systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60 %
dibandingkan dengan individu normotensive.
4) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan
predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi
pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat
peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus.
5) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
6) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
C. Manifestasi Klinis
1. Keluhan utama klasik
Nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak
berkurang dengan pemberian nitrat. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir
sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat,
lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian
tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran
nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher.
Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan
ansietas
2. Respiratory
Nafas yang memendek, dispnea, takipnea
Krakles dapat terdengar jika ada kongesti pulmonary
Dapat pula disertai edema paru
3. Neurologis
Kecemasan, rasa kelelahan, pusing, mengindikasikan peningkatan stimulus
simpatis atau penurunan kontraktilitas dan oksigenasi cerebral. Gejala ini dapat
mengarahkan kepada gambaran syok kardiogenik.
Sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan ucapan, perubahan fungsi
motorik, dan perubahan kesadaran dapat mengindikasikan perdarahan cerebral
jika klien mendapatkan trombolitik.
4. Gastrointestinal
Mual dan muntah
5. Urinary
Penurunan keluaran urin dapat mengindikasikan syok kardiogenik
6. Integumen
Dingin, berkeringat, diaforesis, dan pucat, dapat muncul karena stimulus dari
kurangnya kontraktilitas yang dapat mengindikasikan adanya shock kardiogenik.
Oedema dapat muncul karena kurangnya kontaktilitas.
7. Psikologis
Ketakutan akan kematian, atau penyangkalan terhadap penyakit dapat terjadi
pada klien (Udjianti, 2010).
D. Pathways
E. Patofisiologi
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah
oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis.
STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada
tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa
faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus,
STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga
komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung
trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang
menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi
oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat
terjadinya ruptur plak, beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
menyebabkan aktivasi platelet. Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2
(vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.
(a)
(b)
G. Penatalaksanaan
Tatalaksana STEMI :
1. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
2. Tatalaksana Umum
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0 ,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NGT
intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau
edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah
sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel
kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi).
Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan
phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena
dapat memicu efek hipotensi nitrat.
3. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri
dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban jantung.
4. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 515 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena
yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini
dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan
efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,
terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mgIV.
5. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
6. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasadiberikan adalah metoprolol
5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung
>60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan
ronchi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan
dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
7. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang
maligna.
H. Pengkajian
1. Anamnesa
1. Keluhan utama nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
a) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
c) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di
atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan.
d) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang
0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan.
Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
e) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh
infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah
dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark
miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.
2. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien
pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi
di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
3. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
4. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap,
jadwal olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
5. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah hipertensi, DM.
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang keluarga,
pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
f. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
g. Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
h. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
i. Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih
atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda
j. Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
k. (duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahankental.
l. Interaksi sosial
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi). Tanda: kesulitan istirahat
dengan tenang, respon emosi meningkat, dan menarik diri dari keluarga.
I. Analisa Data
b. Objektif
- Murmur jantung
- Berat badan
bertambah
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2. Penurunan curah jantung b.d penurunan irama jantung, perubahan
frekuensijantung, kontraktilitas
3. Polanafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi
4. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri Observasi:
selama 2x24 jam, maka - Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan tingkat nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skla nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi faktor yang
- Gelisah menurun
memperberat rasa nyeri
- Kesulian tidur menurun
- Pola nafas membaik - Identifikasi pengetahuan tentang
- Tekanan darah membaik
nyeri
- Nafsu makan membaik
- Pola tidur membaik - Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terpeutik:
3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas Observasi
efektif selama 2x24 jam maka - Monitor jalan nafas
diharapkan - Monitor bunyi nafas tambahan
- Dipsnea menurun Terapeutik
- Penggunaan otot bantu - Posisikan semi fowler atau fowler
menurun - Berikan minum hangat
- Ortopnea menurun - Anjurkan asupan cairan 2000/hari
- Frekuensi nafas membaik sesuai toleransi jantung
- Kedalam nafas membaik - Berikan oksigen
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
4 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Manajemen energi Observasi:
selama 2x24 jam maka - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
diharapkan yang mengakibatkan kelelahan
- Frekuensi nadi membaik - Monitor kelelahan fisik dan
- Saturasi oksigen membaik emosional
- Keluhan lelah menurun - Monitor lokasi dan
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2022-2023
Muttaqin, A., (2010). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Price, S.A., (2014). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit volume I.
Jakarta : EGC.
Ningsih, A. (2012). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa).Yogyakarta: Nuha Medika.
Udjianti, W.J., (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba
Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta:Dewan Pengurus PPNI