A. Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke
jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh
darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil
aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya
yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit
sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark (Farissa, 2012; Guyton, 2007)
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner
Akut dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST
(STEMI: ST segment elevation myocardial infarction) 2. Infark miokard
dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non-ST segment elevation
myocardial infarction) 3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina
pectoris). (PERKI,2015)
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan
IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)
terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid
(Farissa,2012).
STEMI merupakan singkatan dari ST-elevation myocardial infarction
yang merupakan suatu kondisi serius yang mengakibatkan kematian sel miosit
jantung karena ischemia yang berkepanjangan akibat oklusi coroner akut.
STEMI terjadi akibat Stenosis total pembuluh darah coroner sehingga
menyebabkan nekrosis sel jantung yang bersifat irreversible yang biasanya
disebabkan oleh arterioskholoris (Devi, 2013).
B. Etiologi
a. Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ
pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia
antara 40 dan 60 tahun, insideninfark miokard pada pria meningkat
lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).
b. Jenis kelamin
Infark miokard jaraNg ditemukan pada wanita premenopause kecuali
jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan
atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan
dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon
estrogen (Kumar, et al., 2007)
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun) meningkatkankemungkinan timbulnya IMA.
d. Hiperlipidemia
Merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas
batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan
meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan
resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl.
Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya
resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL
yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
e. Hipertensi
Merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole
maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60%
dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan,
sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal
jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena
stroke (Kumar, et al., 2007).
f. Merokok
Merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu
yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%.
Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara substansial
(Kumar, et al., 2007).
g. Diabetes mellitus
DM menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan
predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih
tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga
terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita
diabetes mellitus
C. Patofisiologi
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-
tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami
atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner
berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular.
Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi,
dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika
permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak
tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis
(terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang menempel pada
pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi
pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat
terjadinya ruptur plak, beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
menyebabkan aktivasi platelet. Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane
A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih
lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis
meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan
membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul
multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara simultan,
menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi
mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang
rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X
menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner seringkali mengalami
oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan benang- benang
fibrin.
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun
bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark
subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam
telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke
epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun
nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami
injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark
meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
D. Manifestasi Klinis
Nyeri dada sentral yang berat, seperti terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung >-20 menit,
tidak berkurang dengan pemberian nitrat. Karakteristik nyeri pada STEMI
sama dengan angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih
parah/berat. Dan berlangsung lama. Nyeri biasanya dirasakan pada bagian
tengah dada atu epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebab nyeri
juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri
sering disertai kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (fauci, et
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
i. Foto / Ro dada
aneurisma ventrikuler.
j. Ecokardiogram
m. Angiografi koroner
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase
otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek mekanik,
(Nurarif, 2013)
F. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
c. Elektrolit.
hipokalemi, hiperkalemi
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
e. Kecepatan sedimentasi
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
1. Pengkajian
Pengkajian Primer
a. Airways
b. Breathing
3) Ronchi, krekles.
c. Circulation
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
d. Disability
kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri,
tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat,
kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan
rangsang apapun.
e. Exposure
Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
2) Sirkulasi
Data Obyektif :
(disritmia).
komplain ventrikel.
d) Murmur
ventrikel.
3) Integritas ego
mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
terbakar.
6) Hygiene
perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk
atau istrahat).
Data Subyektif :
dapat dilihat.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
b) Dispnea nocturnal.
Data Obyektif :
c) Pucat, sianosis.
Data Subyektif :
a) Stress.
perawatan di RS.
Data Obyektif :
c) Menarik diri.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I. (2014). Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 2. Jakarta: Interna
Publishing.
Okvitasari, Y (2016). Analisis Faktor Terkait dengan terjadinya Penyakit Jantung Koroner
Pada Rumah Sakit Jantung Poliklinik Ulin. Disertasi, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Dari Rekapitulasi 10 Besar Penyakit Ruang Intensive Coronary Care Unit RSUD Ulin Banjarmasin
Tahun 2016.
http://www.kemkes.go.id/article/view/201410080002/lingkungan-sehat-jantung-sehat.html
(Diakses pada 20 Mei 2018 jam 11.00 WIB)
http://www.newsfarras.com/2014/11/Kerja-Fungsi-Anatomi-Fisiologi-Jantung.html
(Diakses pada 20 Mei 2018 jam 23.00 WIB )
Putri & Wijaya. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika
Nazmah A. (2012). Panduan Belajar Membaca EKG. Jakarta: CV. Trans Info Media
33
Nurarif AH & Hardi, K. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda.Jilid 1. Jakarta: EGC
Muttaqin, A & nurachmach. Eds. (2012) Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer C, dan Brenda G, Bare. 2009. Keperawatan Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
Niman, S. 2013. Pengkajian Kesehatan Untuk Perawat. Jakarta: Trans Info Media
Carpenito, Linda Juall, 2008. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta : EGC
34