Plak halus
Aktivasi faktor VII dan X
thrombinProtrombin
fibrinFibrinogen
Rupture plak
Thrombus
Deficit
perawata
n diri
Motivasi
personal
hygiene
as
Kelemah
an
Hipoksia
Penurun
an aliran
darah
Supply O
2
ke jaringan
berkurang
Kebutuhan O2 tidak
tercukupi
Penurunan CO
2
Hipotensi
Syok
Kematian jaringan Gagal
pompa
ventrikel
kiri
Penurun
Takipneu
Penurunan
kesadaran
Resiko injury
Informasi tidak
adekuat
Gagal pompa
ventrikel kiri
Metabolism anaerob
Ansietas
an
cardiac
output
Reflux ke
paru-
paru
Alveoli
edema
Terjadi
malam
hari
Ganggu
an pola
tidur
Gagal pompa ventrikel kanan
Hepar
Hepatomegali
Mendesak diafragma
Sesak nafas
Suplai darah
jaringan
Metabolism anaerob
Asidosis metabolic
Penimbunan asam
laktat dan ATP
Suplai O2 otak
Sinkop
Gangguan perfusi
jaringan
Renal
flow
RAA
Aldoster
on
ADH
Backward failure
LVED naik
Tek.vena pulmonalis
Tek.kapiler paru
Edema paru
Ronchi basah
Hipertrovi ventrikel
Mendesak organ GIT
Mual muntah
Fatigue
Intoleransi
aktivitas
Tidak dapat
beribadah seperti
biasa
Retensi
Na +
H2O
Kelebih
an
volume
c
Edema
Perubah
an
bentuk
Iritasi mukosa paru
Reflek batuk
Penumpukan secret
Gangguan pertukaran
kanan
Penyempitan lumen
ventrikel kanan
Suplai O2 di
sirkulasi
Bedrest
Kesepian
Mobilisasi
berkurang
Sirkulasi O
2
terganggu
Dekubitus
Kerusakan
intergitas kulit
Informasi dan dukungan tidak
adekuat
Nafsu makan
Intake kurang
Albumin
Leukosit
kurang
I
n
Tidak mau menerima keadaan tubuh
v
a
s
i
m
i
k
r
o
o
r
g
a
n
i
s
m
e
(
m
u
d
a
h
m
a
s
u
k
)
Infeksi
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah
oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis.STEMI
terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat
terjadinya kerusakan vascular.Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi
ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak
tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis
(terbentuknya thrombus).Mural thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh
darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri
koroner.Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak,
beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi
platelet.Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A
2
(vasokonstriktor local yang
kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut (Price, 2005).
Selain pembentukan thromboxane A
2
, aktivasi platelet oleh agonis meningkatkan
perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika reseptor ini dikonversi
menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk protein adhesive seperti
fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua
plateet secara simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi.Kaskade
koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang
rusak, tepatnya pada area rupturnya plak.Aktivasi faktor VII dan X menyebabkan
konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin.Arteri koroner seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri
dari agregat platelet dan benang-benang fibrin.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner,
abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama
inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung
pada
1. daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
2. apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
3. durasi oklusi koroner
4. kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang
terkena
5. kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tiba-
tiba
6. faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
7. keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner
epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.
5. Manifestasi Klinis
1. Keluhan Utama Klasik
1.1.1. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark
miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga
sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam
atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
1.1.2. Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien
dengan STEMI.Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral,
yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas,
seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir
sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat
istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada
bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah
lengan.Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung,
rahang bawah, dan leher.Nyeri sering disertai dengan kelemahan,
berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, 2007).
1.1.3. Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung
yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior,
terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot
jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan
intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan
pertanda disfungsi ventrikel jantung.
2. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri.Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada
pasien dengan STEMI.Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30
menit dan diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar
pasien menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu
jam pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki
manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi),
dan 50% pasien dengan infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardi dan/atau hipotensi).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi.
Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga
sering terjadi penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya
penurunan stroke volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 38
0
C mungkin
ditemukan selama satu minggu post STEMI.
6. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat
dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks
nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
1. Lead II, III, aVF : Infark inferior
2. Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
3. Lead V2-V4 : Infark anterior
4. Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
5. Lead I, aVL : Infark high lateral
6. Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
7. Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
8. Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot
jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI.Kecepatan pelepasan protein spesifik
ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah
dan limfatik local.Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan
sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
1. Cardiac Troponin (cTnT dan cTnI)
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki sekuens
asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal.Perbedaan
tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan
antibody monoclonal yang sangat spesifik.Karena cTnT dan cTnI secara normal tidak
terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali
lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai
pemeriksaan diagnostic.Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari
setelah STEMI.
2. CKMB (Creatine Kinase-MB isoenzym)
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali normal
setelah 48-72 jam.Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang
rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark
intramuscular.Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena
isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak.
Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar
isoenzim MB dalam serum.
3. Cardiac Imaging
1. Echocardiography (ECG)
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography
hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat
dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan
echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak
terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal maka nada atau
tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat
digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan
terapi reperfusi.
Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam
segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi
dengan inhibitor RAAS.Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada
ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada
ventrikel kiri.Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat mendeteksi dan
kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.
Gelombang Q dengan ST elevasi yang signifikan menunjukkan keakutan.
Gambar 1. Gambaran EKG STEMI
Gambar 1. a) segmen ST elevasi pada STEMI inferior, ada juga ST depresi di lead aVL. b)
STEMI
pada dinding lateral dengan ST elevasi di lead V5 dan V6.
2. Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran
langsung terhadap ventrikel kiri.
3. High Resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI.
4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi
Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan leukositosis
polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan
menetap selama 3-7 hari.Hitung sel darah putih seringkali mencapai 12.000-
15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat
dibandingkan dengan hitung sel darah putih, memuncak selama minggu pertama
dan kadang tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu (Muttaqin, 2009).
7. Penatalaksanaan
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit.Prognosis STEMI sebagian besar tergantung
adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan
komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada
STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar
terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi
pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien
yang dicurigai STEMI :
1. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
2. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
3. Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih
4. Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai
STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat
pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko
rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat
pasien dengan STEMI.
2. Hospital
1. Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal
infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan
STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama.
Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk
melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat
tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara
psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak
terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan
dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari
kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185
m minimal tiga kali sehari.
2. Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien
hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam
pertama.Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol 300
mg/hari.Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total.Diet
yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah
natrium.
3. Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri
seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
1. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau
pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan
NTG intravena.NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi
dan edema paru.Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi
sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel
kanan.
2. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan
dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis
total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin
adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi
pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin
juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia
atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek
ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.
3. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
4. Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan
supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan
menurunkan insiden ventricular aritmia (Smeltzer, 2001).
5. Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar.
Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa
tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse
(agen fibrinolitik).
8. Alogaritma Penatalaksanaan STEMI
9. Komplikasi
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular.Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi
infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada
zona nekrotik.Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi
infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.Tanda klinis yang
sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4
gallop.Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal.Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia,
dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis,
sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan
kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif,
biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.Timbul lingkaran setan akibat
perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi
seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan
kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang
selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli.Edema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,
merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat.Kongesti paru
terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel
kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.Oleh karena
adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta
udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium
selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke
aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark
selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding
nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong
pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang.Kantong pericardium
yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade
jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah
jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan
teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural
intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural membuat lapisan epikardium langsung berkontak dan menjadi
kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi
peradangan.
10. Asuhan Keperawatan Pasien
1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama, suku,
pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi, status, alamat,
no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
2. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
3. Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
1. Provoking Incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.
2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, sifat
keluhan nyeri seperti tertekan.
3. Region, Radiation, Relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan.
4. Severity (Scale) of Pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan
klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat
angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
5. Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya
(durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium
dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih
lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea,
berkeringat, amsietas, dan pingsan.
4. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia.Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu yang masih relevan.Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
5. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko
utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
6. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap, jadual
olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
7. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner,
masalah TD, DM.
Tanda:
1. TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri
2. Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
3. Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan
kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4. Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
5. Friksi; dicurigai perikarditis.
6. Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7. Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
8. Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
8. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah
pada penyakit/perawatan yang tak perlu, khawatir tentang keluarga, pekerjaan
dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
9. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
10. Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan
berat badan
11. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
12. Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
13. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
1. Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
2. Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
3. Kualitas nyeri crushing, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
4. Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
5. Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM,
hipertensi dan lansia.
6. Tanda:
Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
Menarik diri, kehilangan kontak mata
Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.
14. Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih
atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
15. Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
16. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
17. Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1. Tingkat kesadaran
2. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
3. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
4. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
5. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,
perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
6. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
7. Warna dan suhu kulit
8. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap
tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
9. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
10. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema,
adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
18. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG
2. Echocardiogram
3. CKMB, cTLab n, Mioglobin, CK, LDH
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
1. Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri koroner
2. Ketidakefektifan pola nafas yang b.d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan
cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut
3. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama, konduksi elektri,
penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark, kerusakan
struktural
4. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah, misalnya
vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat depresan jantung
6. Ansietas b.d ketakutan akan kematian
7. Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang b.d penolakan
terhadap diagnosis miokard infark
3. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1: Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien
mengatakan nyeri berkurang
2. Kriteria hasil:
NOC : Pain Level
No. Indikator
Severe
Deviation
(1)
Substantial
Deviation
(2)
Moderat
e
Deviation
(3)
Mild
Deviation
(4)
No
Deviation
(5)
1 Lama nyeri
2 Ekspresi wajah saat nyeri
3 Gelisah
4 RR
5 Tekanan darah
1. Intervensi NIC :
Indikator Intervensi
Pain Management
4.1, 5.2 1. Kaji tanda-tanda vital (TD, nadi, RR, suhu)
1.1, 2.1, 3.1
2. Kaji nyeri (lokasi, karakter, durasi,
frekuensi,kualitas,intensitas nyeri, dan faktor presipitasi)
2.2, 3.2
3. Observasi non verbal klien seperti kegelisahan, terutama
komunikasiyang tidak efektif
1.3, 2.3 4. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui respon
nyeri klien.
2. Diagnosa 2 : Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama, konduksi
elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark,
kerusakan structural
2. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah
jantungadekuat
3. Kriteria Hasil:
NOC : Cardiac Pump Effectiveness
No. Indikator
Severe
Deviation
(1)
Substantia
l Deviation
(2)
Moderate
Deviation
(3)
Mild
Deviation
(4)
No
Deviation
(5)
1 Tekanan Darah
2 Nadi
3 Kelelahan
4 Sianosis
5 Suara jantung tidak normal
1. Intervensi NIC :
Indikator Intervensi
Cardiac Care
5.1 1. Auskultasi suara jantung
4.1
2. Pastikan level aktivitas yang tidak mempengaruhi kerja
jantung yangberat
1.1, 2.1, 3.1
3. Tingkatkan secara bertahap aktivitas ketika kondisi klien
stabil, misalaktivitas ringan yang disertai masa istirahat
3.2 4. Monitor TTV secara teratur
1.2, 2.2 5. Monitor kardiovaskuler status
5.2
6. Lakukan penilaian komprehensif sirkulasi perifer (edema,
CRT, warna,
2.3 7. Monitor TTV secara teratur
3. Diagnosa 3 : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah,
misalnya vasikonstriksi, hipovolemia, dan pembentukan tromboemboli
2. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi
jaringanefektif
3. Kirteria Hasil:
NOC : Tissue Perfusion: Cardiac, Cardiacpulmonary Status
No. Indikator
Severe
Deviation
(1)
Substantial
Deviation
(2)
Moderat
e
Deviation
(3)
Mild
Deviation
(4)
No
Deviation
(5)
1 RR
2 Nadi
3 Tekanan darah sistolik
4 Tekanan darah diastolik
5 Takikardi
6 Bradikardi
7 Irama jantung
8 Urin Output
1. Intervensi:
Indikator Intervensi
Cardiac Care
1.1, 2.1, 3.1,
4.1, 5.1, 6.1
1. Monitor tanda vital
8.1 2. Monitor keseimbangan cairan (intake/output cairan)
7.1
3. Monitor perubahan iramajantung,
termasukgangguandariiramadankonduksi
7.2 4. Dokumentasi perubahan irama jantung
5.2, 6.2, 7.3 5. Monitor perubahan ST pada EKG, dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medical bedah, volume 2. EGC:
Jakarta
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrisons Principles
of Internal Medicine 17
th
edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Hall, Jhon E. 2009. Buku Saku Fisiologi Kedokteran, Guyton & Hall. Editor Bahasa
Indonesia: Irawati Setiawan Edisi 11. Jakarta: EGC
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbins Basic Pathology, The Kidney And Is
Collecting System. Elsevier Inc.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, A. 2009.Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2.Edisi 6. Jakarta: EGC.
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Malang: UMM Press.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001.Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3.Edisi
8.Jakarta : EGC.
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Thaler. 2000. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan, edisi 2. Jakarta: Hipokrates
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Zainul Abidin and Roberth Corner .2008. ECG Interpretation The Self-Assesment
Approach second edititon .Blackwell Publishing: USA.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2006. Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit. Dalam FK UI.
GuytonA.C. and J.E. Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Download
of 33