Anda di halaman 1dari 24

ASKEP Infark Miokard Akut (IMA)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III

LULU WANANDA

MARIA DOLOROSA

MEYSKE FERDANI

OLIMPIUS GUNAWAN

INGRID UTARI BUA

IRIYANTI ANTON

JEANLINA HEATUBUN

JENIPER ONNING

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS


MAKASSAR
A. KDM (Konsep Dasar Medik)
1) Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis sel miokardial yang
disebabkan oleh obstruksi aliran darah akibat adanya plak pada arteri koroner atau
adanya mekanisme obstruksi lainnya (seperti spasme pada arteri koroner yang bebas
plak). Plak merupakan bagian dari aterosklerosis. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
bisanya berhubungan dengan plak stabil atau tidak stabil. Plak tidak stabil
berhubungan dengan adanya inflamasi aktif pada dinding vaskular pada daerah plak,
dimana pada plak bisa terjadi erosi, robek bahkan lepas. Plak tersebut akan
menggumpul menjadi satu sehingga akan menyebabkan terjadinya obstruksi aliran
darah dan menimbulkan gejala Unstable Angina (UA). Lepasnya plak aterosklerosis
akan menyebabkan terjadinya sindrom koroner akut (SKA)
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mengalami hipoksia. Pembuluh darah koronaria
mengalami penyumbatan sehingga aliran darah yang menuju otot jantung terhenti,
kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah
otot yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit
sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark. Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

2) Etiologi
Secara garis besar, faktor risiko tersebut terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan
dapat atau tidaknya dimodifikasi:
a. Non-Modifiable
1) Usia, resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia.
Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
2) Jenis Kelamin, laki-laki memiliki resiko lebih besar terkena serangan jantung
dan kejadiannya lebih awal daripada wanita.
3) Riwayat keluarga, pada kasus penyakit jantung koroner yaitu keluarga
langsung yang berhubungan darah pada pasien berusia kurang dari 70 tahun
merupakan faktor risiko independen. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat
keluarga yang positif dapat mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga
dekat. Faktor familial dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam
patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan penting
dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.
b. Modifiable
1) Hipertensi, risiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan
tekanan darah, setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg
risikonya berkurang sekitar 16%. Hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sedikitnya 90
mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja
jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan
kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen
untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia. Secara
sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah mempercepat aterosklerosis
dan arteriosclerosis, sehingga rupture dan oklusi vaskuler terjadi 20 tahun
lebih cepat daripada orang normotensi.
2) Diabetes Melitus, Diabetes Melitus akan menyebabkan proses penebalan
membran basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga
terjadi penyempitan aliran darah ke jantung. Insiden serangan jantung
meningkat 2 hingga 4 kali lebih besar pada pasien yang dengan diabetes
melitus. Orang dengan diabetes cenderung lebih cepat mengalami degenerasi
dan disfungsi endotel. Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan
fisik - pathologi pada sistem kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa
disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya
meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (CAD).
3) Dislipidemia, abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko
adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia merupakan peningkatan kadar
kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National
Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai
faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention
Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga
menurunkan mortalitas akibat infark miokard. Dislipidemia diyakini sebagai
faktor risiko mayor yang dapat dimodifikasiuntuk perkembangan dan
perubahan secara progresif atas terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam
darah dalambentuk lipoprotein, 75 % merupakan lipoprotein densitas rendah
(low density 13 liproprotein/LDL) dan 20 % merupakan lipoprotein densitas
tinggi (high density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL yang rendah
memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara
kadar HDL dan insiden PJK. Peningkatan kadar lemak berhubungan dengan
proses aterosklerosis. Berikut ini faktor risiko dari faktor lipid darah: total
kolesterol plasma > 200 mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar trigliserid >
150 mg/dl, kadar HDL < 40 mg/dl
4) Overweight dan Obesitas, meningkatkan resiko terkena penyakit jantung
koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang
berhubungan dengan peningkatan indeks massa tubuh (IMT). Overweight
didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30
kg/m2 . Obesitas sentral atau obesitas abdominal adalah obesitas dengan
kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan
dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan
HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan
diabetes melitus tipe II.
5) Riwayat Merokok, merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung
koroner sebesar 50%. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama
perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20 – 30 %
dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Di Inggris,
sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan
dengan rokok. Penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard
infark akut prematur di daerah Asia Selatan. Merokok sigaret menaikkan
risiko serangan jantung sebanyak 2sampai 3 kali. Sekitar 24 % kematian
akibat PJK pada laki-laki dan 11 % padaperempuan disebabkan kebiasaan
merokok. Pemeriksaan yang dilakukan pada usia dewasa muda dibawah usia
34 tahun, dapat diketahui terjadinya atherosklerosis pada lapisan pembuluh
darah (tunika intima) sebesar 50 %. Berdasarkan literatur yang ada hal
tersebut banyak disebabkan karena kebiasaan merokok dan penggunaan
kokain.
6) Gaya Hidup, resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang
mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-
bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari
ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun tidak
semua literatur mendukung konsep ini, apabila mengkonsumsi alkohol
berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki
peningkatan resiko terkena penyakit.

3) Patofisiologi
Infard miokard akut dapat terjadi apabila daerah yang mengalami iskemia
miokard menyebabkan terbentuknya suatu area nekrosis. Hampir seluruh kasus IMA
disebabkan oleh proses atherosklerosis yang berhubungan dengan thorombosis pada
arteri koroner. Atherosklerosis merupakan proses terbentuknya plak yang
melibatkan tunika antima pada arteri yang berujuran sedang sampai besar plak
atherosklerosis terdiri dari inti lemak (lipid cored), fibrous cap, dan infiltrasi sel-sel
inflamasi (makrofag dan sel limfosit T) proses ini berlanjut seiring dengan
bertanbahnya usia sampai seseorang mengalami suatu serangan iskemik. Disfungsi
endotel menyebabkan berkurangnya biovailabilitas endotal terhadap nitic produksi
endotelin -1 sehinggga hemostatis vaskuler terganggu dan terjadi peningkatan
ekspresi molekul adhesi dan thrombogenesitas (kumar dan cannon 2009).
Jika endotel mengalami kerusakan maka sel-sel inflamasi terutama monosit
akan bermigrasi ke subendotel dan kemudian mengalami diferensisasi menjadi
makrofag, makrofag akam memakan low density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi
menjadi sel foam dan akhirnya terbentuk fatty streak, serta akan teraktivasi untuk
melepaskan sitokin dan chemoattractans (misalnya monocyte chemoattranctans
protein 1. Tumor necrosis factor a (TNF-a) dan interleukin (IL) yang menarik lebih
banyak makrofag dan sel otot polos. Makrofag juga akan merangsang terbentuknya
matriks ekstrasel sehinggga menyebabkan disrupsi plak. Rasio antara makrofag dan
sel otot polos pembuluh darah memegang peranan penting dalam.
Pada kondisi ruptur plak atheroskklerosis, terjadi proses aktivasi agregasi platelet,
pengeluaran thrombin, dan pada akhirnya menyebabkan pembentukan thrombus.
Adanya thrombus akan menyebabkan ter ganggunya aliran darah koroner sehingga
terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen kondisi
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen yang berat dan persisten akan
menyebabkan terjadinya nekrosis miokardial. Bila terbentuk thrombus yang bersifat
oklusif akan terjadi STEMI, sedangkan bila thrombus yang terbentuk tidak bersifat
oklusif akan terjadi NSTEMI atau APTS.

4) Manifestasi Klinis
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
b. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
c. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas
dan lemas.
d. Dispnea.
e. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (> 30
menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).

Yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian


pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST meliputi :
1) Provoking
Incident:nyerisetelahberaktivitasdantidakberkurangsetelahistirahatdansetelahdi

berikannitrogliserin.
2) Quality of Pain:sepertiapanyeri yang dirasakanklien.
Sifatnyeridapatsepertitertekan, diperasataudiremas.
3) Region :Radiation, Relief:

lokasinyerididaerahsubsternalataunyeridiatasperikardium.penyebarannyeris
ampaimeluashinggakedada.Dapatterjadinyeridanketidakmampuanmenggera
kkanbahudantangan.
4) Severity (Scale) of Pain:klienditanyadenganmenggunakanrentang 0-4 atau 0-10
(visual analogue scale-VAS) danklienakanmenilaiseberapaberatnyeri yang
dirasakan.Biasanyapadasaat angina terjadi, skalanyeriberkisarantara 3-4 (0-
4) atau 7-9 (0-10).
5) Time:biasanyagejalanyeritimbulmendadak.Lamatimbulnyaumumnyadikelu
hkan> 15 mnt.Nyeriinfarkolehmiokardiumdapattimbulpadawaktuistirahat,
nyeribiasanyadirasakansemakinberat (progresif) danberlangsung lama.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer
enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark,
mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari.
Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel,
pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat
abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular
dan setelah latihan otot.
2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjalDilepaskan
oleh sel otot  miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan
turun kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.
3) LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat
meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi
meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari
dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu
kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot jantung. Troponin T
akan terdeteksi dalam darah beberapa jam sampai dengan 14 hari setelah
nekrosis miokard.
g. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T
tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang
terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya
nekrosis. Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi
segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil
berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan
oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran
EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable anginaatau Non
STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark
gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak
menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard
dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal
jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di
lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan
dalam.
Pada injurymiokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara
sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada
akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial
yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda
diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka
terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST
depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari
daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang
menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik
menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi.
Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah
iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia
subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses
repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena
potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka
gelombang T terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi.
Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG, IMA
dapat dibagi menjadi :
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
V1 dan V2 LAD
V3 dan V4 LAD
Anteroseptal
V5 dan V6 LCX
Anterior
I, a VL, V1 – V6 LAD / LCX
Lateral
I, a VL, V5 dan V6 LCX
Anterior ekstrinsif
V7 – V9 (V1, V2*) LCX, PL
High lateral
II, III, dan a VF PDA
Posterior
V2R – V4R RCA
Inferior
Right ventrikel
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror image dari
perubahan sedapan V7 – V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA    = Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi


segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis
kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, S TEMI
ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm
bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan
dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI
beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T
yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat
presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi
segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan
amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang
T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium
anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri
mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan
kiri lebih sering terasa nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya
berlangsung lebih dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas
serta tidak hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa
mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri
kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada
sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan
iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang
mengenai dinding inferior.

5) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan infark miokard akut (acute myocardial infarct) harus dilakukan
secepat mungkin, karena kondisi init ermasuk kedalam kegawatdaruratan. Diagnosis
kerja dibutuhkan secepatnya untuk segera memulai tatalaksana inisial. Pasien harus
segera dilakukan pemeriksaan serta interpretasi EKG dan pemeriksaan enzim
jantung. Pasien harus dipasangi monitor dan diawasi karena pada tahap awal
terjadinya infark miokard, dapat terjadi henti jantung yang paling sering disebabkan
oleh fibrilasi ventrikel.
A. Tata Laksana Awal
Setelah diagnosis kerja ditegakkan secepatnya maka tata laksana awal yang
dilakukan tidak berbeda dengan sindroma koroner akut yaitu:
 Pemberianoksigen
Oksigen hanya diberikan bila ada tanda hipoksia dan saturasi oksigen
dipertahankan 93-96%.
 Pemberian analgesik
Nitrat sublingual atau spray dapat diberikan dalam interval 3-5 menit namun
tidak diberikan bila keadaan hipotensi. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg secara intravena dan dapat diulang dalam 5-10 menit.
 Pemberian aspirin dan klopidogrel
Dosisinisial aspirin adalah 160-320 mg yang pada umumnya sediaannya
dapat dikunyah, sedangkan dosis klopidogrelinisial adalah 300-600 mg.
Selanjutnya, bias diberikan aspirin 80 mg per hari dan klopidogrel 75 mg per
hari.
B. Terapi Reperfusi
Tujuan penanganan infark miokard akut (acute myocardial infarct) adalah untuk
mengembalikan perfusi sesegera mungkin. Pada kasus NSTEMI, terapi reperfusi
dapat ditunda sesuai dengan stratifikasi risiko. Namun pada kasus STEMI
dengan onset kurang dari 12 jam, terapi reperfusi secara mekanik atau
farmakologis harus dilakukan secepatnya sesuai panduan yang dikeluarkan oleh
European Society of Cardiology (ESC), berdasarkan onset serangannya, terapi
reperfusi dilakukan pada keadaan infark miokard akut sebagai berikut:
 Kurang 12 jam
Pada pasien yang dating dengan onset keluhan kurang dari 12 jam, terapi
reperfusi dilakukan pada seluruh pasien dengan gejala dan elevasi segmen ST
dan LBBB baru yang persisten.
 Lebih dari 12 jam dan terdapat proses iskemik yang sedang berlangsung
Pada pasien yang dating setelah 12 jam dari onset, maka dapat diutamakan
untuk dilakukan primary PCI.
Pada pasien yang dating dalam rentang 12 – 24 jam setelah onset, PCI dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien yang kondisinya stabil.
Sedangkan pada pasien yang dating setelah lebih dari 24 jam, tidak
dianjurkan dilakukan PCI walaupun sebelumnya telah dilakukan terapi
fibrinolisis.

1) Primary Percutaneus Coronary Intervention (pPCI)


Primary  Percutaneous Coronary Intervention (pPCI) merupakan pilihan
utama dalam terapi reperfusi dibandingkan dengan fibrinolisis. Dengan pPCI
maka risiko perdarahan akibat fibrinolisis dapat dihindarkan. Risiko
perdarahan intracranial dapat meningkat pada pemberian fibrinolisis.
Indikasi dilakukan primary PCI adalah :
 Diutamakan dilakukan dalam kurang dari 120 menit setelah kontak dengan
petugas medis
 Pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali
pada  kondisi yang diakibatkan oleh keterlambatan prosedur PCI.

Aspek-aspekdalamprosedur PCI yang harusdiperhatikanantara lain:

 Diutamakan pemasangan stent pada semua kasus dibandingkan hanya dengan


angioplasty dengan balon.
 Tindakan primary PCI hanya terbatas pada pembuluh darah yang memiliki
lesi, kecuali bila dibarengi syok kardiogenik atau iskemik yang menetap
setelah PCI.
 Akses melalui radial diutamakan dibandingkan femoral dan dilakukan oleh
dokter yang berpengalaman.
 Aspirasi thrombus secara rutin diutamakan untuk dilakukan
 Penggunaan rutin alat proteksi distal tidak direkomendasikan
 Penggunaan rutin intraaorticbaloon pump (IABP) selain pada syok
kardiogenik tidak direkomendasikan.

2) Fibrinolisis
Terapi reperfusi dengan fibrinolisis adalah dengan memberikan agen
farmakologis yang bertujuan melisiskan trombus. Fibrinolisis sangat penting
terutama bila tidak terdapat fasilitas untuk PCI. Dalam beberapa panduan
disebutkan untuk pemberian terapi fibrinolisis pra rumah sakit namun hal ini
tidak umum dilakukan.
Fibrinolisis dianjurkan dilakukan dalam kurang dari 12 jam setelah onset, jika
primary PCI tidak dapat dilakukan dalam 90 menit di awal sejak onset gejala.
Selain itu fibrinolisis hanya dapat dilakukan bila tidak ada kontraindikasi
absolut. 

Fibrinolisis dikontraindikasikan secara absolute pada kondisi berikut:


 Riwayat perdarahan intrakranial
 Stroke iskemik dalam 6 bulan terakhir
 Aneurisma serebrovaskular
 Tumor intrakranial
 Trauma kepala dalam 3 bulan terakhir
 Diseksi aorta
 Perdarahan gastrointestinal dalam sebulan terakhir
 Riwayat fungsi lumbal dalam 24 jam sebelumnya

Sedangkan kontraindikasi yang bersifat relative adalah:

 Serangan iskemik transien dalam 6 bulan terakhir


 Mendapat terapi antikoagulan
 Hamil atau postpartum 1 minggu
 Hipertensi yang refrakter
 Penyakit liver tahaplanjut
 Endokarditisinfektif
 Ulkus peptikumaktif
 Trauma akibat resusitasi

Fibrinolisis dapat dilakukan dengan pemberian:

1) Streptokinase 1,5 juta unit yang dilarutkan dengan 100 ml Dekstrosa 5% atau


normal salin, diberikan selama 30-60 menit.
2) Alteplase 15 mg melalui intravena dan dilanjutkan 0,75 mg/kgBB untuk 30
menit berikutnya dan 0,6 mg/kgBB untuk 60 menit berikutnya.

3) Pemberian Streptokinase atau alteplase diberikan diikuti pemberian heparin.

Unfractionated Heparin diberikan sebanyak 60 unit/kgBB dan dilanjutkan 12


unit/kgBB/jam

Low Molecular Weight Heparin, diberikan dengan dosis inisial 30 mg secara


intravena dan rumatan 1 mg/kgBB secaras ubkutan.
3) Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
Tidak banyak pasien dengan infark miokard akut (acute myocardial infarct)
yang membutuhkan tindakan coronary artery bypass grafting (CABG).
CABG diindikasikan pada pasien dengan kelainan anatomis dan tidak dapat
dilakukan PCI serta pasien dengan komplikasi gangguan mekanik pada
jantung.

C. Rujukan
Terapi reperfusi pada umumnya tidak dapat dilakukan oleh dokter layanan
primer. Bila pasien diterima di rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas terapi
reperfusi harus segera dirujuk kefasilitas yang memadai.
Rujukan harus dipertimbangkan demi target tatalaksana reperfusi yang terbaik.
 Bila pasien didiagnosa infark miokard di rumah sakit yang memiliki fasilitas
pPCI, maka dilakukan pPCI dalam kurang dari 60 menit.
 Pasien difasilitas tanpa pPCI, bila memungkinkan dirujuk ke rumah sakit
dengan pPCI yang waktu tempuhnya kurang dari 120 menit.
 Bila tidak terdapat fasilitas pPCI dengan waktu tempuh kurang dari 120 menit,
lakukan terapi reperfusi segera dalam waktu kurang dari 30 menit, lalu rujuk
ke rumah sakit dengan fasilitas pPCI.
 Bila terapi fibrinolisis tidak berhasil, segera lanjutkan dengan tindakan pPCI.
Bila berhasil maka dilakukan angiografi.

6) Pemeriksaan Penunjang
1. STEMI
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI
dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging,
dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
a. Electrocardiograf (ECG)
b. Serum CardiaBiomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari
otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan
pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi
intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker
kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas limfatik
kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark
berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a. Cardiac Troponin
b. Creatine Kinase-MB isoenzym
c. Relative index (Indeks relatif), CK-MB dan total CK
d. Mioglobin
e. Creatine Kinase-MB isoforms
f. C-reactive Protein

c. Echocaric.
d. High resolution MRI
e. Angiografi
f. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi

2. Non-ST elevasi
EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostic klinik pertama dalam
penilaian pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10
menit setelah kontak medis pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh dokter.
Karakteristik abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah
depresi segmen ST atau elevasi transient dan atau perubahan pada gelombang T
(inverse gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal).
Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi segmen ST
mengindikasikan luas dan keparahan iskemiadan berkorelasi dengan prognosis.
Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05mV merupakan hal yang penting
dan spesifik dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST >2 mm
meningkatkan resiko mortalitas. Inversi gelombang T juga sensitive untuk iskemik
namun kurang spesifik, kecuali bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan bermakna.
Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan sebaiknya
dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini dibandingkan
dengan gambaran EKG saat pasien dalam kondisi asimtomatis. Perbandingan
dengan EKG sebelumnya akan sangat bernilai pada pasien-pasien dengan kelainan
jantung terdahulu, seperti hipertropi ventrikel kiri atau infark miokard
sebelumnya.Perekaman EKG sebaiknya diulangi setidaknya pada 3 jam(6-9 jam)
dan 24 jam setelah masuk kerumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi nyeri dada
berulang atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat diulang
secepatnya.
3. Biomarker
Kardiak troponin (TnTdanTnI) memegang peranan penting dalam diagnosis
dan stratifikasi resiko, dan dapat membedakan NSTEMI dengan UA. Troponin
lebih spesifik dan sensitif dibandingkan enzim jantung tradisional lainnya seperti
creatine kinase (CK), isoenzim CK yaitu CKMB dan mioglobin. Peningkatan
troponin jantung menggambarkan kerusakan selular miokard yang mungkin
disebabkan oleh embolisasi distal oleh trombus kayaplatelet dari plak yang
ruptureatau mengalamierosi.Padakondisiiskemikmiokard (nyeri dada, perubahan
EKG, atau abnormalitas gerakan dinding jantung yang baru),peningkatan troponin
mengindikasikan adanyainfark miokard.

4. Pemeriksaan Imaging
Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk kerumah
sakit, sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri dada dan
sekaligus sebagai skriningkongesti paru yang akan mempengaruhi prognosis.

7) Komplikasi
Komplikasi infark miokard dapat terjadi segera setelah serangan jantung
(dalam fase akut ), atau mungkin perlu waktu untuk berkembang (masalah
kronis ).Setelah infark, komplikasi yang jelas adalah infark kedua, yang dapat terjadi
di domain arteri koroner aterosklerotik lain, atau di zona yang sama jika ada sel hidup
yang tersisa di infark.
Komplikasi pasca miokard terjadi setelah periode iskemia, perubahan tersebut
dapat dilihat pada perubahan jaringan kasar dan perubahan mikroskopis. Nekrosis
dimulai setelah 20 menit infark.Di bawah 4 jam iskemia, tidak ada perubahan besar
atau mikroskopis.Dari 4-24 jam nekrosis koagulatif mulai terlihat, yang ditandai
dengan pengangkatan kardiomiosit mati melalui heterolisis dan nukleus melalui
kariorrhexis, karyolysis, dan pyknosis. Pada pemeriksaan kasar, nekrosis koagulatif
menunjukkan perubahan warna jaringan yang infark menjadi gelap.Komplikasi paling
umum selama periode ini adalah aritmia.Hari ke 1-7 ditandai dengan fase
inflamasi.Hari 1-3 ditandai dengan "peradangan akut", di mana neutrofil menyusup ke
jaringan iskemik.Komplikasi utama selama periode ini adalah perikarditis fibrinosa,
terutama pada kerusakan dinding ventrikel transmural (infark yang mengenai ketiga
lapisan jantung, epikardium, miokardium, dan endokardium).Hal ini menyebabkan
peradangan, seperti pembengkakan, yang menyebabkan jantung bergesekan pada
perikardium.Hari ke 4 sampai 7 ditandai dengan “peradangan kronis”, pada histologi
makrofag akan terlihat menyusup ke jaringan.Peran makrofag ini adalah
pengangkatan miosit nekrotik.Namun, sel-sel ini secara langsung terlibat dalam
melemahnya jaringan, menyebabkan komplikasi seperti pecahnya dinding bebas
ventrikel, ruptur septum intraventrikular, atau ruptur otot papiler.Pada tingkat anatomi
kasar, tahapan ini ditandai dengan pucat kuning.Minggu 1-3 ditandai pada histologi
dengan kapiler yang melimpah, dan infiltrasi fibroblast.Fibroblas mulai menggantikan
kardiomiosit yang hilang dengan kolagen tipe 1 dan mengarah ke granulasi
jaringan.Setelah beberapa minggu fibrosis terjadi dan pembentukan kolagen
berat.Kolagen tidak sekuat atau selaras miokard yang digantikannya, ketidakstabilan
ini dapat menyebabkan aneurisma ventrikel, dan stasis darah dalam aneurisma dapat
menyebabkan trombus mural.Komplikasi yang lebih jarang yang juga terjadi selama
waktu ini adalah sindrom Dressler dan diperkirakan berasal dari autoimun.
8) Patoflow

IMA

F. Presipitasi F. Predisposisi

 Stress  Genetic
 Kurang gerak  Usia
 Merokok  Jenis kelamin
 Kolestrol tinggi
 Hipertensi
 Diabetes mellitus
 obesitas

Aterosklerosis

Trombosis

Konstriksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah


ke jantung

O2 dan nutrisi
menurun

Jaringan miokard
iskemik

Suplai dan kebutuhan O2 ke


jantung tidak seimbang
Suplai O2 ke miokard
turun

Metabolisme an aerob Hipoksia seluler

Ganguan
pertukaran Peningkatan asam nyeri Integritas membrane sel
gas laktat berubah

Cemas
Kontraktilitas menurun

Fatique /
kelelahan
Resiko
penurunan
curah COP
Intoleransi jantung turun
aktifitas Kegagalan
pompa
pompajantung
jantun
Gangguan
perfusi
jaringan
Gagal jantung

Resiko kelebihan cairan


ekstravaskuler
B. KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien :
Nama : Tn Y
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 55 thn
Agama : -
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Alamat : -

Identitas penanggung jawab :


Nama :-
Umur :-
Alamat :-
Hubungan dengan pasien :-

2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes melitus
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh tiba-tiba merasa tertekan pada dada kiri. Nyeri
dirasakan bertambah bila melakukan aktivitas (naik tangga) dan tidak
berkurang ketika beristirahat .
c. Alasan masuk Rumah sakit
Klien datang ke IGD dengan keluhan dada tiba-tiba terasa tertekan
pada bagian kiri. Nyeri dirasakan bertambah bila melakukan aktivitas (naik
tangga) dan tidak berkurang ketika beristirahat .
d. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran (kualtitatif) : Composmentis
- Skala koma glasgow (kuantitatif) :
Respon motoric :6
Respon bicara :5
Respon membuka mata :4
15
- Tekanan darah : 150/90
- Nadi : 110x/mnt
Irama : taki kardi, kuat
- Pernapasan : 25x/mnt.
Irama : takipnea
Jenis : dada

- Skala nyeri
PQRST
P : Nyeri pada dada kiri tidak berkurang dengan istirahat
Q : Sifat keluhan nyeri seperti tertekan
R : Lokasi nyeri berada didaerah substernal atau di atas
pericardium, sifatnya intermitten. Penyebaran dapat
meluas di dada dan menjalar ke lengan kiri
S :Skala nyeri numeric (0-10)
Skala nyeri berkisar antara 5 sampai 10 .
T : Sifat mula timbulnya (onset), gejala timbul mendadak.
Lama timbul (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih Dario
15 menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul
pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan
berlangsung lebih lama. Gejala gejala yang menyertai
infark miokardium meliputi dispnea, diaphoresis,
ansietas, dan pingsan.
e. Pemeriksaan penunjang
1) Hasil laboratorium:
-Hb : 12,3g/dl
-Ureum : 29 mg/dl
-Creatinine : 0,9 mgl/dl
-Kolestrol : 250mg/dl
-LDL : 160 mg/dl
-HDL : 25mg/dl
-Trigliserida : 205mg/dl
2) Hasil pemeriksaan EKG
Ditemukan ST Elevasi pada LEAD I, AVL, V5 & V6. Ictus cordis
teraba di ICS 5.
3) Pemeriksaan Enzim jantung.
Troponin I dan Troponin T meningkat.

3. Pengkajian 11 pola Gordon


a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharan kesehatan
DS:
- Pasien mengeluh tiba-tiba tertekan pada dada kiri
- Pasien mengatakan menghabis rokok 5 bungkus per hari
DO:
-Pasien tampak Meringis kesakitan
b. Pola Nutrisi Metabolik
DS:
- Pasien menghabiskan 5 bungkus rokok per hari
- Pasien mengatakan memiliki riwayat Diabetes Melitus

DO: Hasil laboratorium:

- Hb: 12,3g/dl
- Ureum: 29 mg/dl
- Creatinine: 0,9 mgl/dl
- Kolestrol: 250mg/dl
- LDL: 160 mg/dl
- HDL: 25mg/dl
- Trigliserida: 205mg/dl
c. Pola Aktivitas latihan
DS:
-Pasien mengatakan nyeri pada dada kiri seperti tertekan
-Pasien mengeluh tidak dapat naik tangga karena nyeri yang ia rasakan
DO :
-Pasien tapak sesak
-Pasien tampak seperti tercekik
d. Pola Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan nyeri tidak berkurang ketika istirahat
e. Pola Persepsi Diri
Pada pasien dengan penyakit IMA biasanya dalam keadaan sadar, tetapi bisa
gelisah, kebingungan, dan mempunyai perasaan ketidakberdayaan, tidak punya
harapan tidak mempunyai harapan. Pada umumnya pasien yang terkena IMA
terlihat kurang bersemangat dan pasrah atas penyakit yang dialaminya.
f. Pola koping- Toleransi Stress
Pada klien IMA akan merasa stress karena kecemasan dan kekhwatiran yang
dialami karena kondisi yang dia rasakan ssat ini

ANALISIS DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
1. DS: Agen cedera Nyeri akut
- Pasien mengatan nyeri bertambah setiap biologis
kali melakukan aktivitas dan tidak
berkurang walaupun sedang beristirahat.

DO:
- Pasien tampak meringis kesakitan
- Pasien tampak lemah
- Skala nyeri
PQRST
 P : Nyeri pada dada kiri tidak
berkurang dengan istirahat
 Q : Sifat keluhan nyeri seperti
tertekan
 R : Lokasi nyeri berada didaerah
substernal atau di atas pericardium,
sifatnya intermitten. Penyebaran dapat
meluas di dada dan menjalar ke
lengan kiri
 S : Skala nyeri numeric (0-10)
Skala nyeri berkisar antara 7 sampai
8.
 T : Nyeri pada pasien IMA dapat
timbul pada waktu istirahat biasanya
lebih parah dan berlangsung lama
2. DS: Hiperventilasi Ketidakefek
- Pasien mengatakan sesak nafas seperti tifan pola
tercekik . nafas
DO:
- Pasien tampak memegang dada
- Akral teraba dingin
- Respirasi 25x/ menit

DS : - Pasien mengeluh tertekan pada dada


kiri,nyeri dirasakan bertambah bila melakukan
3 aktifitas (naik tangga) dan tidak berkurang ketika Ketidakseimban
istirahat. gan antara suplai Intoleransi

DO : - pasien tampak sesak dan seperti tercekik dan kebutuhan aktifitas

- Troponin dan troponin 1 meningkat oksigen

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan degan agens cidera biologis
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.

C. Intervensi dan Hasil yang Diharapkan

No DIAGNOSA SLKI SIKI


1. Nyeri akut b/d Setalah dilakukan tin. Manajemen nyeri :
agens cidera Keperawatan 3x 24 jam 1. Observasi
biologis diharapakan tidak terjadi - Identifikasi skala nyeri
tingkat nyeri dengan - Identifikasi lokasi,
Criteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
meningkat (1). intensitas nyeri
Diturunkan pada 2. Terapeutik
sedang (3) - Berikan tehnik
2. Kemampuan nonfarmakologi untuk
menuntaskan mengurangi rasa nyeri
aktivitas dari skala 1 seperti terapi music,
meningkat ke skala terapi pijat, kompres
sedang (3) hangat dingin.
3. Pasien dapat - Fasilitas istirahat tidur
melaporkan 3. Edukasi
kenyamananya - Jelaskan penyevab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
mengurangi nyeri
4. Kolaborasi
- Kolaborasi analgesic,
jika perlu.
2. ketidakefektifan Setelah dilakukan tind. Manajemen jalan napas :
pola napas Keperawatan 3x 24jam 1. Observasi
berhubungan diharpakan tidak terjadi - Monitor pola napas
dengan perubahan pola napas buruk ( frekuensi, kedalaman,
hiperventilasi dengan tCriteria hasil : usaha napas )
1. Pasien tidak sesak 2. Terapeutik
2. RR normal ( 16-20x/ - Posisikan semi flower
mnt.) atau flower
- Berikan oksigen jika
perlu
3. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
3. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tin. Manajeme Energi. 1.Observasi
berhubungan Keperawatan 3x 24jam - Monitor lokasi dan
dengan diharapkan meningkatkan ketidaknyamanan selama
ketidakseimbangan toleransi aktifitas dengan melakukan aktifitas
antara suplai dan criteria hasil : 2. Terapeutik
kebutuhan oksigen. 1. Kemudahan dalam - sediakan lingkungan nyaman
melakukan aktifitas dan rendah stimulus ( mis,
sehari hari cahaya, suara, kunjungan)
2. Tekanan darah 3. edukasi
dalam batas normal ( - anjurkan melakukan aktifitas
120/ 80) secara bertahap
4. kolaborasi
- kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.

Anda mungkin juga menyukai