Disusun Oleh:
STEMI
A. DEFINISI
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh
darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar
terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
B. FAKTOR RISIKO
Ada dua faktor risiko terjadinya infark miokard akut yaitu :
1. Faktor yang tidak dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi lagi.
a. Usia
b. Jenis Kelamin
Pada laki-laki tekanan darah tampaknya mulai naik antara usia 35 tahun dan
wanita pada usia 50 tahun, biasanya pada wanita belum terjadi naik sampai
setelah menopause. Namun setelah menopause risiko terjadinya serangan
jantung pada wanita meningkat. Hal ini dikarenakan hormon seks testosteron,
estrogen, dan progesteron dibuat dari kolesterol. Sehingga jika hormon seks
berhenti dibuat maka akan terjadi penumpukan kolesterol.
c. Genetik
Peranan faktor genetik terhadap timbulnya serangan infark miokard akut adalah
genetik tekanan darah tinggi atau diabetes. Selain itu kesamaan gaya hidup
keluarga juga menentukan. Misalnya makan makanan yang sama dan jika orang
tua merokok anak biasanya juga merokok.
e. Kolesterol Tinggi
Tingkat kolesterol digolongkan dua macam unsur yaitu LDL (Low-density
lipoprotein) dan HDL (High-density lipoprotein). LDL adalah kolesterol jahat
yang menempel di dinding pembuluh darah yang akan membentuk fibrous cap.
Ateroma adalah penyebab utama penyakit jantung khususnya karena
terbentuknya aliran darah dalam pembuluh darah.
f. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT) Overweight dengan IMT >25-30 kg/m2
dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan
kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan
dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan
HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan
diabetes mellitus tipe II.
g. Diabetes Mellitus
Penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi, prematuritas, dan
keparahan aterosklerosis koroner yang lebih tinggi. Diabetes melitus
menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan
kemungkinan timbulnya aterosklerosis. Diabetes melitus juga berkaitan
dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner;
sintesis kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid; peningkatan kadar LDL-C; dan
kadar HDL-C yang rendah. Aterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang
kemudian menyumbat dan terjadi iskemik pada jantung, sehingga perfusi ke
otot jantung menurun. Pada penderita DM juga mengalami penurunan
penggunaan insulin dan peningkatan glukogenesis, sehingga terjadi
hiperosmolar sehingga aliran darah lambat, maka perfusi otot jantung menurun
sehingga terjadi kegagalan jantung dalam kontraksi.
h. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai risiko terkena infark miokard. Kandungan
nikotin dalam rokok dapat menggangu sistem saraf simpatis dengan akibat
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Nikotin juga merangsang
pelepasan adrenalin, meningkatnya frekuensi denyut jantung, tekanan darah,
serta menyebabkan gangguan irama jantung. Karbon monoksida menyebabkan
desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk
jaringan diseluruh tubuh termasuk miokard. Hal ini juga menyebabkan
mempercepat pembentukan aterosklerosis. Nikotin, CO dan bahan-bahan lain
dalam rokok juga terbukti merusak endotel pembuluh darah dan
mempermudah timbulnya penggumpalan darah.
i. Psikososial
Faktor psikososial seperti peningkatan stress kerja, rendahnya dukungan
sosial, personalitas yang tidak simpatis, anxietas dan depresi secara konsisten
meningkatkan risiko terkena aterosklerosis.
C. ETIOLOGI
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
Penyempitan aterorosklerotik
Trombus
Plak aterosklerotik
Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
WOC
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat
dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai n yeri dada.
E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
1) Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalam bentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami
infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark
ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari
ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal
dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya, terjadi pula
pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang
didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang
yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas
dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi
inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <
40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus
diberikan.
2) Gangguan hemodinamik
a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas pasien
2) Tanda-tanda vital
TD
RR
Nadi
Suhu
Saturasi O2
CRT : < 3 detik
Keseimbangan cairan dan elektrolit :
Asidosis Respiratorik : PaCO2 > 50 mmHg, (pH < 7,35) Alkalosis
Respiratorik: PaCO2 < 30 mmHg, (pH > 7,45)
3) keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk
meminta pertolongan kesehatan, meliputi: dyspnea, kelemahan fisik,
dan edema sistemik, adanya gejala-gejala kongesti vaskular pulmonal
adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk, dan
edema pulmonal akut
4) Riwayat kesehatan
a. Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam
Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti Sesak, Edema, Nyeri
dada
b. Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya
adakah anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang
sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya
seperti Darah tinggi, Diabetes, Penyakit jantung
d. Riwayat sosial
Riwayat social pada pasien stemi biasanya adalah berkurangnya
aktivitas atau bahkan sampai berhenti beraktivitas untuk
pengobatan. Sehingga terjadinya perubahan peran dalam
keluarga. Perubahan peran yang terjadi menyebabkan
perubahan financial yang terjadi pada keluarga dan juga tadinya
sering berolahraga kini harus berbaring di Rumah Sakit
e. Riwayat psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih
lanjut dari curah jantung dapat disertai insomnia atau
kebingungan.
f. Riwayat spiritual
Kebutuhan Spiritual merupakan kebutuhan dasar yang
dibutuhkan oleh setiap manusia, apabila seseorang dalam
keadaan sakit maka hubungan dengan tuhannya semakin dekat.
Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat
pasien dalam proses penyembuhan (Cherly dkk, 2008). Pada
beberapa pasien dengan gangguan CHF mereka mengalami
koping maladaptive . contoh dari koping tersebut adalah ketika
pasien tersebut tidak bisa menerima penyakitnya dan
menyalahkan Tuhan akan penyakit yang diderita sehingga
tanpa sadar mereka menjauhi sang Pencipta. Dalam mengatasi
masalah spiritual yang dialami pasien CHF khususnya untuk
mengurangi tingkat depresi maka pendekatan religious dengan
cara berzikir, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing
dan melakukan sholat meskipun dengan berbaring
(Fitriani,2015).
5) Pemeriksaan fisik
Kepala : Mesosephal, rambut hitam, tidak rontok dan bersih Mata :
Hidung : Bersih, tidak ada discharge, tak ada nafas cuping hidung. Mulut :
Kulit : Kulit tampak sedikit kering, sawo matang dan, turgor kulit baik.
6) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus
gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :
A. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
B. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan
untuk menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi
sebelummnya.
C. Ekokardiografi
b. Diagnosa Keperawatan
1. D.0008 Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas
2. D.0005 Pola napas tidak efektif b.d nyeri pada saat bernapas
3. D.0077 Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
4. D.0056 Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
5. D.0019 Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
no Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi
keperawatan
1 L.02008 I.02075
D.0008 Penurunan curah
Tujuan :
jantung b.d perubahan Perawatan jantung
kontraktilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi
setelah …. X 24 jam, maka diharapkan
- Identifikasi tanda/gejala prime penurunan
keadekuatan jantung memompa darah
curah jantung (meliput dyspnea, kelelahan,
untuk memenuhi kebutuhan
edema, othopnea paroxysmal nocturnal
metabolisme tubuh.
dyspnea peningkatan CVP)
Ekspetasi : Meningkat
- Identifikasi tanda/gejala sekunde
Kriteria Hasil :
penurunan curah jantung (meliput
- Kekuatan nadi perifer : 4
peningkatan berat badan, hepatomegaly
- Takikardia : 4 - Lelah : 4
distensi vena jugularis, palpitasi, ronkh
- Distensi vena jugularis : 4
basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
- Dispnea : 4 - Oliguria : 4
Monitor tekanan darah
- Pucat/sianosis : 4
- Monitor intake dan output cairan
- Othopea : 4
- Monitor berat badan setiap hari pada
- Batuk : 4
waktu yang sama
- Suara Jantung S3 : 4
- Monitor saturasi o2
- Suara Jantung S4 : 4
- Monitor keluhan nyeri dad
- Tekanan Darah : 4
- Monitor EKG 12 sadapan
- Monitor aritmia
- Monitor nilai laboratorium jantung
- Monitor fungsi alat pacu jantung
- Periksa Tekanan Darah dan Frekuens Nadi
sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
- Periksa Tekanan Darah dan Frekuens Nadi
sebelum pemberian obat
Tindakan :
- Posisikan pasien semi fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai
- Fasilitasi keluarga pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup sehat
Berikan
relaksasi
perlu - Berikan dukungan emosional dan
spiritual
- Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi :
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari jika
tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilatir,
ekpektoran, mukolitik jika perlu
3 D.0077 Nyeri akut b.d agen L.08066 I.08238
pencedera fisiologis
setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
selama …. X 24 jam, diharapkan dapat Observasi:
meringankan rasa nyeri yang dirasakan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Ekspetasi : Menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Kriteria Hasil : - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri : 4 - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Meringis : 4 - Monitor keberhasilan terapi komplementer
- Gelisah : 4 yang sudah diberikan Monitor
- Kesulitan tidur : 4
penggunaan analgetik
Teraupetik :
- Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri - fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. D.0056 Intoleransi aktivitas L.05047 I.05178
b.d kelemahan Manajemen Energi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi :
selama …. X 24 jam maka diharapkan
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dapat melakukan aktivitas
mengakibatkan kelelahan
Ekspetasi : Meningkat
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
Kriteria Hasil : - Monitor pola dan jam tidur
Teraupetik :
- Frekuensi nadi : 4
- Sediakan
- Keluhan lelah : 4
- Dispnea saat aktivitas : 4
Edukasi
- Jelaskan jenis makanan yg bergiz
tinggi, terjangkau
c. Implementasi
d. evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari intervensi yang disebutkan di atas mengacu
pada kriteria hasil pada perencanaan tindakan keperawatan, yaitu: setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam yaitu pola nafas efektif,
ditandai dengan tidak sesak nafas, respiration rate dalam batas normal (16-
20 kali per menit), respon batuk berkurang, irama napas teratur, tidak
terdapat penggunaan tambahan otot bantu pernapasan, tidak terdapat suara
napas tambahan tanda-tanda vital dalam batas normal. Evalusi ditulis di
dalam lembar evalusi dengan format SOAP.
S (subjektif) berisi tentang keluhan subyektif pasien setelah
dilakukan tindakan pemberian oksigen, keluhan sesak napas ketika
istirahat atau beraktifitas, O (Objektif) berisi hasil pengukuran (frekuensi
pernapasan, irama pernapasan, kedalaman pernapasan, frekuensi nadi,
kualitas nadi, irama nadi, tanda-tanda vital, dan hasil observasi tentang
kondisi pasien meliputi (inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi).
Inspeksi : batuk, kedalaman napas, penggunaan otot bantu pernapasan,
warna kulit, membrane mukosa, kesadaran, pergerakan dinding dada,
kepatenan jalan nafas, pernapasan cuping hidug, pernapasan bibir,
sianosis. Auskultasi : bunyi paru, wheezing, ronchi, crackles.
Palpasi: nyeri dada, edema, denyut nadi. Perkusi : sonor,
hipersonor, pekak. Selain itu, juga ditulis kepatenan kanul nasal dan
kecepatan aliran. A (analisis) membandingkan antara informasi 22
subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil. Sedangkan P
(Planning) berisi rencana tindak lanjut setelah dilakukan evaluasi tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Alih bahasa:
Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI