Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar ACS STEMI


1. Definisi
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori,
yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark
miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner
yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi
segmen ST pada EKG (Muttaqin, A. 2012).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga
STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan
iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan
kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada
letak dan lamanya sumbtan aliran darah , ada atau tidaknya kolateral, serta
luas wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat
(SPM RSJP Harapan Kita , 2010).
STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) merupakan bagian dari
sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST.
STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba
(Fuster, 2013).

2. Etiologi
Gangguan pada arteri koronaria – berkaitan dengan atherosclerosis,
kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau trombus.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
1) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung
kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran),
dan arteritis (peradangan arteri). Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan
biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : (i) mengkonsumsi
obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin
yang ekstrim, (iv) merokok.
2) Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke
seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan
pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta
dekat katup) maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta,
maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP)
3) Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal
yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia,
hipoksemia, dan polisitemia.

Penurunan aliran darah system koronaria – menyebabkan


ketidakseimbangan antara myocardial O2 Supply dan kebutuhan jaringan
terhadap O2. Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan
oksigen tidak mampu dikompensasi, diantaranya dengan meningkatnya
denyut jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu, segala aktivitas
yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu
terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu
banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark
karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan
oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu
faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat
dirubah.
1) Faktor yang tidak dapat dirubah
a. Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses
yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis
sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan
kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh
karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark
miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007)
b. Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause
kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat.
Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan
atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan
dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari
hormon estrogen (Kumar, et al., 2007).
c. Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada
orang kulit putih.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung
koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum
usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.

2) Faktor resiko yang dapat dirubah :


a. Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau
trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar
kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit
arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat
terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol
LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri
koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan
sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini (Muttaqin, A.
2009).
b. Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan
darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi
dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar
60% dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa
perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena
IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat
meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007).
c. Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi
rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan
keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam
jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD
sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara
substansial (Kumar, et al., 2007).
d. Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard
dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes
daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada
seseorang yang menderita diabetes mellitus
e. Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung
koroner.
f. Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin
yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

3. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER


a) Anatomi Jantung
Jantung adalah organ
berongga, berotot, yang
terletak di tengah toraks,
dan ia menempati rongga
antara paru dan
diafragma. Beratnya sekitar 300 g (10,6 oz), meskipun berat dan ukurannya
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan dan kebiasaan
fisik dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan,
menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan
sampah hasil metabolisme ( Brunner & Suddarth, 2002). Jantung terletak di
rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum atau tulang dada di
sebelah anterior dan vertebra (tulang punggung) di sebelah posterior (Sherwood,
Lauralee, 2001). Bagian depan dibatasi oleh sternum dan costae 3,4, dan 5.
Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median sternum.
Jantung terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan apex cordis berada
paling depan dalam rongga thorax. Apex cordis dapat diraba pada ruang
intercostal 4-5 dekat garis medio-clavicular kiri. Batas cranial jantung dibentuk
oleh aorta ascendens, arteri pulmonalis, dan vena cava superior (Aurum, 2007).
Pada dewasa, rata-rata panjangnya kira-kira 12 cm, dan lebar 9 cm, dengan berat
300 sampai 400 gram (Setiadi, 2007).

1) Ruang Jantung
Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat bilik
(ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik-bilik atas,
atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan
memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang memompa darah dari
jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot
kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung.
Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan jantung menerima dan
memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan
memompa darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001).
a) Atrium Dextra
Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke depan
dibandingkan ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian antero-
superior terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun telinga yang
disebut Auricle. Permukaan endokardiumnya tidak sama. Posterior dan
septal licin dan rata. Lateral dan auricle kasar dan tersusun dari serabut-
serabut otot yang berjalan paralel yang disebut Otot Pectinatus. Atrium
Dextra merupakan muara dari vena cava. Vena cava superior bermuara
pada dinding supero-posterior. Vena cava inferior bermuara pada dinding
infero-latero-posterior pada muara vena cava inferior ini terdapat lipatan
katup rudimenter yang disebut Katup Eustachii. Pada dinding medial
atrium dextra bagian postero-inferior terdapat Septum Inter-Atrialis.
Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat lekukan dangkal
berbentuk lonjong yang disebut Fossa Ovalis, yang mempunyai lipatan
tetap di bagian anterior dan disebut Limbus Fossa Ovalis. Di antara muara
vena cava inferior dan katup tricuspidalis terdapat Sinus Coronarius, yang
menampung darah vena dari dinding jantung dan bermuara pada atrium
dextra. Pada muara sinus coronaries terdapat lipatan jaringan ikat
rudimenter yang disebut Katup Thebesii. Pada dinding atrium dextra
terdapat nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus Sino-Atrial terletak di
pinggir lateral pertemuan muara vena cava superior dengan auricle, tepat
di bawah Sulcus Terminalis. Nodus Atri-Ventricular terletak pada antero-
medial muara sinus coronaries, di bawah katup tricuspidalis. Fungsi
atrium dextra adalah tempat penyimpanan dan penyalur darah dari vena-
vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel dextra dan kemudian ke paru-
paru.
Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah lipatan
katup atau pita otot rudimenter maka, apabila terjadi peningkatan tekanan
atrium dextra akibat bendungan darah di bagian kanan jantung, akan
dikembalikan ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 80% alir balik
vena ke dalam atrium dextra akan mengalir secara pasif ke dalam
ventrikel dxtra melalui katup tricuspidalisalis. 20% sisanya akan mengisi
ventrikel dengan kontraksi atrium. Pengisian secara aktif ini disebut Atrial
Kick. Hilangnya atrial kick pada Disaritmia dapat mengurangi curah
ventrikel.
b) Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto
sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dinding atrium sinistra 3 mm,
sedikit lebih tebal daripada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin
dan otot pectinatus hanya ada pada auricle. Atrium kiri menerima darah
yang sudah dioksigenasi dari 4 vena pumonalis yang bermuara pada
dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang
vena dextra et sinistra. Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak
terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan dalam atrium
sinistra membalik retrograde ke dalam pembuluh darah paru. Peningkatan
tekanan atrium sinistra yang akut akan menyebabkan bendungan pada
paru. Darah mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel sinistra melalui
katup mitralis.
c) Ventrikel Dextra
Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di bawah
manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan
ventrikel sinistra dan di medial atrium sinistra. Ventrikel dextra berbentuk
bulan sabit atau setengah bulatan, tebal dindingnya 4-5 mm. Bentuk
ventrikel kanan seperti ini guna menghasilkan kontraksi bertekanan
rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis.
Sirkulasi pulmonar merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah,
dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari
ventrikel dextra, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap
aliran darah dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja dari ventrikel
kanan jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri. Oleh karena itu, tebal
dinding ventrikel dextra hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel
sinistra. Selain itu, bentuk bulan sabit atau setengah bulatan ini juga
merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra yang lebih besar daripada
tekanan di ventrikel dextra. Disamping itu, secara fungsional, septum
lebih berperan pada ventrikel sinistra, sehingga sinkronisasi gerakan lebih
mengikuti gerakan ventrikel sinistra.
Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh serabut otot
yang disebut Trabeculae Carnae, yang sering membentuk persilangan satu
sama lain. Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel dextra berukuran
besar yang disebut Trabeculae Septomarginal (Moderator Band). Secara
fungsional, ventrikel dextra dapat dibagi dalam alur masuk dan alur
keluar. Ruang alur masuk ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow
Tract) dibatasi oleh katup tricupidalis, trabekel anterior, dan dinding
inferior ventrikel dextra. Alur keluar ventrikel dextra (Right Ventricular
Outflow Tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin, terletak di
bagian superior ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau Conus
Arteriosus. Alur masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan oleh Krista
Supraventrikularis yang terletak tepat di atas daun anterior katup
tricuspidalis.
Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat secara
perlahan-lahan, seperti pada kasus hipertensi pulmonar progresif, maka
sel otot ventrikel dextra mengalami hipertrofi untuk memperbesar daya
pompa agar dapat mengatasi peningkatan resistensi pulmonary, dan dapat
mengosongkan ventrikel. Tetapi pada kasus dimana resistensi pulmonar
meningkat secara akut (seperti pada emboli pulmonary massif) maka
kemampuan ventrikel dextra untuk memompa darah tidak cukup kuat,
sehingga seringkali diakhiri dengan kematian.
d) Ventrikel Sinistra
Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya
mengarah ke antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar
ventrikel tersebut adalah Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel
sinistra 2-3x lipat tebal dinding ventrikel dextra, sehingga menempati
75% masa otot jantung seluruhnya. Tebal ventrikel sinistra saat diastole
adalah 8-12 mm. Ventrikel sinistra harus menghasilkan tekanan yang
cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sitemik, dan
mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer. Sehingga
keberadaan otot-otot yang tebal dan bentuknya yang menyerupai
lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel
berkontraksi. Batas dinding medialnya berupa septum interventrikulare
yang memisahkan ventrikel sinistra dengan ventrikel dextra. Rentangan
septum ini berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada
daerah katup aorta.
Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian Muskulare
(menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian Membraneus.
Pada dua pertiga dinding septum terdapat serabut otot Trabeculae Carnae
dan sepertiga bagian endocardiumnya licin. Septum interventrikularis ini
membantu memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ventrikel
pada saat kontraksi. Pada saat kontraksi, tekanan di ventrikel sinistra
meningkat sekitar 5x lebih tinggi daripada tekanan di ventrikel dextra;
bila ada hubungan abnormal antara kedua ventrikel (seperti pada kasus
robeknya septum pasca infark miokardium), maka darah akan mengalir
dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya jumlah aliran
darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta akan
berkurang.

2) Katup Jantung
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-
bilik jantung (Aurum, 2007). Setiap katup berespon terhadap perubahan
tekanan (Setiadi, 2007). Katup – katup terletak sedemikian rupa, sehingga
mereka membuka dan menutup secara pasif karena perbedaan tekanan, serupa
dengan pintu satu arah Sherwood, Lauralee, 2001). Katup jantung dibagi
dalam dua jenis, yaitu katup atrioventrikuler dan katup semilunar.
a) Katup Atrioventrikuler
Letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup
atrioventrikular. Katup yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel
kanan mempunyai 3 buah katup disebut katup trikuspid (Setiadi, 2007).
Terdiri dari 3 otot yang tidak sama, yaitu: 1) Anterior, yang merupakan
paling tebal, dan melekat dari daerah Infundibuler ke arah kaudal menuju
infero-lateral dinding ventrikel dextra. 2) Septal, Melekat pada kedua
bagian septum muskuler maupun membraneus. Sering menutupi VSD
kecil tipe alur keluar. 3) Posterior, yang merupakan paling kecil, Melekat
pada cincin tricuspidalis pada sisi postero-inferior (Aurum, 2007).
Sedangkan katup yang letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai 2 daun katup disebut katup mitral (Setiadi, 2007). Terdiri dari
2 bagian, yaitu daun katup mitral anterior dan posterior. Daun katup
anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai dari basal
ventrikel sinistra dan meluas secara diagonal sehingga membagi ruang
aliran menjadi alur masuk dan alur keluar (Aurum, 2007).
b) Katup Semilunar
Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena terdiri dari 3 daun katup,
yang masing-masing mirip dengan kantung mirip bulan separuh
(Sherwood, Lauralee, 2007). Katup semilunar memisahkan ventrikel
dengan arteri yang berhubungan. Katup pulmonal terletak pada arteri
pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup aorta
terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katup semilunar ini
memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri
pulmonalis atau aorta selama systole ventrikel, dan mencegah aliran
balik waktu diastole ventrikel (Setiadi, 2007).

3) Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun
secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus (Sherwood,
Lauralee, 2001). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu:
a) Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini
adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung.
Terdiri dari dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007):
 Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang
membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium
diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar merekat pada
sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
 Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering
disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah
pergerakan jantung.
b) Miokardium
Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot
jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini
tersusun secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood, Lauralee,
2001). Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner
(Setiadi, 2007).
c) Endokardium
Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium. Suatu
jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi
(Sherwood, Lauralee, 2007).

4) Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Kecepatan denyut jantung
terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Jantung
dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi
kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, walaupun untuk memulai kontraksi
tidak memerlukan stimulasi saraf. Saraf parasimpatis ke jantung, yaitu saraf
vagus, terutama mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan AV. Saraf-saraf
simpatis jantung juga mempersarafi atrium, termasuk nodus SA dan AV, serta
banyak mempersarafi ventrikel (Sherwood, Lauralee, 2001).

5) Vaskularisasi Jantung (Pembuluh Darah)


Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah. Secara garis
besar peredaran darah dibedakan menjadi dua, yaitu peredaran darah besar
yaitu dari jantung ke seluruh tubuh, kembali ke jantung (sirkulasi sistemik),
dan peredaran darah kecil, yaitu dari jantung ke paru-paru, kembali ke jantung
(sirkulasi pulmonal).
a) Arteri
Suplai darah ke miokardium berasal dari dua arteri koroner besar yang
berasal dari aorta tepat di bawah katub aorta. Arteri koroner kiri
memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, dan arteri koroner kanan
memperdarahi sebagian besar ventrikel kanan (Setiadi, 2007).
b) Arteri Koroner Kanan
Berjalan ke sisi kanan jantung, pada sulkus atrioventrikuler kanan. Pada
dasarnya arteri koronarian kanan memberi makan pada atrium kanan,
ventrikel kanan, dan dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri. Bercabang
menjadi Arteri Atrium Anterior Dextra (RAAB = Right Atrial Anterior
Branch) dan Arteri Coronaria Descendens Posterior (PDCA = Posterior
Descending Coronary Artery). RAAB memberikan aliran darah untuk
Nodus Sino-Atrial. PDCA memberikan aliran darah untuk Nodus Atrio-
Ventrikular (Aurum, 2007).
c) Arteri Koroner Kiri
Berjalan di belakang arteria pulmonalis sebagai arteri coronaria sinistra
utama (LMCA = Left Main Coronary Artery) sepanjang 1-2 cm.
Bercabang menjadi Arteri Circumflexa (LCx = Left Circumflex Artery)
dan Arteri Descendens Anterior Sinistra (LAD = Left Anterior
Descendens Artery). LCx berjalan pada Sulcus Atrio-Ventrcular
mengelilingi permukaan posterior jantung. LAD berjalan pada Sulcus
Interventricular sampai ke Apex. Kedua pembuluh darah ini bercabang-
cabang dan memberikan aliran darah diantara kedua sulcus tersebut
(Aurum, 2007).
d) Vena
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri
koroner. Sistem vena jantung mempunyai 3 bagian, yaitu (Setiadi, 2007) :
 Vena tabesian, merupakan sistem terkecil yang menyalurkan sebagian
darah dari miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan.
 Vena kardiaka anterior, mempunyai fungsi yang cukup berarti
mengosongkan sebagian besar isi vena ventrikel langsung ke atrium
kanan.
 Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan sistem vena yang paling
besar dan paling penting, berfungsi menyalurkan pengembalian darah
vena miokard ke dalam atrium kanan melalui ostinum sinus koronaruis
yang bermuara di samping vena kava inferior.

b) Fisiologi Jantung
1) Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia
untuk berkontraksi. Energi terutama berasal dari metabolisme asam
lemak dalam jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi
terutama laktat dan glukosa. Proses metabolisme jantung adalah
aerobic yang membutuhkan oksigen.
2) Pengaruh Ion pada Jantung
a. Pengaruh ion kalium : Kelebihan ion kalium pada CES
menyebabkan jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
b. Pengaruh ion kalsium: Kelebihan ion kalsium menyebabkan
jantung berkontraksi spastis.
c. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.
3) Elektrofisiologi Sel Otot Jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas
membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan
potensial aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia,
mekanika, dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:
1) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negatif (polarisasi) dan
bagian luar bermuatan positif.
2) Fase depolarisasi (cepat): Disebabkan meningkatnya
permeabilitas membran terhadap natrium sehingga natrium
mengalir dari luar ke dalam.
3) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga
muatan positif dalam sel menjadi berkurang.
4) Fase plato (keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan
stabil agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard.
5) Fase repolarisasi (cepat): Kalsium dan natrium berangsur-
angsur tidak mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat
meningkat.
4) Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
a. SA node: Tumpukan jaringan neuromuskular yang kecil berada
di dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
b. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam
septum atrium dekat muara sinus koronari.
c. Bundle atrioventrikuler: Dari bundle AV berjalan ke arah depan
pada tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
interventrikulare.
d. Serabut penghubung terminal (Purkinje): Anyaman yang
berada pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
5) Curah Jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan
sama besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama
satu menit disebut curah jantung (cardiac output). Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi otot jantung yaitu:
1) Beban awal
2) Kontraktilitas
3) Beban akhir
4) Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:

1) Periode systole
2) Periode diastole
3) Periode istirahat

6) Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
a. Bunyi pertama: lup
b. Bunyi kedua : Dup
c. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu
muda
d. Bunyi keempat: Terkadang dapat didengar segera sebelum
bunyi pertama

4. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus,
infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi
dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung
mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya
lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium, disebut infark transmural.
Namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial, disebut infark
subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam
telah terjadi infark transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke
epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun
nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan
karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri
koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit
sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang
disebabkan oklusi koroner tergantung:
a) daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
b) apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak

c) durasi oklusi koroner

d) kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada


jaringan yang terkena

e) kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun


secara tiba-tiba

f) faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan

g) keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri
koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan


kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian
miokardium yang mengelami infark atau nekrosis akan berhenti
berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi
oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah
infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah besar,
sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan
selama berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot yang
mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya alioran
darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema
pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim
jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau ketiga
mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua serabut
nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada
minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan
penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami
penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk
dengan jelas.
Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi
menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding
ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi,
peningkatan volume akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel serta
peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.

5. Manifestasi klinis
a) Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah
prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke
belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-remas,tertindih
benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri
tidak ada dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing,
palpitasi, dan perasaan akan mati.
b) Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah
bisa tinggi,normal atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang
pecah paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik
yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
c) EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi
segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil
berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi
dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
d) Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal
dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi
dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel.
Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST),
lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB),
mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain
(MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan
kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard.

6. Komplikasi
a. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran,
dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses
ini dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena
ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan
jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan
dengan ukuran dan lokasi infark.
b. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di
paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen
dijumpai kongesti paru.
c. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
d. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti
vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal
jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
e. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul
lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer,
penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi,
asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan
fungsi miokardium.
f. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di
rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda
adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami
kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan
dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru
menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu
diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya
timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta
udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
g. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke
dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran
retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat
yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium
kiri dan vena pulmonalis.
h. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
i. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan
parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan
massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat
berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan
jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung
ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
j. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada
setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
k. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan
thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik.
l. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
m. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di RS pada
STEMI. Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari
infak) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki
basah di paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

7. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI
dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac
imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
a. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu

1) Lead II, III, aVF : Infark inferior


2) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal

3) Lead V2-V4 : Infark anterior

4) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral

5) Lead I, aVL : Infark high lateral

6) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas

7) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral

8) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu

b. Serum Cardiac Biomarker


Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari
otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan
pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi
intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local.
Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona
infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
1) cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific
troponin I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari
protein ini yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut
memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan
cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT
dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal
tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari
nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai
pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap
meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
2) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan
umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan
total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK
juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark
intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih
spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam
jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada
miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan
kadar isoenzim MB dalam serum.

c. Cardiac Imaging
1) Echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional
echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI.
Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial
sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography,
prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak
terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka
nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan
echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan,
seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi
echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam
segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri
menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS.
Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel
kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada
ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat
mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua
komplikasi STEMI.

2) High resolution MRI


Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution
cardiac MRI.
3) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung
yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner
besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.

8. Penatalaksanaan
a. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi
elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama.
Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai
STEMI :
1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan
medis
2) Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakan resusitasi
3) Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih
4) Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang
dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
b. Hospital
1) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa
awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu,
pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama
12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien
harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan
menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi
dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan
biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat
hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan
dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada
hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat
berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.
2) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI,
pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada
4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung
kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-
55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium,
magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
3) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan
nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan
jika pasien mengalami konstipasi

c. Farmakoterapi
1) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5
menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan
kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah
koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika
nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG
IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema
paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi
sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark
ventrikel kanan.
2) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin
diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval
5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu
diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang
akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga
dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia
atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark
posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine
0,5 mg IV.
3) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang
dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan
dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
4) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat
memperbaiki hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri,
menurunkan ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular
aritmia.
5) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali
menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan
kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan
terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik). PCI
walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan
sekedar obat per infuse, sebenarnya memiliki efek samping yang
lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu
efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna.
Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang kateter langsung
menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa
pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent.Walaupun
terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per
infuse seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping
yang sangat berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling buruk
adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien.
Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun tidak sebaik PCI.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


ACS STEMI INFERIOR
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias
dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
2. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
3. Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
a) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
c) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri
di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi
nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
d) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan
rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5
skala (0-5).
e) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri
oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya
lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang
menyertai infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas,
dan pingsan.
4. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi
apa yang timbul.
5. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik
pada keturunannya.
6. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada
istirahat/kerja.
7. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
a) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
b) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin
terjadi.
c) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
d) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
e) Friksi; dicurigai perikarditis.
f) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
g) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
h) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
8. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang
keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
9. Eliminasi : bunyi usus normal atau menurun
10. Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
11. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
12. Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
13. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti
dapat dilihat.
d) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan
DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
a) Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
b) Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
c) Menarik diri, kehilangan kontak mata
d) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,
pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran
14. Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
15. Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
16. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau

Pengkajian fisik

Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:

a. Tingkat kesadaran
b. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
c. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
d. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
e. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,
perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
f. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
g. Warna dan suhu kulit
h. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap
tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
i. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
j. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema,
adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria

(Wilkinson. 2012)
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,


irama, konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik, otot infark, kerusakan struktural
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
oklusi arteri koroner

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik
jaringan miokard, efek obat depresan jantung

4. Kecemasan berhubungan dengan stress


5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan transport
oksigen melalui membrane alveolar dan membrane kapiler

6. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan intake berlebih dan


ouput berkurang

7. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


perfusi dan ventilasi

RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan / Intervensi
Keperawatan KriteriaHasil
1. Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d o Cardiac Pump Observasi
- Identifikasi tanda dan gejala primer
penurunan suplai effectiveness
penurunan curah jantung (meliputi:
O2 menurun o Circulation Status
dispnea,kelelahan,edema,ortopnea)
/gangguan o Vital Sign Status - Identifikasi tanda dan gejala
irama jantung, o Tissue perfusion: perifer sekunder penurunan curah jantung
Kriteria hasil: (melipiuti: peningkatan berat
 Tanda Vital dalam rentang badan,hepatomegali,palpitasi,ronchi
normal (Tekanan darah, basah, oliguria, batuk dan kulit
Nadi, respirasi) pucat)
 Dapat mentoleransi - Monitor tekanan darah
- Monitor intake dan output cairan
aktivitas, tidak ada - Monitor berat badan setiap hari pada
kelelahan waktu yang sama
 Tidak ada edema paru, - Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri
perifer, dan tidak ada asites
dada(intensitas,lokasi,durasi,previpit
 Tidak ada penurunan
asi yang mengurangi nyeri)
kesadaran - Monitor EKG
 AGD dalam batas normal Terapeutik
- Posisikan pasien semi-fowler atau
 Tidak ada distensi vena
fowler dengan kaki kebawah atau
leher
posisi nyaman
 Warna kulit normal - Berikan diet jantung yang
sesuai(misalnya: batasi asupan
kafein,natrium, kolestrol dan
makanan tinggi lemak)
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
- Berikan dukungan emosional dan
spiritual
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik sesuai
anjuran toleransi
- Anjurkan aktivitas fisik secara
bertahap
- Anjurkan untuk berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga untuk
mengukur berat badan harian
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian aritmia, jika
perlu
- ssRujuk ke program rehabilitasi
jantung

2. Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan:  Pain control, komprehensif termasuk lokasi,
Agen injuri  Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
(biologi, Kriteria Hasil: kualitas dan faktor presipitasi
kimia, fisik,  Mampu mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari
psikologis), (tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
kerusakan jaringan mampu menggunakan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk

tehnik nonfarmakologi mencari dan menemukan dukungan

untuk mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang dapat

mencari bantuan) mempengaruhi nyeri seperti suhu


 Melaporkan bahwa nyeri ruangan, pencahayaan dan
berkurang dengan kebisingan
menggunakan manajemen 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Mampu mengenali nyeri menentukan intervensi
(skala, intensitas, frekuensi 7. Ajarkan tentang teknik non
dan tanda nyeri) farmakologi: napas dala, relaksasi,
 Menyatakan rasa nyaman distraksi,kompres hangat/ dingin)
setelah nyeri berkurang 8. Berikan analgetik untuk mengurangi

 Tanda vital dalam rentang nyeri

normal 9. Tingkatkan istirahat

 Tidak mengalami 10. Berikan informasi tentang nyeri

gangguan tidur seperti penyebab nyeri, berapa lama


nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
3. Intoleransi NOC : NIC :
Aktivitas b/d  Self Care : ADLs Observasi
kelelahan /fatigue  Toleransi aktivitas
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh
 Konservasi eneergi
yang mengakibatkan kelelahan
Kriteria Hasil : - Monitor kelelahan fisik dan
 Berpartisipasi dalam emosional
aktivitas fisik tanpa - Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
disertai peningkatan
selama melakukan aktivitas
tekanan darah, nadi dan - Identifikasi kemampuan
RR berpartisipasi dalam aktivitas
 Mampu melakukan tertentu
aktivitas sehari hari - Monitor respons
(ADLs) secara mandiri emosional,fisik,sosial,dan spiritual

 Keseimbangan aktivitas terhadap aktivitas

dan istirahat Terapeutik


- Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (misalnya:
cahaya,suara,kunjungan)
- Lakukan latihan latihan rentang
gerak pasif dan/atau pasif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
- Libatkan keluarga dalam aktivitas,
jika perlu
- Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari
- Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan mengunjungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas
fisik,sosial,spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan kesehatan
- Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

4. Ansietas NOC Observasi


berhubungan - Anxiety Level
- Identifikasi saat tingkat ansietas
dengan stress - Social Axiety level
berubah (misalnya:
Kriteria Hasil:
kondisi,waktu,stresor)
- Klien mampu - Identifikasi kemampuan mengambil
mengidentifikasi dan keputusan
mengungkapkan gejala cemas - Monitor tanda-tanda ansietas (verbal

- Mengidentifikasi dan dan non-verbal)


- Identifikasi penurunan tingkat
mengungkapkan serta
energi, ketidakmampuan
menunujukan teknik untuk
berkonsentrasi, atau gejala lain yang
mengontrol cemas
mengganggu kemampuan kognitif
- Vital sign dalam mengontrol - Identifikasi teknik relaksasi yang
cemas penah efektif digunakan
- Postur tubuh, expresi wajah - Identifikasi ketersediaan,

dan tingkat aktifitas kemampuan, dan penggunaan teknik


menunjukan berkurangnya sebelumnya
- Periksa ketegangan otot, frekuensi
kecemasan
nadi, tekanan darah dan suhu
sebelum latihan
- Monitor respon terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
- Ciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan pencahayaan
dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain,jika perlu
- Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat
ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
Edukasi
- Jelaskan prosedur,termasuk sensasi
yang mungkin dialami
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
- Latih teknik relaksasi
- Latih penggunaan mekanismen
pertahanans diri yang tepat
- Jelaskan dengan jelas intervensi
relaksasi yang di pilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (misal : nafas
dalam,peregangan atau imajinasi
terbimbing)
Kolaborasi
- Koaborasi dalam pemberian obat
antiansietas, jika perlu

5. Gangguan perfusi NOC : NIC :


- Circulation status Peripheral Sensation
jaringan
- Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
berhubungan Kriteria Hasil sensasi perifer)
mendemonstrasikan status - Monitor adanya daerah tertentu yang
dengan kerusakan
sirkulasi yang ditandai hanya peka
transport oksigen dengan : terhadapmpanas/dingin/tajam/tumpul
melalui membrane  Tekanan systole Dan - Monitor adanya paretese
diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk
alveolar dan yang diharapkan mengobservasi kulit jika ada lsi atau
membrane kapiler  Tidak ada laserasi
ortostatikhipertensi - Gunakan sarun tangan untuk proteksi
 Tidak ada tanda-tanda - Batasi gerakan pada kepala, leher
peningkatan tekanan dan punggung
intrakranial (tidak lebih - Monitor kemampuan BAB
dari 15 mmHg) - Kolaborasi pemberian analgetik
- Monitor adanya tromboplebitis
mendemonstrasikan - Diskusikan menganai penyebab
kemampuan kognitif perubahan sensasi
yang ditandai dengan:
 berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
 menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
 memproses informasi
 membuat keputusan
dengan benar

menunjukkan fungsi sensori


motori cranial yang utuh :
 tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan involunte

6. Resiko kelebihan NOC : NIC :


 Electrolit and acid base Fluid management
volume cairan
balance - Timbang popok/pembalut jika
berhubungan  Fluid balance diperlukan
dengan intake  Hydration - Pertahankan catatan intake dan
Kriteria Hasil: output yang akurat
berlebih output  Terbebas dari edema, - Pasang urin kateter jika diperlukan
berkurang efusi,anaskara - Monitor hasil lAb yang sesuai
 Bunyi nafas bersih,tidak dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
ada dyspneu/ortopneu osmolalitas urin)
 Terbebas dari distensi - Monitor status hemodinamik
vena jugularis, reflek termasuk CVP, MAP, PAP, dan
hepatojugular (+) PCWP
 Memelihara tekanan vena - Monitor vital sign
sentral tekanan kapiler - Monitor indikasi retensi /kelebihan
paru,output jantung dan cairan (cracles, CVP , edema,
 vital sign dalam batas distensi vena leher,asites)
normal - Kaji lokasi dan luas edema
 Terbebas dari kelelahan, - Monitor masukan makanan / cairan
kecemasan atau dan hitung intake kalori harian
kebingungan - Monitor status nutrisi
 Menjelaskan indikator - Berikan diuretik sesuai interuksi
kelebihan cairan - Batasi masukan cairan pada keadaan
hiponatrermi dilusi dengan serum Na
< 130 mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring
- Tentukan riwayat jumlah dan tipe
intake cairan dan eliminasi
- Tentukan kemungkinan faktor resiko
dari ketidakseimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll )
- Monitor berat badan
- Monitor serum dan elektrolit urine
- Monitor serum dan osmilalitas urine
- Monitor BP, HR, dan RR
- Monitor tekanan darah orthostatik
dan perubahan irama jantung
- Monitor parameter hemodinamik
infasif
- Catat secara akutar intake dan output
- Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan
- penambahan BB
- Monitor tanda dan gejala dari odema
- Beri obat yang dapat meningkatkan
output urin

7 Gangguan NOC : NIC :


pertukaran gas  Respiratory Status : Airway Management
berhubungan Gas exchange - Buka jalan nafas, gunakan
dengan  Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
ventilation bila perlu
ketidakseimbangan
 Vital Sign Status - Posisikan pasien untuk
perfusi dan memaksimalkan ventilasi
Kriteria hasil
ventilasi  Mendemonstrasikan - Identifikasi pasien perlunya
peningkatan ventilasi pemasangan alat jalan nafas
dan oksigenasi yang buatan
adekuat - Pasang mayo bila perlu
 Memelihara - Lakukan fisioterapi dada jika
kebersihan paru paru perlu
dan bebas dari tanda - Keluarkan sekret dengan batuk
tanda distress atau suction
pernafasan - Auskultasi suara nafas,
 Mendemonstrasikan - catat adanya suara tambahan
batuk efektif dan suara - Lakukan suction pada mayo
nafas yang bersih, - Berikan bronkodilator bila perlu
tidak ada sianosis dan - Barikan pelembab udara
dyspneu (mampu - Atur intake untuk cairan
 Mengeluarkan mengoptimalkan keseimbangan.
sputum, mampu
bernafas dengan - Monitor respirasi dan status
mudah, tidak ada Respiratory Monitoring
pursed lips) - Monitor rata – rata, kedalaman,
 Tanda tanda vital irama dan usaha respirasi
dalam rentang normal - Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
- Monitor suara nafas, seperti
dengkur
- Monitor pola nafas bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
- Catat lokasi trakea
- Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
- Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
- Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
- auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

Anda mungkin juga menyukai