TINJAUAN TEORITIS
2. Etiologi
Gangguan pada arteri koronaria – berkaitan dengan atherosclerosis,
kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau trombus.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
1) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung
kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran),
dan arteritis (peradangan arteri). Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan
biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : (i) mengkonsumsi
obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin
yang ekstrim, (iv) merokok.
2) Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke
seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan
pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta
dekat katup) maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta,
maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP)
3) Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal
yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia,
hipoksemia, dan polisitemia.
1) Ruang Jantung
Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat bilik
(ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik-bilik atas,
atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan
memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang memompa darah dari
jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot
kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung.
Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan jantung menerima dan
memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan
memompa darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001).
a) Atrium Dextra
Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke depan
dibandingkan ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian antero-
superior terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun telinga yang
disebut Auricle. Permukaan endokardiumnya tidak sama. Posterior dan
septal licin dan rata. Lateral dan auricle kasar dan tersusun dari serabut-
serabut otot yang berjalan paralel yang disebut Otot Pectinatus. Atrium
Dextra merupakan muara dari vena cava. Vena cava superior bermuara
pada dinding supero-posterior. Vena cava inferior bermuara pada dinding
infero-latero-posterior pada muara vena cava inferior ini terdapat lipatan
katup rudimenter yang disebut Katup Eustachii. Pada dinding medial
atrium dextra bagian postero-inferior terdapat Septum Inter-Atrialis.
Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat lekukan dangkal
berbentuk lonjong yang disebut Fossa Ovalis, yang mempunyai lipatan
tetap di bagian anterior dan disebut Limbus Fossa Ovalis. Di antara muara
vena cava inferior dan katup tricuspidalis terdapat Sinus Coronarius, yang
menampung darah vena dari dinding jantung dan bermuara pada atrium
dextra. Pada muara sinus coronaries terdapat lipatan jaringan ikat
rudimenter yang disebut Katup Thebesii. Pada dinding atrium dextra
terdapat nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus Sino-Atrial terletak di
pinggir lateral pertemuan muara vena cava superior dengan auricle, tepat
di bawah Sulcus Terminalis. Nodus Atri-Ventricular terletak pada antero-
medial muara sinus coronaries, di bawah katup tricuspidalis. Fungsi
atrium dextra adalah tempat penyimpanan dan penyalur darah dari vena-
vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel dextra dan kemudian ke paru-
paru.
Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah lipatan
katup atau pita otot rudimenter maka, apabila terjadi peningkatan tekanan
atrium dextra akibat bendungan darah di bagian kanan jantung, akan
dikembalikan ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 80% alir balik
vena ke dalam atrium dextra akan mengalir secara pasif ke dalam
ventrikel dxtra melalui katup tricuspidalisalis. 20% sisanya akan mengisi
ventrikel dengan kontraksi atrium. Pengisian secara aktif ini disebut Atrial
Kick. Hilangnya atrial kick pada Disaritmia dapat mengurangi curah
ventrikel.
b) Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto
sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dinding atrium sinistra 3 mm,
sedikit lebih tebal daripada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin
dan otot pectinatus hanya ada pada auricle. Atrium kiri menerima darah
yang sudah dioksigenasi dari 4 vena pumonalis yang bermuara pada
dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang
vena dextra et sinistra. Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak
terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan dalam atrium
sinistra membalik retrograde ke dalam pembuluh darah paru. Peningkatan
tekanan atrium sinistra yang akut akan menyebabkan bendungan pada
paru. Darah mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel sinistra melalui
katup mitralis.
c) Ventrikel Dextra
Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di bawah
manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan
ventrikel sinistra dan di medial atrium sinistra. Ventrikel dextra berbentuk
bulan sabit atau setengah bulatan, tebal dindingnya 4-5 mm. Bentuk
ventrikel kanan seperti ini guna menghasilkan kontraksi bertekanan
rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis.
Sirkulasi pulmonar merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah,
dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari
ventrikel dextra, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap
aliran darah dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja dari ventrikel
kanan jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri. Oleh karena itu, tebal
dinding ventrikel dextra hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel
sinistra. Selain itu, bentuk bulan sabit atau setengah bulatan ini juga
merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra yang lebih besar daripada
tekanan di ventrikel dextra. Disamping itu, secara fungsional, septum
lebih berperan pada ventrikel sinistra, sehingga sinkronisasi gerakan lebih
mengikuti gerakan ventrikel sinistra.
Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh serabut otot
yang disebut Trabeculae Carnae, yang sering membentuk persilangan satu
sama lain. Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel dextra berukuran
besar yang disebut Trabeculae Septomarginal (Moderator Band). Secara
fungsional, ventrikel dextra dapat dibagi dalam alur masuk dan alur
keluar. Ruang alur masuk ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow
Tract) dibatasi oleh katup tricupidalis, trabekel anterior, dan dinding
inferior ventrikel dextra. Alur keluar ventrikel dextra (Right Ventricular
Outflow Tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin, terletak di
bagian superior ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau Conus
Arteriosus. Alur masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan oleh Krista
Supraventrikularis yang terletak tepat di atas daun anterior katup
tricuspidalis.
Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat secara
perlahan-lahan, seperti pada kasus hipertensi pulmonar progresif, maka
sel otot ventrikel dextra mengalami hipertrofi untuk memperbesar daya
pompa agar dapat mengatasi peningkatan resistensi pulmonary, dan dapat
mengosongkan ventrikel. Tetapi pada kasus dimana resistensi pulmonar
meningkat secara akut (seperti pada emboli pulmonary massif) maka
kemampuan ventrikel dextra untuk memompa darah tidak cukup kuat,
sehingga seringkali diakhiri dengan kematian.
d) Ventrikel Sinistra
Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya
mengarah ke antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar
ventrikel tersebut adalah Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel
sinistra 2-3x lipat tebal dinding ventrikel dextra, sehingga menempati
75% masa otot jantung seluruhnya. Tebal ventrikel sinistra saat diastole
adalah 8-12 mm. Ventrikel sinistra harus menghasilkan tekanan yang
cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sitemik, dan
mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer. Sehingga
keberadaan otot-otot yang tebal dan bentuknya yang menyerupai
lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel
berkontraksi. Batas dinding medialnya berupa septum interventrikulare
yang memisahkan ventrikel sinistra dengan ventrikel dextra. Rentangan
septum ini berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada
daerah katup aorta.
Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian Muskulare
(menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian Membraneus.
Pada dua pertiga dinding septum terdapat serabut otot Trabeculae Carnae
dan sepertiga bagian endocardiumnya licin. Septum interventrikularis ini
membantu memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ventrikel
pada saat kontraksi. Pada saat kontraksi, tekanan di ventrikel sinistra
meningkat sekitar 5x lebih tinggi daripada tekanan di ventrikel dextra;
bila ada hubungan abnormal antara kedua ventrikel (seperti pada kasus
robeknya septum pasca infark miokardium), maka darah akan mengalir
dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya jumlah aliran
darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta akan
berkurang.
2) Katup Jantung
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-
bilik jantung (Aurum, 2007). Setiap katup berespon terhadap perubahan
tekanan (Setiadi, 2007). Katup – katup terletak sedemikian rupa, sehingga
mereka membuka dan menutup secara pasif karena perbedaan tekanan, serupa
dengan pintu satu arah Sherwood, Lauralee, 2001). Katup jantung dibagi
dalam dua jenis, yaitu katup atrioventrikuler dan katup semilunar.
a) Katup Atrioventrikuler
Letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup
atrioventrikular. Katup yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel
kanan mempunyai 3 buah katup disebut katup trikuspid (Setiadi, 2007).
Terdiri dari 3 otot yang tidak sama, yaitu: 1) Anterior, yang merupakan
paling tebal, dan melekat dari daerah Infundibuler ke arah kaudal menuju
infero-lateral dinding ventrikel dextra. 2) Septal, Melekat pada kedua
bagian septum muskuler maupun membraneus. Sering menutupi VSD
kecil tipe alur keluar. 3) Posterior, yang merupakan paling kecil, Melekat
pada cincin tricuspidalis pada sisi postero-inferior (Aurum, 2007).
Sedangkan katup yang letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai 2 daun katup disebut katup mitral (Setiadi, 2007). Terdiri dari
2 bagian, yaitu daun katup mitral anterior dan posterior. Daun katup
anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai dari basal
ventrikel sinistra dan meluas secara diagonal sehingga membagi ruang
aliran menjadi alur masuk dan alur keluar (Aurum, 2007).
b) Katup Semilunar
Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena terdiri dari 3 daun katup,
yang masing-masing mirip dengan kantung mirip bulan separuh
(Sherwood, Lauralee, 2007). Katup semilunar memisahkan ventrikel
dengan arteri yang berhubungan. Katup pulmonal terletak pada arteri
pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup aorta
terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katup semilunar ini
memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri
pulmonalis atau aorta selama systole ventrikel, dan mencegah aliran
balik waktu diastole ventrikel (Setiadi, 2007).
3) Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun
secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus (Sherwood,
Lauralee, 2001). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu:
a) Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini
adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung.
Terdiri dari dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007):
Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang
membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium
diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar merekat pada
sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering
disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah
pergerakan jantung.
b) Miokardium
Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot
jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini
tersusun secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood, Lauralee,
2001). Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner
(Setiadi, 2007).
c) Endokardium
Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium. Suatu
jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi
(Sherwood, Lauralee, 2007).
4) Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Kecepatan denyut jantung
terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Jantung
dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi
kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, walaupun untuk memulai kontraksi
tidak memerlukan stimulasi saraf. Saraf parasimpatis ke jantung, yaitu saraf
vagus, terutama mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan AV. Saraf-saraf
simpatis jantung juga mempersarafi atrium, termasuk nodus SA dan AV, serta
banyak mempersarafi ventrikel (Sherwood, Lauralee, 2001).
b) Fisiologi Jantung
1) Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia
untuk berkontraksi. Energi terutama berasal dari metabolisme asam
lemak dalam jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi
terutama laktat dan glukosa. Proses metabolisme jantung adalah
aerobic yang membutuhkan oksigen.
2) Pengaruh Ion pada Jantung
a. Pengaruh ion kalium : Kelebihan ion kalium pada CES
menyebabkan jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
b. Pengaruh ion kalsium: Kelebihan ion kalsium menyebabkan
jantung berkontraksi spastis.
c. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.
3) Elektrofisiologi Sel Otot Jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas
membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan
potensial aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia,
mekanika, dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:
1) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negatif (polarisasi) dan
bagian luar bermuatan positif.
2) Fase depolarisasi (cepat): Disebabkan meningkatnya
permeabilitas membran terhadap natrium sehingga natrium
mengalir dari luar ke dalam.
3) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga
muatan positif dalam sel menjadi berkurang.
4) Fase plato (keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan
stabil agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard.
5) Fase repolarisasi (cepat): Kalsium dan natrium berangsur-
angsur tidak mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat
meningkat.
4) Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
a. SA node: Tumpukan jaringan neuromuskular yang kecil berada
di dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
b. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam
septum atrium dekat muara sinus koronari.
c. Bundle atrioventrikuler: Dari bundle AV berjalan ke arah depan
pada tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
interventrikulare.
d. Serabut penghubung terminal (Purkinje): Anyaman yang
berada pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
5) Curah Jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan
sama besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama
satu menit disebut curah jantung (cardiac output). Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi otot jantung yaitu:
1) Beban awal
2) Kontraktilitas
3) Beban akhir
4) Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1) Periode systole
2) Periode diastole
3) Periode istirahat
6) Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
a. Bunyi pertama: lup
b. Bunyi kedua : Dup
c. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu
muda
d. Bunyi keempat: Terkadang dapat didengar segera sebelum
bunyi pertama
4. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus,
infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi
dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung
mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya
lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium, disebut infark transmural.
Namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial, disebut infark
subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam
telah terjadi infark transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke
epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun
nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan
karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri
koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit
sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang
disebabkan oklusi koroner tergantung:
a) daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
b) apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
f) faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
g) keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri
koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.
5. Manifestasi klinis
a) Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah
prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke
belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-remas,tertindih
benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri
tidak ada dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing,
palpitasi, dan perasaan akan mati.
b) Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah
bisa tinggi,normal atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang
pecah paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik
yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
c) EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi
segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil
berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi
dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
d) Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal
dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi
dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel.
Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST),
lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB),
mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain
(MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan
kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard.
6. Komplikasi
a. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran,
dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses
ini dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena
ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan
jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan
dengan ukuran dan lokasi infark.
b. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di
paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen
dijumpai kongesti paru.
c. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
d. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti
vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal
jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
e. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul
lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer,
penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi,
asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan
fungsi miokardium.
f. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di
rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda
adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami
kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan
dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru
menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu
diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya
timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta
udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
g. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke
dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran
retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat
yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium
kiri dan vena pulmonalis.
h. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
i. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan
parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan
massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat
berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan
jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung
ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
j. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada
setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
k. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan
thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik.
l. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
m. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di RS pada
STEMI. Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari
infak) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki
basah di paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
7. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI
dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac
imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
a. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
c. Cardiac Imaging
1) Echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional
echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI.
Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial
sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography,
prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak
terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka
nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan
echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan,
seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi
echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam
segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri
menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS.
Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel
kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada
ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat
mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua
komplikasi STEMI.
8. Penatalaksanaan
a. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi
elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama.
Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai
STEMI :
1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan
medis
2) Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakan resusitasi
3) Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih
4) Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang
dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
b. Hospital
1) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa
awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu,
pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama
12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien
harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan
menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi
dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan
biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat
hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan
dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada
hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat
berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.
2) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI,
pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada
4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung
kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-
55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium,
magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
3) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan
nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan
jika pasien mengalami konstipasi
c. Farmakoterapi
1) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5
menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan
kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah
koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika
nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG
IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema
paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi
sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark
ventrikel kanan.
2) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin
diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval
5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu
diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang
akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga
dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia
atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark
posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine
0,5 mg IV.
3) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang
dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan
dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
4) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat
memperbaiki hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri,
menurunkan ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular
aritmia.
5) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali
menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan
kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan
terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik). PCI
walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan
sekedar obat per infuse, sebenarnya memiliki efek samping yang
lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu
efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna.
Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang kateter langsung
menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa
pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent.Walaupun
terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per
infuse seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping
yang sangat berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling buruk
adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien.
Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun tidak sebaik PCI.
Pengkajian fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
c. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
d. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
e. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,
perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
f. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
g. Warna dan suhu kulit
h. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap
tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
i. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
j. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema,
adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
(Wilkinson. 2012)
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan / Intervensi
Keperawatan KriteriaHasil
1. Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d o Cardiac Pump Observasi
- Identifikasi tanda dan gejala primer
penurunan suplai effectiveness
penurunan curah jantung (meliputi:
O2 menurun o Circulation Status
dispnea,kelelahan,edema,ortopnea)
/gangguan o Vital Sign Status - Identifikasi tanda dan gejala
irama jantung, o Tissue perfusion: perifer sekunder penurunan curah jantung
Kriteria hasil: (melipiuti: peningkatan berat
Tanda Vital dalam rentang badan,hepatomegali,palpitasi,ronchi
normal (Tekanan darah, basah, oliguria, batuk dan kulit
Nadi, respirasi) pucat)
Dapat mentoleransi - Monitor tekanan darah
- Monitor intake dan output cairan
aktivitas, tidak ada - Monitor berat badan setiap hari pada
kelelahan waktu yang sama
Tidak ada edema paru, - Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri
perifer, dan tidak ada asites
dada(intensitas,lokasi,durasi,previpit
Tidak ada penurunan
asi yang mengurangi nyeri)
kesadaran - Monitor EKG
AGD dalam batas normal Terapeutik
- Posisikan pasien semi-fowler atau
Tidak ada distensi vena
fowler dengan kaki kebawah atau
leher
posisi nyaman
Warna kulit normal - Berikan diet jantung yang
sesuai(misalnya: batasi asupan
kafein,natrium, kolestrol dan
makanan tinggi lemak)
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
- Berikan dukungan emosional dan
spiritual
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik sesuai
anjuran toleransi
- Anjurkan aktivitas fisik secara
bertahap
- Anjurkan untuk berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga untuk
mengukur berat badan harian
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian aritmia, jika
perlu
- ssRujuk ke program rehabilitasi
jantung