Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“Acute Miokard Infark (AMI)”

Oleh:

NAMA : LESTARI NINGSIH

NIM : 21117074

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2020
A. Pengertian

Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner &
Sudarth, 2002)

Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu. (Suyono, 1999)

Infark miokardium  mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Smetzler Suzanne
C & Brenda G. Bare, 768 : 2002)

B. Etiologi

AMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak
tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung tersebut.
Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:

1. Faktor penyebab

a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.

Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:

1) Faktor pembuluh darah

Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme
pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa
hal antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress emosional atau
nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, merokok.

2) Faktor Sirkulasi

Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung


keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan
lepas dari factor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi
yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi.
Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta,
mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiac output
(COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan
bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam
hal ini otot jantung.

3) Faktor darah

Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika


daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah)
dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal
yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia,
hipoksemia, dan polisitemia.

b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh

Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi


diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP.
Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme
kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena
kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak
bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih,
emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu
terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen,
sedangkan  asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.

2. Faktor predisposisi

a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi


tertentu sehingga bisa dihilangkan. Termasuk dalam kelompok ini diantaranya:

1) Merokok

Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain : menimbulkan
aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi, peningkatan
tekanan darah, pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang
rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali dibanding
yang tidak merokok.

2) Konsumsi alcohol

Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah
hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen,
mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi,
akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak semua literature
mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan
kardiomiopati dilatasi.

3) Infeksi

Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan


penyebab umum penyakit saluran pernafasan, tampaknya berhubungan
dengan penyakit koroner aterosklerotik.

4) Hipertensi sistemik

Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak


langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan
memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after
load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.

5) Obesitas

Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat
aktivitas yang rendah.

6) Kurang olahraga

Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit


jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
7) Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar
2-4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya
abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan
trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan
trombogenesis).

b. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi


1) Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun
(umumnya setelah menopause).
2) Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali
lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen
yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK
meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita
setelah masa menopause.
3) Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah sebelum usia 70 tahun merupakan factor
resiko independent untuk terjadi. Agregasi PJK keluarga menandakan
adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat
positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita pada keluarga dekat.
4) Ras/Suku
Insidensi kematian pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat
pada RAS apro-karibia.
5) Geografi
Tingkat kematian lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian
Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air,
merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
6) Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila
hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena .
Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
7) Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-
laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter,
pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih
besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja
professional/non-manual. (Ilham, 2010).

C. Anatomi fisiologi
1. Anatomi

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan
tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah
dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat
ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di
bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding
yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri
dinamakan septum.

2. Fisiologi

Batas - batas jantung:

Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior
(VCI)

Kiri : ujung ventrikel kiri

Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri

Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis

Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang


diafragma sampai apeks jantung

Superior : apendiks atrium kiri

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan


keempat katup yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan
menjaga agar darah tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup
ini adalah katup trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel
kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri
pulmonal, katup mitral yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri
dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral
memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leafletanterior dan posterior.

Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet). Jantung dipersarafi aferen


dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf
parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung. Serabut post
ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit menyebar
pada ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal atas,
mensuplai kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidak mempunyai
persarafan somatik, stimulasi aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran
dan dipersepsi sebagai nyeri.Suplai darah jantung berasal dari arteri
koronaria. Arteri koroner kanan berasal dari sinus aorta anterior, melewati
diantara trunkus pulmonalis dan apendiks atrium kanan, turun ke lekukan A-
V kanan sampai mencapai lekukan interventrikuler posterior.

Pada 85%pasien arteri berlanjut sebagai arteri posterior desenden/


posterior decendens artery (PDA) disebut dominan kanan. Arteri koroner kiri
berasal dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi arteri
anteriordesenden kiri/ left anterior descenden(LAD) interventrikuler dan
sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung. Mayoritas
darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan. Sinus
koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara
morfologi berhubungan dengna atrium kiri, berjalan dalam celah
atrioventrikuler.
C. Patoflow
D. Patofisiologi

AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama  yaitu lebih
dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel.
Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya.
Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner /
coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak
(plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di  dalam lumen arteri
koronaria (arteri yang mensuplay darah dan oksigen pada jantung) Plaque dapat
rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan
plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah
baik total maupun sebagian pada arteri koroner.

Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai


bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan
merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot
jantung ang rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya
sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri
koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam
beberapa kasus ini. Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain:
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress emosional, merokok, dan paparan
suhu dingin yang ekstrim. Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa
menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya. Letak infark ditentukan
juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung.
Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri.
Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior
dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan
melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai
aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel
kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah
dinding lateral kiri  dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri,
seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel posterior.
Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri
pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian
jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus
AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan
diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika
infark anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang desenden
anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri
koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka
infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan
pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika hanya
mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial. Infark
miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan
kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling
daerah infark).

Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan


sebagai berikut,: daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal (daerah
yang terkena infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi),
perubahan daya kembang dinding ventrikel, penurunan volume sekuncup,
penurunan fraksi ejeksi. Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada
beberapa factor dibawah ini: Ukuran infark jika mencapai 40% bisa
menyebabkan syok kardiogenik, lokasi infark dinding anterior mengurangi fungsi
mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior;
Sirkulasi kolateral à berkembang sebagai rspon terhadap iskemi kronik dan
hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium.
Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi
minimal. Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah
jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme
kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.
E. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak
serangan jantung berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak
nyaman. Bahkan beberapa orang tanpa gejala sedikitpun dinamakan ( silent heart
attack). Akan tetapi pada umumnya serangan AMI ini ditandai oleh beberapa hal
berikut :

1. Nyeri Dada

Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan  nyeri dada.


Perbedaan dengan nyeri pada angina adalah nyeri pada AMI lebih panjang
yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping
itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada
infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan
keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun AMI memiliki ciri
nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke
epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit.
Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan
dengan neuropathy, gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang
untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri
di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan
oedem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-
tiba meninggal.

Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,
tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan
yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila
pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tahu bahwa
sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung.
Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi
sewaktu pasien dalam keadaan istirahat, sering pada jam-jam awal dipagi
hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian
menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-
hari. Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik,
mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia
menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah
atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus
peptikum akut atau pancreatitis akut).

Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun bila
pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan
adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar
yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sesekali pasien
akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan
bukanya tekanan pada substernal. Sesekali bisa pula terjadi
cekukan/singultus akibat iritasi diafragma oleh infark dinding inferior,
pasien biasanya tetap sadar, tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope
adalah jarang, ketidaksadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output
yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi. Bila pasien-pasien ditanyai secara
cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi
sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu, rasa sakit anginanya menjadi
lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin
atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar
atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda).
Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk
bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya
dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.

2. Sesak Nafas

Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir


diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan
hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan
tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.

3. Gejala Gastrointestinal,

Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan


biasanya lebih sering pada infark inferior dan stimulasi diafragma pada infak
inferior juga bisa menyebabkan cegukan terlebih-lebih apabila diberikan
martin untuk rasa sakitnya.

4. Gejala lain termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia
ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia
ekstrimitas)

5. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan
berkeringat, kulit yang dingin, walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok
tidak dijumpai.

6. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau
inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi
demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102
derajat Fahrenheid atau lebih tinggi dan kemudian perlahan-lahan turun,
kembali normal pada akhir dari minggu pertama.

F. Pemeriksaan penunjang

Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan


pribadi dan keluarga, serta hasil test diagnostic.

1. EKG (Electrocardiogram)

Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan


menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran
listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan
iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada infark,
miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi
secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk,
dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q
terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara
elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang
T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai
dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari
berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard,
gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal. 

Gambaran spesifik pada rekaman EKG


Daerah infark Perubahan EKG

Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4,


perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II,
III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF,
perubahan resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I,
aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III,
aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

2. Test Darah

Selama serangan sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-
protein tertentu keluar masuk aliran darah.

a. LDH (Laktat Dehidrogenisasi)

Terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam kemudian
mencapai puncak  dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan
2 minggu. Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan
tetapi penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin,
terutama Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim
CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa
ditemukan pada otot skeletal.

b. Troponin T &  I
Merupakan protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung,
terutama Troponin T (TnT)Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca
kerusakan miokard dan masih tetap tinggi  dalam serum selama 1-3
minggu. Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari
pertama, peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai
normal.

3. Oronary Angiography

Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada


jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Dokter memasukan kateter
melalui arteri pada lengan atau paha menujua jantung. Prosedur ini
dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi
koroner zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung
kateter pada aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat
mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Jika
ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-
kadang akan  ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk
menjaga arteri tetap terbuka.
G. Pengkajian

Menurut (Muttaqin, 2009) pengkajian dari proses asuhan keperawatan pada


infark miokard akut (IMA) mencakup riwayat yang berhubungan dengan
gambaran gejala berupa nyeri dada, sulit bernapas (dispnea), palpitasi, pingsan
(sinkop), dan keringat dingin (diaforesis). Masing- masing gejala harus dievaluasi
waktu dan durasinya serta faktor yang mencetuskan dan yang meringankan.

1. Pengkajian primer akut miokard infark (AMI)

Anamnesis penyakit ini terdiri atas keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, dan kondisi psikologis pasien.

a. Keluhan Utama

Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas dan pingsan.

b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan melakukan


serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada pasien secara PQRST
(Provoking, Quality, Region,Severity, Time).

Proviking dan Time: Tanyakan pertanyaan untuk menentukan


permulaan serangan, durasi, dan rangkaian nyeri. Kapan nyeri mulai
dirasakan? Berapa lama nyeri telah berlangsung? Apakah nyeri terjadi pada
waktu yang sama setiap hari? Berapa sering nyeri tersebut muncul?

Quality: Pengkajian terhadap karakteristik nyeri yang lazim membantu


perawat untuk memperoleh suatu pemahaman terhadap jenis nyeri, pola
nyeri, serta jenis intervensi yang dapat memberikan pertolongan terhadap
nyeri.

Region: untuk mengkaji lokasi nyeri, minta pasien untuk mengatakan


atau menunjukkan semua area dimana pasien merasa tidak nyaman.
Severity: Variasi skala nyeri telah tersedia bagi pasien untuk
mengomunikasikan intensitas nyeri mereka. Ketika menggunakan skala
angka, skala 0-3 mengindikasikan nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, dan 7- 10
nyeri hebat, dianggap sebagai keadaan darurat pada nyeri (Miaskwoski
dalam Potter Perry, 2014).

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji


apakah sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obatobatan yang biasa diminum
oleh pasien pada masa lalu yang masih relevan.

d. Riwayat Keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga


serta bila ada anggota keluarga yang meninggal maka penyebab kematian
juga ditanyakan.

e. Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan

Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan


sosial ditanyakan dengan menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya
minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok juga dikaji dengan
menanyakan tentang kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa batang
perhari, dan jenis rokok.

f. Psikologis

Pasien IMA dengan nyeri akan mengalami kecemasan berat sampai


ketakutan akan kematian. Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi,
kecemasan merupakan stresor yang dapat menurunkan sistem imunitas
tubuh.

g. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien terdiri atas keadaan umum dan B1- B6. Keadaan
umum: Pada pemeriksaan keadaan umum pasien IMA biasanya didapatkan
kesadaran baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.

B1 (Breathing): Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, dan


keluhan napas seperti tercekik. Biasanya juga terdapat dispnea kardia. Sesak
napas ini terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan
tekanan akhir diastolik dari ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena
pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah
darah ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatan fisik.

B2 (Bleeding): Pemeriksaan B2 yang dilakukan dapat melalui teknik


inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Inspeksi adanya parut; palpasi denyut
perifer melemah, auskultasi tekanan darah, bunyi jantung tambahan, perkusi
adanya pergeseran batas jantung.

B3 (Brain): Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosis perifer.


Pengkajian objektif pasien berupa adanya wajah meringis, perubahan postur
tubuh, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.

B4 (Bladder): Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan


asupan cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memantau adanya oliguria
pada pasien IMA karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.

B5 (Bowel): Kaji pola makan pasien apakah sebelumnya terdapat


peningkatan konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan
respon mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan pada
keempat kuadran. Penurunan peristaltik usus merupakan tanda kardial pada
IMA.

B6 (Bone): Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan B6 adalah


sebagai berikut. Aktivitas,

Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, gerak statis, dan jadwal
olahraga tidak teratur.

Tanda: takikardi, dispnea pada saat istirahat/aktivitas, dan kesulitan


melakukan tugas perawatan diri.
h. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik utama pada pasien IMA adalah EKG dan


pemeriksaan enzim jantung.

1) Pemeriksaan Elektrokardiogram

EKG memberi informasi mengenai elektrofisiologi jantung. Melalui


pembacaan dari waktu ke waktu, dokter mampu memantau perkembangan
dan resolusi suatu infark miokard. Lokasi dan ukuran relatif infark juga
dapat ditentukan dengan EKG. Adanya perubahan EKG pada infark
miokardium meliputi inversi gelombang T, elevasi segmen ST, dan
gelombang Q yang menonjol. Gelombang Q menunjukkan nekrosis
miokardium dan bersifat ireversibel. Perubahan pada segmen ST dan
gelombang T diakibatkan karena iskemia dan akan menghilang sesudah
jangka waktu tertentu.

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai


elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada
usia, jenis kelamin, dan lokasi infark miokard yang terkena. Bagi pria usia
>40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-3 > 2
mm dan > 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010).

Diagnosis non-STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai


dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pada non-STEMI
beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang
T yang datar atau pseudonormalization, atau tanpa perubahan EKG saat
presentasi. Untuk menegakkan diagnosis non-STEMI, perlu dijumpai depresi
segmen ST > 0,5 mm di V1- V3 dan > 1 mm di sadapan lainnya. Selain itu
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (,20 menit), dengan
amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi
gelombang T yang simetris > 2 mm semakin memperkuat dugaan non
STEMI (Tedjasukmana, 2010).
2) Pemeriksaan Laboratorium

Analisis enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil


diagnostik yang meliputi: riwayat, gejala, dan elektrokardiogram untuk
mendiagnosis infark miokardium. Enzim dilepaskan dari sel bila sel
mengalami cedera dan membrannya pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik
dalam hubungannya dengan organ tertentu yang rusak. Seperti yang telah
diketahui, CKMB tidak terlalu spesifik untuk otot jantung. Sepuluh tahun
terakhir ini, troponin T (cTnT) dan troponin I (cTnI) merupakan indikator
yang sensitif dan spesifik untuk infark miokardium. Lebih pentingnya lagi
dapat digunakan untuk stratifikasi risiko pasien dengan infark miokardium.

Kompleks troponin jantung merupakan komponen dasar dari


miokardium yang terlibat dalam kontraksi otot miokardium. Kadar troponin
yang positif dianggap sebagai suatu diagnosis IMA. Troponin jantung mirip
CK-MB dalam hal sensitivitas dan kadarnya meningkat dalam 3 hingga 6
jam setelah nyeri dimulai. Kadar tetap tinggi selama 14 hingga 21 hari. Ini
berguna (dan lebih akurat dari laktat dehidrogenase) dalam mengonfirmasi
IMA yang sudah jauh. Kadar troponin I jantung meningkat 7 hingga 14 jam
setelah IMA. Ini merupakan indikator yang sangat spesifik dan sensitif dari
IMA dan tidak terpengaruh penyakit atau cedera pada otot lain kecuali otot
jantung. Peninggian ini akan tetap ada selama 5 hingga 7 hari.

2. Pengkajian sekunder akut miokard infark (AMI)

a. Aktifitas

1) Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap,


jadwal olah raga tidak teratur.

2) Tanda : Takikardi, dispnea pada istirahat / aktifitas.

b. Sirkulasi

1) Gejala : Riwayat MI sebelumnya, penyakit arteri koronaria,


GJK, masalah TD, DM.
2) Tanda :

a) TD dapat normal atau naik/turun.

b) Nadi dapat normal, penuh atau tak kuat atau lemah/kuat


kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(distritnya)

c) Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra S3 / S4 mungkin


menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas ventrikel.

d) Murmur, bila ada menunjukkan gagal katub/disfungsi otot papiler

e) Friksi dicurigai perikarditis

f) Irama jantung : dapat teratur / tidak teratur

g) Edema : distensi vena jugular, edema dependen / perifer, edema


umum krekels mungkin ada dengan gagal jantung

h) Warna : pucat / sianosis / kulit abu-abu kuku datar pada membran


mukosa dan bibir.

c. Integritas Ego

1) Gejala : menyangkal gejala penting / adanya kondisi

2) Tanda : mendak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata gelisah,


marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri      

d. Eliminasi

1) Tanda : normal / bunyi usus menurun.

e. Makanan / Cairan

1) Gejala : mual / kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati /


terbakar, penurunan turgor kulit, kulit kering / berkeringat

2) Tanda : muntah, perubahan berat badan.

f.  Higiene
1) Tanda / gejala : kesulitan melakukan tugas perawatan

g. Neurosensori

1) Gejala : pusing, berdenyut selama tidur / saat bangun

2) Tanda : perubahan mental,kelemahan.

h. Nyeri / ketidaknyamanan

1) Gejala :

a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak

b) Lokasi : tipikal  pada dada anterior, subternal, prekordia, dapat


menyerang ke tangan, rahang wajah.

c) Kualitas : menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat


dilihat.

d) Intensitas : biasanya pada skala 1-5

e) Catatan : nyeri mungkin tak ada pada klien post operasi, dengan 
DM,  hipertensi, lansia.

2) Tanda :

a) Wajah meringis

b) Perubahan postur tubuh.

c) Menarik diri, kehilangan kontak mata

d) Respon otomatik : perubahan frekuensi / irama jantung,    tekanan


darah, pernafasan, warna kulit, kelembaban, kesadaran.

i. Pernafasan

1) Gejala :

a) Dyspnea dengan / tanpa kerja, dyspnea nokturnal

b) Batuk dengan / tanpa sputum


c) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis

2) Tanda :

a) Peningkatan frekuensi pernafasan

b) Sianosis

c) Bunyi nafas : bersih / krekels

d) Sputum : bersih, merah muda kental

j. Interaksi social

1) Gejala :

a) Stres saat ini contoh kerja, keluarga

b) Kesulitan koping dengan stresor yang ada

2) Tanda : 

a) Kesulitan istirahat dengan tenang

b) Menarik diri dari keluarga.

H. Diagnosa

1. Pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi, kecemasan.

2. Penurunan cardiac output b/d gangguan stroke volume (preload, afterload,


kontraktilitas).

3. Nyeri akut b/d agen injuri fisik..

4. Intoleransi aktivitas b/d fatigue


I. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam pola NIC
efektif b/d nafas klien menjadi efektif, dengan kriteria :
Airway Management :
hiperventilasi,
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
kecemasan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
bila perlu
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
pursed lips)
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien buatan
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
4. Pasang mayo bila perlu
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal. 5. Lakukan fisioterapi dada

3. Tanda –tanda vital dalam rentang normal 6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction

7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan


8. Lakukan suction pada mayo

9. Berikan bronkodilator bila perlu

10. Berikan pelembab udara

11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

12. Monitor espirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

1. Monitor rata-rata kedalaman, irama dan usaha espirasi

2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan


otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal

3. Monitor suara nafas seperti dengkur

4. Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea, kusmaul,


hiperventilasi, cheyne stokes, biot

5. Catat lokasi trakea


6. Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)

7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak


adanya ventilasi atau suara tambahan

8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi


crakles dan ronkhi pada jalan nafas utama

9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui


hasil

2 Penurunan cardiac Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 NIC


output b/d gangguan x 24 jam klien tidak mengalami penurunan
Cardiac Care
stroke volume cardiac output, dengan kriteria :
(preload, afterload, 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi)
1. Tanda vital dalam rentang normal (TD, Nadi,
kontraktilitas)
RR). 2. Catat adanya disritmia jantung

2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
kelelahan.
4. Monitor status kardiovaskuler
3. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada
5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
asites.
jantung
4. Tidak ada penurunan kesadaran 6. Monitor abdomen sebagai indikator penurunan perfusi

7. Monitor balance cairan

8. Monitor adanya perubahan tekanan darah

9. Monitor respon klien terhadap efek pengobatan anti


aritmia

10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari


kelelahan

11. Monitor toleransi aktivitas pasien

12. Monitor adanya dispneu, fatigue, takipneu, dan ortopneu

13. Anjurkan pasien untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR

2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk dan


berdiri

4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

5. Monitor TD, Nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah


aktivitas

6. Monitor kualitas dari nadi

7. Monitor adanya pulsus paradoksus

8. Monitor adanya pulsus alterans

9. Monitor jumlah dan irama jantung

10. Monitor bunyi jantung

11. Monitor frekuensi dan irama pernafasan

12. Monitor suara paru

13. Monitor pola pernafasan abnormal

14. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit

15. Monitor sianosis perifer


16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

17. Identifikasi penyebab dan perubahan vital sign

3 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 NIC
injuri fisik x 24 jam nyeri klien berkurang, dengan kriteria :
Pain Management
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif ( lokasi,
nyeri, mampu menggunakan teknik non
karakteristik, durasi, frekuensi,kualitas dan faktor
farmakologi untuk mengurangi nyeri)
pesipitasi)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
menggunakan managemen nyeri
3. Gunakan teknik komunikasi teraipetik untuk mengetahui
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
pengalaman nyeri klien
frekuensi, dan tanda nyeri
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lalu
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang 5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan
5. Tanda vital dalam rentang normal
6. Ajarkan tentang teknik pernafasan / relaksasi
7. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

8. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

9. Anjurkan klien untuk beristirahat

10. Kolaborasi dengan dokter jika keluhan dan tindakan


nyeri tidak berhasil

Analgetic Administration

1. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan


frekuensi.

2. Cek riwayat alergi.

3. Monitor vital sign sebelumdan sesudah pemberian


analgetik pertama kali.

4. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

5. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efek


samping)
4 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 NIC
b/d fatigue x 24 jam klien tidak mengalami intoleransi
Energy Management
aktivitas, dengan kriteria :
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
aktivitas
disertai peningkatan tekanan darah, Nadi, dan
RR 2. Dorong pasiem untuk mengungkapkan perasaan terhadap
keterbatasan
2. Mampu melakukan aktivitas sehari – hari
secara mandiri 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan

4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi


secara berlebihan

6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas

7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur / istirahat pasien

Activity Therapy

1. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam


merencanakan program terapi yang tepat.
2. Bantu pasienuntuk mengidentivikasi aktivitas yang
mampu dilakukan

3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai


dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial

4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber


yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti


kursi roda.

6. Bantu untuk mengidentivikasi aktivitas yang disukai

7. Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentivikasi


kekurangan dalam beraktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo, 1995, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, EGC : Jakarta 

NANDA, Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2001-2002 , Philadelphia

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Joanne C. McCloskey. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby-Year


Book

Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC


Intervention and NOC Outcomes. Upper Saddle River: New Jersey

Anda mungkin juga menyukai