STEMI
KELOMPOK II :
1. RESTIKA ZULINA 17031042
2. MAULIDIA KHAIRANI 18031006
3. RUWI DONALIA T.S 18031021
4. YUNI HERMANITA 18031015
5. INES KURNIASIH 18031027
6. FADLI ANGGARA 18031034
7. ALPIANSAH 18031038
8. SHINTIA ROSDINA 18031066
9. YUNI SYAFITRI 18031049
10. CUT SITI NURHAFIZA 18031055
11. SHINTIA ROSDIANA 18031066
12. NURJANNAH 18031076
13. REKA APRILIANI 18031090
14. ZULKHAIRINA UMMIL H 19031047
2021
1. Definisi STEMI
STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) adalah suatu kondisi yang mengakibatkan kematian
sel miosit jantung karena kekurangan suplai darah ke jaringan yang berkepanjangan akibat
okulasi koroner akut sehingga akan menimbulkan masalah dan mengganggu kebutuhan dasar
manusia, salah satunya yaitu kebutuhan istirahat tidur.
2. Etiologi STEMI
a. Usia
Insiden penyakit jantung meningkat seiring bertambahnya usia, kebanyakan pasien yang
mengalami infark miokard akut berusia >60 tahun. Hubungan usia dengan penyakit
kardiovaskular ditentukan berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi jantungnya.
Perubahan terkait usia tua meliputi adanya peningkatan ketebalan pada dinding ventrikel
kiri, menurunnya elastisitas pembuluh darah, peningkatan tekanan darah sistolik, denyut
nadi dan perubahan irama denyut jantung dapat menyebabkan terjadinya penyempitan
atau penyumbatan pembuluh darah sehingga mempermudah proses aterosklerosis.
b. Jenis kelamin
Pasien STEMI pada laki-laki sebanyak 8 orang (88,2%) dan pada perempuan 2 orang
(11,8%). Perbedaan jenis kelamin penyakit jantung menunjukkan aspek biologis
kardiovaskular pada pria dan perempuan berbeda dengan anatomi vaskular yang berbeda,
perempuan memiliki arteri koroner lebih kecil, berdasarkan antomi karotis dan distribusi
plak aterosklerosis juga berbeda dari aspek jenis kelamin, secara hispatolologis plak pada
perempuan dikaitkan lebih ‘muda’ dari pria.
Pasien yang memiliki faktor risiko riwayat penyakit jantung sebanyak 6 orang (35,5%)
dan tidak memiliki faktor risiko riwayat penyakit jantung 11 orang (64,7%). Riwayat
penyakit jantung mempengaruhi Karena faktor risiko riwayat penyakit jantung
sebelumnya masih dapat memberikan prognosis yang lebih buruk pada pasien STEMI.
Proses STEMI pada riwayat penyakit jantung biasanya berkembang dengan adanya
pembentukan trombus oklusif (gumpalan darah) dalam arteri koroner utama yang
sebelumnya terkena aterosklerosis.
d. Hipertensi
Faktor risiko hipertensi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam proses
aterosklerosis yang menyebabkan rupturnya plak sehingga menghasilkan trombosis dan
pembuluh darah menjadi oklusi. Tekanan darah tinggi menyebabkan tingginya gradien
tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi
yang dikontrol dapat menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
Aktivitas tekanan darah dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin aldosteron pada
penderita hipertensi dengan aktivitas renin plasma yang tinggi.
e. Merokok
Terdapat tiga kandungan utama dalam rokok yang dikaitkan dengan penyakit
karidiovaskular yaitu nikotin menyebabkan disfungsi endotel, gangguan metabolisme
lipid dan resistensi insulin. Kedua, meningkatnya kadar carbonmonoksida (CO)
menyebabkan kompensasi tubuh membentuk lebih banyak hemoglobin yang
menyebabkan masa sel darah merah dan kekentalan daran meningkat. Ketiga gas oksidan
mengakibatkan menurunnya kadar antioksidan endogen sehingga terjadi disfungsi
endotel, inflamasi, oksidasi LDL dan oksidasi platelet.
f. Stroke
Faktor risiko stroke dapat terjadi akibat adanya kelainan jantung dan sirkulasi sebaliknya
stroke dapat menyebabkan kelainan jantung dan sirkulasi darah. Penelitian Ursulo J H
menunjukkan adanya faktor risiko stroke pada pasien STEMI. Penyakit jantung koroner
mempunyai resiko dua kali lebih besar terhadap kejadian infark serebri jika disertai
dengan faktor risiko lainnya yang dapat memberatkan kondisi pasien (Dewi, Wahid, &
Hafifah, 2017).
3. Patofisiologi
Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang bersentuhan langsung
dengan zat-zat dalamdarah. Permukaan sel endotel yang semula licin menjadi kasar, sehingga
zat-zat didalam darah menempel dan masuk kelapisan dinding arteri. Penumpukan plaque yang
semakin banyak akan membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal dan
jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang menutupi daerah
itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama semakin
banyak plaque yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI) yaitu adanya nyeri
dada yang khas, perubahan EKG dan peningkatan enzim jantung. Nyeri dada khas
ACS STEMI dicirikan sebagai nyeri dada di bagian substernal, retrosternal dan
prekordial. Karakteristik seperti ditekan, diremas, ditusuk, ditindih barang berat atau
dibakar, terasa penuh yang terjadi dalam beberapa menit. Nyeri dapat menjalar ke
dagu, leher, bahu, punggung, atau kedua lengan. Nyeri disertai rasa mual,
sempoyongan, berkeringat, berdebar, dan sesak napas. Selain itu ditemukan pula
tanda klinis seperti hipotensi yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikular,
hipertensi dan diaphoresis/ berkeringat yang menunjukkan adanya respon
katekolamin, edema dan peningkatan tekanan vena jugular yang menunjukkan
adanya gagal jantung (Muttaqin, 2009).
a. Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan STEMI.
Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan
dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar.
Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun
biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa
dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan.
Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher.
Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas
(Fauci, et al., 2008).
b. Temuan fisik. Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan
diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien
menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama
STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas
sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark
inferiormenunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi).
d. Nyeri dengan awitan yang biasanya mendadak, sering digambarkan memiliki sifat
meremukkan dan parah. Nyeri dapat menyebar ke bagian atas tubuh mana saja, tetapi
sebagian besar menyebar ke lengan kiri, leher, atau rahang. Nitrat dan istirahat dapat
menghilangkan iskemia di luar zona nekrotik dengan menurunkan beban kerja jantung.
e. Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat.
f. Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka.
h. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan
aldosteron dan ADH.
j. Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati kematian
sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormon stres dan ADH
(vasopresin).
5. Penatalaksanaan STEMI
Penatalaksanaan ST elevasi IMA menurut ACC/AHA 2013 :
a. Pemberian Oksigen
Suplementasi oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin
Pasien dengan nyeri iskemik di dada harus diberikan nitrogliserin sublingual 0,4 mg setiap 5
menit dengan dosis maksimal 3 dosis. Setelah melakukan penialaian seharusnya dievaluasi akan
kebutuhan nitrogliserin intravena. Intravena nitrogliserin ini diindikasikan untuk bila nyeri
iskemik masih berlangsung, untuk mengontrol hipertensi, dan edema paru. Nitrogliserin tidak
diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg, bradikardi, (kurang dari 50 kali
per menit), takikardi (lebih dari 100 kali per menit, atau dicurigai adannya RV infark..
nitrogliserin juga harus dihindari pada pasien yang mendapat inhibitor fosfodiesterase dalam 24
jam terakhir.
c. Analgesik
Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan kenaikan dosis 2 – 8 mg IV
dengan interval waktu 5 sampai 15 menit) merupakan pilihan utama untuk manajemen
nyeri yang disebabkan STEMI. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian
morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis sehingga terjadi
pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik
ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan
cairan IV dan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark
posterior. Efek samping ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg.
d. Aspirin
Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah mendapatkan aspirin pada kasus
STEMI. Dosis awal yang diberikan 162 mg sampai 325 mg. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
e. Beta Bloker
Terapi beta bloker oral dianjurkan pada pasien yang tidak memiliki kontraindikasi terutama bila
ditemukan adanya hipertensi dan takiaritmia. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,
pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan
addalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >
60 menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari
10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol
oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam.
f. Clopidogrel
Pemberian clopidogrel 600 mg sedini mungkin. Dan dilanjutkan dengan dosis rumatan
sebesar 75 mg per hari.
g. Reperfusi
Semua pasien STEMI seharusnya menjalani evaluasi untuk terapi reperfusi.Reperfusi dini akan
memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan
mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventricular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door to needleatau
medical contact to balloon time untuk Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dapat dicapai
dalam 90 menit (Patrick, 2013)
6. Web of Caution (WOC)
7. Penatalaksanaan Medis
Obat yang biasa digunakan dalam tatanan perawatan kritis untuk mengobati penyakit
kardiovaskuler:
Stemi ditegakkan jika terdapat keluhan angina pectoris tipikal berupa rasa tertekan/berat di daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri, nyeri epigastrium, disertai keluhan penyerta seperti keringat
dingin, sesak napas, mual/muntah, dan pada pemeriksaan EKG didapatkan elevasi segmen ST persistem
di dua sadapan bersebelahan. Menurut lokasi anatomis infark miokard, temuan abnormalitas EKG
adalah sebagai berikut:
Lokasi iskemi atau infark Sadapan dengan deviasi ST
Anterior V1-V4
Lateral V5-V6, I, aVL
Inferior II, III, aVF
Posterior V7-V9
Ventrikel kanan V3R-V4R
Kriteria penanda jantung untuk penegakan diagnosis SKA:
1. CKMB dan troponin I/T merupakan penanda yang sensitive dan spesifik untuk diagnosis
infark miokard.
2. Dalam keadaan nekrosis miokard, kadar CKMB dan troponin I/T normal dalam 4-6 jam
setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina
3. Pada dua pemeriksaan dengan beda waktu minimal 4 jam, didapatkan peningkatan
CKMB lebih dari 50%
4. Pada satu pemeriksaan didapatkan peningkatan CKMB dua kali lipat nilai normal
5. Lebih dari 72 jam setelah awitan, didapatkan peningkatan troponin I/T.
10. Enzim STEMI
Berdasarkan kriteria WHO, diagnosis dari infark miokard dapat ditegakkan jika 2 dari 3
kriteria yang ada dijumpai. Salah satu kriteria tersebut yaitu peningkatan enzim jantung.
Penderita infark miokard akut tidak semuanya disertai dengan EKG yang khas. Oleh karena itu
diperlukan petanda diagnostik yang objektif yang dapat digunakan pada awal menegakkan
diagnosa infark miokard akut. Pemeriksaan enzim jantung dapat dilakukan dengan pemeriksaan
CKMB, troponin T, troponin I, mioglobin dan LDH. CKMB dan troponin adalah enzim jantung
yang paling spesifik, kedua enzim ini mulai meningkat 4-8 jam setelah terjadinya infark sehingga
pemeriksaan yang terlalu dini bisa mendapatkan hasil yang negatif. Kadar CKMB yang tinggi
hanya bertahan hingga 2-4 hari, sedangkan troponin dapat bertahan hingga 14 hari. Peningkatan
troponin T atau I pada sekali pengukuran sudah merupakan diagnosis infark miokard akut,
sedang jika berdasarkan CKMB harus didasarkan atas peningkatan yang diikuti penurunan.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association.(2012). Heart Disease and Stroke Statistic 2012 Update: A report
From the American Heart Association. Circulation Journal of the American Heart
Association. Diakses tanggal 14 Agustus 2021 dari http://circ.ahajpurnals.
Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher L., & Camera.(2011). Medical Surgical
Nursing (Eight Edition).USA: Elsevier Mosby
Potter, P.A., & Perry, A.G (2009). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses, dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC
Wahyudi & Gani. (2019). Keberhasilan Tatalaksana ST Elevation Myocardial Infarction
(STEMI) dengan Streptokinase. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika: 2(2)